Kisah Persahabatan
Sebuah gubuk bambu berdiri di tengah area ladang jagung yang baru saja dibuka, aktivitas warga pun meningkat pesat disana, mereka beramai-ramai membabat hutan yang sudah mulai gundul, memang seperti itulah rantai kehidupan warga di daerah itu.
Polisi hutan yang nakal dan warga sama saja, hutan gundul pun juga karna pembalakan luar biasa dari warga sekitar, bahkan jika ada warga yang tertangkap jarang sekali mereka di proses secara hukum, yang ada hanya hukum damai ditempat.
Tawar menawar harga layaknya membeli sebungkus kacang rebus saja.
Tentu saja hal seperti itu banyak untungnya buat warga, mereka tidak akan mengeluarkan banyak biaya untuk membangun rumahnya dan banyaknya hutan gundul untuk lahan pertanian pasca program penanaman pohon.
Sambil menunggu pohon yang ditanam oleh pihak Perhutani tumbuh besar warga dapat memanfaatkan lahan sebagai ladang jagung dan tak perlu membayar, Warga hanya di haruskan merawat tanaman yang di tanam oleh pihak Perhutani saja.
Memang sejatinya program seperti itu mampu menahan laju urbanisasi ke Kota-kota, banyak pemuda yang ikut menggarap ladang jagung, ada yang sekedar membantu ada juga yang nekat membuka lahan sendiri.
Seperti halnya Seno pemuda yang baru berumur belasan tahun itu sudah berani membuka lahan sendiri padahal lahan garapan ayahnya lebih dari cukup sayangnya mereka hidup hanya berdua. Sang ibu pergi meninggalkan Seno ketika ia masih duduk di bangku SD.
Hasil dari didikan sang ayah membuat Seno memiliki semangat yang kuat tanpa sosok seorang Ibu.
Seperti pemuda pada umumnya Seno memiliki seorang kekasih hati Arum namanya, Seno berhasil meluluhkan hati gadis manis itu.
Walaupun si gadis masih duduk di bangku sekolah dan Seno memutuskan untuk lebih memilih membantu sang ayah namun semua itu tak membuat Seno minder untuk mendekatinya.
Sudah seminggu ini dari pagi hingga siang hari Seno sibuk membuka lahan garapan baru. Sedangkan sorenya ia dan teman-temannya pergi ke hutan sekedar berburu sarang burung atau berburu hewan apa saja yang bisa mereka dapatkan.
Malamnya barulah Seno berkunjung ke rumah Arum hanya duduk berdua di teras rumahnya itu pun harus menunggu Arum selesai belajar.
Tapi kali ini Seno agak kecewa, pasalnya sang kekasih tak ada di rumah maka Seno memberanikan diri bertanya kepada ayahnya Arum, paklik Sarjito namanya.
“ Kulonuwun…”
“Monggo… Eh kamu Sen? Masuk sini, piye babatanmu (ladangmu) sudah beres belum Sen?”
“He he he sedikit lagi lik, tinggal di bakar aja udah selesai kok. ”
“ Oalah… Cepat yo Sen? “
“Njih paklik, lah kok sepi to paklik, pada kemana ini he he he…”
“Oya kamu kesini nyari Arum to? Anaknya tadi pamit mau belajar sama temanya kalau ibunya sore tadi ke rumah adiknya. Jadi ya paklik sendirian di rumah, kamu mau ngopi ndak Sen biar tak bikinin sekalian temenin paklik mumpung ndak ada orang ”
“Lah malah jadi merepotkan ini he he.. “
“Wes kalem saja tunggu bentar yo? “
Seno hanya mengangguk pasrah, bukannya ketemu sang kekasih malah di bikinin kopi sama bapaknya, sudah pasti ngomongin pekerjaan.
Heeeuh….
Tanpa sadar Seno menghela napasnya.
Tak lama secangkir kopi telah siap, paklik Sarjito pun mengambil bungkusan plastik dari laci meja di depan Seno apalagi kalau bukan rokok racikan sendiri alias lintingan. Dengan lincahnya paklik Sarjito meracik rokok itu lalu disodorkan ke Seno.
“ Di coba dulu Sen, tembakau enak ini, “
Ucap paklik Sarjito kepada Seno, namun Seno menolak pemberian paklik Sarjito.
“Waduh buat paklik aja, saya sudah bawa kok paklik, he he he “
“Alah iya, anak muda moso melinting ya Sen? tapi Manteb lo ini? kamu ndak pengen mencoba to Sen? “
“Ndak paklik, he he he “
“Yo wes…“
Setengah jam sudah berlalu dan Seno pun akhirnya pamit pulang kepada paklik Sarjito.
“ Njih mpun lik, (ya sudah lik) saya pamit dulu matur suwun kopinya he he…“
“Lho lho… Ngga ngobrol dulu to… “
“ He he… Anu, lain kali sambung lagi aja njih paklik? ini mau berburu sama anak-anak juga soalnya, Monggo paklik…“
Ucap Seno sembari menggaruk kepalanya yang ngga gatal.
“Yo wis nanti tak sampaikan ke Arum ya Sen, Hati-hati di hutan yo banyak demit lo Sen?“
“Siap paklik! He he… “
Seno pun pergi meninggalkan rumah sang kekasih, sedangkan ayahnya Arum menggelengkan kepala sembari tersenyum melihat kepergian pemuda itu.
Tak disangka dalam perjalanan pulang Seno bertemu dengan Arum, senyum keduanya mengembang.
“Mas dari mana? “
Ucap Arum dan satu tangannya meraih buku tangan Seno lalu menciumnya.
“Habis menemin bapakmu lo dek he he he…”
Balas Seno cengar cengir.
“Lah bilang aja mau ngapelin pacar tapi gagal? “
“Iya iya… Habis mau gimana lagi dek mas kangen kok he he… “
“La ini udah ketemu, ayo anterin pulang sekalian orang punya pacar kok dibiarkan sendirian he he…“
“Iyees… Tapi nanti nongkrong dulu ya? he he…“
“Iyaah… Ayo ah! “
Seno pun menggandeng tangan Arum, nikmat mana lagi yang kan di dustakan. Mereka bahagia hanya dengan berjalan bergandengan tangan saja, pos ronda tempat yang menjadi langganan Seno dan Arum bermesraan tak begitu jauh dari rumah Arum.
Untuk menuju lokasinya tak sampai lima menit dari tempat mereka bertemu.
Kini keduanya sudah duduk berdua di pos ronda. Lokasi yang sepi dan tak ada penerangan disana membuat keduanya bebas bercerita ditambah dengan terpaan indahnya sinar rembulan membuat suasana semakin romantis saja.
Arum pun tak segan menyandarkan kepalanya di bahu Seno, Aroma semerbak wangi rambut yang tergerai membuat Seno salah tingkah. Perlahan Seno memberanikan diri meraih pinggang Arum dan mengecup kening sang gadis, tak sepatah kata pun terucap.
Hanya ada senyum terkulum dari si gadis, tapi ketenangan itu terganggu oleh sorot lampu dari arah hutan sana. Kondisi hutan yang membukit membuat siapa saja bisa melihat kalau ada cahaya di malam hari, tepatnya di pos ronda yang di duduki oleh Seno dan Arum saat ini.
“ Mas, di hutan kayak ada orang ya mas? “
“Hu um dek, mungkin berburu ya dek? “
“Ih ngga takut apa di hutan malam-malam gini“
“ Ngga lah dek? ngga ada apa-apa juga kok disana “
“Tetap aja mas kalau takut yo takut aja? “
“ Kamu mau uji nyali ngga? Ayo tak temenin kalau mau he he he”
“Emoh… Pulang yuk mas, dah malam nih…“
“Ya udah ayo, besok kamu kesiangan lagi bangunnya”
“Hu um”
Arum segera beranjak dari duduknya dan di ikuti oleh Seno, sampai di depan rumah suasana sudah sepi Seno pun pamit pulang, dia tak ingin kekasihnya bangun kesiangan nantinya.
“Aku langsung pulang ya dek? “
Ucap Seno sembari melangkahkan kakinya
“Hu um hati-hati ya mas? “
Seno tersenyum kearah gadisnya dan segera meninggalkan sang gadis. Pikiran Seno terganggu oleh adanya cahaya di atas bukit tadi tidak mungkin orang berburu binatang di hutan kayu putih karna lokasinya terlalu dekat dengan perkampungan tabiat pengintip Seno pun langsung bekerja dengan cepat.
“Heem…. Ada sesuatu ini mue he he he… “
Ucap Seno sendiri, tak perlu berjalan mengendap agar tak ketahuan yang ada Seno malah berjalan cepat menyusuri jalan setapak ke atas bukit sana. Setelah sampai atas bukit Seno baru berjalan perlahan menuju arah cahaya yang tak lagi menyala, hanya mengandalkan Feeling saja untuk mencarinya.
Rupanya Seno bernasib baik dan tak perlu berlama-lama mencari apa yang menjadi tujuannya, indra pendengaran Seno mulai mendengar sesuatu.
Yap!
Saatnya mengendap, ucap Seno perlahan dan dengan perlahan Seno mendekati arah suara itu. Untung penglihatannya terbantu oleh sinar rembulan tentu sangat menguntungkan buatnya walaupun Resiko nya bakal mudah ketahuan juga. Asal suara itu semakin dekat dan alangkah kagetnya Seno melihat pemandangan itu.
Dua tubuh tanpa busana sedang asik mengayuh birahinya di tengah hutan, wanita itu bagaikan kuda betina yang merangkak di tanah sedangkan si lelaki dengan cepat menyodoknya dari belakang. Sesekali kepala wanita itu menengadah ke atas di barengi dengan lenguhan kenikmatannya.
Seno segera mencari tempat yang aman agar tak ketahuan oleh mereka. Jelas dua insan yang sedang birahi itu tak menyadari ada sepasang mata yang mengintip kegiatannya, lenguhan pun menjadi-jadi. Masih dengan gaya yang sama hanya sesekali si lelaki merubah pijakan kakinya yang ke depan. Tusukannya juga berbeda dan setiap berganti posisi wanitanya selalu melenguh nikmat, saat sodokan lelakinya melambat dengan segera wanita itu menggoyang pinggulnya yang gempal.
“Uugh… Enak mbakyu… ”
Ucap lelaki itu kedua tangannya meraih pinggul wanita yang di panggil mbakyu itu,
“Aaah…. Ayo dik… sodok lagi… ”
Balas wanita itu dan goyangan pinggulnya semakin tak karuan, tapi tetap saja lelakinya tak bergerak, tangannya malah menarik maju mundur pinggul si wanita.
“Sebentar aku capek mbakyu… ”
Ucapnya, tak ada jawaban yang ada goyangannya berubah menjadi kejat naik turun seolah ingin menjepit dan menarik batang kejantanan pasangannya tentu efeknya luar bias., seketika lelaki itu melepas pegangan tangannya di pinggul si wanita dan berganti satu tangan memegang pundak dan satu lagi meraih payudara si wanita.
Aach… Lenguh si wanita.
Lenguhannya seolah mengiba kepada pasangannya, wajahnya yang sayu karna birahi itu menoleh ke belakang dan langsung disambut dengan lumatan bibir oleh lelakinya. Tak ayal membuat si wanita semakin terbuai oleh nafsunya sendiri. Bongkahan pantat yang terus maju mundur lalu naik turun dan sesekali mengerutkan pantatnya membuat si lelaki pelan-pelan menggerakkan pinggulnya.
KLop sudah diatas lidah saling membelit sedangkan alat kelaminnya sudah mulai saling membalas setiap kocokkan. Yang wanita memundurkan bokong sedangkan lelakinya membalas dengan menyodok dengan keras. Tak ayal membuat si wanita melepaskan ciumannya dan meracau ke enakkan.
“Aaaach… Mentok deekh…. Aaaach… Teruuus… Deekh… Aku mau sampai… Aaach… Gelii…. Aaach….”
Akhirnya si wanita mencapai titik kepuasan yang di tandai dengan membeliakkan mata dan membanjirnya lubang kenikmatan. Tak lama setelah itu di susul erangan dari si lelaki yang menumpahkan cairannya di dalam lubang kenikmatan si wanita.
Plop…
Saat batang kejantanannya keluar air maninya pun ikut menetes.
Iiih…Keluh kegelian si wanita saat merasa batang yang menyumpal nonoknya keluar.
Hos hoos hooosh… Keluar berapa kali mbakyu?
Tanya si lelaki dengan nafas yang masih memburu.
“Tiga kali dik? Aku puas banget, makasih ya dik? Jawab wanita itu.
“Iya mbakyu? nanti kalau ada waktu mbakyu kabari aja ya? Aku siap kapan pun kalau mbakyu mau lagi kok, ”
“Huuuh…. Maunya… Iya iya? jangan ada yang tau lo ya? Dah yuk pulang, tadi aku pamit ke rumah adikku soalnya, takut suamiku nyusul kesana malah repot nanti dik…“
“Ayok. Sini tak bantu pakai dasternya…“
Mereka berdua tersenyum dan sesekali tangan jahil lelaki itu mencolek kemaluan si wanita. Membuat si wanita memberikan cubitan kecil di lengan si lelaki.
“ Mbakyu ini niat banget pengen tak kawini ya? Sampai celana dalam aja ngga di pakai dari rumah he he” Goda si lelaki.
“Kalau ndak niat ya kita ngga dapet enak-enak sekarang to dik? Hi hi hi”
“Iya ya? Ya udah yuk pulang “
Selayaknya orang kasmaran pasangan itu pun berjalan bergandengan tangan, mereka tak sadar kalau perbuatan mereka disaksikan oleh seorang pemuda, sedangkan Seno sendiri blingsatan menahan konaknya.
Alangkah kagetnya Seno saat mendengar penuturan si wanita, barulah dia sadar siapa yang sedang di intip olehnya. Dengan seksama Seno memperhatikan si wanita dan tak salah lagi itu Bulik Sumi istri paklik Sarjito Ibu kekasihnya sendiri.
Seno hanya geleng kepala melihat kenyataan itu, Seno melangkah gontai antara konak dan sesal telah mengintip perbuatan mesum Ibu dari kekasihnya sendiri.
Hari berlalu minggu berganti bahkan hampir dua tahun Seno menjalani harinya di ladang jagung, naas bagi petani, wabah tikus yang jumlahnya ribuan mulai menyerang. Para petani termasuk Seno harus berjaga di ladang jagung masing-masing khususnya malam hari.
Perkampungan menjadi sepi karna para lelaki beramai-ramai menjaga tanamannya. Namun apa boleh buat Tikus yang niatnya mau di berangus agar tak merusak tanaman jagung ternyata jumlahnya tak terkira. Bak air mengalir ribuan tikus entah dari mana datangnya tiba-tiba menyerang pohon jagung yang buahnya mulai siap panen.
Alhasil semua warga yang berjaga di ladang lari tunggang langgang, tak seorang pun yang berani mengusik arogansi ribuan tikus itu. Jelas kalau nekat nyawa yang menjadi taruhannya, warga pun pasrah dengan keadaan dan pulang ke rumah masing-masing dengan lesu.
Pupuk dan bibit dari upaya hutang ke toko yang rencana di bayar setelah masa panen pun tak jelas lagi juntrungannya, belum lagi jerih payah merawat tanaman terasa sia-sia sudah.
Sebulan berlalu dan masa tanam pun tiba, warga kembali bercocok tanam, berharap ribuan tikus sudah pergi dari lahan garapan mereka. Cukuplah sekali para warga mengalami kerugian tapi apa mau dikata, dua tiga hari setelah tanam ribuan tikus kembali menyerang pada malam hari mereka memakan benih jagung yang di tanam.
Jika keadaan terus berlanjut di jamin banyak petani jagung yang mengalami kerugian bahkan bangkrut pun bisa jadi.
Seno petani muda yang masih pemula memutuskan untuk hijrah ke ibukota, maka Seno segera membicarakan keinginannya itu kepada sang ayah. Kebetulan juga pakliknya ada yang bekerja disana dan menurut sang ayah tak sulit bagi Seno untuk mendapatkan pekerjaan.
Paginya Seno berangkat ke warung telefon untuk menghubungi pakliknya, dengan cepat di utarakan keinginannya, dan si paklik berpesan agar tiga hari lagi menghubunginya kembali,
Tiga hari berlalu dan kabar baik untuk Seno, dia di minta datang ke ibukota oleh pakliknya Senin depan Seno sudah harus masuk kerja di sana. Mendengar hal itu Seno segera pulang dan menyiapkan segala sesuatu untuk bekalnya nanti. Dan malamnya tak lupa menemui sang kekasih untuk berpamitan, karena rencananya besok siang Seno akan langsung berangkat saja tak perlu menunggu hari Sabtu untuk kesana.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
POV SENO
Tak terasa sudah tiga bulan aku di ibukota meninggalkan orang tua meninggalkan kekasihku dan meninggalkan kebiasaanku menonton live show mesum di area hutan kayu putih itu. Belakangan ku tahu ternyata di sana sudah biasa menjadi tempat langganan mesum dan hal itu aku manfaatkan bersama teman-temanku sebagai ajang mengintip para pelaku. Bahkan beberapa kali ku saksikan adegan hot Bulik Sumi dengan pemuda selingkuhannya, aah… Selamat tinggal semuanya.
Di kota ini aku menjalani hariku sendiri dan ternyata tempat kerjaku berbeda dengan paklikku. Ya sudah semua itu tak jadi masalah bagiku yang jelas suasana di sini begitu bersahabat denganku. Banyak sudah yang kukenal dari tukang bubur ayam langgananku sampai anak-anak proyek pun menjadi temanku. Oya aku sendiri bekerja di perusahaan yang bergerak di bidang Ritel bukan perusahaan bonafide sih, tapi cukuplah untuk menopang kehidupanku.
Tak banyak aktivitas yang kulakukan siangnya kerja dan malam nongkrong itu saja kegiatanku, hingga suatu malam aku makan di warung tenda di dekat kantor sebuah instansi pemerintah daerah barat.
Tentu tidak jauh dari tempat tinggalku, di warung itu ada seorang gadis yang mengingatkan sosok kekasihku Arum, bukannya aku senang hatiku malah meremang.
Seketika aku merindukannya sehingga membuatku hilang nafsu terhadap makanan pesananku, Alhasil gadis itu menggerutu karena masakannya Cuma ku bolak-balik dan hanya sedikit saja yang baru kumakan.
“Hiiis… Niat makan ngga sih ni orang. “
Gerutukannya tentu saja terdengar olehku lalu ku tengok sekeliling. Tak ada siapa pun kecuali aku saja yang makan di warung tenda ini, heeem…
Ngomongin siapa lagi kalau bukan aku, ku tengok piring di hadapanku dan aku tersenyum kecut melihat kelakuanku sendiri, kuberanikan diri menatap gadis jutek itu dan Kusapa dia.
“Hai mbak… Aku masih disini kok? tenang aja masakanmu enak, ndak usah khawatir pasti tak makan he he he… “
“ Yeee… Sak karepmu lah! “ Jawab gadis itu.
Hem…
Aku menggeleng dan tersenyum melihat tingkahnya. Coba ngga jutek kayak gitu aku pasti sering-sering kesini sengaja aku berlama-lama di warung. Itu karna merasa kasihan melihat si cewek judes sendirian jaga warungnya.
Tak lama datang seorang wanita setengah baya menurut Feeling aku beliau ibunya si jutek yang dari tadi langsung ke belakang, si ibu pun menyapaku dan menawari aku mau minum apa.
Blaik….. Dari tadi aku disini ngga di kasih minum sama si jutek itu, lalu aku memesan es teh tawar kepada si Ibu. Sedangkan di belakang sana sayup-sayup ku dengar si ibu sedang menegur si jutek, dari situ pula aku tau si jutek itu di panggil San.
Entahlah San apa, dari kejadian itu aku lumayan sering datang ke warung untuk makan malam, lambat laun si jutek pun akrab denganku.
Santi Fatmawati nama gadis jutek itu sekarang ia tak lagi membantu sang Ibu di warung makan karena dia sendiri sudah bekerja di pabrik yang tak jauh dari tempat tinggalnya.
Masih di sekitar daerah barat juga, cukup dua kali naik angkot itu pun jarak tempuh angkot ngga jauh, hanya rutenya saja yang ngga searah.
Dia yang dulu jutek sekarang menjadi tempat berkeluh kesah begitu juga sebaliknya.
Banyak yang mengira aku jadian dengannya mungkin karena seringnya ngobrol berdua di depan teras kontrakan hingga larut malam membuat orang yang melihatnya seperti pacaran saja, Heuuh…
Kalau kata pepatah Jawa Tresno jalaran soko kulino mungkin itu yang kurasakan. Tapi aku sadar posisiku apa lagi aku masih memiliki kekasih pantang bagiku menghianati pasangan. Lagi pula belum tentu juga dia mau ku pacari yang penting saat ini aku nyaman bersamanya begitu juga dia.
Malam minggu tiba dan ku habiskan waktu bersamanya masih di tempat biasa. Bedanya semua teman-temanku sekarang ikut berkumpul di sini, hingga jam 11 malam kami banyak bercerita tentang pasangan masing-masing tentang pekerjaan dan hal-hal lainnya.
Setelah semua pulang dan hanya tersisa aku dan Santi saja, obrolan pun berlanjut tanpa senda gurau seperti pada saat semuanya sedang berkumpul tadi.
Oya Santi ngga pernah memanggilku Seno, aku di panggil Om sama dia, aneh sih? Tapi ya sudah lah ya? Saat ini saat berdua seperti ini dia menatapku lekat dan itu benar-benar membuatku grogi, memang obrolan kami berdua agak menjurus masalah hati sih.
“Hoy… Biasa aja sih! ngga usah gemetaran kayak gitu he he…“
“Laaah… Siapa yang gemetaran sih? “
“la itu? Jangan bilang kamu mau nembak aku, awas ya?“
“ Jiah… galaknya nongol, ndak lah… Mau aku kemanain si Arum cuy… Lagian kaya kamu mau aja sih? he he he”
“Tu kan kamu ngarep aku mau… Bilang aja sih om? “
“Iya iya? Kamu nungguin aku tembak dan langsung kamu tolak to? Seneng bener lihat temen sedih kamu tuh!“
Bugh!..
“ Yeee… Emang iya? he he… Kita tuh nyaman kayak gini tau Om? “Mendengar jawaban dariku tangan mungilnya langsung meninju lenganku.
“iya….. Lagian aku ngga mau lah punya cewek judes, ngeri aku he he he”
“Heem…. Kampret… Sebulan pacaran langsung kurus kamu ya? ha ha ha “
Yap mulai malam ini aku dan Santi berkomitmen untuk tetap bersahabat saja.
“Au dah… Dah ah aku balik dulu ya? ibu sudah pulang tuh berarti sudah malam nih, eh menjelang pagi deng he he he “
Kulihat layar ponsel 3315 ku dan memang sudah jam 1 dini hari (pikir sendiri tahun berapa adanya ponsel jadul itu he he)
Hari terus berlalu hingga tibalah hari yang sukses membuat aku gelisah tak karuan. Tiba-tiba Arum menghubungiku dan hanya kata maaf yang kudengarkan dari gagang telefon itu, entah apa yang terjadi disana.
Satu minggu aku ngga konsentrasi kerja begitu juga saat kumpul bareng teman-temanku aku menjadi pendiam. Tentu hal itu membuat Santi bertanya-tanya dan disaat berdua dengannya aku baru menjelaskan apa yang aku rasakan, Santi menyarankan agar aku pulang terlebih dahulu, yah aku turuti saran darinya.
Minggu siang aku berangkat naik bus malam menuju kampung halamanku dan ini untuk yang pertama kalinya aku pulang. Tak terasa malam begitu cepat berlalu karna aku tidur pulas di dalam bus.
Pagi hari aku sudah menikmati secangkir kopi di rumahku sedangkan ayahku sendiri sudah tak ada di rumah saat aku datang tadi, aah… Sudah pasti beliau sibuk di ladang sana. Jam sepuluh ayahku pulang membawa segulung daun jati,.
Heem ada yang hajatan ternyata, pas bener aku pulang, setelah menaruh bawaannya dan kucium buku tangan ayahku barulah aku bertanya.
“ Siapa yang ewuh (hajatan) to pak? “
Tradisi di kampungku setiap ada salah satu warga yang menggelar pesta hajatan semua warga mendapatkan tugas masing-masing dari ketua RT.
Ada yang mencari kayu ada yang mengambil air dan daun untuk membungkus makanan pokoknya semua kebutuhan hajatan di cukupi dengan cara gotong royong dan semua itu di atur oleh ketua RT nya.
“ Itu kang Sarjito besok hajatan, kebenaran kamu pas pulang jadi nanti malam kamu kalau ngga capek bisa menemin lek lekkan (begadang) di sana “
“ Loh, acara opo to pak? opo Bulik Sumi punya anak lagi to? “
“ ndak kok le? anak gadisnya kang Sarjito besok mau nikahan, cah ayu ya cepat dapet jodohnya yo le? “
Duar!……
Kakiku terasa lemas mendengar apa yang ayahku ucapkan, memang beliau tak mengetahui perihal hubunganku dengan Arum makanya dengan santainya ayakku menyampaikan kabar itu.
Ayahku bingung melihat perubahan sikapku yang langsung diam, entahlah mungkin juga mukaku pucat.
“loh…. Kamu kenapa to le? Kamu sakit?… “
“ eh, ndak kok pak ndak apa-apa, Seno masih capek pak he he… “
“oalah tak kira sakit, yo wis istirahat dulu aja yo? bapak mau nganterin daun dulu, “
“Njih pak…“
Setelah ayahku pergi aku segera masuk ke kamar aku baru sadar kalau kata maaf dari Arum seminggu yang lalu itu sebagai tanda berakhirnya hubunganku dan dia. Hancur pasti, patah hati apa lagi, ah… Nasib….. Nasib…
Hubungan yang sudah lama kubina berakhir sepihak, hanya dengan kata maaf tanpa ada alasan jelas kami putus heuuuh…
Mulai saat ini aku bersumpah ngga akan mencari pasangan hidup di kampungku sendiri aku ngga bisa melihat Arum dengan orang lain aku ngga siap dengan semua itu.
Tangisan perpisahan dia waktu itu yang berhasil meneguhkan kesetiaan hatiku ternyata kandas sampai disini saja, rasanya hari ini juga aku ingin kembali ke ibukota, tapi bagaimana dengan ayahku?
Ah… jalanku masih panjang aku kuat aku sanggup melewati semua ini.
Sebuah guncangan kecil di kakiku membangunkan tidurku, ternyata hari sudah malam sang ayah menyuruhku untuk segera membersihkan diri dan segera berkumpul dengan teman-temanku di rumah paklik Sarjito.
Malas terasa tapi malam ini aku harus datang kesana.
Jam sembilan malam aku menyusuri jalan berbatu di kampungku para pemuda yang lain juga sudah mulai ke lokasi hajatan. Aku memilih menyambangi temanku terlebih dahulu, teman yang biasa mengintip pelaku perbuatan mesum di hutan kayu putih sana.
Heeem….
Mungkin dengan bertukar cerita dengannya bisa sedikit mengurangi beban pikiranku.
Dua jam aku berada di rumah teman, banyak sudah yang di ceritakan olehnya termasuk perbuatan mesum Bulik Sumi yang sampai sekarang masih berlanjut.
Memang aku tak cerita juga perihal hubunganku dengan Arum, makanya dengan bebas tanpa rasa sungkan dia bercerita tentang ibunya Arum kepadaku.
Setelah puas berbagi cerita temanku mengajakku pergi ke rumah Paklik Sarjito pas jam 11 malam kami sampai disana. Ternyata persiapan untuk pesta sudah siap tinggal sedikit saja hiasan yang belum terpasang disana.
Mataku sibuk mencari calon mempelai wanita, jujur aku ngga rela tapi inilah kenyataan yang harus kutelan saat ini.
Ku dekati kerumunan pemuda dan ku salami satu persatu, aku ikut bergabung dengan mereka.
Banyak hal yang mereka bicarakan tapi tak Satu pun yang membuatku tertarik untuk ikut membahasnya. Pikiranku melayang entah kemana sampai-sampai calon mempelai pria yang tepat duduk di depanku pun tak ku sadari.
Eh emang aku ngga tau ding, kan aku ngga kenal juga, aku tau juga dari salah satu teman yang meledek dia.
hadeeh….
Mending pulang deh Lama-lama kupingku panas juga mendengarnya.
Aku pun beranjak dari duduk dan melambaikan tangan ke teman-temanku, hanya calon mempelai pria saja yang ku salami.
Baru saja aku meninggalkan kerumunan dan keluar lewat pintu samping rumah sebuah tangan menahan langkahku.
“Mas?.. “
Degh!…
Suara itu….
Hatiku seketika meremang aku yakin aku ngga sanggup jika terlalu lama di sini dan aku yakin siapa pemilik suara itu. Isak tangis pelan terdengar di telingaku. Erat jari jemarinya menggenggam lenganku.
Aku tak ingin merusak hari bahagianya tanpa menatap wajahnya yang ku yakin sembab oleh air mata aku memutuskan untuk segera pergi saja.
“Sudah ya? aku ngga apa-apa kok? ngga baik kamu di luar kek gini. “
“Mas?… Maaf… “
“ Ngga apa-apa… Oya besok aku ngga bisa datang ya? “
Bohong kalau aku kuat aku sakit sangat sakit, kutepis tangannya dan aku pergi begitu saja tanpa melihat lagi ke arahnya.
tak lagi isakan tangis yang ku dengar tapi sebuah tangisan yang ku yakin semua orang yang ada di sana mendengarnya, masa bodo aku tak peduli dengan semua itu.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Perjalanan semalaman membawa seorang pemuda kembali di tengah hiruk pikuknya ibukota, dengan rasa kecewa yang di bawa ia bersiap menantang apa pun yang ada.
Bukan demi sebuah kemakmuran diri maupun keluarga, langkahnya hanya untuk menghibur Lara dan berusaha melepas belenggu hatinya walaupun dia tahu itu sangat teramat sulit.
Yah pemuda itu bernama Seno, Seno Prayoga nama lengkapnya bukan yang pertama kali ia datang ke ibu kota tapi itu satu-satunya kota yang ia datangi.
Cuiiiit….
Decit suara rem terdengar semua penumpang berebut untuk turun dari dalam bus antar kota antar provinsi, uuugh… Rutuk pemuda yang tak serepih kemarin sore kumal dan kusut karna semalaman duduk dan tertidur di dalam bus.
Rasa malas masih menguasai apalagi suasana hati yang tak menentu membuat Seno enggan sekali turun dan harus berebut jalan.
“Ah… mending mengalah toh sama saja turun-turun juga,”
Gumam Seno.
Setelah turun pun ia tak langsung mencari angkutan yang seharusnya dia tumpangi menuju tempat tinggalnya di ibukota. Seno malah asik bersandar di pagar terminal dan menyulut sebatang rokok di bibir, itulah yang ia lakukan.
Suara riuh di sekelilingnya juga tak di hiraukan hingga ada sebuah tangan yang tak kalah kumal dengan dirinya menepuk pundak si pemuda dengan wajah garang orang itu menawarkan jasanya.
“ Oey mas! Mau kemana… Ada tiket bus murah nih! tuh busnya udah siap!“
Merasa tak berdosa orang itu hendak menarik tangan Seno yang sedang asik menikmati sebatang rokoknya. Seno tak menjawab juga tak menuruti ajakan orang asing di sebelahnya tatapan kesal jelas terlihat dari orang itu.
“Hoy!!! Punya mulut ngga loe… “
Gertak si orang asing itu tapi tetap tak ada jawaban hanya lirikan sepasang mata lalu menepis tangan kumal di pundakny. Lalu ia berjalan menjauh dari orang itu tapi orang itu tak menyerah, ia hampiri lagi dan hendak menarik paksa Seno. Perlakuannya membuat Seno mulai risih ia pun berbalik menepis tarikan orang itu lalu menjawab ocehan orang yang menariknya.
“Berisik sampean bos! Saya ini mau pulang ke daerah barat, masa iya pakai beli tiket segala sih! “
Sungguh jawabannya membuat orang yang menarik dirinya menjadi dongkol seketika.
“Kampret!!!… Dari tadi ngomong kalau ngga pulang kampung!! orang ngga perlu capek nguber uber loe… Dasar Kunyuk!! “
Marah.
Orang itu terlihat murka dengan tingkah Seno, berbeda dengan Seno. Ia masih asik merokok lalu clingak celinguk entah apa yang dia cari yang jelas dia merencanakan sesuatu.
Hadeeh!… dia yang budek dia juga yang marah.
Gumam Seno, jelas ucapannya terdengar ditelinga orang di depannya tak ayal orang itu melayangkan tangannya yang hendak menampar Seno namun tindakan itu langsung di tangkis olehnya.
“ Saya sudah bilang mau kemana Situ budek ya bos!!… “
Ucap Seno ketus, lalu Seno berjalan menjauh dari lokasi terminal, tak disangka orang itu mengikuti langkahnya.
Sadar kalau di ikuti langkahnya Seno pun mempercepat langkah kakinya, tak kalah cepat atau mungkin emosinya sudah di ubun-ubun orang itu mengejar dan langsung menghadang Seno.
“Hoy!!! Songong banget lu… Serahin dompet lu atau gua bikin lo menyesal !!! “
Hardik orang yang mengejar Seno, namun pemuda itu dengan santai melepas jarinya yang menjepit rokok di bibirnya.
Kini rokok itu terselip di bibir tanpa di jepit jari jemari si pemuda, asapnya mengepul tapi tak dihiraukan masih sempat pula bibirnya tersenyum padahal ada sebatang rokok disana. Matanya tajam menatap orang yang emosinya sedang memuncak, tak ayal orang itu semakin marah dan semakin merangsek pula.
Wuuus!…
Pukulan pertama berhasil di hindari oleh Seno.
Wuuus….
Tap!! Pukulan kedua pun di tangkis, namun pukulan itu tak di balas oleh Seno, ia malah mundur dan mundur semakin menjauh dari keramaian terminal.
Mundur tapi tak lari membuat orang yang berurusan dengannya penasaran setengah mati, lawan Seno kembali merangsek mencoba memukul dan memukul, percuma saja Seno hanya menghindar dan terus mundur semakin jauh dari keramaian.
Naas, kali ini Seno jatuh terjengkang ke belakang. Bukan karna pukulan lawan tapi keberadaan seonggok batu di sela tembok pagar dan trotoar yang atasnya berjejer pot besar dan rimbun oleh tanaman membuat Seno terjatuh.
Terlihat seringai garang dan merasa mendapatkan mangsanya orang yang menyerang Seno tak menyia-nyiakan kesempatan.
Bugh!!…
Aaargh!!…
Tendangan telak mendarat di perut samping pemuda itu, Seno pun langsung meringkuk dan meringis kesakitan.
Buugh!!
Bugh!…
Lagi-lagi Seno harus merasakan sakitnya tendangan lelaki itu, bahkan pelipisnya juga terkena hantaman kaki lelaki setengah baya itu. Belum hilang rasa sakit Seno, tiba-tiba tangan kumal lawannya sudah bergerak menggerayangi sakunya mencoba mengambil dompet Seno, seketika Seno berontak.
Kesalahan si lawan yang hanya fokus ke dompet mangsa dan membiarkan mangsanya memiliki kesempatan berontak membuat posisi Seno yang sangat bebas menyerang, maka.
Dugh!…
Aaargh!…
Sikut Seno telak mendarat di pipi kiri orang itu dan sukses membuatnya terhuyung dengan cepat Seno menyerang menggunakan kakinya, posisinya yang rebah menjadikan tenaga Seno sangat maksimal.
Bugh!!
Blaaaam!…
Pria itu jatuh tersungkur, dan sialnya kepala pria itu terbentur kerasnya jejeran trotoar alhasil darah segar pun mengucur dari kepalanya, pria itu meringis kesakitan.
Sialnya Seno kembali menghujani pria itu dengan tendangan dan injakan. Jelas pria yang hendak berbuat jahat kepada Seno itu mengaduh dan meminta ampun sayangnya Seno hanya tersenyum sinis tanpa sedikit pun menghentikan tindakannya.
Sampai pria itu lemas tak bertenaga barulah Seno menghentikan aksinya, kondisi yang masih pagi memang sepi karna tanpa sadar mereka berdua sudah jauh dari keramaian terminal.
Plak!!!….
Seno mendapatkan mainan di pagi hari, pria lemah itu ditampar olehnya.
“Bangun hoy… Payah loe!! masa jadi penjahat amatir banget loe, ambil dompet aja ngga becus!! “
“Ampun bang… Ampun…. “
Si pria yang terkapar dengan lemah itu meminta ampun, Seno hanya tersenyum melihatnya.
“Loe inget tampang gue ya cuk! Sekarang loe diem jangan nangis kek anak kecil gitu, malu sama umur loe tuh…“
Seonggok tubuh lemah pria itu mencoba melawan Seno, ketika Seno dengan bebasnya merogoh saku celananya dan mengambil dompet yang berisi sejumlah uang. Berikut uang yang berada di beberapa saku si pria, selembar uang lima ribuan diselipkan di saku si pria.
“Nih lima ribu cukup buat ngopi loe ntar ya cuk… makanya kerja yang bener loe… ngga usah niat jahat sama orang ya? Sekarang loe rasain gimana rasanya jadi korban kan? ha ha ha.. “
Tak sempat pria itu menjawab.
Bugh!!!
Bugh!!!
Tak ada suara lagi mungkin saja pria lemah itu tak sadarkan diri di sela pagar dan rimbunnya tanaman pot pinggir jalan. Seno pun pergi dengan santai dari lokasi itu, Seno tersenyum dengan tingkahnya sendiri.
Ah… Aku jadi penjahat pagi ini, gumamnya kemudian.
30 menit kemudian Seno sampai di tempat tinggalnya perut yang belum terisi dari kemarin menurut untuk diisi. Seno pun mampir di pangkalan tukang bubur ayam dan memesan satu porsi bubur ayam.
Tanpa babibu ia ambil beberapa tusuk sate telur puyuh dan melahapnya, tukang bubur yang melihatnya hanya geleng kepala saja. Bahkan semangkuk bubur ayam yang baru saja di sodorkan juga langsung di lahap oleh Seno.
Bugh!…
“Woy… Lapar mas? “
Uhuk!…
Seno kaget, dia tau siapa yang membuatnya kaget, siapa lagi kalau bukan Santi sahabatnya. Seno pun menoleh ke belakang, Santi yang melihat keadaan Seno langsung menanyai ada apa dan kenapa sampai ada luka di pelipisnya.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
POV SENO
Kini ku lalui hari tanpa adanya kekasih, aku dan Santi sama-sama menjomblo. Malas rasanya mencari pengganti Arum sakit itu masih ada walaupun banyak gadis di sekelilingku tapi sama sekali aku tak ada niat untuk mendekatinya. Aku lebih memilih meminum minuman beralkohol dan mendatangi lokasi hiburan malam.
Lagi pula aku cukup nyaman duduk bersama Santi sebagai sahabat saja, seandainya aku siap sakit aku pasti memilihnya untuk ku jadikan kekasihku.
Sayang aku tak ada nyali untuk menyatakan itu, di samping aku sudah ada komitmen sama dia aku juga terlalu takut untuk kehilangannya jika seandainya dia benar-benar menolakku, apalagi pengalaman asmaraku yang kandas begitu saja.
Mungkin benar ucapannya waktu itu, kalau aku dan dia nyaman jika berteman saja, ya walaupun itu satu pukulan telak buatku karna jujur saja kalau boleh memilih aku memilih menjadi kekasihnya.
Rasanya terlalu munafik kalau aku tak menginginkan itu.
Waktu terus berlalu dan saat ini aku sudah berada di kampungku untuk merayakan hari Raya yang di nanti umat Islam bersama ayahku.
Mengenai masalah dengan Arum ayahku bercerita kalau waktu itu suasana rumah paklik Sarjito menjadi sangat tak nyaman, pasalnya anak gadisnya yang menjadi calon mempelai menangis terus menerus saat kutinggalkan dulu, aku tersenyum kecut menanggapi cerita ayahku.
“Kamu waktu itu ndak cerita kalau kamu pacaran sama anaknya kang Sarjito kok le? coba kalau kamu cerita ke bapak, “
“He he he lah itu kan urusan anak muda to pak? moso Seno mau cerita ke bapak, ya malu lah pak… ya sudah…lagian mereka sudah resmi kan? udah ngga ada yang perlu di bahas to? “
Jawabku, setelah itu malamnya aku pamit untuk ke rumah teman mengintipku, sesampainya disana ternyata yang kucari tak ada di rumahnya dan kata ayahnya dia pergi berburu.
Aku tau arti kata berburu karna itu kode untuk aku dan dia kepada orang lain.
Aku segera menyusul melewati jalur lain yang tembus langsung ke hutan kayu putih, agak jauh sih?
Tapi demi kangenku dengan suasana alam di tanah kelahiranku aku rela melakukannya apalagi aku ada tujuan kesana. Keberuntungan selalu berpihak padaku kalau untuk urusan intip mengintip, kilau stang motor terlihat mengkilat oleh terpaan sinar rembulan.
posisinya yang agak jauh menjorok ke sisi barat pas dengan arah kedatanganku saat ini, artinya aku tak perlu berjalan jauh untuk mencapai tujuanku.
Iyees…
Pikirku.
Aku berjalan mengendap persis seperti maling, indra pendengar dan penglihatanku sangat fokus sesuai tugas masing-masing, karena salah sedikit akulah yang ketahuan oleh calon intaianku,
Eengh…
Nah… Aku diam tak bergerak kudengarkan dengan seksama suara itu.
Aaach…. Nakal… Aah…
Nah… Suara itu semakin nyata lagi dan lagi suara itu semakin nyata.
Aaach… Jilat Yok… Jilat tempikku…
Suara itu kembali muncul dan kalau main jilat menjilat seperti itu biasanya permainan baru saja di mulai, aku semakin mendekat.
Ah… Sial!
Lokasi sekarang ini tak begitu menguntungkan buat aku, di area asal suara tak ada tempat yang enak buat sembunyi tempat itu hanya ada pohon kayu putih yang berjejer dan di bawahnya lumayan bersih, hanya ada beberapa dedaunan lebat dibawahnya.
Sial!!..
Aku harus tengkurap agar tak terlihat oleh mereka, ya sudahlah.
Demi live show nikmat itu rela aku kalau harus tengkurap di tengah hutan.
Naah… Iyah… Di situ dik Karyo… Iiih… Geli aaach….
Karyo?
Bajindul…. dia jadi pelaku juga ternyata, asu kamu Yok! Mau diajak mengintip orang ngentu malah kamu sendiri yang ngentu, aku menggerutu sendiri di dalam hati.
Aaach… Udah… Masukin aja dik…
Ucap wanita itu.
Apanya Bulik?…
Jawab Karyo.
Iiih…. Kontolmu lo?…. Ayo aaah…
Tampak wanita itu tak sabar ingin segera dimasuki oleh kelamin temanku.
Posisinya telentang dan kedua kakinya yang mengangkang lebar begitu menantang di tambah tangannya meraih batang kejantanan Karyo dan ia menariknya agar segera memasuki lubang nikmatnya.
Ah asu… Jeritku, Lagi-lagi hanya dalam hati, eh sepertinya aku kenal wanita itu.
Hem….
Sudah punya mantu masih saja liar Bulik Sumi ini, parah…. parah parah, ah masa bodo lebih baik ku nikmati pertunjukan ini, mumpung di rumah kalau sudah di kota mana ada pertunjukan kaya begini.
Aih… Pintar kamu dik… Aaach… Tempikku geli dik… Terus… Yang kencang dik… Iyaaah… Lagi… Aku dapat dik… Aaach…
Pinggul lebar Bulik Sumi mengangkat ke atas beberapa saat, setelah itu kembali ke posisi semula.
Bulik Sumi tampak pasrah menerima rojokan dari Karyo yang tanpa henti itu, setelah beberapa saat diam Bulik Sumi kembali memberikan perlawanan sengit pinggulnya bergerak liar mengimbangi sodokan dari Karyo, rintihan-rintihan binal dan vulgar keluar dari mulutnya.
Aih…. Dik Karyo…. Tempikku geli… lagi dik lagi… Aaach….
Eeegh… Enakkan mana sama dia Bulik…
Tanya Karyo sembari terus merojok nonok Bulik Sumi.
Iiih… Enak kontolmu dik… Aaaaih… Dikit lagi… Jangan berhenti dik… Aaaach… Aaach… Akuuh… Aaach…
Pinggul Bulik Sumi kembali mengangkat dan menegang menandakan kalau dia mendapatkan orgasme yang luar biasa, kedua tangannya meraih bokong Karyo dan menekan kuat agar diam dan tidak melepaskan batang kejantanannya. Sedangkan Karyo sendiri sibuk mengulum daun telinga Bulik Sumi.
Mungkin itulah yang membuat Bulik Sumi cepat mencapai orgasmenya. Deru nafas yang menderu kini mulai teratur dan Bulik Sumi mengendurkan cengkeraman tangannya tanpa di pinta Bulik Sumi membalik tubuhnya, tentu setelah Karyo mencabut senjatanya dari lubang nonok Bulik Sumi.
Kini posisi Bulik Sumi sudah menungging satu tangannya menopang ketanah sedang tangan yang satunya memegang bongkahan bokongnya, tepatnya dia membuka ruang agar nonoknya lebih gampang untuk di masuki oleh batang kejantanan Karyo.
Benar saja tanpa hambatan Karyo melesakkan batangnya, sepertinya Karyo juga sudah mulai ingin menyudahi kegiatannya.
Terlihat dari gerakan menyodok dari belakang yang tak beraturan dan deru nafas yang kian berat menandakan kalau nafsunya sudah di ubun-ubun. Bulik Sumi sendiri tak memperdulikan itu dia sudah cukup sibuk mengimbangi sodokan Karyo.
Dan hal yang ngga jauh berbeda terjadi, rintihan disertai nafasnya yang sudah tersenggal-senggal menandakan kalau dia juga akan mencapai puncak kepuasannya.
Uuugh…. Bulik Sum… Keluarin di dalam yah…
Ucap Karyo tanpa mengurangi ritme sodokannya.
Terseraaah… Aah… Aku KB sayang…. Ayo… Cepaaat… Aah… Aaagh…
Tiba-tiba bongkahan bokong Bulik Sumi mendorong tubuh Karyo ke belakang dan berhenti bergerak, begitu juga dengan Karyo keduanya adu kuat merapatkan kelaminnya.
Tak lama setelah itu Karyo mengejat beberapa kali dan rintihan dari mulut Bulik Sumi kembali terdengar.
Iiiih…. Hi… Geli… sayang?….
Ucap Bulik Sumi saat lubang nonoknya terkena semburan cairan kental dan hangat dari Karyo, tak ada lagi suara rintihan yang ada hanya deru nafas mereka berdua.
Huuuf…. Diancuk!
Aku kalah selangkah dengan temanku yang satu ini, mereka ngos-ngosan karna puas lah aku ngos-ngosan karna konak.
Asu teles!
Aku mengumpat sendiri dan umpatanku tetap masih di dalam hati, kulihat mereka mulai memakai pakaian masing-masing niat banget mau ngentot di hutan. Yang satu memakai celana kolor dan yang satu hanya memakai daster tanpa celana dalam pula, hadeeeh…
Lalu mereka berdua berdiri dan berciuman mungkin ciuman perpisahan setelah ngentot barusan, tapi kok ciumannya agak lama sih?
Aah… Asu bener, dadaku sudah engap tengkurap terlalu lama disini, eh… mereka malah lama ciumannya, kupejamkan mata sebentar sekedar menikmati sesaknya dada dan sesaknya celana dalamku.
Aaach… Aaaach… Aaaach…. Iyaah… Aaach…. Nakal aaach….
Laaah?…
Segera ku buka mata, temanku masih kurang puas ternyata, Bulik Sumi di hajar lagi dari belakang kali ini Bulik Sumi berpegangan pohon kayu putih.
Tubuhnya agak condong ke depan dengan daster yang tersingkap ke atas, bongkahan bokongnya yang lebar beradu dengan selangkangan Karyo membuat bokong Bulik Sumi bergerak naik turun karna sodokan Karyo begitu kuat dan cepat.
Uuugh… Enak Bulik… Enak nggak….
Iyaaah… Iyaaah…. Terus Karyo sayang… Tempikku gatel sayaaaang…. Aaaach… Lagi…. Kencengin Lagiih…. Aaaaih….
Geliii…. Iyaaah… Iyaaah….. Aaaaaach…..
Kedua tangan Karyo mencengkeram kuat dan menarik pinggang Bulik Sumi, membuat suara aduan kelamin mereka terdengar keras ditelingaku, plak plok plak plok belum lagi kata-kata vulgar yang mereka ucapkan sukses membuatku konak setengah mati.
Asuuu…
Seandainya aku bisa pergi tanpa takut ketahuan mereka aku sudah pergi dari tempat itu, syukurlah permainan mereka tak berlangsung lama.
Karyo berhasil membuat kaki Bulik Sumi gemetaran karna orgasmenya di tambah lagi bokong lebarnya terlihat basah mengkilat oleh sperma yang di semprotkan disana.
Lagi-lagi mereka berciuman..
awas saja kalau nambah lagi, ku pergoki sekalian saja kalau mereka nambah mue he he he…hais…
Syukurlah mereka langsung pulang. Aku heran sama mereka di saat semua orang ramai-ramai takbiran dan sebagian berkunjung ke rumah sanak saudara ini mereka malam-malam malah kencan di tengah hutan, heuuuh….
Dar der dor suara petasan menandakan lebaran telah tiba, selesai menjalankan ibadah kebanyakan warga berkunjung ke rumah sanak saudara berbeda denganku. Aku Karyo dan beberapa teman lainnya duduk memutari sebuah meja di sebuah warung rokok.
Aku yang tadinya tak banyak teman kini mulai akrab dengan remaja seusiaku. Pagi ini sekitar jam sembilan pagi kami sudah meminum minuman beralkohol rencananya setelah puas minum kami ingin pergi ke tempat wisata untuk mencari hiburan.
Biasanya di sana ada acara dangdut panggung Pas memang untuk jomblo sepertiku ini, ah sudahlah.
Dua jam kemudian muka kami sudah memerah. Menandakan kalau pengaruh alkohol yang kami minum sudah bekerja dengan baik, ku lihat Karyo senyam senyum sendiri bahkan salah satu dari kami sempat menegur Karyo.
“Oey… Yok! Kamu sudah mabuk ya?… Stok di warung masih banyak oey… Ha ha ha “
“St…… Diem sik aaa… Ada yang seger-seger tuh… “
Jawab Karyo dengan alis mata yang terangkat keatas, tak ku hiraukan dan tanpa menengok kearah yang di tunjukkan Karyo aku menjawab sekenanya saja,
“Alah palingan juga ibu-ibu semok yang kamu lihat Yok Karyo… Ha ha ha… “
Celetukku, ya mungkin agak menjurus ke kejadian semalam, bisa jadi karena pengaruh alkohol semua itu bisa terungkap. Sejauh ini aku masih bisa kontrol kelakuan tapi Karyo bicaranya sudah mulai ngaco aku khawatir dia bocorin kelakuannya sendiri.
Kulihat Karyo serius memandang ke arah jalan dan akhirnya aku pun merasa penasaran juga.
Degh!!…
Bulik Sumi tengah tersenyum memandang ke arah kami begitu juga anaknya, berbeda dengan sang ibu. Arum memandang tajam ke arahku saja matanya terlihat berkaca-kaca dengan cepat Arum membalik badan dan berjalan meninggalkan sang ibu.
“Rum?… “ Bulik Sumi memanggilnya agak keras,
“Ada yang ketinggalan bu? Arum pulang dulu…“ Jawab Arum tanpa menghentikan langkahnya, sang ibu hanya menggelengkan kepala, uh… Untung Bulik Sumi ngga lihat anaknya nangis, gumamku perlahan.
Singkat kata aku pulang ke rumah niat mau Pelesir mencari hiburan gagal total toh sebagian dari temanku sudah pada beler juga, kami tak mau terjadi sesuatu di jalan nanti.
Siang yang panas membuatku malas melakukan apa pun aku memilih berdiam diri di rumah saja, sedangkan ayahku pergi berkunjung ke sanak famili.
Ku hampiri bangku panjang tempat biasa aku melepas lelah ku rebahkan tubuhku disana dan sengaja pintu rumah tidak ku tutup agar sirkulasi udara dapat dengan mudah keluar masuk.
Memang benar, Hembusan semilir angin membuat mataku dengan mudah terpejam apalagi pikiranku melayang memikirkan kejadian barusan.
Saat ini Arum lah yang memenuhi pikiranku rasa itu masih ada sampai saat ini, entahlah Arum. Aku berharap dia melupakan semua yang sudah terlewati aku ingin melihat dia bahagia dengan pasangannya biar aku yang tersingkir dan kalah.
Asalkan Arum bahagia. Tapi air mata yang kulihat tadi dan tak adanya suami di sampingnya membuatku bertanya-tanya, ah sudahlah…
Entah berapa lama aku tertidur yang jelas aku terbangun oleh sesuatu, lenganku basah oleh air mata seseorang.
Dia memelukku dan menangis tersedu-sedu wajahnya tenggelam di tubuhku bahkan geliat tubuhku tak membuatnya melepaskan pelukan malah semakin erat memelukku disertai isak tangisnya yang semakin kencang.
“Rum?… “ Tak ada jawaban darinya.
“Rum?…Sudah… jangan kayak gini ah. “
“ Ini yang mas bilang ngga apa-apa? Hiks… “
“Maksudnya apa to? “
Akhirnya Arum melepaskan pelukannya dan memandangku.
Sakit…
Aku ngga bisa melihat dia seperti ini, mata yang sembab karna air mata membuat mataku mengembang.
“Mas ngga ikhlas aku menikah kan? “
“Sudah Rum? Ndak usah di bahas ya? ikhlas atau tidak tak akan merubah apa pun kok… “
“ Mas bilang ngga merubah apa-apa!, mas kayak begini ngga merubah apa-apa mas bilang! “
Waduh…. Baru kali ini aku mendengar suara keras darinya.
“Mendingan kamu pulang Rum? Ngga enak loh kalau ada yang tau?“
“Biarin! aku ngga mau mas Seno kaya begini, ini tandanya mas ngga ikhlas Arum menikah mas? “
Ku beranikan diri meraih tubuhnya yang bergetar karna tangisan lebih baik aku diam, aku ngga mau ada keributan, biarlah dia puas menangis disini di pelukanku.
Jujur perasaanku tak menentu, tak ada seorang pun yang rela kekasihnya tiba-tiba menikah dengan orang lain, dan seharusnya Arum tak perlu mempertanyakan hal itu karna sudah jelas jawabannya.
“Mas? Jangan begitu ya? Arum ngga bisa lihat mas kayak gitu Arum yang salah maafin Arum ya mas? “
Setelah ku rengkuh Arum terlihat agak tenang,
“Ngga ada yang salah Rum? Udah lebih baik kamu pulang, ngga enak sama suamimu “
Arum menatapku sayu walau dengan derai air mata ia tersenyum kepadaku.
“Aku ngga akan pulang sebelum mas memberikan kenang-kenangan perpisahan buatku “
“Ngga enak sama suamimu Rum? Pulang ya?.. “
Cup…
Tiba-tiba Arum mencium bibirku, kecupan bibir yang pertama kali darinya membuat aku mendadak diam. Dulu selama pacaran aku sama sekali tak berani menciumnya, dan ini untuk pertama kalinya aku di cium seorang wanita.
“Mas kok diam? “
“Eeh n ndak kok Rum, udah k kamu pulang aja ya? “
“Ngga mau ini terakhir kita bertemu mas? Aku mau ikut dia ke luar pulau…“
“Kapan? “
Arum menyunggingkan senyumnya, entah apa maksudnya.
“ Nanti habis lebaran, mas jangan kayak tadi ya mas? Jangan rusak dirimu dengan yang kaya gitu ya? “
“Iya?… Sekarang kamu pulang deh ya? beneran ngga enak kalau ada yang tau ini Rum? “
Arum tak menjawab omonganku ia hanya tersenyum lalu menarik tanganku menuju ruang tengah yang terhalang oleh dinding kayu yang jelas tak kan terlihat dari depan rumahku.
Cup!..
Lagi-lagi Arum menciumku dan kedua tangannya menggelayut di leherku masih dengan senyuman indahnya seolah lupa dengan tangisnya tadi, matanya menatap tajam dan beradu pandang denganku, aku pasrah aku tak sanggup menatap matanya terlalu lama.
Hatiku sakit itu yang kurasakan, aku tau dari sorot matanya masih ada cinta untukku, harusnya aku yang mendampingi dia sampai tua nanti tapi takdir berkata lain.
Terpisah karna status terpisah karna sesuatu yang ku anggap sebelah tangan saja tentu sangat-sangat sakit buatku, kupejamkan mata dan berharap ini segera usai aku tak sanggup menghadapi situasi seperti ini.
Cup!…
Lagi kali ini ciumannya tak di lepaskan, lidahnya mencari celah untuk membuka bibirku, tentu hatiku bergetar aku tak pernah melakukan itu dan kuputuskan mengikuti maunya. Instingku mengatakan kalau ia menginginkan lebih dari sekedar ciuman ku akui terlalu bodoh untuk urusan cium mencium.
“Mas…. Kok kaku sih? “
“Apanya? “
“Mas ngga pernah ciuman? “
Aku hanya mengangguk saja.
“Mas disana ngga pernah pacaran? “
Lagi-lagi aku hanya mengangguk,
“Maafin aku ya mas? Hiks… “
“Buat?… “
“Kesetiaan mas, hiks… Kesetiaan mas aku sia-siain hiiks… Harusnya aku tolak maunya ibu bapak mas? hiks…”
Tangisnya kembali pecah kali ini Arum memeluk erat tubuhku.
“Sudahlah aku ngga apa-apa kok, jangan menyesali yang sudah terjadi Rum?… Jalani baik-baik rumah tanggamu itu lebih penting. “
“Asal mas janji mas berhenti meminum minuman keras kayak tadi aku janji akan menuruti yang mas ucapkan selama ini aku ngga tenang, aku tau mas sangat kecewa waktu itu, dan kekecewaan itu ada sampai sekarang, aku tau itu mas? ”
“ Iya-iya aku ngga akan begitu lagi, sudah ya? Jalan kita masih panjang, jodoh maut dan sebagainya sudah diatur yang Maha Kuasa… sekarang kamu pulang ya Rum?… Aku takut kita ketahuan kayak begini di sini. “
“ Ngga akan ketahuan kok mas? Ijinin aku sedikit menebus kesalahan aku, lagian dia ngga ada di kampung ini juga kok… “
“Heeuh…. Ya sudah? terserah kamu deh, “
Aku menyerah aku turuti saja maunya gimana setelah sekian lama diam dalam pelukan, Arum menanyakan dimana kamarku berada, dia mengajakku kesana.
Sebenarnya aku ngga setuju dengan begini saja kami salah apalagi melakukan lebih, walau bagaimana pun sekarang Arum sudah bersuami artinya aku sudah mencederai rumah tangga dia.
Rasa bersalah tinggallah rasa, nafsulah yang paling berkuasa saat ini.
Arum membawaku ke kamar dan membimbingku dengan ciuman-ciumannya, hal yang belum sekalipun kulakukan terjadi dan untuk pertama kalinya penisku dijamah seorang wanita.
Seperti kerbau yang di cucuk hidungnya aku menurut saja dengan apa yang ia lakukan aku tak perlu repot melepas pakaian bahkan celana dalamku sendiri, semuanya Arum yang melakukan.
Selama ini pengalamanku hanya mengintip saja tapi belum pernah melakukan sendiri, alhasil tubuhku gemetar luar biasa.
“Mas ih?… Kok grogi si ah…“
Dengan cekatan Arum membimbing tanganku menuju bukit kembarnya dia memintaku untuk meremas daging kenyal itu, Lama-lama aku terbiasa tak lagi seperti awal tadi.
Ciumanku juga sudah mulai bisa mengimbangi Arum dia tersenyum dan memintaku melakukan lebih dan lebih lagi, hingga akhirnya gundukan berbulu lebat miliknya berhasil kujamah juga, hangat lembab dan basah uuugh…
“Ah…. Lakukan sekarang mas… “
Aku tau maksudnya ku rendahkan tubuhku agar selangkang kami sejajar kakinya agak di renggangkan agar aku mendapatkan celah namun naas, berulang kali ku coba masih saja gagal lagi-lagi Arum membimbingku.
Tangannya meraih penisku dan menempelkan tepat di lubang basahnya.
“Dorong sayang… ” Ucapnya,
Dengan sekali sentak amblaslah penisku ke dalam lubang nikmatnya, lubang yang mungkin setiap malam di jejali penis suaminya, dan sekarang lubang itu tersumpal oleh penisku.
Uuugh….
Kudiamkan sesaat rasa hangat mulai menjalar, posisi kami yang berdiri berhadapan sangat memudahkan diriku meremas bokong Arum begitu juga sebaliknya.
Pelan-pelan kumaju mundurkan pinggulku Arum pun menyambut gerakanku, Arum hanya sedikit bergerak tapi efeknya luar biasa nikmat buatku.
Aku terbuai aku menikmatinya apalagi bibirnya tak mau lepas dari bibirku saling kulum saling membelit lidah, dan jujur saja aku belajar darinya beberapa menit yang lalu.
“ Maash… Capek ah, nungging aja ya? “
“Masih enak loh? Ntar susah lagi masukinya…”
“ Ih… Ya udah… tapi pegangi aku ya? “
“Iya…h… Dari tadi kan aku pegang to? “
“Hu um, pegang bokongnya tok, nakal hi hi hi… “
Oalah… Malah ha ha hi hi, ku pegang erat bokongnya lalu dengan cepat ku maju mundurkan pinggulku membuat Arum merintih manja kepadaku. Sesekali leherku seperti di gigit olehnya, terus dan terus hingga akhirnya aku mengalami kelelahan juga.
Plop!
Ku cabut penisku yang sudah basah oleh lendirnya tak perlu di pinta Arum segera menungging dan menoleh.
“Ayo masku sayang… Masukin lagi… “
Aku tersenyum, ah binal juga mantan pacarku ini, berulang kali kucoba memasukkan penisku tapi tetap saja gagal Lagi-lagi Arum yang ambil kendali.
Slep…
Lalu kuremas payudara sekalnya yang menggelayut indah tak seperti ibunya yang kulihat semalam, payudara Arum masihlah kencang.
“Aach… Mas… Sambil di kocok pepeknya dong…”
Aku ambil posisi yang benar-benar pas menurutku, kedua payudara Arum kujadikan pegangan karna tubuhku merunduk tepatnya menimpa Arum yang sedang menungging.
Hanya pinggulku saja yang maju mundur tanpa henti, ingin ku cupang lebar jenjang Arum namun Arum menolak dengan alasan takut ketahuan.
Desahan dan rintihan Arum berhenti sesaat bersamaan dengan suara seseorang di depan rumahku, yap! Suara itu memanggil namaku.
Tanggung mungkin itu yang di rasakan Arum, ia memintaku melanjutkan aksiku tentu aku pun merasakan hal yang sama, maka aku segera bangkit dan ku pegang pinggul Arum, dengan buasnya ku kocok lubang nonoknya yang sudah basah.
Sial!
Aku terpancing oleh nafsuku sendiri, terasa ada sesuatu yang mendesak ingin keluar dari lubang kencingku,
aaargh….
Creet… Creeet…
Gubraaaak!!…
Aku terjatuh di lantai kayu rumahku.
Asu!!…
Aku mimpi!
Jembut kuro….. Pekikku, tak peduli ada yang dengar atau tidak, yang jelas diluar sana terdengar suara tawa Karyo.
Bajindul!!!… Pekikku lagi.
“Ada apa Yok? Udah kenthu lagi belum ha ha ha… “
Karyo memandangku heran, alisnya mengkerut tapi tak sepatah kata pun terucap dari bibirnya.
“ Ngga usah sok bingung ah, semalam kamu main sama Bulik Sumi kan? “
“St…. Jangan berisik ah, aku tau semalam ada yang mengintip aku main sama Bulik Sumi ternyata kamu to… ha ha…. Oya Sen kamu di cariin istri orang tuh, hayo…. Nangis-nangis lo orangnya… “
“Mbuh…. Biarin aja lah! “ Jawabku ketus.
Seminggu berlalu, aku kembali ke ibukota lebih awal, sakit dan tak sanggup jika aku harus terlalu lama di kampung, dia yang sudah menikah menemuiku di hari kedua setelah lebaran banyak hal yang ia bicarakan denganku.
Tentang keluarganya tentang suaminya tentang hubungannya denganku yang berakhir karna keadaan dan bukan karna maunya dia juga, artinya asmaraku dengannya menjadi korban ekonomi keluarga.
Aku tak menyalahkan orang tuanya aku tak menyalahkan dia yang pasrah saja, karna aku tau pasrahnya Arum karna wujud baktinya kepada orang tua.
Lebih baik aku pergi dari kehidupannya aku tak mau jika bertemu dengannya dan selalu berakhir dengan tetesan air matanya, dan yang paling ku takutkan rasa di antara kami tumbuh subur aku tau dari sorot matanya masih ada cinta untukku.
Aku tak ingin menghancurkan rumah tangganya, semoga ia bahagia dengan keluarga barunya selamat tinggal Arum, aku tau hanya ragaku saja yang menjauh darimu biarlah kutapaki jalan ini, dengan aroma cintamu dan tanpa ragamu.
Satu tahun berlalu sampai dua tahun aku belum juga kembali, hingga aku terpaksa harus kembali untuk mengantarkan jenazah ayahku ke pembaringannya yang terakhir, sekarang aku sendiri sebatang kara tanpa sosok siapa pun.
Ibuku ada di ibukota sama sepertiku tapi aku enggan bertemu lagi, cukup sekali saja bertemu aku tak ingin buang-buang waktu dan menguras energiku.
Ada segudang kebencianku untuk suaminya orang yang menjadi biang keladi atas porak-perondanya rumah tangga keluargaku, dan aku memilih untuk menjauh saja, aku takut khilaf jika bertemu dengan suami ibuku itu.
Santi Fatmawati ah iya… sekarang aku dan dia memiliki pasangan masing-masing tapi tetap satu tongkrongan, entahlah pacaran menjadi nomor sekian buat kami, kadang lucu juga orang mau pacaran kok laporan dulu sama aku, hadeeh…
Apa lagi aku, gadis yang ku pacari hanya menjadi pengisi waktu luangku saja entah berapa kali aku ganti pasangan tapi tetap saja tak ada yang istimewa.
Untungnya aku bukanlah pemuda senang meniduri anak orang, jadi semua gadis yang aku pacari tak satu pun aku nodai.
Yang jelas bayangan masa lalu masih terlalu kuat bercokol di hatiku, entahlah sampai kapan rasa itu Bersemayam.
Hanya satu yang menurutku mampu mengikis rasa itu tapi aku merasa jauh dari kriteria yang pernah ia ucapkan, oleh karna itu aku memilih seperti ini, toh sayang tak harus memiliki, sayang lo ya?
Sayang bisa apa saja sayang teman sayang pacar dan sayang kepada apa pun mue he he he…
Hingga akhirnya aku bertemu dengan seorang gadis dari ujung pulau Jawa, dia supel memiliki paras ayu dengan mata bulat, di tambah kulitnya yang putih dan rambutnya yang tebal bergelombang, jujur aku terpesona.
Tresno jalaran soko kulino saking seringnya bertemu dan bercerita banyak hal sedikit demi sedikit aku menaruh hati kepada gadis itu, Maena nama gadis itu dan aku memberanikan diri mengutarakan isi hatiku kepadanya, gayung bersambut dia menerimaku.
Aku ingat pernah suatu ketika temanku pernah bilang,
“wis Sen hajar… Kata mantannya pentil dia ada tiga loh ha ha ha”
Waktu itu aku hanya tersenyum saja tapi sekarang aku akan coba buktikan omongannya.
Malam ini malam minggu dan untuk yang pertama kalinya aku pacaran dengan Maena, aku mengajak ia ke pusat perbelanjaan di bilangan barat ibukota namun ia menolaknya ia lebih memilih menghabiskan malam minggu di lingkungan mesku.
Aku di panggil Aa olehnya sedang kan aku memanggilnya Mae saja, ku gandeng tangannya menuju mes tempatku bernaung senyum indah mengembang dengan rambutnya yang tergerai bebas.
Aroma wangi begitu menyengat indra penciuman ku, Sesampainya di mes Mae terlihat ragu karna sedang ramai, memang biasanya setiap malam minggu keadaan mes agak ramai orang.
“a’ kok ramai? “
“ Emang ramai kok Mae… Kan karyawan di sini lumayan banyak? apa lagi pas malam minggu besok kan libur he he…“ Lalu Mae berbisik padaku,
“ Kamar aa’ yang mana a’? Kesana aja yuk? “
“ yakin? “
“ iya ih, malu atuh kalau ikut kumpul sama mereka a’ “
“Ya udah ayo”
Setelah sedikit berbasa basi dengan rekan kerjaku aku pun segera masuk ke kamar mes, kebetulan aku mendapat jatah satu kamar sendiri, jadi aku ngga perlu sungkan sama yang lain kalau ada tamu yang datang.
“ aa’ kok ngga ngerokok,?kenapa deh a’ “
“ Ngga enak atuh Mae… kan biasanya cewek ngga suka ada asap kalau di dalam ruangan kaya gini? “
“ Kalem a’ sok atuh ngerokok?“ Iyees…. Aku bebas…. Pacaran bebas merokok itu sesuatu banget, lalu ku jembel pipinya.
“makasih ya Mae? he he he…“
“iya… Jangan merasa terkekang ya a’? “
“Hu um”
“a’ aku boleh rebahan ngga? “
“Boleh, tenang aja ngga ada yang ganggu kok, “
Mae meraih asbak yang ku taruh di atas meja dan memberikan kepadaku, ia mengajak duduk di bawah saja, adem katanya.
Aku tak menyangka belum genap seminggu pacaran Mae sudah berani rebah di pangkuanku aku sih ngga masalah yang bermasalah ya si otong yang tiba-tiba anget he he he…
“A’? “
“Iya? Kenapa Mae… “
“Aa’ kok diam, aku ngga asik buat di ajak ngobrol ya a’ “
“eh.. Itu anu Mae, bukan itu” Andai kamu tau aku menahan konak Mae, batinku.
“Apa dong a’ “
“Aku belum pernah ngobrol berdua di dalam kamar he he he”
“Oalaaah… Aa’ nih, biasa aja atuh a’? Ngga ngapa ngapain ini a’ “
“Iya sih?… He he”
Setelah itu kami berdua terdiam, ku usap rambutnya yang tebal dan dia tersenyum memandangku.
“a’ kok aku ngga di sayang? “
Degh!!
“ih… Aa’ mah… “
Cup!
Maena bangun dari rebahnya lalu mencium pipiku.
“Aa’ nih, mau pura-pura polos ya? Hi hi hi “
“Emang ngga pernah Mae… Ajari dong? He he he “
“Ih bohongnya itu loh… “
“ Beneran deh Mae…“
“ Masa sih… Aku aman dong ya? hi hi hi”
Mae kembali rebah di pangkuanku satu tangannya merangkul pinggangku, lambat laun tangannya meraih leherku ia benar-benar mengajariku cara berciuman, tak butuh waktu lama aku sudah bisa mengimbangi lumatan bibirnya.
Aku ketagihan benar-benar ketagihan dan menginginkan lebih dari sekedar adu bibir saja.
Ku raba buah dadanya dari luar baju dan dia melepaskan pagutan yang sedari tadi ngga pernah lepas lalu kutatap matanya sebagai isyarat meminta ijin untuk melakukan lebih lagi dan ia mengangguk.
Pelan ku kecup bibirnya satu persatu kancing bajunya ku buka tapi di angka ketiga tangannya menahanku.
“ Udah aa’ sayang? Di situ aja ngga boleh lebih ya? “
Tak ku jawab tapi ku turuti permintaannya, lagi dan lagi buah dada itu aku raba sayangnya aku tak punya kesempatan untuk mengulum pentil mungil yang agak keras itu.
Lumatan bibirnya tak mau di lepaskan, hingga jam sembilan malam ke asikan kami terganggu oleh suara dering di telefon genggamku, kebetulan juga Mae ingin pulang, aku tau Santi lah yang misscall aku.
Di jalan menuju pulang Mae baru menanyakan siapa yang tadi menghubungi aku, aku jawab aja sekenanya, tentu aku jaga perasaan Mae, aku ngga mau dia berpikiran yang tidak-tidak.
Setelah mengantarkan Mae ke rumahnya aku segera menuju ke tempat di mana biasa aku kumpul sama Santi dari arahku tampak Santi tertawa lebar namun tanpa suara, aku tau dia meledekku, asem! Awas kamu San…. Gumamku.
“Oey…. Anak orang di mesumin aja aha ha ha… “
“apa sih?… Lah kamu tuh abis di mesumin di mana, cepat amat? ”
“Au ah… Rese! masa gue cuma di ajak jalan kesana kemari doang, males lah gue, ah payah modal air putih doang dia mah“
“kasihan… Ha ha ha”
Ya bahasa aku sama Santi terkadang kalau ngobrol pakai bahasa lu gue, mengikuti lingkungan aja sih sebenarnya.
“eh San, kamu lapar ngga? “
“Iyalah! perut keroncongan nih.“ Jawabnya di bikin ketus.
“tapi kenyang itu kan? “
“apaan… “
“ Itu…. tu…. “
Sambil ku monyongin mulutku dan dia tau maksudnya.
“ iiih… Ogah….”
“Ogah nolak? Ha ha ha”
“Mbuh! Om?…. Lapar…. “
“Ish…. Ayo ke warung nasgor aja, “
“ uhuy… Ayo ah buru… “
Tapi akhir-akhir ini aku sibuk dengan Mae hampir setiap hari dia selalu mengajakku pulang ke mes, porsi pacaran ku hanya sebatas peting saja kami tak mau melakukan lebih dari itu.Heeem… Dia yang pacaran aku yang traktir, temen cewek satu ini memang usil, setiap berdua selalu saja ada yang di bahas. Pacaran pun seperti ada batas tak lebih dari jam sepuluh malam, sisanya kami gunakan untuk berbagi cerita.
Benih cinta itu sedikit demi sedikit tumbuh, Mae tau aku ngga bisa melepaskan masa laluku dan dia meminta sedikit ruang di hatiku untuknya aku salut dia tau aku sangat berat melupakan Arum. Memang sebelum jadian aku suka cerita sih, aku banyak cerita tentang Arum.
Setahun berlalu hubunganku semakin dekat saja dengan Mae, hingga suatu hari setelah ia pulang dari kampung halamannya ia datang ke mes membawa dua botol Bir dan dua bungkus rokok mild.
“a’ temenin Mae ya? Mae pusing ih, “
“kok bawa bir sama rokok? “
“biar aa’ ngga keluar beli he he.. “
“Ish…. Kamu tuh, kamu doyan bir? “
“lagi pusing aja a’? Lagian aku ngga berani kalau minumnya ngga sama aa’ “
“Ya udah, “
Mae tau aku suka minum minuman seperti itu, dan dia tak melarangku malah pernah dia temenin aku minum, biar ngga terlalu banyak minum katanya.
Malam ini ruangan kamarku begitu banyak asap, Mae menghabiskan satu bungkus lebih rokok yang ia bawa, sepertinya Mae benar-benar ada masalah di kampung sana.
Sayang setiap aku tanya jawabnya masalah keluarga saja, ya sudah aku tak bisa ikut campur kalau sudah begitu.
“ Aa’ boleh ngga Mae bobok di sini, Mae malas pulang ah enakkan disini, “
“memang ngga di cariin sama ibu? Emang ngga takut aku khilaf? “
“udah ijin sih a’ “
“ngga takut aku khilaf? “ Ucapku lagi.
“ih, khilaf sekarang aja yuk a’ Hi hi hi”
Badalah…. Malah nantangin ini anak, tapi pengen sih… Selama ini aku hanya sekedar meraba bagian bawahnya saja dan melihat dia mendesah puas oleh jariku, penasaran pakai banget sebenarnya sih?
Kalau gunung kembarnya sih kupastikan setiap jengkalnya sudah aku jelajahi termasuk yang temanku pernah bilang pun aku sudah buktikan.
“ a’ kok diam? Boleh ngga nih… “
“ Iya boleh kok, bebas Mae? “
“asik…”
Entah siapa yang memulai, kali ini Mae melepaskan semua penutup atasnya termasuk bra yang ia pakai.
Dengan buas ia mencumbuku aku pun tak mau kalah dengan tingkahnya ku balas dengan cumbuan yang buas pula tanpa sungkan ia buka resleting celananya lalu tangannya berganti membuka celanaku.
“ A’ gesekin ya? Aku pengen cepat sampai nih a’ “
Aku tersenyum menanggapi perkataan Mae, segera ku lolosi celananya hingga tak selembar benang pun menempel ditubuh indahnya.
Aku terpana melihat gundukan daging di tengah selangkangan yang di hiasi lebatnya bulu jembut kekasihku, tak ada lagi kesabaran segera kuraba bagian yang membuat pemiliknya mendesah ke enakkan itu.
“aa’ iih… Ngga pakai itu gesekinnya, pakai ini a’?… “
Tangan Maena meraih batang kejantananku ia menginginkan aku menggesek nonok tembemnya dengan kelelakianku, dan aku tak menolak permintaannya, dia memintaku menindih tubuhnya aku pasrah ku ikuti semua maunya.
Suara kecipak pergumulan lidah semakin keras, berbarengan dengan naik turunnya pinggulku di atas tubuhnya, gadisku melenguh keenakan menikmati gesekan batang panas dan keras milikku di celah nonoknya.
Sesekali ujung penisku tersangkut tonjolan kecil di bagian atas nonoknya akibatnya aku harus menahan konak luar biasa.
“a’… Aku ngga kuat… Iiih… Masukin a’? masukin aja ah… “
Ku hentikan gerakanku, ku tatap matanya untuk meyakinkan benar tidak ucapannya barusan dan dia mengangguk.
“pelan ya sayang?… “
Ucapnya, lalu jari lentiknya membimbing penisku ke lubang basah nonoknya aku cukup diam dan mengikuti keinginannya, setelah di rasa pas ia memintaku untuk mendorong pinggulku maka ku dorong perlahan-lahan.
Terasa sempit tapi tak ku hentikan, sedikit demi sedikit penisku memasuki lubang basah dan sempit miliknya, kutatap lagi mata Maena lagi-lagi ia mengangguk, Maena sendiri menggigit kecil bibirnya seperti menahan sesuatu.
“ sedikit lagi a’ ayo Mae ngga tahan a’… “
Ku tekan perlahan-lahan hingga akhirnya melesaklah batang penisku di dalam nonok tembemnya, bulir air matanya menetes dan ia tersenyum kepadaku, lalu ku lumat bibirnya yang basah dan ia menyambut lumatanku.
Tak ada kata yang ada hanya bahasa isyarat saja, tangannya meraih pinggangku agar aku memaju mundurkan pinggulku.
Lama-lama gerakan kami seirama dan saling menyambut, di iringi deru nafas yang menderu dan lenguhan-lenguhan kenikmatan membuat malam ini menjadi malam yang pertama kalinya aku menggumuli wanita sampai tahap penetras.
Tiba-tiba tubuh Maena terdiam dengan mata terpejam, tak jauh berbeda denganku aku pun merasakan ada sesuatu yang mendesak ingin keluar di ujung penisku.
Aku tau Maena mendapatkan orgasmenya, penisku terasa terjepit sesuatu yang panas dan itu membuatku tak mampu menahan lagi, akhirnya aku pun mengeluarkan cairan kental di dalam nonok kekasihku, lalu jari jemarinya membelai keningku.
Aih…. Hatiku meremang aku teringat dia, dia yang pertama kali merasuki hatiku, dalam hati aku meminta ijin padanya agar wanita dalam pelukanku ini menggantikan posisinya.
Hoaheem….
Lelah menderaku hari ini aku bangun terlalu siang sedangkan Mae sudah tak ada lagi disampingku, ah… Jika memang dia jodohku aku siap mendampingi hidupnya, walau masih setengah hati aku yakin dengan berjalannya waktu aku mampu membahagiakannya.
Tak ada alasan bagiku untuk menyia-nyiakan cintanya ia telah memberikan mahkotanya untukku seandainya ia memintaku untuk segera meminangnya aku sudah sangat siap, cukuplah tabunganku untuk mengurus segala sesuatunya nanti.
Ah iya Santi… Ia berulang kali menghubungiku, tiga malam ku habiskan waktu dengan Mae, ngga mungkin aku bisa datang walau sekedar bercengkerama dengan Santi, ah…
Maaf San aku ingin memperbaiki hatiku, melupakan Arum dan belajar berhenti berharap mendapatkan hatimu, aku hanyalah manusia bertopeng di depanmu, dalamnya hatiku tak kan ada yang tau dan semua itu terbalut sebuah komitmen persahabatan.
Semoga kau tak menyadari akan hal ini, ketakutanku akan kehilanganmu membuatku lemah untuk sekedar jujur tentang hatiku tentang perasaanku sendiri padamu San.
Seminggu berlalu dua minggu berlalu, kemana perginya Maena? Kenapa ia menghilang begitu saja, ada apa ini…
Ah…
Terpaksa harus ku telepon tempat kerjanya, perasaanku gundah tak ada kabar sama sekali darinya, biasanya setiap hari dia ada dan menemaniku, tapi ini sudah terlalu lama hilang, apa iya dia pulang lagi?
Kenapa tak memberi kabar? heeeuh…
Ku hubungi nomor yang pernah Maena berikan, di ujung sana suara seorang wanita menjawab ucapan salamku dan tak lama ia memanggil Maena.
“Halo… Siapa ya? “ Ucapnya di sebrang sana.
“ Mae?… Kamu kenapa? “
“Aa’? “
“Iya ini aku Mae?… Nanti malam ketemu ya? “
“Iya a’ “
Tut tut tut… Badalah…. Langsung di tutup telefonnya.
Tak kusangka malam ini Maena memutuskan hubungannya denganku, tanpa alasan yang jelas dengan tangisnya dengan tatapannya yang menyiratkan kepiluan membuatku tak mampu lagi berkata, aku yakin ada sesuatu yang ia sembunyikan.
Jelas di matanya masih ada cinta bahkan saat meminta putus pun ia masih dalam pelukanku, ada apa ini?…
Baiklah! aku kecewa aku tak butuh keperawanan seorang gadis kalau hanya berujung seperti ini, aku pergi meninggalkan Mae dengan serpihan hati yang kembali hancur, tanpa kata aku pergi.
Sia-sia sudah membangun hatiku secara perlahan, aku berjalan lesu menuju rumah Santi di sanalah tempatku, tempat yang tepat untuk berbagi suka dan dukaku.
Santi tampak duduk bersandar kedua tangannya memeluk kakinya yang menekuk, heem… Aku merasa bersalah tak pernah menyambanginya.
“Oey…. Pasrah bener cuy… “ Sapaku.
Santi yang sudah melihatku dari kejauhan hanya tersenyum kecut saja.
“Au ah! Pacaran terus…. Lupa deh sama aku, “
“ Lah?… Masa iya aku mesti temenin kamu pacaran sih? “
“Yeee…. Makanya kalau di telefon itu di angkat?“
“Eem anu San, waktu itu aku lagi itu…“ Jawabku salah tingkah, salahku juga ngga langsung aku telefon balik waktu itu, udah gitu lupa lagi.
“Ita itu Ita itu apaan sih? Aku putus seminggu yang lalu. Jadi jangan pamer cerita kisah cintamu ke aku ya? Awas pokoknya. “
“Putus?…. Kenapa deh, temanku menyakiti kamu? “
“Ngga sih? Cuma ngeselin aja, pelit lagi. “
“Aha ha ha…. Dia kamu palak? Apa gimana? Udah gajian belum dianya? “
“Bodo amat… Pokoknya dia pelit. “
“Yo wis… Salaman dulu yuk, “
“Ish… Kenapa deh! kok ngajak salaman segala sih! kan belum lebaran? “
“Au deh San, setengah jam yang lalu aku juga putus sama Mae, kalau kamu mau nangis ayok nangis bareng aku disini “
“Ha ha ha… Pantes inget kesini “
“Ketawanya….. “
Seminggu setelah aku bubaran dengan Mae aku mencari tau penyebab dari semua itu, aku nekat mendatangi rumah yang Mae tempati, seorang ibu bidan paruh baya yang mengaku bos Mae banyak cerita padaku.
Kasihan mas? Jangan di maranin ya? Dia di paksa nikah sama lelaki pilihan orang tuanya lo mas. begitu ucapnya. Tak disangka lagi-lagi aku terluka karna perjodohan. Dan ia berpesan agar beberapa hari lagi kesini karna Mae sekarang berada di kampungnya, menurut ibu bidan itu Mae masih kerja sekitar satu bulan lagi, ah..
Masih ada waktu untuk bertemu dengannya. Aku ingin bertemu dengannya untuk yang terakhir kalinya semoga saja nanti tak ada aral melintang.
Hari yang kutunggu tiba, aku menemui Mae untuk memberikan sedikit nasihat, aku tak menaruh rasa dendam sedikit pun bahkan aku ingin yang terbaik untuknya. Dia tersenyum lega atas kelapangan dadaku memaafkan dirinya yang telah menyakiti perasaanku,.ah..
Mae terima kasih telah mengisi hatiku terima kasih dengan luka yang kembali kau gores, aku pamit dan ku kecup keningnya, aku tau dia masih mencintaiku, aku tau itu.
Satu tahun berlalu banyak sudah yang kulalui setelah hubunganku dengan Maena kandas, Santi sibuk mencarikan pacar buatku bahkan teman satu kerajaannya pun ia tawarkan padaku, hasilnya hambar, sebulan pacaran bubar…
Satu lagi entah saudara atau tetangganya di kampung Santi, yang kebetulan datang dan menginap beberapa bulan di rumah Santi juga aku pacari.
Konyolnya aku cuma penasaran aja rasa nonok cewek dengan postur tinggi itu kek gimana, hasilnya pacaran umur seminggu putus dengan alasan aku masih ke pikiran sang mantan, heuuuh….
Memang pemuda ndancuki aku ini mue he he…
Mending aku temenin Santi aja, mau sampai Tua jadi temen doang bodo amatlah he he he…
~~~~~
Kini aku pindah ke daerah selatan dan menemukan pendamping hidupku. Satu tahun menikah dan dikaruniai seorang anak gadis yang cantik, tak lama setelah itu Santi juga menemukan jodohnya. Kami masih berteman dan aku berpesan kepada istriku agar tak cemburu kepada Santi.
Suatu ketika keluarga Santi goyang, tentu ada sesuatu yang menyebabkan hal itu terjadi, dan aku sedikit banyak tau apa yang terjadi disana. Dia teman yang memiliki posisi penting di hatiku sebisa mungkin ku bantu, tentu dengan kemampuan yang aku bisa,. Sayangnya istriku dan suaminya tak mengetahui hal itu, lambat laun apa yang kulakukan tercium juga oleh pasangan kami, prahara pun terjadi.
Istriku menghapus nomor kontaknya dan memutuskan hubungan persahabatan antara aku dan Santi, percuma sih, dengan mudah aku menghubungi Santi karna aku ingat betul nomor teleponnya. Dan sampai sekarang pun aku masih berhubungan secara diam-diam.
~~~~~~~~~~~
POV SANTI
Seno Prayoga pemuda yang bisa dikatakan setiap hari menemani hariku, pemuda yang memendam rasa kepadaku tapi tak pernah berani menyatakan perasaannya padaku, dia memilih pertemanan karna menurutnya lebih baik seperti itu.
Padahal kalau dia mau berusaha bisa jadi aku menerimanya lebih dari itu, jujur aku menyukainya ngga mungkin kami sedekat itu kalau ngga saling menyukai, sekarang kami sama-sama memiliki keluarga aku berharap bisa menjaga tali persahabatan yang sudah terjalin baik.
Tapi perjalanan keluargaku tak semulus yang ku harapkan, andai masalah ini aku bicarakan dengan Seno mungkin hal ini tak terjadi, tapi apa daya aku takut istrinya berpikir yang tidak-tidak dan menuduh aku ada main dengan Seno.
Ya walaupun aku tau Seno pasti mau membantuku, tapi istrinya? Padahal saat ini aku butuh biaya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, sedangkan suamiku seolah cuek saja.
Suatu ketika teman masa kecil suamiku datang dia lebih mapan, saking seringnya berkunjung dan semenjak menyimpan nomor kontakku dia sering chating an denganku, tanpa aku sadari aku berkeluh tentang masalah ekonomi yang kuhadapi.
Semenjak itu dia begitu gigih mendekatiku lewat aplikasi, seakan tak menganggap aku istri teman masa kecilnya lambat laun seiring dengan kebutuhan yang mendesakku aku tergoda oleh godaannya, aku menerima ajakannya padahal aku tau dia juga sudah berkeluarga dan saat ini istrinya berada di kampung.
Diam-diam kami janjian dan bertemu di rumah kos temannya, niatku kesana juga untuk meminjam sejumlah uang, tapi apa daya dasarnya aku juga tertarik ditambah dia terus menerus merayuku.
Pada akhirnya aku pun terjatuh di pelukannya, di kamar kos yang sepi karna ditinggal penghuninya menjadi saksi bisu pergumulanku dengannya.
Satu persatu penutup tubuhku di tanggalkan hingga tak sehelai benang pun menempel, matanya nanar memandang setiap jengkal tubuh polosku, ditambah pujian yang membuatku luluh dan pasrah menerima perlakuannya.
Aku lupa dengan statusku aku menikmati setiap belaiannya yang memabukkan, ku akui dia pintar memainkan perannya, bahkan aku dibuat orgasme sebelum penetrasi, naluriku pun mengikutinya aku mengulum batang penis yang kutahu lebih besar dari suamiku.
Ah….
Aku terbuai aku tak sanggup lagi, penetrasi pun terjadi tanpa adanya penolakan dariku, peluh yang membanjiri tubuh tak kami hiraukan. Memacu birahi tanpa ada suara berisik dan rasa khawatir ketahuan menjadi sensasi baru buatku, aku tertantang untuk segera menyudahi pergumulan ini.
Tak ada jerit kenikmatan yang ada hanya desahan pelan, aku lebih memilih menggigit bibir agar tidak kelepasan merintih. Berbagai gaya sudah dilakukan dan berakhir dengan keluarnya cairan kental dan hangat miliknya di atas perutku, dengan nafas yang masih menderu ku lap keringat dan cairan kental itu sampai bersih.
Lalu aku kembali ke kasur lipat dan tidur rebahan disampingnya, belum sempat aku mengenakan pakaian dia sudah memelukku dari belakang. Dia mengecup keningku dan melumat bibirku sebentar, tak lama aku memiringkan badan dan menekuk lututku, dia memeluk erat dari belakang dan posisinya sejajar denganku.
Aku merasakan batang penis teman suamiku kembali menegang, tangannya turun ke bawah mencari celah area sensitifku yang dengan mudah ia mainkannya dan setelah dirasa basah perlahan lahan batangnya ia masukkan lagi.
Aku tak menolak malah aku menikmatinya, padahal dengan suamiku cukup sekali saja kami bercinta.
Pergumulan birahi terus berlanjut, hingga tiga kali teman suamiku menyemprotkan cairannya, jujur aku puas, dua jam kami memacu birahi dan dia mengantarkan aku pulang.
Beberapa bulan setelah kejadian itu aku mendapat kabar darinya, dia bilang istrinya membaca isi chating nya denganku, sudah pasti istrinya cerita ke suamiku dan benar saja prahara baru rumah tanggaku muncul.
Aku meminta maaf kepada suamiku dan berjanji tak mengulanginya lagi, dari pengalaman itu dalam renunganku aku menyesalinya tak seharusnya aku berbuat seperti itu.
Biasanya setiap ada masalah aku selalu cerita kepada Seno tapi untuk yang satu ini aku menyimpan rapat, aku tau kalau aku cerita masalah ini Seno akan kecewa kepadaku, walau bagai mana pun aku menyadari Seno ada rasa kepadaku.
Ku hapus semua aplikasi sosial mediaku agar dia tak mencariku dan aku memutuskan untuk bekerja di sebuah salon, dan Seno ku beri tau tentang hal ini.
Ia mendukungku bahkan saat ku beri tau kalau aku ngga bisa langsung menjadi karyawan tetap yang artinya aku harus kerja magang dulu dia siap membantuku sampai nanti aku mendapatkan gaji full dari tempatku bekerja.
Tentu semua itu tanpa sepengetahuan pasangan kami.
Dan dari situ aku tau Seno benar-benar menyukaiku lebih dari sahabat, tapi dia berbeda dia lebih mementingkan kebahagiaanku dari pada memiliki tubuhku, aku tak perlu ucapan langsung darinya, dari tingkah lakunya saja aku sudah tau.
Hari berlalu entah Seno atau aku, kami bergantian saling bersilaturahmi, sekedar melepas kangen juga sebagai sarana Seno untuk membantuku.
Namun naas, malam itu aku berkunjung kesana seperti biasa keluarga kecil berkumpul dan bercanda, antara aku suamiku dan Seno beserta keluarga kecilnya saling bercerita.
Saat Seno memberi sedikit rezekinya untukku, suamiku melihatnya aku langsung ditegur dari situ istri Seno terlihat tak menyukai kelakuan suaminya padaku.
Pecah, hancur semuanya.. Aku dan suamiku pulang diantar kata maaf dari Seno, sedangkan istrinya sudah tak mau lagi keluar dari rumah.
Mulai malam itu hubunganku dan Seno agak renggang, tapi hanya sesaat saja.
Tiba-tiba Seno menghubungiku lewat WA, dia bilang semua akses hubungan sosial dan nomor telefon sudah di hapus oleh istri.
Yang membuatku heran Seno bisa menghubungi nomorku lagi, usut punya usut Seno mengaku hafal nomor telefon aku, memang benar ia menyebut angka demi angka nomor telefonku dengan benar. Ck ck ck.. Sampai segitunya kamu Sen, ucapku sendiri.
Tujuh tahun berlalu, hubunganku dengan teman suamiku putus seketika setelah ketahuan oleh istrinya waktu itu dengan rentan waktu selama itu teman suamiku selalu merayuku agar mau bertemu dengannya.
Aku selalu menolak karena memang aku ingin merubah diriku agar menjadi lebih baik lagi, yah walaupun sangatlah sulit melupakan dia bahkan demi melupakan dia aku pernah meminum-minuman beralkohol tapi tetap saja ngga ada artinya,.
Dia tak pernah putus asa mengejarku. Hingga saat ini, saat pandemi dan banyak karyawan dirumahkan termasuk aku yang terkena imbasnya.
Aku limbung, aku kembali di hadapkan dengan situasi yang sulit. Suamiku sendiri tak bisa berbuat banyak, sedangkan Seno hanya sesekali menghubungiku, aku cukup tau diri aku ngga berani mengganggu dia.
Tapi lagi-lagi aku terdesak aku beranikan diri membicarakan hal itu kepada Seno, namun sia-sia ia ngga bisa membantuku karna jumlah yang aku sebutkan juga lumayan besar.
Aku pasrah dengan keadaan, bicara dengan suamiku juga percuma saja, yang ada malah aku ribut dengannya.
Mungkin ini jalanku mungkin ini sudah menjadi suratan hidupku.
Dan teman suamiku kembali menawari apa yang aku butuhkan, tentu dengan caranya yang selama ini mampu meluluhkan hatiku, aku lemah aku tak mampu lagi menahan godaannya.
Percuma selama tujuh tahun aku bertahan dan memendam rasaku agar aku tak melakukan kesalahan yang sama pada teman suamiku itu, demi utuhnya keluarga kecilku aku mencoba sebisa mungkin menghindarinya.
Apa daya aku jatuh di lubang yang sama, dan lagi-lagi dengan masalah yang sama. Dan hari ini hari dimana aku kembali bergumul mengumbar nafsu dengannya, ku tuntaskan semuanya, kulayani dia dengan suka rela karna jujur aku juga menikmati bersetubuh dengannya.
Tubuh polosku dengan leluasa ia nikmati selayaknya istrinya sendiri begitu pun denganku, aku curahkan semuanya demi kepuasan batinku, tujuh tahun tak bertemu aku dan dia benar-benar meluapkan rasa yang terpendam.
Apalagi saat ini aku memiliki banyak waktu tanpa harus terganggu oleh keberadaan buah hatiku yang aku titipkan ke ibuku di kampung sana. Dan suamiku? Ah sudahlah, dia takkan mungkin bisa menggangguku, aku punya seribu alasan untuk berkelit darinya.
Sebulan berlalu, suamiku pulang untuk menemui buah hatiku sedangkan aku tetap tinggal di ibukota, aku terikat pekerjaan yang ga jelas kapan masuk atau tidaknya. Dan malam ini aku suntuk menghadapi banyak masalah, di tambah lagi dia teman suamiku setelah seharian puas mereguk kenikmatan sex denganku sampai sekarang tak ada kabar beritanya.
Aku pergi dan menginap di rumah rekan kerjaku sekaligus teman nakalku, yah aku menyebutnya teman nakal karma kami sering kumpul di rumahnya atau di tempat kerja untuk menenggak minuman beralkohol.
Malam ini aku dan kedua rekanku membeli dua botol minuman iseng aku hubungi Seno.
Seno dulu waktu masih lajang juga peminum dan lumayan garang di daerah tempatku tinggal, sering kali terjadi keributan dan lagi-lagi Seno terlibat disana.
Kembali ke laptop.
Ku hubungi Seno kebetulan dia ada di luar rumahnya, Iyees… Berarti aku bebas ber chating ria dengannya ku kirim satu fotoku dan dia membalas awas ada yang naksir lo nanti?
Yah seperti itu komentarnya, aku tau yang dia maksud, selalu seperti itu cara dia menyampaikan perasaannya padaku. Aku salut lelaki arogan seperti dia tak mau mengingkari janjinya padaku dulu, dia pernah bilang dia bahagia kalau aku lebih bahagia darinya.
Bahkan dia juga pernah bilang kalaupun dia sukses dia ingin aku lebih sukses darinya, orang juga tau kalau teman lelakinya bilang seperti itu ngga mungkin perasaannya hanya sekedar teman.
Begitu juga menurutku mangkanya sebisa mungkin ku jaga perasaannya.
Seiring berjalannya waktu hingga tengah malam rekanku membeli lagi beberapa botol miras, entah karena pengaruh miras atau apa tak segan-segan aku foto minuman itu, lalu ku kirim lagi fotoku, kali ini dua foto sekaligus,
Seno langsung tau apa yang aku minum. Lama-lama aku beberkan semua masalah yang kualami kepadanya tentang kebiasaanku seperti ini dan yang paling parah aku ceritakan affairku dengan teman suamiku itu, entah apa reaksinya aku sudah kepayahan mengontrol diriku sendiri.
Siangnya Seno chat ke WA ku, dia membangunkanku, kepalaku masih pening entah jam berapa semalam aku tertidur aku tau dia masih penasaran dan benar saja dia membahas obrolan semalam sialnya aku lupa-lupa ingat dengan apa yang aku omongin ke dia.
Dengan gamblang ia jelaskan padaku, dan aku meminta maaf dengan semua itu, aku bilang aku terpaksa melakukannya karna terdesak kebutuhan, aku memintanya agar tak kecewa dengan ulahku.
Ya walaupun sebenarnya aku tau dia sangat kecewa, aku tau dari bicaranya saja sudah jelas dia bilang kata gagal dan itu artinya dia kecewa padaku. Setelah kejadian itu aku jarang merespon setiap Chat darinya,
Dalam hatiku aku hanya bisa meminta maaf padanya, aku tau Seno juga menyukaiku disisi lain aku menyukai teman suamiku sendiri bahkan kami sudah berbuat lebih dari sekedar saling suka, dan parahnya sekarang Seno mengetahuinya.
Maaf Sen, aku tak bisa lebih dari ini aku tak bisa menempatkan rasamu di hatiku seperti aku menempatkan dia di hatiku…
~~~~~~~~~
POV SENO
Blank….. Mungkin itulah yang kurasakan, tak bisa di pungkiri hatiku mendua hanya hatiku saja selebihnya tidak, aku bersahabat tapi seperti orang berselingkuh saja. Berhubungan dengan Santi tanpa sepengetahuan istriku, sesekali bertemu itu pun di saat aku sedang bekerja dan kebetulan melintasi daerah tempat tinggalnya.
ah..
Miris sekali aku ini, padahal aku ingin sekali bertemu dan membicarakan banyak hal dengannya, kami berhubungan hanya lewat aplikasi itu pun sembunyi-sembunyi Sering kali dia mengajakku ketemuan tapi apa daya aku tak punya banyak waktu, keluarga yang selalu berada di sampingkulah yang menjadi kendalanya.
Pernah suatu ketika Santi mengajak ketemu denganku di tempat yang jauh dari tempat tinggal Masing-masing dan itu membuatku berpikir yang tidak-tidak, apalagi aku hidup di keramaian sebuah forum dewasa mungkin saja aku SSI dia ya kan?
Memang kami berteman tapi dia wanita yang sampai saat ini bisa dikatakan memiliki posisi tersendiri di hatiku, yah aku menyukai dia lebih dari sekedar teman.
Salah, ya memang salah, tapi tak menjadi masalah buatku yang penting sekarang dia sudah mapan dan bahagia dengan keluarganya itu sudah lebih dari cukup buatku.
Sedangkan rasa rinduku cukup terobati dengan melihat stori dia saja, aku bersyukur sekaligus ngiri dengan suaminya he he he…
Yah.. Santi merawat dirinya dengan baik, di usianya yang terus merangkak naik tak membuat parasnya berubah seperti wanita pada umumnya, malah ia lebih menarik daripada masa mudanya dulu, aah..
Sudahlah, menilai tubuh Santi lama-lama aku sendiri yang konak ga jelas, mending kalau orangnya mau lha kalau ogah kan aku yang susah, tapi emang dia ngga mau sih, aku bukan termasuk kriteria cowok idaman dia soalnya he he, pasrah gue…
Paska pandemik banyak karyawan yang dirumahkan, apalagi Santi yang lokasi kerjanya di pusat perbelanjaan sudah di pastikan kena imbasnya.
Pagi ini aku mendapat Chat darinya dan saat ini ia sedang membutuhkan bantuan, sayang aku tak mampu membantu, andai dia bilang jauh-jauh hari sebelumnya kemungkinan aku bisa membantu sih.
Ya sudahlah semoga ada jalan lain untuknya, memang semenjak ada pandemik aku lebih intens chating dengannya.
Waktunya yang setiap hari di rumah tanpa bekerja membuat ia banyak waktu dan pernah sekali aku menemuinya di depan warung rokok dekat rumahnya.
Tragisnya tingkah kami persis seperti orang mau maling, ketemu ngga lebih dari dua menit saja.
Clingak celinguk takut ketahuan suaminya atau orang yang mengenal kami , udah gitu pakai masker semua lagi, hadeeeh….
Hoy… Gue kangen hoy…. Buka masker dong… Yang lama dong ketemunya… Itu jerit hatiku yang kebangetan ngenesnya ketemuan sama dia he he…
Malam minggu tiba dan aku berada di luar rumah berkumpul dengan bapak-bapak lingkungan di mana aku tinggal, kulihat pesan WA, wooow… Tak biasanya Santi chating denganku malam hari, ah apa dia sedang di luar tanpa suaminya ya?
Hem…. Aku jadi berharap dia ngajak ketemuan, siapa tau dia nongkrong lagi sama temannya yang di dekat tempat tinggalku, aku jamin aku nekat kesana mue he he…
Ah.. Harapanku jauh dari kenyataan, benar posisi Santi sedang diluar tanpa suaminya tapi lokasinya malah makin jauh dari tempatku, heeeuh… Gagal lagi deh ketemu.
Tak lama hpku berkedip, tarang… Sebuah gelas seloki kecil berisi air berwarna hitam tampak di layar hpku, ku pastikan itu minuman beralkohol, ah…
Dia minum lagi ternyata, pasti lagi ada masalah ini hadeeh… Tak sabar langsung ku telefon Santi dan ternyata suaminya pulang kampung, pantas dia bebas, tak lama setelah ku telepon layar hpku kembali menyala, apalagi ini…
Santi mengirimkan fotonya, asem… Sadar ngga nih anak kirim foto, foto pertama pamer paras cantiknya, foto kedua ekspresi bibirnya sukses membuat aku pengen nekat nyamperin tuh anak,.
Foto ketiga tampak raut yang sudah beler karna pengaruh minuman jelas banget terlihat, ah… Aku cuma bisa berandai-andai Saaan San… Andai kita dekat, andai kita pasangan itu… Ah sudahlah, lagian aku lihat bibir dia kok ya jadi pengen gitu lo ah, aneh…
Puas kulihat fotonya tak lama Santi kembali menelepon aku, di sinilah dia banyak cerita kehidupannya selama ini tanpa tedeng aling-aling dan yang jelas membuat dadaku meremang.
Aku merasa gagal menjadi sahabat yang selalu ingin melindungi dia dari godaan duniawi, karna aku tau persis apa kelemahan Santi, makanya aku selalu berusaha membantunya sebisa mungkin, tujuanku agar keluarga kecilnya utuh.
Dan apa yang kutakutkan terjadi, dari penuturan Santi aku yakin dia setengah sadar membeberkannya padaku, dan dari setengah sadar itulah sebuah kejujuran terungkap.
Kelemahan temanku yang aku yakin suaminya tak menyadari akan hal itu akhirnya jebol juga oleh teman suaminya sendiri, aku yakin lelaki itu memanfaatkan kelemahan Santi.
Dia masuk disaat yang tepat, di saat kondisi keuangan keluarga temannya terpuruk dia menyeruak masuk dengan apa yang dia punya, apalagi Santi sendiri yang membeberkan permasalahan keluarganya, seorang teman yang baik tak akan mungkin tega meniduri istri temannya sendiri, apalagi dengan cara seperti itu.
Sayang Santi tak menyadarinya, bahkan kalau aku sampaikan hal ini aku yakin dia ngga akan percaya, yang ada dia akan menjauhiku, karna yang dia tau teman suaminya lebih baik dari suaminya, makanya ia menyukai dan jatuh hati dengan teman suaminya itu, ditambah kondisinya yang kian terjepit keadaan, ya sudah.
Padahal sudah jelas kualitas dari lelaki itu, dia bisa berbuat seperti itu kepada istri temannya tidak menutup kemungkinan dia juga melakukannya diluar sana.
Trik garangan abal-abal memang begitu, sama dengan aku sih sebenarnya, he he he..
Aku lelah aku tak bisa berbuat banyak dengan apa yang terjadi dengan sahabatku itu, lagi pula dia juga sudah terlanjur menikmati hubungan itu.
Seandainya Santi hanya butuh uangnya saja aku masih bisa membantunya walaupun ngga sepenuhnya membantu dia, paling tidak aku bisa menetralisir keadaan mereka.
Tapi permasalahannya berbeda Santi bisa di bilang ketagihan bercinta dengan pasangan affainya itu, ya sudah mau bilang apa lagi.
Memang Santi memintaku untuk tidak kecewa dengan sikapnya, iya memang aku ngga kecewa kepada Santi tapi aku kecewa dengan diriku sendiri yang sudah gagal dalam segalanya.
Terlebih aku kecewa lagi dengan suaminya, di mana dia saat istrinya pergi padahal dia tau istrinya pernah menjalin hubungan dengan temannya, dimana perannya…. Di mana takhtanya sebagai lelaki….,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
Tamat