Perkenalkan dulu, namaku Yona, sebut saja begitu, seorang pria tulen. Oya, Ini tulisan keduaku di forum ini.
Sambil aku nginget-inget tentang kisah ini, aku mau ngalor-ngidul soal diriku sendiri dulu. Hahaha.
Jika suhu tidak berkenan dengan banyak intro, abaikan saja bagian yang satu ini. Mohon maaf sebelumnya.
Aku adalah seorang karyawan di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang perhotelan. Sedangkan setting waktu cerita ini adalah sebelum aku mengenal Riana. Ya mungkin 2 tahun sebelumnya, kurang lebih.
Aku (saat itu) berposisi sebagai SPV di tempatku bekerja, sedangkan di cerita Riana, posisiku sudah berubah. Kenapa aku sampai nulis pekerjaanku? hahaha. Karena ini berkaitan, secara nggak langsung sih emang.
Flashback dulu ke jaman lampau.
Aku kuliah di kota yang sama dengan tempatku kerja sekarang dan di samping kuliah, aku juga berprofesi sekaligus sebagai penghuni kos profesional, karena memang bukan asli kota ini. Aku bukan berasal dari keluarga yang kaya raya tajir melintir crazy rich. Ya biasa-biasa saja. Masih beruntung bisa dikuliahkan. Uang jajan juga ada. Tapi, itu hanya untuk bertahan hidup sudah ngepas-ngepress, sedangkan dana kenakalan dan lain lain jelas aku nggak bisa minta orang tua.
Aku lebih banyak ngiler saat temen kelas menenteng ponsel terkini, atau membawa macbook barunya, atau mungkin ngekos di tempat yang mewah.
So, waktu kuliah aku sambil cari uang. Banyak yang menganggap aku lebih kelihatan seperti ‘balas dendam’ pada nasib. Tapi tidak juga, aku hanya pengen maen, nongkrong, beli barangĀ², clubbing atau apapun itu pake uang yang kucari sendiri. Dan ya memang sedikit banyak mengubah diriku sendiri. Mandiri? jelas. Banyak dan mudah cari teman? iya. Tapi, naasnya kesehatan yang jadi korban.
Jalan yang kutempuh bermacam-macam, pernah ikut ke tim EO (event organizer) untuk event reguler maupun enggak, pernah ikut bantu-bantu bazaar distro, pameran komputer, konser musik yang sponsornya rokok, mayan kan cuci mata liat SPG-SPG bening yang roknya belum jadi. Selain itu juga jualan HP dan laptop (tapi bukan curian lho ya.hahaha), joki kerjain skripsi dan makalah, sempat ojek online di akhir kuliah, pernah juga bantu-bantu di warung pecel lele (haha). Dan yang paling lama sampai jadi kerja sampingan sekarang yakni ngisi live music di cafe dan hotel, ngeband main akustikan.
Kelihatannya keren, maen musik kalo malem, keliatan banyak duit. Bisa beli ini itu. Tapi yang ada malah dapet sakit sampe bener-bener ambruk. Hahaha. Konyol memang, mengejar uang, sedangkan uangnya malah buat berobat.
Tapi itu dulu. Semenjak sakit aku lebih selektif memilih lahan cari duit. Ngeband tetep jalan, tapi yang kira-kira butuh banyak tenaga tapi hasilnya nggak seberapa kutinggalkan.
Aku udah bilang itu semua mengubah hidupku. Sampai akhirnya itu pula yang membuatku terbilang cepat menaiki tangga jabatan di tempatku bekerja.
Tapi gimana kalau soal asmara? Hahaha. Ya, layaknya mahasiswa, pacaran juga pernah, beberapa kali. Tapi jarang awet. Di samping mungkin aku emang nggak konsen pacaran, atau emang nggak bakat pacaran? Jika lebih jauh, apakah aku tidur sama pacar? Iya, tapi tidak semua. Aku lebih menikmati hubungan ONS, one night stand, cinta satu malam, atau apapun istilahnya. Hubungan yang nggak perlu komitmen jangka panjang. Karena ya itu, balik lagi. Mungkin aku nggak bakat punya hubungan pacaran lama.
Sampai akhirnya aku lulus, lancar. Lalu bekerja di perusahaan yang sama sampai sekarang. Ya, aku cuma kerja di satu tempat untuk waktu yang lama.
Kerja di perhotelan itu menyenangkan, setidaknya buatku. Aku bisa berlatih ngomong, kenal banyak orang juga. Melatih PD, dan yang jelas tipnya lumayan. Hahaha
Hotel tempatku bekerja konon dipunyai oleh orang Singapura. Kubilang konon karena aku sendiri belum pernah ketemu. Jaringan hotelnya tersebar di tanah air. Dan aku bekerja di salah satu kota di bagian selatan pulau Jawa.
Untuk urusan karir, aku bisa menjadi SPV sekarang ini tetap dimulai dari tangga bawah kok. Jadi porter pernah, room boy pernah, resepsionis juga pernah, malah lumayan lama.
Tapi bukan itu saja, yang membuatku naik ke SPV dalam waktu yang terbilang singkat.
Jadi pada waktu itu, hotel hampir menghadapi kendala soal drainase dan sanitasi. Saluran limbah dan air hampir jadi kendala. Aku yang mencetuskan ide untuk membuat percabangan drainase di saluran bawah (dan lain-lain, nggak perlu dirinci lah ya..) yang ilmunya kuperoleh hasil dari membuat makalah mahasiswa kesehatan lingkungan bisa mengantarkan aku jadi karyawan yang berprestasi. Hahahaha.
Skip
Skip
Dari ide itulah, aku sempat ditunjuk jadi anggota trainer untuk melatih dan memberi presentasi tentang ideku di cabang-cabang hotel lain yang ada di beberapa kota di pulau Jawa. Lumayan kan bisa jalan-jalan, dibayarin, dikasih uang saku pula.
Nah, di sinilah ceritaku bermula. (Waduh, udah puanjang baru mulai. hehe)
Oya, bahkan saat aku kerja di hotel itu pun aku masih kerja sampingan sebagai pengisi live music, bahkan salah satunya di hotel tempatku kerja sendiri. Tapi ya, jadwalnya sangat-sangat menyesuaikan. Maklum, band lokal yang nggak kondang.
Di pagi hari pada pertengahan Januari itu aku mulai masuk jadi anggota trainer untuk bertugas di beberapa kota. Sebelum membuka pintu ruang tim trainer, sejenak kulihat jadwalku kembali, kubolak balik lembaran-lembaran kertas yang ada di hadapanku. Agenda yang cukup padat kurasa. Tapi untunglah hanya Senin sampai Jumat, weekend masih ada waktu longgar untuk jalan-jalan. hehe.
Agenda pertama adalah ke kota yang berada di Provinsi sebelah timur pulau Jawa. Tidak perlu dijelaskan detail deh ya, takut suhu-suhu di sini langsung ngeh tempatnya. haha.
Aku berangkat bersama 4 orang sesama anggota dengan pesawat. Sedangkan ketua trainernya sudah sehari sebelumnya berada di sana. Tidak ada yang istimewa dari perjalananku selain dijemput di bandara dengan mobil khusus. Wah, rasanya jadi artis tuh gini ya. Haha.
Agenda training berjalan lancar sesuai rencana sampai hari Jumat, berarti masih ada 2 hari luang yang tersisa di kota ini. Senin pagi aku dan tim harus bertolak ke kota lain yang berada di Provinsi yang sama.
Tapi.. manajer hotel di sini rupanya mengetahui kalau aku juga sering mengisi live music. Entah tahu darimana, sepertinya dari hotel di kotaku ada yang membocorkan. Alhasil aku ditawari, atau lebih tepatnya diminta, mengisi akustik di Sabtu malam. Lah, membernya siapa aja juga nggak tahu, ya kan? Anggota bandku yang biasanya tentu nggak ikut ke sini dong. Akhirnya dengan terpaksa kurelakan Jumat malam yang kurencanakan untuk jalan-jalan dipakai untuk latihan bersama band yang baru kukenal. Hampir copot semua sendi-sendi di tubuhku, latihan berakhir nyaris dini hari. Sedangkan untuk sound check aku meminta untuk dilakukan Sabtu sore saja.
Jumat malam ini aku mau tidur nyenyak!
Sampai di Sabtu malam, aku manggung di cafe yang juga dikelola oleh manajemen hotel. Bangunannya terpisah dengan bangunan hotel, tapi masih di komplek yang sama. Suasananya hangat dengan hiasan bohlam kuning bergelantungan di tiang-tiang yang dikhususkan untuk dekorasi semata. Lantainya perpaduan antara beton dan rerumputan dengan taman berair mancur di sisi luar. Konsepnya lebih ke outdoor alias misbar, gerimis bubar. Hahaha.
Hal yang spesial di tempat ini adalah, bahwa cafe ini sudah kondang di kota. Beberapa kali mereka mengundang band ibukota untuk mengisi live music. Tapi imbasnya, harga makanannya mahal. Haha. Ya bisa suhu-suhu perkirakan sendiri, ini hotel bintang berapa.
Khusus di malam ini ada yang berbeda. Biasanya aku dan bandku sendiri membuka sesi request bagi pengunjung, tapi kali ini aku meminta untuk sesi itu ditiadakan. Bukan apa-apa, membuka sesi request itu beresiko, kalau bandnya nggak tau lagunya.
Band kali ini beranggotakan 3 orang + 1 additional player. Masing-masing di drum elektrik, aku pegang gitar, 1 orang di bass akustik, dan 1 additonal player di vokal. Belakangan kuketahui sesi Sabtu malam diperuntukkan untuk band tamu, band mayor yang diundang khusus. Kampret, aku jadi tumbal kepelitan manajemen. Hahaha.
Beberapa lagu sudah kami mainkan. Aku ingat waktu itu lagu ‘Almost Lover’-nya A Fine Frenzy sedang kami mainkan saat mataku menemukan salah satu pengunjung yang sangat menarik perhatian. Ehem.
(sekali lagi hamba mohon maaf atas kebasa-basian yang tidak penting ini)
[her]
Si cewek ini sedang duduk bersama 2 temannya mengitari meja bundar dengan beberapa minuman, cemilan dan asbak yang berisi sedikit puntung rokok. Di sela-sela lagu kusempatkam untuk menatapnya dan… satu kali kucoba untuk mengajak tersenyum. Ah, dia membalas tersenyum.
Sebagai gambaran awal. Cewek ini (yang belakangan kuketahui bernama Sela), berpostur tinggi berisi, bahkan kuketahui lebih tinggi dariku. Malam ini dia mengenakan tank top berwarna gelap dengan celana jeans ketat yang juga hampir sama gelapnya. Kulitnya yang putih pualam beradu dengan cahaya lampu yang menghujani sekitar.
Malam ini cerah, bintang-bintang menjadi dekorasi alam yang menambah syahdu suasana di cafe ini. Atau mungkin bagiku terasa syahdu karena keberadaannya? Entahlah. Sesekali kulihat semakin seksama. Wajahnya nyaris membulat, mungkin bisa disebut agak cabi, dengan mata yang cenderung sayu. Make upnya tidak bisa dibilang tebal, tapi aku bisa menerka kalau dia sudah profesional dalam memaksimalkan fungsi eyeliner dan menggambar alis.
Tentu tak hanya itu. Payudaranya yang bulat menantang tampak menonjol dalam balutan tank topnya. Bahkan garis di antara kedua payudaranya tampak sedikit mengintip di batas atas busananya. Sebuah perpaduan yang sangat menggoda, bukan?
(ilustrasi Sela)
Kakinya yang jenjang tampak sangat menggugah saat dia silangkan menghadap ke arah panggung yang sedikit lebih tinggi dari posisi dia duduk. Sesekali kulirik saat dia menghisap rokok putihnya dan menghembuskan asap tipis di sela-sela obrolannya dengan temen semeja.
Sebenarnya banyak cewek-cewek setipe, dengan gaya serupa, dan tidak kalah cantik di tempat yang sama. Tapi, entahlah, aku cuma ingin berkenalan dengannya saja.
Sekira pukul 21.30 live band memutuskan untuk beristirahat sejenak untuk memberi kesempatan pengunjung untuk menyanyi diiringi dengan keyboard oleh salah satu member band. Entah ini sesi reguler yang biasanya dijalani atau tidak, yang jelas aku berdoa semoga banyak pengunjung yang mau bernyanyi, setidaknya aku bisa menghabiskan beberapa batang rokok sembari meneguk bir di backstage. Haha.
Ternyata yang maju pertama adalah salah satu teman dari Sela. Kuharap dia tidak sedang mabuk biar nyanyinya juga nggak kacau-kacau amat. Aku masih ingat dia nyanyikan lagu ‘Eternal Flames’ milik The Bangles. Bagus juga suaranya. Harusnya dia saja yang jadi additional player tadi. Hahaha.
Aku yang sedang di balik panggung seketika terpikir untuk mendekat ke arah Sela, karena itu artinya sekarang ada 1 kursi kosong di merjanya, kan? Lha temennya aja lagi orasi kebangsaan di panggung. Haha.
Tak perlu kumatikan rokokku, aku berjalan ringan menuju meja Sela yang nyaris persis berhadapan dengan panggung.
“Kosong?” Tanyaku basa basi sambil menunjuk kursi di sebelah Sela.
“Eh, iya.. itu orangnya lagi di sana,” Sela nampak agak terkejut dengan kedatanganku sambil tangannya terangkat menunjuk temannya di panggung. Tapi nampak Sela sangat menguasai responnya. Atau mungkin dia menyadari kalau dari tadi kuperhatikan? Entahlah.
Tak bertanya untuk kedua kali, aku langsung duduk di sebelahnya dengan santai. Toh responnya juga bagus, berarti lampu hijau buatku.
“Aku perhatiin kalian dari sana tadi, asyik bener kayaknya. Sering ke sini ya?” Tanyaku sambil menoleh ke arah Sela.
“Iya nih kak, biasanya agak ramean malah,” Jawab Sela.
“Oh iya, malah lancang langsung nanya-nanya, aku Yona,” kataku sambil mengulurkan tangan kanan.
“Sela, ini XXXX (sensor), kalo yang di panggung namanya XXXX (sensor),” Jawab Sela lengkap, padahal aku cuma butuh tahu namanya saja. Hahaha. Bodo amat nama temennya siapa, ya kan?
“Kayaknya kamu baru aku lihat sekarang deh, iya kan? aku pernah nonton band ini nggak pakenya keyboard bukan gitar.” Tanya Sela.
“Waduh, pengunjung tetap nih kayaknya? hahaha, sampe hapal gitu.” Jawabku bercanda, “Iya, bukan cuma baru, aku juga cuma main malam ini aja, kebetulan aja pas lagi di XYZXYZ (nama kota ini).”
“Pantesan aku baru liat,” Posisi Sela sekarang condong ke arahku. “Darimana emang?”
Wah, lampu hijau makin terang menyala nih.
“Aku dari XVXVXVX (nama kotaku), ini lagi ada kerjaan di hotel sini, eh malah sekalian suruh ngisi (musik),” Cerocosku lancar.
“Wah jauh juga, aku beberapa minggu lalu maen ke sana loh,” Kali ini teman Sela yang menimpali.
Sembari kami bertiga mengobrol semakin akrab teman Sela yang tadi menyanyi rupanya sudah mau kembali ke kursi yang sedang kududuki. Wah, padahal lagi asyik, gimana nih?
Aku coba untuk tanggap suasana. Kutarik salah satu kursi kosong yang ada di sekitar dan berpindah tempat duduk. Tapi aku lupa satu hal fatal! Kalau temen Sela kembali, dan nggak ada pengunjung lain yang mau nyanyi, berarti aku harus balik ke panggung dong? aaah.
Ya sudah, coba kurogoh saku untuk mencari ponselku, tidak lain dan tak bukan untuk minta nomornya dong. Tapi naas, aku lupa kalau ponselku tertinggal di backstage! Asu asu!
Tak habis akal, kubalikkan saja niat permintaanku.
“Aku boleh minta nomermu Sel?” Tanyaku ke Sela.
“Eh, iya.. buat apa emang?” Sela balik bertanya, nada basa-basinya sangat terasa di sini, jelas bukan pertanyaan yang murni meminta jawaban, hanya untuk ngetest saja ini sih.
“Enggak, siapa tau besok aku ada maen ke sini lagi, barangkali kamu mau nonton untuk kedua kali,” Jawabku.
“Haha.. masuk akal, padahal tadi aku ngarep responmu jadi salting deh,” Jawab Sela sambil terkekeh.
“Hmmm…” Gumamku mencibir, lalu kulanjutkan, “Tapi masalahnya. HPku ketinggalan di backstage. Boleh aku yang ketik nomerku di HPmu? ntar kamu yang missed call atau chat aku dulu, ya kalau kamu nggak keberatan sih,” Jawabku.
“Oh, ya gakpapa kalo gitu, nih,” Kata Sela menyodorkan HPnya.
Aku paham dia akan canggung saat menghubungiku duluan. Itu wajar, sepede apapun cewek, mereka akan mikir juga kalau untuk urusan memulai obrolan, untuk itulah cowok dari lahir dibekali akal bulus. Haha.
Jadi, sengaja kutinggal rokok dan korekku di meja mereka, sedangkan aku langsung berpamitan untuk kembali ke panggung.
Dari panggung, saat kulanjutkan sesiku, kulihat mereka kembali mengobrol. Beberapa kali kutangkap gestur teman-teman Sela yang menggoda Sela sembari tertawa cekikan. Bahkan salah satu temannya menyadari kalau rokokku tertinggal di meja dan dia berikan ke Sela dengan gaya menggoda.
Dan akhirnya ‘pekerjaan tambahan’ malam itupun kelar, ada band lain yang melanjutkan sih, tapi aku udah nggak peduli, udah lelah, Sela juga udah nggak keliatan. Aku kembali ke kamar hotel, meraih botol bir yang ada di meja dan kuteguk sekali. Setelah itu langsung kuhempaskan tubuhku ke bed empuk yang seakan telah menungguku dari sore.
Oya, Sela udah ngechat belum ya? tadi dia kan udah cabut sebelum sesiku selesai. Jangan-jangan cuma pindah cafe trus lanjut nongkrong?
Kubuka kuncian ponselku, dan syukurlah, ada nomor baru yang mengirim pesan via WA, dan tentu saja itu Sela.
Sesuai dugaanku, dia bilang rokokku ketinggalan. “Tadi rokokmu ketinggalan di meja nih, mau kutinggal tapi sayang kalo ilang, isinya masih banyak, jadi kubawa aja deh.” begitu isi chat Sela. Bahkan dia nggak menyebutkan namanya sendiri sebagai perkenalan. Hahaha.
“Tapi sayang?” Balasku singkat.
“Nggak usah mancing deh (emot marah),” Jawab Sela sejurus kemudian.
“Bawa dulu aja, minimal bisa jadi alesan buat aku ketemu kamu lagi, hahaha,” kubalas pesan Sela.
“Dasar… (bla bla bla..)” Sela menjawab panjang yang sudah kulupakan apa isi pesannya.
Kami sempat berbalas pesan untuk beberapa saat sebelum aku tak kuasa lagi menahan rasa lelah dan kantuk. Tak terasa, aku jatuh tertidur sebelum membalas pesan terakhirnya.
Skip.
[jangan lupa like dan komennya master suhu]
[[LANJUTAN DI POST #2]]
[drama]
Keesokan paginya (walaupun bangun siang, haha) kujelang hari seperti biasa, sarapan, bir, rokok, dan seterusnya.
Agenda hari ini buatku dan tim adalah jalan-jalan. Entah kemana, tapi yang jelas sudah disediakan 2 biji mobil hotel full tangki yang bebas untuk dipakai hari ini. Kurang apalagi coba? haha.
Tapi rupanya rasa malas lebih dominan mengisi otakku hari ini. Aku memilih untuk tidak ikut jalan-jalan, menghabiskan waktu di kamar dan sekitaran hotel sekedar mencari rokok dan menghirup udara kota ini.
Menjelang siang baru kusempatkan untuk membalas pesan Sela yang sudah bertumpuk di sela-sela notifikasi grup kantor dan beberapa chat lain.
“Sorry, ketiduran, capek banget.” Kutekan tombol kirim seketika.
Tak lama kemudian muncul balasan Sela.
“Doesn’t matter. Are you okay?” Jawan Sela kemudian, entah apa maksud pertanyaannya.
“Sure. even better now, reading yours, (emot tertawa)” Jawabku ngasal.
“Kapan balik? Rokokmu nih masih di aku.” Tanya Sela kemudian.
“Besok pagi take off Sel,” Pesan singkat kukirimkan, dan dalam hitungan detik Sela sudah membalas.
“So?” Kubaca 1 kata balasan dari dia.
“Serah.. mau kuambil tapi aku nggak paham kota ini juga kamu isep aja deh tu rokok (emot tertawa).” Jawabku.
Agenda saling berbalas pesan ini cukup lama berlangsung. Bahkan aku lelah sendiri jika harus berhadapan dengan layar ponsel terlalu lama. Alhasil, kuteleponlah dia, lebih enak ngobrol langsung daripada baca chat, kan?
Entah kami mulai darimana, kesimpulan yang kami ambil soal si rokok ini adalah besok pagi Sela bersedia mengantarku ke bandara. Ya walaupun pasti diantar mobil hotel, lebih mendingan bareng Sela dong.
Skip.
Jangan berharap malam ini ada agenda ngentot dengan Sela. Skenario secepat itu kayaknya hanya ada di naskah film deh. haha.
Skip.
Keesokan paginya Sela sudah menunggu di depan saat aku beranjak keluar hotel. Kubiarkan dia yang nyetir dengan dalih aku nggak hapal kota ini. Padahal sih cuma pengen liatin payudaranya yang menantang itu dari jok penumpang sebelahnya. Haha.
Sebentar lagi aku bersiap masuk ke area bandara. Aku berpamitan dengan Sela, tak lupa berterima kasih sudah memberi pemandangan payudara yang mantap sepanjang jalan. Eh, enggak ding. Terima kasih karena sudah diantar dong.
Tidak ada kegiatan berpeluk-pelukan bak melepas seorang kekasih menuju medan perang kali ini.
Tapi.. mata Sela sempat menyiratkan kalau dia mau ngomong sesuatu tapi ditahan, alias nggak disampaikan. Entah apa itu, aku nggak sempat bertanya. Tapi aku tahu, kisah ini belum akan berakhir sepeninggal pesawat yang menginggalkan landasan pacu.
[back to reality]
Agenda trainingku ke beberapa kota berakhir dalam 9 minggu, 2 bulan lebih. Akhirnya aku kembali ke kotaku. Tidak ada yang terlalu istimewa di kota-kota lain. Ngentot? ada. Cuman, kuceritakan lain waktu saja deh.
Rutinitasku di hotel kini berubah. Sekarang aku punya bawahan. Haha. Dan sebagai SPV aku diberi fasilitas untuk membawa salah satu mobil kantor. Lah, mayan banget kan? Ya walaupun tergolong mobil keluarga, tapi udah mantep banget lah buatku yang masih nabung buat beli mobil bekas.
Hal yang pertama kulakukan setelah punya gaji tambahan paska promosi adalah… pindah kos. Hahaha. Pindah ke tempat yang agak bagusan dikit lah.
Skip.
Sebulan kemudian, sebulan lebih sih sebenarnya, tapi aku lupa tepatnya, seperti biasa aku masih sering kontak dengan Sela. Aku tetap berhubungan dengan Sela via pesan singkat, telepon, dan video call. Bahkan dari waktu ke waktu obrolan kami semakin intens dan merambah hal-hal pribadi yang jarang diobrolkan sesama teman. Bukan obrolan sex lho ya, hanya saja topiknya yang random kadang menjurus ke arah baper dan perhatian-perhatian kecil antara kami berdua.
Kudapati kabar bahwa dia punya rencana untuk maen ke kotaku 1-2 minggu lagi. Aku lupa dia ada acara apa, yang jelas dia bersama teman-temannya memang merencanakan untuk liburan ke kotaku ini. Orang kaya mah bebas, ya kan. Sebenarnya dia pernah bilang kalau dia punya usaha, mengurus punya orang tuanya atau gimana entahlah. Tapi kurasa terlalu banyak waktu luang jika memang bekerja. Entahlah.
Kutawarkan pada dia dan teman-temannya untuk menginap di hotel tempatku bekerja, tapi dia menolak dengan halus dan bilang sudah booking tempat menginap lain.
Hari yang ditunggu pun tiba. Sela benar datang ke kotaku, sudah dia kirimkan foto pemesanan tiket online untuk terbang di jam tertentu. Kutawarkan untuk menjemputnya di bandara. Bodo amat dengan teman-temannya. Hahaha.
Sela mengiyakan tawaranku untuk kuantar. Walaupun jadwal landingnya agak berbenturan dengan jam kerjaku, tapi toh masih bisa kutangani.
Bandara hanya sekedar ramai hari ini, tidak sepadat yang kubayangkan. Padahal hari jumat. Kulihat dari kejauhan, Sela menyeret 1 koper ukuran sedang berwarna biru tua. Hari ini dia memakai kaos lengan pendek berwarna gelap dengan tulisan brand tertentu di dadanya yang membusung. Ada baju lain yang dia kalungkan di lehernya, sepertinya semacam jaket tipis, blazer atau sejenis. Busana atasnya berpadu dengan celana jeans kebanggannya. Sepatunya yang flat yang membuatnya terlihat begitu santai berjalan menyusuri lorong menuju tempatku menunggu.
(Ilustrasi 2)
Dia sudah mengumbar senyum dari kejauhan. Senyum yang cantik dari bibirnya yang merona. Tak nampak sama sekali jika dia seorang perokok.
Belum sempat kukatakan basa-basi andalanku untuk menyambutnya, dia langsung melepaskan pegangan kopernya, menjorokkan badan ke arahku dan memelukku hangat. Aku yang sangat-sangat terkejut dengan perlakuannya tak bisa serta-merta memberikan respon. Pikiranku membeku untuk menggali reaksi apa yang bisa kulakukan. Hanya bisa kubalas pelukannya yang semakin erat dengan melingkarkan tanganku.
Payudaranya yang memang besar menempel tanpa ampun ke dadaku. Bandara ini langsung terasa begitu sepi saat kami berpelukan. Dunia serasa milik berdua? ah, berlebihan. Bandara serasa milik berdua, nah ini bener. haha. Aku tak peduli respon sekitarku, dan kurasa sekitarku juga tak peduli dengan kami. Mungkin ini adegan yang biasa di bandara yang pasti jadi saksi bisu banyak perpisahan dan pertemuan.
“Aku kangen, kamu nggak peka!” Kata Sela lirih di telingaku, sempat kutangkap nada bicara yang nyaris menahan isak tangis.
Aku tak menjawab apa-apa, hanya kuusap rambutnya dengan sangat perlahan. Bukan sok romantis, aku nggak tahu juga musti bilang apa. Hahaha.
Oya, aku ingat sesuatu, dimana teman-temannya??!!
Sesaat setelah pelukan kami lepas, langsung kuutarakan rasa penasaranku, “Temen-temenmu mana?”
“Kita baru aja ketemu, lama banget nggak ketemu, tapi yang kamu tanyain malah temen-temenku?!” Tanya Sela yang kurasa lebih tepat disebut menghakimi.
“Bukan gitu dong La, yaudah deh yok jalan..” Jawabku sambil meraih handle koper Sela dengan tangan kananku dan meraih telapak tangannya dengan tangan kiriku. Terbiasa multitasking cukup berguna kali ini. haha.
Sambil berjalan menuju parkiran tempat mobil kuletakkan, Sela tak banyak bicara, hanya keluar jawaban-jawaban singkat untuk setiap pertanyaanku. Sepertinya dia ngambek dengan pertanyaanku di dalam gedung bandara tadi.
“Tapi aku beneran penasaran deh, temen-temenmu udah landing duluan ato gimana sih, hahaha?” Tak dapat kukontrol becandaku saat kami mulai merayap menyusuri jalan kota.
“Masiiiiiih aja, kamu naksir sama temenku yang mana sih, huh!” Jawab Sela ketus. Tapi bisa kutangkap bahwa candaanku mulai bisa dia terima.
“Hahaha. Daripada penasaran, mending aku tanya dong? iya kan?” Timpalku.
“Hiiiih.. jadi cowok nggak peka sama sekali!” Sela mencubit pinggangku, “Jelas nggak ada temen lah, temen! temen,!temen apaan, terus aja nyariin temenku!”
“Hah, gimana gimana?” Mendadak 12 tahun sekolahku plus 4 tahun kuliah terasa sia-sia karena tetap saja aku nggak bisa mencerna isi obrolan ini.
“Aku sendirian! Puas?” Jawab Sela ketus. Wajahnya dia palingkan ke jendela yang berada di sebelah kirinya.
“Woalaaaaah, bilang dong. Hahaha. Padahal aku juga sempet kepikiran, tapi kok tetep penasaran,” jawabku sambil tertawa.
“Hahh, maksudmu?” Tanya Sela, dia benar-benar tak pandai berakting marah.
“Dari awal kamu bilang mau berangkat, di jalan atau di bandara, nggak ada foto bareng temen-temenmu yang dipost, atau jadi status kan? Padahal kamu kan apa-apa diposting. Makanya aku sempet kepikiran, jangan-jangan kamu sendirian, eh beneran,” Jawabku panjang kali lebar sama dengan luas.
“Huh, nggak peka ya nggak peka, pake ngeles segala. Aku kangen, masak sih aku juga yang nyamperin?! Huh!” Jawab Sela dengan nada yang meninggi.
“Lah, yang kangen kamu kok jadi aku yang salah? hahaha,” Jawabku ngasal.
“Udah udah udah.. bete, ketemu kamu malah bikin gak mood,” Kata Sela.
“Hahahaa.. kok gitu? yaudah ayok makan aja yok..,” Ajakku ke Sela.
Aku sadar, ini berarti aku harus meninggalkan pekerjaanku lebih lama, tapi ini sebanding, aku bisa bersama Sela untuk sementara waktu. Kubelokkan mobil ke salah satu resto steak yang terkenal di kota ini. Aku tahu Sela hobi banget makan steak, ini kelemahannya. Haha.
“Hih curang!” Kata Sela saat kumatikan mesin mobil di depan resto.
“Loh kok curang gimana, hahaha,.. udah ayok ah, laper nih” Aku terkekeh menanggapi ujarannya.
Sengaja kuambil tempat di smoking area agar lebih santai. Makan siang ini berlangsung hangat, sesekali kugenggam tangannya untuk menurunkan tensi kemarahannya yang sudah terkumpul sepanjang perjalanan kemari. Sela mulai melunak dan nyaris tak terlihat lagi jika dia sempat ngambek sedari tadi.
Kusulut sebatang marlboro merah yang kukantongi. Sela hanya melirik sebentar sebelum melanjutkan menghabiskan makanannya.
“Rokokmu malah lupa,” Kata Sela singkat.
“Lho, kamu masih simpen itu rokok?” Tanyaku menyelidik.
“Masih lah! tapi ketinggalan di kamar. Aku sendiri juga udah jarang ngerokok. Kamu sengaja ninggalin rokokmu di meja kan dulu tuh?” Sela balik bertanya.
Aku hanya tertawa menanggapi hal itu. Syukurlah dia sudah mulai jarang merokok. Entah kenapa aku menyukuri itu.
“Kamu mau nginep dimana? Ayok aku anter, masih harus balik kerja nih.” Tanyaku setelah kami selesai makan dan menuju parkiran.
“Udah gini doang? jemput, makan, trus aku ditinggal lagi? tinggal aja terus!” Sela berujar ketus.
“Lah aku kan musti kerja do La… lagian kapan kutinggal, kan nggak pernah ketemu.” Jawabku ringan. Aku benar-benar tidak kuasa mengontrol sisi becandaku.
“Tiap chat malem, kamu kan tidur duluan. Eh, nggak tau sih, tidur duluan atau chat cewek lain.” Jawab Sela acuh tak acuh.
“Lho lho.. kok gitu. Hahhaa. Nanti jalan-jalan lagi deh..”Aku tertawa ringan.
“Pulang jam berapa?” Tanya Sela singkat.
“Jam 5, biasa.. pura-pura nggak tau rutinitasku deh,” Ujarku.
“Laaaaaaah.. masih lama,” Sela merajuk manja.
“Tidur dulu aja biar cepet sore, kamu juga capek kan? Udah booking tempat dimana?” Tanyaku.
“Tuh kan, sekali nggak peka ya nggak peka!” Sela kembali marah. Kurasa dia lagi menstruasi hari ini. Hahaha.
“PMS ya? marah mulu bawaannya.” Aku menyelidik.
“Tauk! Bodo!” Jawab Sela dengan nada jengkelnya. Yang entah kenapa malah membuat wajahnya semakin terlihat cantik.
“Yaudah, molor dulu di kosan ya, ntar jam 5 aku pulang,” Ajakku kepada Sela.
“Boleh? Ntar ada cewek tiba-tiba masuk kan berabe.”
“Hahaha.. bawel ah,” Tutupku.
Kuantar Sela ke kosanku untuk beristirahat. Kusampaikan beberapa hal untuk membantunya kalau mau nonton TV atau mengakses internet. Sela hanya manggut-manggut saja mendengarkan petuahku, lalu dia hempaskan tubuh sintalnya ke bed yang masih berantakan.
“Berangkat dulu ya. Sampai ketemu ntar sore.” Kataku seraya memakai kaos kakiku kembali.
“Udah gitu doang? Nggak ada cipika cipiki gitu? Ya ya ya, cukup tahu,” Jawab Sela sambil memalingkan tubuhnya membelakangiku.
Aku kembali tertawa melihat tingkah manjanya yang kekanak-kanakan. Serta merta kutindih badannya sambil kutatap matanya yang memancarkan kelelahan dan kantuk. Sela tampak terkejut seketika melihat responku, tapi dia tak memberontak.
Kukecup keningnya perlahan, Sela memejamakan matanya. “Aku berangkat dulu sayang,”
“Uuuuh.. Bisa juga romantis ya,” Jawab Sela manja.
Aku beranjak mengangkat tubuhku dan meninggalkan kosan untuk kembali bekerja. Udah lama banget pekerjaanku kutinggalkan.
[Evening]
Sore harinya kusempatkan untuk mampir membeli roti bakar cokelat keju untuk kubawa pulang ke kosan. Masih terlalu sore untuk makan malam, tapi perut juga berangsur lapar jika dibiarkan tanpa asupan. Kulihat rambut Sela masih basah saat aku masuk kamar. Sepertinya dia puaskan mandi sore ini dan menyisakan wajah yang benar-benar segar. Aku? masih kucel.
Sela hanya mengenakan tank top yang dominan putih dengan sedikit tulisan di garis atas tank topnya. Dia masih bercelana pendek ketat sambil sibuk membetulkan riasan alisnya dan sesekali menyeka rambut.
“Uluuh, nyambut aku pulang udah cakep, roti bakar mau?” Kataku sambil memeluk tubuhnya dengan longgar.
“Nggak mauk, mauknya kamu,” Jawab Sela dengan gaya manjanya.
“Bau kringet tetep mau?” Tanyaku bercanda.
“Mandi dulu sono ih, jorok ih bau ketek kok peluk-peluk,” Jawab Sela, kali ini dia umbar tawanya yang renyah.
Petang ini kami habiskan waktu menonton film jadul “I Know What You Did Last Summer” dengan streaming ria di TV. Aku betah dengan posisi duduk di bed dan kupeluk dia dari belakang, sedangkan kakiku menjepit badan Sela yang sintal. Sela sendiri hanya menekuk lututnya sambil nyemil kudapan yang sepertinya dia beli saat kutinggal kerja tadi.
Sesekali saling kami lontarkan obrolan-obrolan mesra yang cenderung menjurus sambil nonton.
“Aku sama tuh cewek seksian siapa?” tanya Sela sambil menunjuk salah satu tokoh utama yang ada di film.
“Hah? random amat nanyanya?” Aku balik bertanya.
“Jawab doang ih, apa susahnya!” Kata Sela ketus.
Sudah jelas, sangat jelas, ini pertanyaan jebakan ala-ala yang dijawab bisa salah, enggak dijawab lebih salah. Hahaha.
Aku nggak langsung menjawab, hanya kucondongkan kepalaku ke pundaknya sementara dadaku dan punggungnya masih menempel. Kukecup lehernya yang putih mulus dengan mesra.
“Masih nanya?” Tanyaku tak kalah manja.
Sela menoleh, tersenyum dan menempelkan pipinya ke wajahku. Kukira dia akan membalas kata-kataku dengan gaya manjanya, tapi ternyata….
“Aku laper,” Kata Sela sambil ngakak.
Tapi kami sudah terlanjur mager dan pewe di posisi kami sekarang. Akhirnya yah, pesan antar makanan dari resto yang dipilih Sela.
Sembari makan, aku juga dihidangkan keseksian tubuh Sela yang ada di hadapanku. Payudaranya seakan mau meloncat keluar dari hadangan tank top yang dia kenakan. Kakinya yang putih mulus hanya bertutup celana pendek terlihat sangat menggoda, sangat mengundang untuk dijilatin. hahaha. Sela memang benar-benar lapar sepertinya, padahal tadi udah makan roti bakar beberapa biji. Jangan-jangan dia masih remaja, masih masa pertumbuhan? hahaha.
Aku merokok di dalam kamar setelah selesai makan. Sempat kutawarkan Sela untuk merokok, walaupun dalam hati kuharap dia menolak.
“Nggak deh, lagi nggak pengen ngerokok, kan udah jarang ngisep juga,” Kata Sela menolak.
“Hah, ngisep?”
“Nggak usah mulai deh,” Sela tertawa.
“Hahaa.. yang mancing kan kamu, ngisep apaan tuh.” Tanyaku retorik.
Secara tiba-tiba Sela menubruk badanku yang kusandarkan pada dinding kamar, lalu melendot manja di lengan kiriku.
“Sayang…..” Kata Sela.
“Ya?”
“Katanya jalan-jalan?” Tanya Sela.
Oh iya, tadi siang kujanjikan berjalan-jalan. Hahaha. Aku malah lupa.
“Yaudah ayok, pengen kemana? Ma******? Tanyaku.
Sela menggeleng perlahan. “Nggak mau,”
“Trus?”
“Nggak mau kemana-mana, mau nemplok aja,” Kata Sela sambil mendongakkan wajah ayunya.
“Lah, ngapain ngingetin td? Haha,”
“Tadinya mau, tapi sekarang enggaaaak,” Jawab Sela sangat manja kudengar.
Serta merta kuletakkan rokokku, kupegang dagu Sela dengan tangan kananku. Kutarik perlahan ke arah bibirku.
Sela memejamkan kedua matanya yang indah, bersiap untuk menerima pagutan bibirku. Sangat perlahan kumajukan bibirku ke arah bibir merah mudanya. Sangat lambat hingga kurasakan dimensi sekitarku turut melambat.
Bibirnya teramat lembut kupagut. Kukulum perlahan dengan kering bibir atas dan bawahnya. Sela tak bergeming, hanya sesekali membalas pagutanku dengan tak kalah lembut. Profesional dalam berciuman kurasa.
Cukup lama bibir kami beradu dan bertukar kelembutan. Kumodifikasi dengan menjulurkan lidahku untuk menjilat bibirnya. Sela terhenyak untuk sesaat, dia tetap tidak melawan, tapi bisa kurasakan dia tersenyum sesaat.
Tiba-tiba kulepaskan ciumanku. Dan tak kalah tiba-tiba juga Sela membuka matanya. Seakan bertanya-tanya ‘ada apa?’.
Aku beranjak berdiri, kuulurkan tanganku untuk membimbing Sela berdiri. Kutuntun kedua tangan Sela ke arah bed. Kudorong sambil kutopang tubuh Sela dengan sangat perlahan ke permukaan bed yang tadi sudah diberesi Sela. Sela menggigit bibir bawahnya dengan nakal, senyumnya yang tak kalah nakal juga terkembang.
Kutindih tubuh Sela dengan sangat perlahan dan lembut agar dia tak merasa sakit atau berat. Aku menopang tubuhku sendiri dengan siku kiri, sementara jari tangan kananku kugunakan untuk mengusap ujung hidung Sela, bergerak ke bawah melewati bibirnya yang merekah hingga ke lehernya yang jenjang. Sela mendongak perlahan saat jariku mengusap lehernya.
Kembali kutempelkan bibirku ke bibir Sela. Sela langsung bereaksi dengan menyambut ciumanku. Bibirnya kini aktif beradu dengan bibirku sendiri. Lidahku mulai aktif kembali menjelajahi bibir dan permukaan rongga mulutnya. Sela mulai terengah-engah, tak kuasa menata nafasnya saat lidahku dengan nakal menyusuri bibir dan mulutnya.
Kedua tangan sela mengapit sisi-sisi pipiku, sesekali kumiringkan kepalaku untuk membuat variasi french kiss. Setelah beberapa saat berciuman dalam posisi ini, kutopang kepala Sela untuk duduk. Aku bersandar ke dinding di tepian bed, duduk berselonjor, sementara Sela duduk di pahaku dan kami berhadapan. French kiss yang tertunda karena berganti posisi ini kembali berlanjut.
Satu hal yang berbeda adalah, ludah Sela semakin banyak kurasakan. Sesekali kusedot bibirnya hingga Sela memukul pelan dadaku karena terkejut. Bibirnya kini sangat basah berlumur paduan ludahku dan miliknya. Suara yang muncul dari ciuman kami sangatlah menggoda bagi siapapun yang mendengar.
Suara kecupan basah dan jilatan yang sesekali diiringi lenguhan Sela menjadi suara yang mendominasi kamar tertutup ini. Aku baru sadar, wajahnya memang benar-benar bersih dan putih. Kurasa hasil perawatan rutin. Jangankan jerawat, debu pun kurasa akan terpeleset di wajahnya.
Aku beranjak dari bibir ke pipinya, sesekali kugigit mesra pipinya yang agak cabi. Sela melingkarkan tangannya ke kepalaku. Bergerak ke samping, kumiringkan kepalaku ke salah satu sisi. Kusibakkan rambut panjang Sela yang menutupi telinganya. Coba kujangkau telinga kirinya yang seolah meminta untuk dijilat juga.
Sela melenguh tertahan saat jilatanku menyeka permukaan daun telinganya. Sesekali lidahku menyentuh anting kecilnya yang menempel di telinganya. Kini telinganya tak kalah basah dengan bibirnya. Aku yakin benar, suara kecipak ludah sangat jelas didengar Sela. Tak lama kujilati telinga Sela, dia sudah tak tahan dengan geli yang dia rasakan. Dia sedikit tarik kepalanya untuk menjauh dan menolak dijilati telinganya lebih lama.
Berbalik peran, Sela yang dengan nakal menjilati telingaku sekarang. Dia sudah mengumpulkan niat untuk membalas dendam. Kurasakan geli yang teramat sangat saat lidah Sela menari-nari di permukaan daun telingaku. Bak menjilati permukaan es krim kesukaannya, Sela dengan bernafsu terus mengulum dan menjilati telingaku. Bisa kudengar dengan jelas nafasnya mulai memburu saat berkali-kali mengulum telingaku.
Tanganku yang menganggur mulai kuarahkan ke punggungnya. Punggung atasnya yang terbuka mulai kuusap perlahan seirama dengan rasa geli yang kurasakan. Kuusap masuk ke balik tanktop bagian belakang tubuhnya. Bagian belakang dan tali BH Sela sesekali tersentuh oleh tanganku. Tak tahan dengan geli yang kurasakan, kutarik badan Sela sedikit menjauh agar dia lepaskan kulumannya.
Sela tersenyum nakal persis di hadapanku, sedangkan posisiku masih memangku tubuhnya.
“Geli tauuuuk…” Kata Sela nakal.
“Tapi enak?”
“Iiiiiih…,”
“Kenapa?”
“Tauk, bodo..,” Sela mengacak-acak rambutku.
Jika suhu-suhu bertanya-tanya, kenapa semesra ini, apakah aku pernah nembak Sela? Tidak juga. Menyatakan cinta? Nggak pernah. Meminta dia untuk jadi pacarku? Tidak juga. Aku sudah berhenti nembak cewek sejak masa kuliah. Lebih baik mengalir saja daripada melewati tahapan proklamasi-deklarasi cinta yang ribet. Mau ya ayo deket, nggak mau ya nggak usah lanjut dekat, temen biasa. Nggak ribet dan nggak banyak drama tidak penting. Ya kurang lebih seperti Sela ini, ngobrol nyambung ya lanjut, nggak nyambung ya stop. Kalau sama-sama nyaman, mau lanjut ya oke, enggak juga oke.
Malah ngelantur, lanjut adengan di dalam kamar.
“Kamu tu baper nggak sih selama ini?” Tanya Sela tanpa coba menggeser posisi duduknya. Matanya beradu langsung dengan tatapanku.
“Kenapa emang?” Tanyaku. Terkesan acuh tak acuh memang, tapi aku memang nggak tau juga mau ngomong apa. haha.
“ih, kamu tu.. cuma awal doang ya pake perhatian, dulu sok-sokan nyamperin aku di cafe, ngajak ngobrol, bikin aku meleleh kalo telponan, sekarang malah bikin jengkel aku mulu,” Sela kembali mengacak-acak rambutku yang kuyakin sekarang sudah tak berbentuk lagi.
“Aku tahu kok selama ini kamu baper, tapi aku nggak mau sok-sokan ngasih harapan, kita kan nggak bisa ketemu tiap hari toh?” Tanyaku balik.
“Kamu nggak baper! orang kamu nggak nyamperin aku kan? malah aku yang ke sini, usahamu mana? Tanya Sela ketus.
“Loh, barusan juga ciuman, udah marah lagi. hahaha,” Aku tertawa sejenak.
“Kamu nggak kangen kan?” Mata Sela kini mulai berkaca-kaca. “atau kamu punya pacar di sini?”
“Hah?? Kita udah di kamar berdua, kita ciuman, pelukan, trus kamu baru sekarang nanya aku punya pacar apa nggak?hahaha.. ngaco,” Tak bisa kutahan tawaku kali ini.
“Abisnya, kamu nggak jelas banget jadi cowok. Jadi emang punya pacar? putusin! putusin sekarang juga!” Nada Sela meninggi, tapi masih bisa kutangkap kalau dia mencoba mencegah air matanya mengalir.
“Siapa yang mau diputusin? Aku nggak punya pacar, nggak ada siapa-siapa, nggak usah sensi deh La,” Jawabku panjang.
“Beneran ya? trus aku kamu anggap apa?” Tanya Sela lagi.
Gawat! hahaha. Ini pertanyaan yang selalu susah dijawab, lah mau dijawab apa? Pacar? kita sendiri nggak pernah mendeklarasikan hubungan.
“Nggak tau juga. Kamu Selaku, aku Yonamu. Udah cukup kan?” Tanyaku sambil memegang kedua belah pipi Sela.
“Nggak.. nggak cukup. Aku tau kamu pasti punya pacar di sini,” Sela beranjak turun dari pangkuanku. Meringkuk menyamping di bed memeluk guling membelakangiku.
Seharusnya langsung kupeluk dia untuk menenangkan emosinya yang labil. Tapi, kulihat sejenak, pantatnya melengkung indah membusungkan bongkahan yang bulat dan teramat seksi. Hahahaa. Dasar ya, cowok emang nggak bisa dikit aja dikasih yang bulat-bulat.
Coba kutepis niatku untuk meremas pantatnya. hahaha. Ini bukan saat yang tepat. Aku merebahkan diri di belakang Sela. Kujulurkan tangan kiriku menyusur pinggang menuju perutnya yang tertutup helai tank top. Kutinggikan bantalku untuk menjangkau sisi kepalanya. Kupeluk erat tubuh Sela. Tubuh kami kembali menempel erat di atas bed.
Kudengar suara Sela sedikit tercekik, semakin menahan tangisnya. Cewek memang selalu jadi cewek. Tetap ada sisi feminim yang menonjol di dalam dirinya. Semakin erat pelukanku ke tubuh Sela.
“Kamu istirahat aja ya. Kamu masih capek, jadi mikir macem-macem. Udah ya, nggak ada cewek lain, pacar atau apapun itu. Kamu nggak usah mikir macem-macem lagi. Tidurlah, aku di sini,”Kubisikkan di telinganya.
Sela beringsut memutar badannya, sekarang kami kembali berhadapan dalam posisi berbaring miring. Sela tak menjawab apa-apa. Dia cuma ngusel ke dadaku, mengulurkan tangannya memeluk tubuhku. Entah berapa lama kami habiskan waktu mengobrol lirih dalam posisi ini. Waktu semakin malam, Sela tertidur dalam pelukanku, dan malam mulai merayap gelap menuju fajar.
Sekali lagi, ngentot dengan cepat tidak selalu terjadi di kehidupan, betul? hahaha. Jarang sekali aku bisa ML dengan cewek yang baru kukenal barang seminggu atau dua minggu. Kecuali BO loh ya. haha.
[Sun]
Pagi harinya, Sela bangun lebih dahulu. Bahkan dia sudah mandi saat aku masih kucek-kucek. haha. Aku duduk di tepian bed sambil ngumpulin nyawa.
“Eeeh.. pacar orang udah bangun,” Sela menggoda random.
“Yaelah,” Aku jawab ngasal, “Masih aja,”
Tapi pagi ini Sela sudah jauh lebih baik, lebih ceria.
Aku berdiri, masih agak ngantuk sebenarnya, masih terhuyung-huyung juga. Sela langsung menubruk tubuhku yang belum juga tegak. Dia peluk erat sementara aku masih coba mengumpulkan kesadaranku.
“Ayok cepetan mandi, aku laper,” Sela merajuk.
Buset, ini cewek demen amat makan ya.
Kami sarapan di salah satu warteg deket kosanku, aku nggak yakin ini bocah demen makan di warteg atau nggak, bodo amat lah, yang penting kenyang. haha. Kami tak langsung pulang, kubawa Sela menyusuri tepian kota, sekedar melihat-lihat seputar kota saja, kami mengobrol banyak sepanjang jalan.
Oh iya, ini hari sabtu, so aku nggak bekerja. Sabtu minggu bisa kugunakan untuk berduaan dengan Sela. Entah dia mau balik kapan.
“Eh pacar orang, ayok sekalian jalan-jalan aja..” Ujar Sela ngasal.
“Lah ini kan jalan-jalan?” Aku menjawab tak kalah ngasal.
“Ini naik mobil, maksudku jalan kaki looooh… pedestrian, katanya semalem mau ngajakin ke Ma*******?” Tanya Sela kemudian.
“Oh, boleh aja.. lah aku cuma gini, gak malu?” kulirik celana pendekku dan sandal jepit yang kukenakan.
“Ayok aah..” Kata Sela tak peduli.
Akhirnya kami habiskan pagi menuju siang berjalan-jalan di kawasan belanja di kota ini. Tak seramai sore atau malam hari memang, tapi apa boleh buat, Sela udah bawel terus. Daripada ntar malem tidur dikasih punggung, ye kan. hahaha.
Kami sekedar jalan-jalan, Sela beli pernak pernik aksesoris, makan eskrim, foto-foto tidak lupa.
(ilustrasi 3)
Skip. Skip. Siang aku banyakan molor.
Hari menjelang sore saat hujan mulai turun. Tak terlalu deras, tapi menambah syahdu suasana sore ini. Dan bikin mager untuk mandi juga tentu. Sela masih berbaring di dadaku, sementara kami cuma menyibukkan diri nonton TV dengan acara yang sebenarnya juga tak kami perhatikan. Mataku lebih fokus melihat belahan payudara Sela yang tampak jelas dilihat dari atas. Sela sama sekali tak berniat membetulkan letak tank topnya. Benar-benar sebuah keuntungan, punya partner cewek yang hobi pake tank top. haha. Ingin rasanya kuremas payudara indah ini, tapi aku tahu bakal berakhir dimana remasan-remasan itu. Dan aku sendiri masih belum 100% ngumpulin nyawa untuk ML sore ini. Tapi semua tak sesuai harapan, tiba-tiba saja…
“Mandi yuk..” Kata Sela memecah fokusku yang sedang mengagumi gunung kembarnya.
“Hah?” Aku cuma bengong menjawabnya.
“Bauk aseem, mandi ayok mandi.” Kata Sela sambil beranjak duduk. Baru kali ini dia betulkan tanktopnya.
“Aku atau kamu duluan?” Tanyaku simpel.
“Bareng aja,” Sela tersenyum nakal sambil tangannya meraih tanganku untuk membimbingku beranjak dari bed.
“Hah?” Bengong lagi sesaat.
Apakah kesempatan yang indah ini, sekaligus akan jadi pengalaman pertama, selain sama cewek bayar, mandi bareng akan kusiasiakan? Oh, tentu tidak.
Aku mendadak semangat untuk beranjak.
Sela masuk ke kamar mandi terlebih dahulu, diseretnya tanganku ke dalam kamar mandi. Padahal baru kulepaskan kaosku, celanaku masih setia menempel. Sedangkan dia, sama sekali tak dia tanggalkan pakaiannya. Water heater menyala dalam setelan sedang mengguyurkan air hangat kami berdua yang berpelukan di bawahnya.
Sela memelukku sangat erat, dia tempelkan wajahnya menyamping di pundakku. Lumayan tinggi juga ini cewek, setidaknya tinggi kami nyaris sama. Tentu saja payudara sintalnya menempel penuh tanpa pencegahan.
Kukira mandi sore ini akan berlangsung penuh nafsu sejak menit pertama mandi, tapi ternyata.. Sela terisak sejenak, suaranya beradu dengan guyuran air hangat yang menyiram tubuh kami berdua.
“Aku nggak mau kemana-mana.”Kata Sela seketika.
“Emang kamu mau kemana?” Tanyaku bloon.
“iiih.. bukan gitu, aku pengen di sini terus sama kamu,”
“ooooh..,”
“oh doang?”
“trus gimana dong?”
“jawab kek, gimana gitu,”
“yaudah yaudah… kamu mau di XVXVX (kota ini) terus, nggak mau pulang?” tanyaku.
“Enggak,”
“Ntar dicariin papamu,”
“Enggak lah, emang aku anak SD,” Jawab Sela tanpa melonggarkan pelukannya sedikitpun.
“Kerjaan kamu gimana?” tanyaku lagi.
“Kan ada karyawan, emang aku kerja sendiri?! ih, kamu tuh.. bukannya seneng, kok malah nyuruh aku pulang sih!” kata Sela.
“Enggak lah, aku seneng kamu di sini,” Kataku singkat.
“Eh, beneran? Ciyusan?” Kali ini Sela melepaskan pelukannya, kali ini tatap mata kami bertemu, mata sela masih kemerahan, entah karena menangis atau karena terkena air dari shower.
“Iya beneran, serius!” Kataku kemudian.
“Nah gitu kek, bikin aku seneng, nggak bikin bete mulu,” jawab Sela tersenyum
“Bete tapi kangen kaaan?” tanyaku menggoda.
[Hug]
Sela kembali memelukku begitu eratnya, “Kita cuma ketemu dua kali, itupun bentar-bentar banget, cuma telponan, VC, tapi aku beneran kangen kamu, entah kenapa.” Ujar Sela.
“Berarti jatuh cinta walaupun hanya lewat tatap maya tuh bener adanya yah?” tanyaku retorik.
“Tapi kamu nggak pernah bilang sayang, nggak pernah bilang cinta, kangen, bilang kalo baper aja nggak pernah, ya kan?” tanya Sela.
“Ada hati yang harus kujaga, hahaha,” Jawabku ngasal.
“iiiiih… tuh kan, bikin bete lagi,” Jawab Sela sambil mendorongku perlahan, pelukan kami lepas.
Serta merta kutempelkan tanganku di dadanya, sedikit menyentuh lingkar luar payudaranya yang makin tercetak jelas dibalut tanktopnya yang telah basah kuyup.
“Iya, hati yang kujaga itu punyamu….. sayang,” Jawabku perlahan, sangat perlahan.
Sela seketika tersenyum lebar, tak berkata apa-apa lagi dan kami kembali berpelukan. Ini mandi bareng atau cuma pelukan di bawah shower sih sebenernya. haha.
Kudorong perlahan kepala Sela, wajah kami berhadapan kini. Langsung kusosor saja bibir Sela yang nampak sangat siap untuk berciuman. Sela seketika merespon pagutanku dengan beringas. Dia mengambil alih kontrol ciuman kami, lidahnya mulai memburu mulut dan bibirku. Kini tak hanya ludah, kurasakan air hangat juga menyelimuti ciuman kami. Ciuman yang sangat hangat dan intim.
Sangat perlahan, kurasakan tangan sela mulai merayap dari punggungku, turun ke pantatku, dan maju menuju penisku yang sedari tadi sudah mulai menegang. Tangannya menggenggam batang penisku yang mengeras lalu mulai meremasnya dengan hangat sementara ciuman kami masih tetap berlanjut.
Tanganku yang menganggur tak kubiarkan tanpa kerja. Tangaku yang tadinya menggenggam pipi Sela mulai merayap turun menuju leher dan perlahan kuremas dengan mesra. Sela sempat melenguh pelan karena aksi yang kulancarkan. Tak berhenti di leher, kuturunkan tanganku untuk melonggarkan tali tanktopnya yang melingkari pundak. Kini tali tanktopnya sudah menjulur di lengannya.
Tanganku kembali bergerilya menuju dadanya yang montok dan basah kuyup. Seketika kuremas kedua bongkahan payudaranya berbarengan. Sela merespon remasanku dengan meremas penisku semakin keras. Tangannya beringas mencari batas atas celanaku dan perlahan merogoh ke dalamnya. Tangannya terasa hangat saat menyentuh batang penisku.
“mmmhhh…” Sela hanya mendesah perlahan saat remasanku semakin bervariasi dengan menjangkau putingnya dari luar tanktop, perlahan tapi pasti nafasnya mulai memburu “ahhhh…mmmhh.. eeemmhhhh,”
Tak ada sisi manja yang Sela perlihatkan kali ini. Dia benar-benar agresif untuk memulai pertempuran basah sore ini. Aku mulai merasa kegelian saat sentuhan Sela ke penisku semakin bervariasi. Terkadang dia gosok-gosokkan telapak tangannya secara perlahan, sesekali dia usap ujung penisku dengan salah satu jarinya, dia padukan pula dengan remasan-remasan nakal ke buah zakarku.
Tanpa sadar aku pun ikut melenguh pelan,”Uuuh…,”
“Enak sayang,” Tanya Sela merajuk tanpa mengurangi agresivitasnya di area selangkanganku.
“Udah cantik, pinter pula,” Jawabku singkat.
“Ooh.. jadi harus kurangsang dulu biar kamu perhatian?” Tanya Sela menggoda, wajahnya kini semakin tampak nakal dengan rambut yang kuyup di atasnya.
Sela mulai menurunkan badannya, dia berjongkok di depanku. Mau tak mau remasanku ke payudaranya turut lepas. Dia pelorotkan pertahanan terakhir yang menutupi penisku. Si jagoan kecil yang sudah sangat tegang sedari tadi langsung tampak mengacung dengan gagahnya. Sela tak berkata apa-apa lagi, dia sibakkan rambut yang menutupi dahi dan telinganya dan mulai meraih penisku dengan tangan kanannya.
Mulut Sela dengan cepat maju menghampiri penisku.
“Ahhhhhh,” ujarku sesaat setelah penisku mulai masuk ke mulutnya.
Kurasakan hangat yang merangsang saat penisku dia kulum dengan lembut. Sela memaju mundurkan kepalanya dan sama sekali tak membiarkan satu sentipun dari penisku luput dari kuluman dan guyuran ludahnya. Mulai muncul suara kecipak saat berkali-kali dia lepaskan kuluman penisku. Tangan Sela sangat aktif menggerayangi buah zakarku sembari jilatannya menyapu seluruh bagian batang jagoanku.
“Enakk…hmmpphh, junior sayang, kamu enakk…” Sela berkata di sela-sela kulumannya. Seharusnya aku yang bilang begitu. haha.
Rasa geli bercampur nikmat menjalar ke seluruh tubuhku, entah berapa kali rasanya kakiku hendak bergetar kala mulut Sela menjelajah seluruh bagian kepala penisku tanpa ampun. Dia jilat kepala penisku memutar dengan lidahnya yang terasa sangat ahli melakukan tugasnya.
Entah berapa menit kami habiskan dalam posisi ini, Sela berjongkok mengangkang sementara aku berdiri sembari memegangi kepala Sela seraya sesekali meremas rambutnya. Kenikmatan yang luar biasa.
Sela sempat sedikit tersedak saat dia paksakan untuk mengulum penisku begitu dalam ke mulutnya. Segera kutarik kepalanya dan kupapah badannya untuk segera berdiri.
“Mulutmu aja enak banget, apalagi… ehem,” Ujarku sambil mengusap bibir Sela yang belepotan ludah bercampur air hangat. Sela tersenyum nakal. Sangat nakal.
Kukecilkan semburan air dari shower lalu ganti aku yang berjongkok di hadapan Sela. Perlahan kupelorotkan celana pendek ketat yang dia pakai. Tampaklah vagina indah berhiaskan rambut-rambut tipis di sekitarnya. Tanganku mulai menggerayangi betis dan perlahan mulai naik ke pahanya yang montok padat berisi. Sesekali kuremas pahanya sebelum mulutku mulai mendekat ke vaginanya.
Kulirik ke atas, Sela sudah mulai menggigit bibir bawahnya, padahal aku belum mulai melancarkan aksiku ke bagian vitalnya. Perlahan semakin kumajukan mulutku ke vaginanya. Hmm, mulai tercium aroma wangi dari selangkangannya. Padahal dia baru bangun tidur sebelum masuk kamar mandi tadi. Benar-benar cewek yang bisa menjaga diri. haha.
Kuciumi vaginanya yang merekah indah dan seakan mengundang bibirku untuk segera menjangkaunya. Ciumanku melebar sampai ke pangkal pahanya yang putih mulus dan hangat. Berkali-kali Sela coba menarik kepalaku dengan cara menjambak rambut belakangku, tapi usahanya hanya terasa sebagai respon spontan karena dia mulai kegelian.
Tanganku menyapu bagian belakang tubuhnya. Kuremas perlahan pantatnya yang membusung aduhai. Sesekali kusapukan tanganku ke celah di antara dua bongkah pantat Sela, dan setiap itu pula tangan Sela coba menghalau tanganku menjauh dari bagian itu. Tak sabar ingin kujilati vaginanya. Baru sebentar kusapukan lidahku di permukaan vaginanya, Sela sudah menarik kepalaku dengan keras.
“Geli sayang, banget!” kata Sela sambil meringis tipis.
“Duduk aja yah..” Ajakku sambil menuntun Sela ke arah kloset yang tertutup. Kududukkan Sela dan kembali kubuka kedua kakinya.
Posisi ini jauh lebih nyaman bagi Sela daripada harus menerima serangan dalam posisi berdiri. Tangan kanan Sela masih memegangi bagian belakang kepalaku. Sementara tangan kirinya sibuk dengan gerakan random mulai dari mengacak-acak rambutnya sendiri, sesekali menggigiti jari, hingga meremas payudaranya sendiri. Jilatanku semakin beringas, tak sedikitpun celah kusisakan tanpa sapuan lidahku. Sela mulai menjerit tertahan
“aaaahhhh.. sayaangggg.. hhhmmmmmhhh.. mmhhh aaahhh,” Jerit Sela terpatah-patah.
Sedikit demi sedikit kurenggangkan vagina Sela dengan dua jariku. Lidahku mulai masuk lebih dalam ke bagian permukaan dalam. “Sayyy..geelii, aaahh.. udah, geliiii.. banget, udaah..” Sela kembali meracau tak jelas. Tapi tak ada perlawanan berarti untuk menyudahi aksiku.
Tak sedikitpun kukendurkan jilatanku ke vaginanya.Sesekali kuvariasikan dengan aksi menyedot kulit vaginanya, “slllruuupppp… slllruuppp,”
Reaksi Sela semakin menggila, salah satu kakinya mulai naik turun ke pundakku. Remasan tangannya semakin keras terasa di rambutku. Dia mulai semakin panas.
Kini satu jariku tangan kananku mulai mengusap-usap vaginanya, aku tak mau memaksakan diri melihat reaksi Sela yang sudah semakin liar. Perlahan, sangat perlahan kumasukkan jariku ke vaginanya. Tubuh Sela mulai menegang seraya jariku mulai masuk semakin dalam. Aku beranjak dalam posisi berdiri membungkuk menghadap Sela. Tangan kiriku yang free job mulai menggerayangi payudara kanannya. Sela tak mencoba mencegah. Tangannya sibuk menopang tubuhnya sendiri agar tidak jatuh dari sisi kloset.
Kuremas-remas mesra payudara kanannya. Dan mulai kurogoh payudaranya dari bagian bawah tank top yang dia pakai. Aku sudah menjangkau bagian bawah payudaranya saat Sela menggenggam tanganku dari luar bajunya. Dia meremas tanganku saat jariku di vaginanya mulai kugerakkan keluar masuk dengan perlahan.
“Ahhh.. mas, sayaaaang, saayang, Yona.. hmmmpphh.. saay, mmmphhh,” Sela tak kuasa menahan desahannya seraya berkali-kali mendongakkan kepalanya naik turun.
Kulepaskan jariku dari jepitan vaginanya yang mengeras. Coba kubuka tanktop yang dia pakai sekaligus BH tipis di dalamnya. Sela mengangkat kedua tangannya untuk memudahkan adegan melepas busana terakhir yang dia pakai.Kulemparkan bajunya ke lantai kamar mandi begitu saja.
Kutatap payudara indahnya yang kini sudah tak berhalang sehelaipun benang. Dadanya yang membusung indah mengundang lidahku untuk menyapunya. Tak kusiasiakan barang sedetikpun membiarkan payudaranya tanpa diberi aksi. Jari tangan kananku kembali keluar masuk di vaginanya yang terasa semakin hangat. Semantara mulut dan lidahku sibuk menjilati puting Sela yang kemerahan.
“Aaahhhhhmm.. enak bangeett, terus saayyyaa..hmm enakkk, enakkk banget,” Sela meracau tak karuan. Jika bukan di kamar mandi, kurasa kamar sebelah bakal mendengar ini. haha.
Aku mengulum puting Sela dengan beringas, sesekali kutarik putingnya dengan jepitan bibirku dan kugigit-gigit lembut permukaan putingnya. Karena sulit menjangkau payudaranta kirinya, saat ini hanya sebelah kiri yang kugarap tuntas. Tidak ada permukaan payudara kanannya yang luput dari guyuran ludahku.
Beberapa saat kemudian tubuh Sela kembali menegang. Badannya condong maju dengan kaki yang coba menjangkau lantai dengan berjinjit ditopang jari. Semakin semangat kugerakkan jariku keluar masuk sambil kuobok-obok bagian dinding vaginanya. Sela semakin liar bergerak, tubuhnya bergetar hebat sambil dia keluarkan jeritan tertahan.
“aku nyampe maaaaas .. saayaangg, aaah aaah aaah aahaah,” Sela menjerit.
Butuh beberapa detik untuk Sela menyelesaikan klimaksnya sementara jariku bak semakin terjepit dinding vaginanya yang hangat dan lembut.
Sela ambruk bersandar di dinding kloset, lemas dan nyaris tak berdaya. Nafasnya masih terengah-engah sementara aku coba untuk mengusap lembut kepalanya sambil kuciumi bibirnya perlahan.
“Aku hmmm.. enak bangat sayang.. kamu kok …hmm enak,” Kata Sela lemah.
Aku tak menjawab tapi beranjak mematikan shower yang masih memuntahkan air hangat itu. Kuraih handuk yang tergantung di dinding kamar mandi. Kuusapkan lembut ke kepala dan wajah Sela untuk mengeringkan air hangat yang masih menempel. Setelah aku juga melakukan hal serupa, kutuntun Sela keluar kamar mandi.
“Loh, udahan? kan belom mandi sayang,” Kata Sela. Dia mulai mampu menguasai tempo nafasnya dan sisa-sisa desahannya.
“Dingin juga kalo lama-lama kan,” Jawabku lirih.
Tubuh Sela yang tak tertutup apapun dia hempaskan ke bed, nafasnya sudah teratur kini. Aku yang belum klimaks ini mulai menindih tubuh Sela. Kukulum bibirnya dengan lembut. Dapat kurasakan nafasnya yang hangat menerpa kulit wajahku
Telanjang bulat di bawah AC setelah kena air rupanya bikin menggigil juga. haha. Kutarik selimut menutupi kami berdua masih dengan posisi menindih Sela. Bibir kami kembali beradu dengan hangat dan intim. Tapi bukan ini yang aku cari di atas bed. Kusibakkan selimut yang menutupi punggungku. Kuraih remote TV yang tergelatak di tepi bed, kukeraskan volume TV yang sedang memutar sebuah channel, entah acara apa.
Kembali mendekat ke tubuh Sela yang tidur terlentang. Perlahan kuusap kepala dan batang penisku. Kuarahkan ke vaginanya yang baru saja merasakan klimaks hebatnya. Sela mulai kembali meringis tipis saat kepala penisku mengusap permukaan vaginanya.
“Udah nggak lemes kan?” kusempatkan bertanya ke Sela.
Sela tak menjawab, hanya dia gigit bibir bawahnya menggodaku.
Penisku meluncur masuk ke vaginanya dengan sangat perlahan. Kembali kurasakan hangat yang menjalar di batang penisku. Tangan Sela mulai aktif meremas seprei di samping kanan kiri tubuhnya. Kakinya yang mengangkang dengan lutut ditekuk sesekali menjepit badanku. Kujulurkan tubuhku ke atas dan menjilati puting payudara kiri Sela yang sedari tadi belum sempat kujamah.
Desahan Sela kembali muncul bergema di ruangan kamar yang tertutup rapat ini. Desahannya yang tak beraturan bersaing dengan volume TV yang cukup tinggi. Penisku masih kubiarkan menancap di vaginanya, belum kunaik turunkan penisku. Aku masih sibuk meremas dan menggenggam payudara Sela yang sangat kenyal dan teramat indah. Bulatan sempurna yang sangat sesuai berpadu dengan bagian tubuh lainnya yang tak kalah mengumbar keseksian tersendiri.
Dia tak kuasa menahan geli dan gelisah yang membuat badannya sesekali coba memberontak tapi ditahannya sendiri. Alhasil yang kurasakan adalah getaran-getaran kecil dari tubuhnya saat payudaranya kutindih dengan bibirku berulang kali. Mulai kutarik perlahan penis yang menancap di vaginanya. Sangat perlahan hingga kurasa Sela sendiri pun tak sabar untuk segera digenjot.
Tempo penetrasi yang kumainkan masih lambat, aku masih ingin berlama-lama merasakan vaginanya yang berulangkali bak menjepit mesra penisku. Rambut Sela yang masih agak basah semakin tak beraturan kala berkali-kali diacak-acak oleh tangannya sendiri. Salting mode ngentot. Kutancapkan penisku begitu dalam, dada Sela sedikit mengangkat saat merasakan kenikmatan dari selangkangannya. Hal ini memudahkanku untuk semakin menjelajahi setiap senti dadanya dengan lidah, mulut dan gigiku. Sesekali kugigit-gigit lembut kedua putingnya yang semakin mengeras.
Kuangkat badanku sendiri, kini aku menekuk lututku untuk mengimbangi posisi vagina Sela yang nyaris sejajar dengan permukaan bed. Kupegangi kedua lutut Sela untuk kujadikan pegangan dan mempercepat tempo pompaan penisku. Sela semakin kelojotan dibuatnya, tangannya kembali sibuk antara meremas seprei, mengusap-usap bagian atas vaginanya dan sesekali meremas rambutnya sendiri.
“Sayaang.. terussshhh, yang kenceeeng.. aaahhh, iya gituuu.. ahhhh teruss sayang..enakkk bangettt,” Sela meracau sekenanya.
Kulihat wajahnya yang sudah dipenuhi nafsu membara semakin terlihat cantik. Badannya menggelinjang gelisah menerima penetrasiku yang cepat hingga menimbulkan suara ‘plak.. plak.. plak.’
Aku merasakan vaginanya yang basah masih setia dengan rutinitas menjepit penisku.
Tiba-tiba kucabut penisku dan Sela memekik tertahan, “aaahhhkkkkk…,”
Badannya sedikit gemetar hingga beberapa detik. Kaki Sela jaut selonjor menyisakan sedikit getaran di lututnya.
“Ahhkk… aku atas ya sayang..,” Kata Sela dengan diselingi desahan lirih.
Aku mengangguk perlahan dan kutopang kepalanya agar dia segera duduk. Sekarang aku yang berganti tidur terlentang dengan Sela masih coba untuk menyibakkan rambutnya sendiri yang menutupi sebagian sisi wajahnya yang jelita.
Sela mulai naik di atas selangkanganku. Dia raih penisku dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya dia gunakan untuk menopang badannya dengan memegang pahaku.
‘blessshhhh,’ lirih suara penis yang menghujam masuk ke vagina Sela. Dia hanya sedikit meringis sembari mendongakkan kepalanya menikmati setiap detik rasa nyaman yang menjalar di tubuhnya.
Sela condongkan badannya ke arahku sementara penisku masih menancap tanpa dia coba untuk menggerakkan pantatnya naik turun. Mulut Sela menjangkau putingku, dia jilat kedua putingku dengan rakus. Berulangkali dia coba gigit kulit dadaku dengan agak keras. Balas dendam rupanya. haha.
Tanganku tak tinggal diam. Coba kuraba bagian bawah ketiaknya untuk mencapai payudaranya yang menggantung indah dari samping. Coba kuremas sebisaku. Berulangkali pula rambut Sela jatuh menutupi sisi wajah hingga harus dia sibakkan memutar di atas daun telinganya. Sebuah pemandangan simpel yang menggoda melihat cewek yang sedang dimabuk kenikmatan berulang kali membetulkan letak rambutnya.
Sela mulai berinisiatif menaikturunkan pantatnya yang seksi membulat itu. Suara ‘plak plak’ berpadu dengan dentuman pantatnya yang beradu dengan pangkal pahaku. Sela menyudahi jilatannya. Wajahnya kini dia majukan nyaris persis di atas wajahku sendiri. Sesekali mulutnya membuka untuk mendesah nikmat.
“Aahhhh.. bebbbiiiyy, sayang.. enakk bangett.. enakkk.. aahhhh..hmmm,” Sela bicara tak karuan sementara masih kupegangi payudaranya.
Gerakan Sela mulai cepat dengan tempo yang sebenarnya tidak stabil. Berulangkali dia usap permukaan vaginanya sendiri.
Sela nampak lelah terus membungkuk. Dia topang badannya dengan berpegangan pada dadaku untuk mulai tegak. Dalam posisi ini Sela lebih mudah untuk menaikturunkan pantatnya yang aku yakin pasti berat.
Tangan Sela mulai meremas rambutnya sendiri. Gerakannya mirip seperti cewek yang hendak mengikat rambut tapi kali ini dengan gerakan random.
Otomatis dadanya yang membusung turut bergoyang naik turun seirama dengan gerakan Sela. Payudaranya bergoyang bebas dan membuat pemandangan sore ini nikmat bercampur indah.Sela mulai berkeringat saat dia habiskan menit demi menit dalam posisi woman on top. Tiba-tiba badannya ambruk tanpa ditopang ke dadaku.
“Aahh.. enaakkk, enak bangett penismu biiyy.. aahhh..aahhhh,” Sela telungkupkan wajahnya di sampinga wajahku.
Segera coba kucabut penisku dan membiarkan Sela berbaring menelungkup. Kuambil posisi di bawah Sela untuk menjangkau vaginanya dari belakang tanpa kuangkat pantatnya. Biarkan dia berbaring tertelungkup, tak perlu ke doggy style, toh pantatnya yang membulat tetap bisa kunikmati tanpa kubuat dia nungging. Kucari-cari lubang vaginanya seraya sedikit kubuka celah kakinya.
‘Blllessssshhh..’ penisku kembali masuk dari belakang.
Kulihat Sela menggigiti seprei yang bisa dia raih dengan mulutnya.
Kedua tanganku sibuk menepuk dan meremas pantat Sela yang sesekali berubah memerah. Langsung kunaikkan tempo penetrasiku ke vaginanya.
Sela mendesah dan meracau tak terkontrol. Andai tak ada suara TV, aku yakin satu kelurahan juga denger semua nih. haha.
“aaaahkkkk…,”
“sayaaang.. aahh ahh ahhha ahhh aahhh hmm aahhhh,”
“Enak sayaaang.. yang kenceeeeng.. sayang Yonaku.. enaakkk,” Sela menjerit berkali-kali dengan nafas yang terengah engah.
Remasan dan gigitannya di seprei semakin keras dan random.
Payudaranya bergoyang naik turun dengan indahnya.
Kurasakan spermaku mulai menjalar.
Kubalikkan badan Sela sesaat setelah kucabut penisku dengan tiba-tiba.
“aaaahhkkkkk..” Sela menjerit.
Kulanjutkan missionaris yang tertunda. Kuangkat kaki kiri Sela hingga nyaris tertopang oleh pundak kananku. Semakin keras kupompa vaginanya yang sudah basah tak karuan, semakin keras pula jeritannya.
“Aaaahhhh…”
“Aaaahhhh aahh ahh ahhhhh aaahhh..”
Spermaku sudah hampir keluar.
Serta merta kucabut penisku dan aku beringsut menaiki badan Sela. Kukocok dengan cepat secepat penetrasiku ke vaginanya. Sela yang masih terengah-engah mencoba mencerna apa yang terjadi. Dia remas kedua belah pantatku dengan keras.
“aaahhhhhhhhh…” aku mendesah panjang saat kumuncratkan banyak spermaku ke dada Sela.
Sela yang rupanya ikut terkejut refleks menggerakkan tangannya untuk meremas payudaranya sendiri hingga keduanya saling berhimpit. Kulihat sekilas setitik spermaku mencapai dagunya.
Setelah aku menuntaskan klimaksku, aku beringsut turun dari badan Sela dan merebahkan diri di samping tubuh Sela yang tak berhalang. Jari tangan Sela terlihat mengusap sperma yang menempel di dan dia emut jemari tangannya dengan rakus.
Untuk sejenak kami tak saling berkata apa-apa. Ruangan ini dipenuhi nafas yang terengah-engah dari kami berdua.
Aku bangun dan duduk di bed menghadap Sela yang masih terlentang. “Really?” tanyaku lirih ke Sela.
“We did,” Jawab Sela masih dalam upaya mengontrol nafasnya.
“Are you okay?” tanyaku lagi.
“With you, i’ll be.. always,” Sela tersenyum melebarkan bibirnya yang seksi.
Kucium kening Sela dengan mesra. “Malam ini aku musti kerja, kamu mau ikut atau tidur aja,” tanyaku.
Sela tak menjawab, dia langsung terbangun dan tersenyum lebar, “aku mandi dulu yaah.. lengket nih,” Sambil dia usap dadanya yang penuh dengan sperma dan lagi-lagi dia jilat jemarinya dengan menggoda.
Aku hanya tertawa melihatnya,”Sono gih..,”
Sesaat kemudian terdengar suara air dari shower yang mengguyur tubuh Sela. Wait! Dia mandi nggak bawa handuk? haha.
15 menit, kurang lebih, Sela keluar kamar mandi dengan badan yang masih basah kuyup dan sesekali meneteskan air. “Lupaak..” Kata Sela terkekeh sambil menerima handuk yang kulemparkan kepadanya.
Jujur saja, melihat payudaranya yang menggembung dan dalam posisi basah itu mampu mengundang nafsuku kembali. Tapi, ada hal lain yang harus kulakukan malam ini. Sabtu malam aku harus ke hotel, weekend pasti rame di cafe hotel, dan aku harus ngisi live music di sana.
[back to reality 2]
Setelah aku menyelesaikan mandiku, kulihat Sela sudah selesai memakai baju. Sedang dia rias wajahnya dengan duduk menghadap cermin yang ada di meja. Aku tersenyum melihat tingkahnya. Kupeluk badannya dari belakang, kukecup sisi lehernya dengan mesra.
Sela tersenyum, terlihat dari pantulan di cermin. “Udah, sana ganti baju dulu sayang, udah jam berapa cobaak..” Kata Sela lembut.
Malam ini lain dari malam minggu sebelum-sebelumnya. Akan kuajak Sela ke tempat kerjaku.
Kuparkirkan mobil yang membawa kami berdua di basement hotel. Sela menggandeng mesra tangan kiriku sepanjang berjalan menuju 1st floor. Seperti biasa, dia menggunakan baju andalannya, tank top dengan paduan celana jeans ketat. Tapi kali ini dia pakai sepatu (atau sendal?) dengan sedikit heels yang membuat langkahnya terlihat anggun.
Aku langsung ke backstage menghampiri rekan bandku yang sudah berkumpul di sana.
“Asu, tumben telat,” Kata bassisku sesaat setelah kami ber-tos ria,”Woo.. lha pantes,” Dia lihat ke arah Sela sambil tertawa.
Aku hanya tertawa menanggapi ocehannya. Sekarang sudah lewat jam setengah delapan malam. Biasanya jam 7 tepat kami sudah selesai sound check, kali ini bahkan sound check saja belum mulai. haha.
Saat hendak memainkan lagu yang entah ke berapa, kusempatkan menyapa Sela dari panggung, dia duduk berdua dengan salah satu teman yang dibawa drumerku, cewek juga.
“This is my favourite song, mmm no, sorry, my bad.. this is our song, Sela.. this was the one I played when we met, when I saw you for the first time,” Kataku panjang sebelum kami mainkan ‘Almost Lover’ milik A Fine Frenzy.
Sela tersenyum manis di depan sana. Wajahnya yang cantik jelita tersapu cahay lampu. Kulihat sekilas matanya berbinar dan tak henti-hentinya dia tersenyum sepanjang lagu.
edit: ada yang nanya hubunganku dengan Sela paska cerita di atas.
Untuk beberapa hari, Sela masih berada di kotaku. Seminggu lebih, kerjaannya selama di kotaku? cemacem.. dia punya beberapa teman juga di kota ini.
Kami masih ‘pacaran’ untuk waktu yang lumayan lama, 1 tahun lebih sepertinya, kalau tak salah ingat. Hanya saat dengan Sela ini aku nggak ngentot sembarangan. haha.
Beberapa kali aku yang nyamperin dia di kotanya dan sebaliknya. Bisnisnya? dia punya beberapa counter HP di kotanya, sepertinya bisnis keluarga.