Kumpulan Cerita

Author:

Maaf para suhu semua
Ane newbie buat thread ni .
Maaf kalau cp tetangga sebelah

Aku lahir dari keluarga yang sederhana, di sebuah desa yang masih dipenuhi persawahaan dan semak belukar. Aku anak pertama dari duabersaudara, selisih usiaku dengan adikku kurang lebih sekitar tiga tahun. Kami tak punya rumah sendiri, sehari-hari kami hanya tinggal di gubuk kecil milik tetangga. Tapi saat ayah pergi ke kota besar untuk mencoba merubah nasib sebagai pedagang nasi goreng, kami dititipkan di rumah nenek yang ada di kampung sebelah. Saat itu aku kelas tiga SD.
Sehari-hari, aku biasanya membantu kakek. Kakek mempunyai ladang yang meski tak begitu besar, tapi cukup untuk memenuhi kebutuhan kami sehari-hari. Ladang itu sebagian dia jadikan tempat memelihara ikan, dan sebagian lagi ia jadikan tempat bercocok tanam segala macam jenis sayuran, mulai dari kol, sawi, bawang merah, kacang panjang, tomat, bahkan cabe. Kampung kami memang sangat sepi, saat itu belum ada listrik.Di pertengahan kelas lima SD, nenek meninggal. Hal itu sempat membuat keluarga kami shock, khususnya kakek, dia tak menyangka akan ditinggal oleh nenek secara mendadak. Kakek sempat murung dan berubah jadi pendiam selamabeberapa bulan. Aku sempat sedih juga karena kehilangan tempat main dan panutan kalau lagi ada masalah di sekolah. Ibu yang merasa iba pada kakek akhirnya berusaha menjodohkan kakek dengan seorang perempuan, sebut saja mbak Darsih, seorang wanita parobaya yang masih kelihatan cantik di usianya yang sudah lewat 30 tahun.Perkenalan ibu dengan mbak Darsih terjadi saat wanita itu ingin membeli ikan milik kakek untuk acara hajatan ultah putra sulungnya. Mengetahui kalau mbak Darsih adalah seorang janda yang ditinggal mati oleh suaminya -sama dengan kakek yang ditinggal mati oleh nenek- ibu berusaha menjodohkan mereka. Dan di luar dugaan, mbak Darsih menerimanya, padahal selisih usia merekasekitar 30 tahun. Mungkin karena melihat kakek yang masih kelihatan gagah di usianya yang sudah lanjut, mbak Darsih jadi kesengsem. Kakek memang masih kelihatan berotot dan awet muda meski kulitnya agak sedikit gelap, itu akibat kebiasaannya bekerja keras di ladang setiap hari.Begitulah, sekitar tujuh bulan setelah ditinggal oleh nenek, kakek menikah lagi. Mbak Darsih yang dulunya tinggal di desa sebelah, setelah menikah dengan kakek, sepakat untuk tinggal bersama kami. Dia membawa serta dua orang anaknya yang masih kecil-kecil. Mbak Darsih ternyata orangnya baik, diapun secara ekonomi sangat mapan, jauh dibanding kakek, hingga tak jarang akhirnya sering membantu keuangan keluarga kami, khususnya ibuku yang memang tak tentu mendapat kiriman dari ayah. Mbak Darsih mempunyai beberapa rumah peninggalan almarhum suaminya yang dia kontrakkan.Sebagai rasa terima kasih, aku berusaha tidak menolak jika disuruh apapun olehnya, karena kadang mbak Darsih juga memberiku upah, meski kadang aku haruspergi melintasi kampung lain untuk berbelanja memenuhi permintaannya.Sifat lain dari mbak Darsih yang aku suka, dia bukan tipe orang yang malas. Tak jarang dia mencucikan pakaian milikku saat ibuku terlalu sibuk bekerja. Saat dia mencuci, aku sering kali membantunya menimba air, hal yang memang sudah rutin aku lakukan kalau mencuci bersama ibuku. Hal itu makin membuat mbak Darsih sayang kepadaku. Aku yang kadang suka diledek oleh teman-temanku -bahkan saudara-saudaraku- sebagai anakyang sedikit bodoh dan polos, tapi di matambak Darsih, aku adalah anak yang baik. Tapi ada satu kebiasaanku yang sering membuat ibuku marah; jika sudah tidur, aku akan sulit sekali dibangunkan. Apalagikalau baru saja terpejam, mungkin butuh satu ember air, baru aku bisa bangun.Sampai akhirnya, saat aku di akhir kelas enam SD, ayah meminta ibu untuk pindah mengikutinya. Kata ayah, usahanya sudah lumayan rame, daripada membayar orang untuk membantu, mending mengajak ibu saja. Alasan lainnya, karena ayah tak kuat kalau harus terus jauh dari ibu. Saat itu aku masih belum mengerti apa maksudnya. Ibu yang tampaknya juga merindukan ayah, akhirnya setuju.Rencana awalnya, aku dan adikku akan dibawa. Tapi kakek melarang, katanya: mending kami ditinggal dulu, karena ayah belum benar-benar mapan, sayang kalau buang-buang uang untuk biaya kami pindah sekolah. Saat itu, aku memang sudah mendaftar ke SMP di kotaku. Adikku saat itu masih kelas lima SD. Alasan kakek cukup masuk akal.  photomemek.com Tapi adik perempuanku yang memang sangat dekatdengan ibu, tidak mau ditinggal, dia ngototuntuk ikut dengan ibu pergi ke kota menemani ayah. Akhirnya, setelah berembug cukup lama, kakek memutuskan; adikku boleh ikut ibu, sedangkan aku akan tetap di kampung bersama kakek. Aku sendiri tidak keberatan karena selama ini aku memang dekat dengan kakek. Jadilah aku berpisah dengan ibu dan adikku.Kepindahan ibu tidak membuatku merasa kehilangan karena kadang tiap bulan ibu pulang. Selain untuk menengokku, ibu juga memberi uang sekedarnya untuk kakek. Selama kepergian ibu, mbak Darsih lah yang ganti menjagaku. Dia sudah menganggapku seperti anaknya sendiri. Kalau dulu aku sering tidur di bale-bale, sekarang aku lebih leluasa tidur di kamar. Mbak Darsih memberiku kamar belakang yang dulu ditempati oleh ibu. Sedangkan kakek dan mbak Darsih tetap di kamar depan, bersama anak-anaknya yang masihkecil. Kamar di rumah kakek memang hanya dua, berhadap-hadapan, walau kamar kakek sedikit lebih besar.Akhirnya, aku lalui hari-hari bersama kakekdan mbak Darsih dengan penuh suka cita. Seringnya di rumah berdua membuatku dekat dengan mbak Darsih, dia pun jadi tahu dengan salah satu kebiasaan burukku.Kenapa sih kamu kalau dibangunin susahsekali? Semalam mau mbak suruh pindah ke kamar karena udara dingin banget, takut kamu sakit. kata mbak Darsih pada suatu hari, saat dia kesulitan membangunkanku.Yah, dia mana bisa dibangunin! Ada bom meledak juga tetap ngorok, sahut kakek sebelum aku sempat menjawab.Aku cuma tertawa menanggapinya.
Tak terasa, sudah satu tahun kami hidup bertiga. Kini aku sudah naik ke kelas 2 SMP. Saat itulah, untuk pertama kalinya aku mengalami mimpi basah, itu sebenarnya membuatku sangat heran dan bingung. Ingin bertanya,tapi tak tahu kepada siapa. Seiring denganitu, suaraku juga mulai berubah, membuat aku malas bermain dengan teman-teman lain. Ditambah bulu-bulu halus di bawah hidungku yang juga mulai tampak, aku makin menjadi bahan ledekan teman-temanku. Aku yang awalnya anak yang jarang suka bermain, sekarang jadi makin malas keluar. Paling hanya ke sawah tak jauh dari rumahku, itupun kalau pas musim layangan saja. Selebihnya, aku lebih suka melihat kakek berkebun atau memberi makan ikan.Biasanya, setelah adzan maghrib berkumandang, kampung kami menjadi sepi. Kegelapan terlihat dimana-mana, hanya lampu-lampu minyak yang menyala,atau kadang juga petromak yang menjadi penerang bagi warga kampung yang letak rumahnyapun tak begitu berdekatan. Hanya masjid yang biasanya ramai hinggasekitar jam tujuh malam. Setelah itu, desa kami benar-benar sepi dan kebanyakan penghuninya langsung terlelap dalam mimpi.Di pertengahan kelas dua, kulihat kakek suka mulai merasa kelelahan, mungkin karena usianya yang makin merambat senja. Aku memang kadang suka diminta kakek, atau bahkan mbak Darsih, untuk memijat mereka. Tapi di saat itu, hampir seminggu sekali kakek menyuruhku melakukannya. Aku pun kadang meminta pertolongan mbak Darsih, terutama jika aku ingin dikerok. Mbak Darsih memang kadang melakukan itu jika aku masuk angin.Pagi itu, kulihat kakek tidak ke ladang. Sakit lagi ya, mbak? tanyaku.Ah, biasa. Memang harus istirahat dulu. Seminggu lalu baru kuras kolam, eh kemarin malah tanam tomat. katanya. Kulihat mbak Darsih menatapku penuh arti, saat itu aku sedang menimba air hanya dengan bercelana dalam saja. Aku tak merasa aneh karena aku sudah sering melakukan itu. Dan selama ini tidak pernah ada masalah.Hingga suatu hari, secara tak sengaja, handuk yang kupakai untuk melilit tubuhku jatuh saat aku sedang asyik menimba, padahal saat itu aku sedang tidak memakai celana dalam, hingga terlihatlah burung mudaku di depan mata mbak Darsih. Dia tertawa cekikikan saat melihatnya, Cepetan ditutup, nanti burungnya kabur lho! dia berkata sambil melengos ke samping.,,,,,,,,,,,,,,,