Lintas Generasi | cerita sex hot

Cerita Sex Hot | Aku mahasiswa di kota dingin B dan mempunyai pacar yg bernama Ani. Setelah selesai SMA Ani melanjutkan
studi di Singapura, sementara saya tetap di kota B., sekolah teknik. Tapi aku selalu bertandang ke
rumah Ani, walau tidak pernah ketemu ketemu. Namun perjalanan waktu menentukan lain bagi Ani, ayahnya
yang wakil rakyat itu meninggal. Sekarang ini ibunya mencari nafkah sendiri dengan memegang beberapa
perusahaannya yang memang sudah dirintis cukup lama, sebelum terpilih menjadi wakil rakyat.

Harapanku mengawini Ani tetap ada di dada, walaupun saat aku berkunjung, justru bu Ida (ibunya Ani
yang sering menemuiku. karena Ani ada kesibukan di Singapura, sehubungan dengan keikutsertaannya dalam
sekolah presenter di sana. Tapi sebenarnya kalau mau jujur Ani masih kalah dengan ibunya. Bu Ida lebih
cantik.,kulitnya lebih putih bersih, dewasa dan tenang pembawaannya. Sementara Ani agak sawo matang,
nurun ayahnya kali? Seandainya Ani seperti ibunya: tenang pembawaannya, keibuan dan penuh perhatian,
baik juga.

Sekarang, di rumah yang cukup mewah itu hanya ada bu Ida dan seorang pembantu. sementara Ani sekolah
di Singapura, paling-paling 3 bulan sekali pulang. Akhirnya saya di suruh bu Ida untuk membantu
sebagai karyawan tidak tetap mengelola perusahaannya.
Untungnya saya memiliki kemampuan di bidang komputer
dan manajemennya, yang saya tekuni sejak SMA. Setelah
mengetahui manajemen perusahaan bu Ida lalu saya
menawari program akuntansi dan keuangan dengan
komputer, dan bu Ida setuju bahkan senang.
Merencanakan kalkulasi biaya proyek yang ditangani
perusahaannya, dsb. Saya menyukai pekerjaan ini. Yang
jelas bisa menambah uang saku saya, bisa untuk
membantu kuliah, yang saat itu baru semester dua. Bu
Ida memberi honor lebih dari cukup menurut ukuran saya.
Pegawai bu Ida ada tiga cewek di kantor, tambah saya,
belum termasuk di lapangan. Saya sering bekerja setelah
kuliah, sore hingga malam hari, datang menjelang
pegawai yang lain pulang. Itupun kalau ada proyek yang
harus dAnirjakan. Part time begitu. Bagi saya ini hanya
kerja sambilan tapi bisa menambah pengalaman.

Karena hubungan kerja antara majikan dan pegawai,
hubungan saya dengan bu Ida semakin akrab. Semula sih
biasa saja, lambat-laun seperti sahabat, curhat, dan
sebagainya. Aku sering dinasehati, bahkan saking
akrabnya, bercanda, saya sering pegang tangannya,
mencium tangan, tentu saja tanpa diketahui rekan kerja
yang lain. Dan rupanya dia senang. Tapi aku tetap
menjaga kesopanan. Pengalaman ini yang mendebarkan
jantungku, betapapun dan siapapun bu Ida, dia mampu
menggetarkan dadaku. Walaupun sudah cukup umur
wanita ini tetap jelita. Saya kira siapapun orangnya pasti
mengatakan orang ini cantik bahkan cantik sekali. Dasar
pandai merawat tubuh, karena ada dana untuk itu, rajin
fitnees, di rumah disediakan peralatannya. Kalau sedang
fitnees memakai pakaian fitnees ketat sangat sedap
dipandang. Ini sudah saya ketahui sejak saya SMA dulu,
tapi karena saya pacar Ani, hal itu saya
kesampingkan. Data-data pribadi bu Ida saya tahu betul
karena sering mengerjakan biodata berkaitan dengan
proyek-proyeknya. Tingginya 161 cm, usianya saat kisah
ini terjadi 37 tahun, lima bulan dan berat badannya 52 kg.
Cukup ideal.
Pada suatu hari saya lembur, karena ada pekerjaan
proyek dan paginya harus didaftarkan untuk diikutkan
tender. Pukul 22.00 pekerjaan belum selesai, tapi aku
agak terhibur bu Ida mau menemaniku, sambil mengecek
pekerjaanku. Dia cukup teliti. Kalau kerja lembur begini ia
malah sering bercanda. Bahkan seperti seorang istri melayani
suaminya kalau minumanku habis dia tidak segan-segan yang
menuang kembali, aku malah menjadi kikuk.
Dia tak enggan pegang tanganku, mencubit,
namun aku tak berani membalas. Apalagi bila
sedang mencubit dadaku aku sama sekali tidak akan
membalas. Dan yang cukup surprise tanpa ragu memijit mijit
bahuku dari belakang.
“Capek ya..? Saya pijit, nih”, katanya.
Aku hanya tersenyum, dalam hati senang juga, dipijit
janda cantik. Apalagi yang kurasakan dadanya, pasti
teteknya menyenggol kepalaku bagian belakang, saya
rasakan nyaman juga. Lama-lama pipiku sengaja saya
pepetkan dengan tangannya yang mulus, dia diam saja.
Dia membalas membelai-belai daguku, yang tanpa rambut
itu. Aku menjadi cukup senang. Hampir pukul 23.00 baru
selesai semua pekerjaan, saya membersihkan kantor dan
masih dibantu bu Ida. Wah wanita ini betul-betul seorang
pekerja keras, gumanku dalam hati.

Saya bersiap-siap untuk pulang, tapi dibuatkan kopi, jadi
kembali minum.
“Kamu sudah punya pacar Min?”
“Belum Bu”, jawabku
“Masa.., pasti kamu sudah punya. Cewek mana yang tak
mau dengan cowok ganteng”, katanya
“Belum Bu, sungguh kok”, kataku lagi. Kami duduk
bersebelahan di sofa ruang tengah, dengan penerangan
yang agak redup. Entah siapa yang mendahului, kami
berdua saling berpegangan tangan saling meremas
lembut. Yang jelas semula saya sengaja menyenggol
tangannya…

Mungkin karena terbawa suasana malam yang dingin dan
suasana ruangan yang syahdu, dan terdengar suara mobil
melintas di jalan raya serta sayup-sayup suara binatang
malam, saya dan bu Ida hanyut terbawa oleh suasana
romantis. Bu Ida yang malam itu memakai gaun warna
hitam dan sedikit motif bunga ungu. Sangat kontras
dengan warna kulitnya yang putih bersih. Wanita
pengusaha ini makin mendekatkan tubuhnya ke arahku.
Dalam kondisi yang baru aku alami ini aku menjadi sangat
kikuk dan canggung, tapi anehnya nafasku makin
memburu, kejar-kejaran dan bergelora seperti gemuruh
ombak di Pelabuhan Ratu. Saya menjadi bergemetaran,
dan tak mampu berbuat banyak, walau tanganku tetap
memegang tangannya.

“Dingin ya Min..?!”, katanya sendu.
Sementara tangan kiriku ditarik dan mendekap lengan
kirinya yang memang tanpa lengan baju itu.
“Ya, Bu dingin sekali”, jawabku.
Terasa dingin, sementara tangannya juga merangkul
pinggangku. Bau wewanginan semerbak di sekitar, aku
duduk, menambah suasana romantis
“Kalau ketahuan Darti (pembantunya), gimana Bu?”,
kataku gemetar.
“Darti tidak akan masuk ke sini, pintunya terkunci”,
bisiknya.
Saya menjadi aman. Lalu aku mencoba mengecup kening
wanita lincah ini, dia tersenyum lalu dia menengadahkan
wajahnya. Tanpa diajari atau diperintah oleh siapapun,
kukecup bibir indahnya. Dia menyambut dengan
senyuman, kami saling berciuman bibir saling melumat
bibir, lidah kami bertemu berburu mencari kenikmatan di
setiap sudut-sudut bibir dan rongga mulut masing masing.
Tangankupun mulai meraba-raba tubuh sintal bu
Ida, diapun tidak kalah meraba-raba punggungku dan
bahkan menyusup dibalik kaosku. Aku menjadi semakin
terangsang dalam permainan yang indah ini.

Sejenak jeda, kami saling berpandangan dia tersenyum
manis bahkan amat manis, dibanding waktu-waktu
sebelumnya. Kami berangkulan kembali, seolah-olah dua
sejoli yang sedang mabuk asmara sedang bermesraan,
padahal antara majikan dan pegawainya. Dia mulai
mencumi leherku dan menggigit lembut semantara
tanganku mulai meraba-raba tubuhnya, pertama
pantatnya, kemudian menjalar ke pinggulnya.
“Sejak kamu kesini pacaran dengan Ani dulu, saya sudah berpikir:
“Ganteng banget ini anak!””, katanya setengah berbisik.
“Ah ibu ada-ada saja”, kataku mengelak walaupun saya
senang mendapat sanjungan.
“Saya tidak merayu, sungguh”, katanya lagi.
Kami makin merangsek bercumbu, birahiku makin
menanjak naik, dadaku semakin bergetar, demikian juga
dada bu Ida. Diapun nampak bergetaran dan suaranya
agak parau.

Kemudian saya beranjak, berdiri dan menarik tangan bu
Ida yang supaya ikut berdiri. Dalam posisi ini dia saya
dekap dengan hangatnya. Hasrat kelakianku menjadi
bertambah bangkit dan terasa seakan membelah celana
yang saya pakai. Lalu saya bimbing dia ke kamarnya,
bagai kerbau dicocok hidungnya bu Ida menurut saja.
Kami berbaring bersama di spring bed, kembali kami
bergumul saling berciuman dan becumbu.
“Gimana kalau saya tidur di sini saja, Bu”, pintaku lirih.
Ia berpikir sejenak lalu mengangguk sambil tersenyum.
Kemudian dia beranjak menuju lemari dan mengambil
pakaian sambil menyodorkan kepada saya.
“Ini pakai punyaku”, dia menyodorkan pakaian tidur.
Lalu aku melorot celana panjangku dan kaos kemudian
memakai kimononya.

Aku menjadi terlena. Dalam dekapannya aku tertidur.
Baru sekitar setengah jam saya terbangun lagi. Dalam
kondisi begini, jelas aku susah tidur. Udara terasa dingin,
saya mendekapnya makin kencang. Dia menyusupkan
kaki kanannya di selangkangan saya. Penisku makin
bergerak-gerak, sementara cumbuan berlangsung,
penisku semakin menjadi-jadi kencangnya, yang
sesungguhnya sejak tadi di sofa.

Aku berpikir kalau sudah begini bagaimana? Apakah saya
lanjutkan atau diam saja? Lama aku berfikir untuk
mengatakan tidak! Tapi tidak bisa ditutupi bahwa hasrat,
nafsu birahiku kuat sekali yang mendorong melonjaklonjak
dalam dadaku bercampur aduk sampai kepada
ubun-ubunku. Walaupun aku diamkan beberapa saat,
tetap saja kejaran libido yang terasa lebih kuat. Memang
saya sadar, wanita yang ada didekapanku adalah
majikanku, mamanya Ani, tapi sebagai pria
normal dan dewasa aku juga merasakan kenikmatan bibir
dan rasa perasaan bu Ida sebagai wanita yang sintal,
cantik dan mengagumkan. Sedikitnya aku sudah
merasakan kehangatannya tubuhnya dan perasaannya,
meski pengalaman ini baru pertama kali kualami.

Aku tak kuasa berkeputusan, dalam kondisi seperti ini aku
semakin bergemetaran, antara mengelak dan hasrat yang
menggebu-gebu. Aku perhatikan wajahnya di bawah sorot
lampu bed, sengaja saya lihat lama dari dekat, wajahnya
memancarkan penyerahan sebagai wanita, di depan lelaki
dewasa. Pelan-pelan tanganku menyusup di balik
gaunnya, ceritasexhot.org meraba pahanya dia mengeliat pelan, saya tidak
tahu apakah dia tidur atau pura-pura tidur. Aku cium
lembut bibirnya, dan dia menyambutnya. Berarti dia tidak
tidur. Ku singkap gaun tidurnya kemudian kulepas, dia
memakai beha warna putih dan cedenya juga putih. Aku
menjadi tambah takjub melihat kemolekan tubuh bu Ida,
putih dan indah banget. Ku raba-raba tubuhnya, dia
mengeliat geli dan membuka matanya yang sayu. Jari-jari
lentiknya menyusup ke balik baju tidur yang kupakai dan
menarik talinya pada bagian perutku, lalu pakaianku
terlepas. Kini akupun hanya pakai cede saja.
“Kamu ganteng banget, Min, tinggi badanmu berapa, ya?”,
bisiknya. Saya tersenyum senang.
“Makasih. Ada 171. Bu Ida juga cantik sekali”, mendengar
jawabanku, dia hanya tersenyum.

Aku berusaha membuka behanya dengan membuka
kaitannya di punggungnya, kemudian keplorotkan
cedenya sehingga aku semakin takjub melihat keindahan
alam yang tiada tara ini. Hal ini menjadikan dadaku
semakin bergetar. Betapa tidak?! Aku berhadapan
langsung dengan wanita tanpa busana yang bertubuh
indah, yang selama ini hanya kulihat lewat gambargambar
orang asing saja. Kini langsung mengamati dari
dekat sekali bahkan bisa meraba-raba. Wanita yang
selama ini saya lihat berkulit putih bersih hanya pada
bagian wajah, bagian kaki dan bagian lengan ini, sekarang
tampak seluruhnya tiada yang tersisa. Menakjubkan!
Darahku semakin mendidih, melihat pemandangan nan
indah itu. Di saat saya masih bengong, pelan-pelan aku
melorot cedeku, saya dan bu Ida sama-sama tak
berpakaian. Penisku benar-benar maksimal kencangnya.
Kami berdua berdekapan, saling meraba dan membelai.
Kaki kami berdua saling menyilang yang berpangkal di
selakangan, saling mengesek. Penisku yang kencang ikut
membelai paha indah bu Ida. Sementara itu ia membelaibelai
lembut penisku dengan tangan halusnya, yang
membawa efek nikmat luar biasa.
Tanganku membela-belai pahanya kemudian kucium
mulai dari lutut merambat pelan ke pangkal pahanya. Ia
mendesah lembut. Dadaku makin bergetaran karena kami
saling mencumbu, aku meraba selakangannya, ada
rerumputan di sana, tidak terlalu lebat jadi enak
dipandang. Dia mengerang lembut, ketika jemariku
menyentuh bibir vaginanya. Mulutku menciumi
payudaranya dengan lembut dan mengedot puntingnya
yang berwarna coklat kemerah-merahan, lalu
membenamkan wajahku di antara kedua susunya.
Sementara tangan kiriku meremas lembut teteknya.
Desisan dan erangan lembut muncul dari mulut indahnya.
Aku semakin bernafsu walau tetap gemetaran. Tanganku
mulai aktif memainkan selakangannya, yang ternyata
basah itu. Saya penasaran, lalu kubuka kedua pahanya,
kemudian kusingkap rerumputan di sekitar
kewanitaannya. Bagian-bagian warna pink itu aku belaibelai
dengan jemariku. Klitorisnya, ku mainkan,
menyenangkan sekali. Bu Ida mengerang lembut sambil
menggerakkan pelan kaki-kakinya. Lalu jariku
kumasukkan keterowongan pink tersebut dan menari-nari
di dalamnya. Dia semakin bergelincangan. Kelanjutannya
ia menarikku.
“Ayo Min” aku tak tahan”, katanya berbisik
Dan merangkulku ketat sekali, sehingga bagian yang
menonjol di dadanya tertekan oleh dadaku.

Aku mulai menindih tubuh sintal itu, sambil bertumpu
pada kedua siku-siku tanganku, supaya ia tidak berat
menompang tubuhku. Sementara itu senjataku terjepit
dengan kedua pahanya. Dalam posisi begini saja enaknya
sudah bukan main, getaran jantungku makin tidak
teratur. Sambil menciumi bibirnya, dan lehernya,
tanganku meremas-remas lembut susunya. Penisku
menggesek-gesek sekalangannya, ke arah atas (perut),
kemudian turun berulang-ulang Tak lama kemudian
kakinya direnggangkan, lalu pinggul kami berdua
beringsut, untuk mengambil posisi tepat antara senjataku
dengan lubang kewanitaannya. Beberapa kali kami
beringsut, tapi belum juga sampai kepada sasarannya.
Penisku belum juga masuk ke vaginanya
“Alot juga”, bisikku. Bu Ida yang masih di bawahku
tersenyum.
“Sabar-sabar”, katanya. Lalu tangannya memegang
penisku dan menuntun memasukkan ke arah
kewanitaannya.
“Sudah ditekan… pelan-pelan saja”, katanya. Akupun
menuruti saja, menekan pinggulku…
“Blesss”, masuklah penisku, agak seret, tapi tanpa
hambatan. Ternyata mudah! Pada saat masuk itulah, rasa
nikmatnya amat sangat. Seolah aku baru memasuki dunia
lain, dunia yang sama sekali baru bagiku. Aku memang
pernah melihat film orang beginian, tetapi untuk
melakukan sendiri baru kali ini. Ternyata rasanya enak,
nyaman, mengasyikkan. Wonderful! Betapa tidak, dalam
usiaku yang ke 23, baru merasakan kehangatan dan
kenikmatan tubuh wanita.
Gerakanku mengikuti naluri lelakiku, mulai naik-turun,
naik-turun, kadang cepat kadang lambat, sambil
memandang ekspresi wajah bu Ida yang merem-melek,
mulutnya sedikit terbuka, sambil keluar suara tak
disengaja desah-mendesah. Merasakan kenikmatannya
sendiri.
“Ah… uh… eh… hem””
Ketika aku menekankan pinggulku, dia menyambut
dengan menekan pula ke atas, supaya penisku masuk
menekan sampai ke dasar vaginanya. Getaran-getaran
perasaan menyatu dengan leguhan dan rasa kenikmatan
berjalan merangkak sampai berlari-lari kecil berkejarkejaran.
Di tengah peristiwa itu bu Ida berbisik
“Kamu jangan terlalu keburu nafsu, nanti kamu cepat
capek, santai saja, pelan-pelan, ikuti iramanya”, ketika
saya mulai menggenjot dengan semangatnya.
“Ya Bu, maaf”, akupun menuruti perintahnya.

Lalu aku hanya menggerakkan pinggulku ala kadarnya
mengikuti gerakan pinggulnya yang hanya sesekali
dilakukan. Ternyata model ini lebih nyaman dan mudah
dinikmati. Sesekali kedua kakinya diangkat dan sampai
ditaruh di atas bahuku, atau kemudian dibuka lebar-lebar,
bahkan kadang dirapatkan, sehingga terasa penisku
terjepit ketat dan semakin seret. Gerak apapun yang kami
lakukan berdua membawa efek kenikmatan tersendiri.
Setelah lebih dari sepuluh menit , aku menikmati
tubuhnya dari atas, dia membuat suatu gerakan dan aku
tahu maksudnya, dia minta di atas.

Aku tidur terlentang, kemudian bu Ida mengambil posisi
tengkurap di atasku sambil menyatukan alat vital kami
berdua. Bersetubuhlah kami kembali.Ia memasukkan
penisku rasanya ketat sekali menghujam sampai dalam.
Sampai beberapa saat bu Ida menggerakkan pinggulnya,
payudaranya bergelantungan nampak indah sekali,
kadang menyapu wajahku. Aku meremas kuat-kuat
bongkahan pantatnya yang bergoyang-goyang.
Payudaranya disodorkan kemulutku, langsung kudot.
Gerakan wanita berambut sebahu ini makin mempesona
di atas tubuhku. Kadang seperti orang berenang, atau
menari yang berpusat pada gerakan pinggulnya yang
aduhai. Bayang-bayang gerakan itu nampak indah di
cermin sebelah ranjang. Tubuh putih nan indah
perempuan setengah baya menaiki tubuh pemuda agak
coklat kekuning-kuningan. Benar-benar lintas generasi!

Adegan ini berlangsung lebih dari lima belas menit, kian
lama kian kencang dan cepat, gerakannya. Nafasnya kian
tidak teratur, sedikit liar. Kayak mengejar setoran saja.
Tanganku mempererat rangulanku pada pantat dan
pinggulnya, sementara mulutku sesekali mengulum
punting susunya. Rasanya enak sekali. Setelah kerja
keras majikanku itu mendesah sejadi-jadinya”
“Ah… uh, eh… aku, ke.. luaar..Min..”, rupanya ia orgasme.

Puncak kenikmatannya diraihnya di atas tubuhku,
nafasnya berkejar-kejaran, terengah-engah merasakan
keenakan yang mencapai klimaknya. Nafasnya berkejarkejaran,
gerakannya lambat laun berangsur melemah,
akhirnya diam. Ia menjadi lemas di atasku, sambil
mengatur nafasnya kembali. Aku mengusap-usap
punggung mulusnya. Sesekali ia menggerak-gerakkan
pinggulnya pelan, pelan sekali, merasakan sisa-sisa
puncak kenikmatannya. Beberapa menit dia masih
menindih saya.

Setelah pulih tenaganya, dia tidur terlentang kembali, siap
untuk saya tembak lagi. Kini giliran saya menindihnya,
dan mulai mengerjakan kegiatan seperti tadi. Gerakan ku
pelan juga, dia merangkul aku. Naik turun, keluar masuk.
Saat masuk itulah rasa nikmat luar biasa, apalagi dia bisa
menjepit-jepit, sampai beberapa kali. Sungguh aku
menikmati seluruhnya tubuh bu Ida. Ruaar biasa! Tiba-
tiba suatu dorongan tenaga yang kuat sampai diujung
senjataku, aliran darah, energi dan perasaan terpusat di
sana, yang menimbulkan kekuatan dahsyat tiada tara.
Energi itu menekan-nekan dan memenuhi lorong-lorong
rasa dan perasaan, saling memburu dan kejar-kejaran.
Didorong oleh gairah luar biasa, menimbulkan efek
gerakan makin keras dan kuat menghimpit tubuh indah,
yang mengimbangi dengan gerakan gemulai mempesona.
Akhirnya tenaga yang menghentak-hentak itu keluar
membawa kenikmatan luar biasa”, suara tak disengaja
keluar dari mulut dua insan yang sedang dilanda
kenikmatan. Air maniku terasa keluar tanpa kendali,
menyemprot memenuhi lubang kenikmatan milik bu Ida.
“Ahh… egh… egh… uhh”, suara kami bersaut-sahutan.
Bibir indah itu kembali kulumat makin seru, diapun makin
merapatkan tubuhnya terutama pada bagian bawah
perutnya, kuat sekali. Menyatu semuanya,
“Aku” keluar Bu”, kataku terengah-engah.
“Aku juga Min”, suaranya agak lemah.
“Lho keluar lagi, tadi kan sudah?! Kok bisa keluar lagi?!”,
tanyaku agak heran.
“Ya, bisa dua kali”, jawabnya sambil tersenyum puas.

Kami berdua berkeringat, walau udara di luar dingin.
Rasanya cukup menguras tenaga, bagai habis naik
gunung saja, lempar lembing atau habis dari perjalanan
jauh, tapi saya masih bisa merasakan sisa-sisa
kenikmatan bersama. Selang beberapa menit, setelah
kenikmatan berangsur berkurang, dan terasa lembek,
saya mencabut senjataku dan berbaring terlentang di
sisinya sambil menghela nafas panjang. Puas rasanya
menikmati seluruh kenikmatan tubuhnya. Perempuan
punya bentuk tubuh indah itupun terlihat puas, seakan
terlepas dari dahaganya, yang terlihat dari guratan
senyumnya. Saya lihat selakangannya, ada ceceran air
maniku putih kental meleleh di bibir vaginanya bahkan
ada yang di pahanya. Pengalaman malam itu sangat
menakjubkan, hingga sampai berapa kali aku menaiki bu
Ida, aku lupa. Yang jelas kami beradu nafsu hampir
sepanjang malam dan kurang tidur.

Keesokan harinya
Busa-busa sabun memenuhi bathtub, aku dan bu Ida
mandi bersama, kami saling menyabun dan menggosok,
seluruh sisi-sisi tubuhnya kami telusuri, termasuk bagian
yang paling pribadi. Yang mengasyikkan juga ketika dia
menyabun penisku dan mengocok-kocok lembut. Saya
senang sekali dan sudah barang tentu membawa efek
nikmat.
“Saya heran barang ini semalaman kok tegak terus, kayak
tugu Monas, besar lagi. Ukuran jumbo lagi?!”, katanya
sambil menimang-nimang tititku.
“Kan Ibu yang bikin begini?!”, jawabku. Kami tersenyum
bersama.

Sehabis mandi, kuintip lewat jendela kamar, Darti sedang
nyapu halaman depan, kalau aku keluar rumah tidak
mungkin, bisa ketahuan. Waktu baru pukul setengah
enam. Tetapi senjata ini belum juga turun, tiba-tiba
hasrat lelakiku kembali bangkit kencang sekali. Kembali
meletup-letup, jantung berdetak makin kencang. Lagi-lagi
aku mendekati janda yang sudah berpakaian itu, dan
kupeluk, kuciumi. Saya agak membungkuk, karena aku
lebih tinggi. Bau wewangian semerbak disekujur
tubuhnya, rasanya lebih fresh, sehabis mandi. Lalu ku
lepas gaunnya, ku tanggalkan behanya dan kuplorotkan
cedenya. Kami berdua kembali berbugil ria dan menuju
tempat tidur. Kedua insan lelaki perempuan ini saling
bercumbu, mengulangi kenikmatan semalam.

Ia terbaring dengan manisnya, pemandangan yang indah
paduan antara pinggul depan, pangkal paha, dan
rerumputan sedikit di tengah menutup samara-samar
huruf “V”, tanpa ada gumpalan lemaknya. Aku buka
dengan pelan kedua pahanya. Aku ciumi, mulai dari lutut,
kemudian merambat ke paha mulusnya. Sementara
tangannya mengurut-urut lembut penisku. Tubuhku mulai
bergetaran, lalu aku membuka selakangannya,
menyibakkan rerumputan di sana. Aku ingin melihat
secara jelas barang miliknya. Jariku menyentuh benda
yang berwarna pink itu, mulai bagian atas membelaibelainya
dengan lembut, sesekali mencubit dan membelai
kembali. Bu Ida bergelincangan, tangannya makin erat
memegang tititku. Kemudian jariku mulai masuk ke
lorong, kemudian menari-nari di sana, seperti malam tadi.
Tapi bibir, dan terowongan yang didominasi warna pink ini
lebih jelas, bagai bunga mawar yang merekah. Beberapa
saat aku melakukan permainan ini, dan menjadi paham
dan jelas betul struktur kewanitaan bu Ida, yang
menghebohkan semalam.

Gelora nafsu makin menggema dan menjalar seantero
tubuh kami, saling mencium dan mencumbu, kian
memanas dan berlari kejar-kejaran. Seperti ombak laut
mendesir-desir menerpa pantai. Tiada kendali yang dapat
mengekang dari kami berdua. Apalagi ketika puncak
kenikmatan mulai nampak dan mendekat ketat. Sebuah
kejutan, tanpa aku duga sebelumnya penisku yang sejak
tadi di urut-urut kemudian dikulum dengan lembutnya.
Pertama dijilati kepalanya, lalu dimasukkan ke rongga
mulutnya. Rasanya saya diajak melayang ke angkasa
tinggi sekali menuju bulan. Aku menjadi kelelahan. Sesi
berikutnya dia mengambil posisi tidur terlentang,
sementara aku pasang kuda-kuda, tengkurap yang
bertumpu pada kedua tangan saya. Saya mulai
memasukkan penisku ke arah lubang kewanitaan bu Ida
yang tadi sudah saya “pelajari” bagian-bagiannya secara
seksama itu. Benda ini memang rasanya tiada tara, ketika
kumasukkan, tidak hanya saya yang merasakan enaknya
penetrasi, tetapi juga bu Ida merasakan kenikmatan yang
luar biasa, terlihat dari ekpresi wajahnya, dan desahan
lembut dari mulutnya.
“Ah”, desahnya setiap aku menekan senjataku ke arah
selakangannya, sambil menekankan pula pinggulnya ke
arah tititku. Kami berdua mengulangi mengarungi
samodra birahi yang menakjubkan, pagi itu.

Semuanya sudah selesai, aku keluar rumah sekitar pukul
setengah delapan, saat Darti mencuci di belakang. Dalam
perjalanan pulang aku termenung, Betapa kejadian
semalam dapat berlangsung begitu cepat, tanpa liku-liku,
tanpa terpikirkan sebelumnya. Sebuah wisata seks yang
tak terduga sebelumnya. Kenikmatan yang kuraih,
prosesnya mulus, semulus paha bu Ida. Singkat, cepat
dan mengalir begitu saja, namun membawa kenikmatan
yang menghebohkan. Betapa aku bisa merasakan
kehangatan tubuh bu Ida secara utuh, orang yang selama
ini menjadi majikanku. Menyaksikan rona wajah bu Ida
yang memerah jambu, kepasrahannya dalam
ketelanjangannya, menunjukkan kedagaan seorang
wanita yang mebutuhkan belaian dan kehangatan seorang
pria.

Akhirnya aku menjadi ayah angkat pacarku walaupun umurnya berbeda tetapi pengabdiannya sebagai seorang
istri sangat membahagiakanku ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Author: admin