Marching March
Memori Daun Pisang
– izy –
Why do birds suddenly appear
Every time you are near?
Just like me, they long to be
Close to you
Alunan lembut vokal Olivia Ong perlahan membelai telinganya. Dia masih asik berjalan menyusuri koridor lantai dasar sambil mengamati sekitar, memilih apa-apa saja yang akan dipakai untuk seharian ini. photomemek.com Senyumnya merekah, sesekali dia mengingat hari-hari menyedihkan yang dialaminya sebelum 13 hari lalu. Saat itu dia masih selalu mengeluh atas apa yang Tuhan berikan padanya. Takdir sederhana yang memaksanya terkungkung dalam sangkar raksasa berlabel, Status Sosial.
Kini semuanya berubah. Dia berjalan memasuki sebuah outlet pakaian paling mahal disana. Mengambil sebuah kaos merah menyala dari manekin yang berdiri pada urutan terdepan, serta celana jeans hitam yang terlipat rapi diatas meja kayu berdesain classy disampingnya. Satu set kaos dan jeans berharga ratusan ribu yang tak mungkin dibelinya dalam kondisi normal.
Why do stars fall down from the sky
Every time you walk by?
Just like me, they long to be
Close to you
Pet!
Suara renyah Olivia Ong mendadak lenyap bersamaan dengan padamnya seluruh cahaya lampu yang sejak tadi mengiringi tiap langkah kakinya. Hanya senyap dan pekat yang tersisa. Seluruh gerak tubuhnya terhenti, detak jantungnya terpacu kencang. Dia langsung mengambil ponsel berlayar lebar dari dalam saku, menyalakan lampu flash kamera yang diharapkannya mampu memberi penerangan darurat.
Baru saja lampu flash ponselnya menyala, suara Olivia Ong kembali terdengar, meski temponya tak lagi sama seperti tadi. Kali ini lebih melambat, jauh lebih lambat, dan hanya mengulang-ulang bagian yang sama.
That is why all the girls in town
(Girls in town)
Follow you
(Follow you)
That is why all the girls in town
(Girls in town)
Follow you
(Follow you)
That is why all the girls in town
(Girls in town)
Follow you
(Follow you)
~ o0o ~
Dengan tubuh yang basah kuyup karna hujan yang terus mengalir tanpa henti, aku tersenyum, memandang wajah kesalnya karna listrik tiba-tiba padam. Hanya alunan lagu yang sedikit kacau terdengar dari dalam toko, mungkin genset milik toko ini sudah semakin tua hingga hanya mampu memainkan musik yang sangat buruk.
Si pelayan toko menghampirinya, membungkukkan tubuhnya, meminta maaf atas ketidak nyamanan yang dia alami di toko semewah ini.
Savana Litarien namanya, wanita yang masih murung, wanita yang hanya dalam hitungan hari mampu merubah 180 derajat kehidupannya. Savana yang saat ini ku lihat bukanlah Savana sebelum 13 hari yang lalu. Tapi tidak ada yang berubah di dalam hatiku, dia tetaplah Savana yang selalu memiliki tahta di hatiku, meski sepertinya dia telah lupa dengan kedudukannya di hatiku.
Dingin semakin menusuk tulangku, genggaman tanganku pada sebuah daun pisang mulai gemetar. Daun pisang, satu-satunya saksi bisu diantara kami saat mengarungi malam terindah untukku, dan mungkin untuknya pula saat itu, entah saat ini dia masih mengenangnya atau tidak.
Saat aku memandang daun pisang dalam genggamanku, tiba-tiba saja hawa dingin yang aku rasakan hilang. Berganti dengan hangat yang pekat, sangat hangat, begitu lembut. Mataku terpejam merasakan kehangatan yang begitu lembut ini.
*****
“Qora sayaaaaaaaaang,” entah darimana datangnya, Sava begitulah aku memanggilnya, sudah mendekap tubuhku erat dari belakang. Suaranya sangat riang, lebih riang dari biasanya.
“Seneng banget kayaknya sih,” aku meraih kedua tangannya, membalik tubuhku lalu membelai lembut rambutnya yang meriap-riap.
“Aku lolos audisi top model,” dengan cepat Savana mengambil sebuah kertas tebal bergambar logo audisi pencarian bakat khusus model dan ada sebuah tulisan ‘FINALIS’.
Aku merangkulnya seraya berkata dengan senyuman “selamat ya sayang.”
“Pokoknya kamu harus dukung aku, sms yang banyak, suruh temen-temen kamu juga sms dukungannya buat aku. Pokoknya aku harus meraih impianku Qora, harus…haruss….haruss,” huh kebiasaan Sava kalau sudah begini, dengan semangatnya dia nyerocos tanpa henti.
“Apa sih yang enggak buat permaisuriku yang cantiknya kelewatan ini,” aku mencubit pipinya gemas sangat gemas hingga dia meringis kesakitan dan menampakan wajah kesal kepadaku. Sigap aku langsung mengusap-ngusap bekas cubitanku.
“Eh sayang, tapi aku nanti dikarantina, bisa pulangnya cuma sebulan sekali kalau gak salah. Gak apa-apa kan Qora sayang ?”
Walau ada rasa miris, tapi aku coba mengerti, “iya gak apa-apa kok.”
“Awas loh cari pacar lagi !” nadanya langsung berubah menyeramkan, dasar wanita.
Hari terus berlalu, Sava terlihat cantik di layar kaca dengan balutan berbagai macam rancangan busana dari para desainer ternama. Pose-pose yang sangat menawan saat dia melakukan pemotretan, ataupun liukan tubuhnya saat berlenggak lenggok di atas catwalk.
Wajahnya selalu berseri-seri, selain karna harus menampakan wajah yang menarik, Sava berseri juga karna senang perolehan point smsnya selalu yang tertinggi dari minggu ke minggu.
Ah apa sih yang enggak buat Sava, aku rela menghabiskan lebih dari setengah gajiku hanya untuk mengirim sms dukungan untuknya. Dan teman-temanku di kantorpun aku hasut agar mendukung Sava, aku juga membuat grup pendukung Sava di sosial media.
Semua itu demi kamu Sava, yeah demi Sava seorang, wanita yang paling kucinta di jagat ini. Yah, walau ada rindu disini yang berada di sisi yang redup dan selalu mengetuk-ngetuk ingin dijamah kembali. Dan ada sepi yang selalu mengintai dari balik dinding kamar siap mencengkram rindu ini.
*****
“Ih bener-bener gak nyangka deh bisa selalu jadi yang nomor satu setiap minggunya,” begitulah komentar Sava saat kita bertemu, dia bergelayut manja di pundakku, “makasih ya udah dukung penuh aku.”
“Itu gak seberapa Sava, dibanding dengan keindahan yang setiap saat kamu berikan disini,” aku raih tangannya lalu aku tuntun untuk menyentuh dada kiriku, “dihatiku.”
Hari ini Sava diberi kesempatan untuk kembali ke rumahnya oleh managemen audisi top model. Dan kini kami manfaatkan waktu yang ada untuk melepaskan rindu.
Aku merebahkan tubuhku di hamparan padang ilalang yang tingginya melebihi tinggiku. Sava mengikuti, menghempaskan tubuhnya menindihku dengan manjanya, hingga membuat aku sedikit tersentak.
“JEGUEEEEERRRRRRR !” suara petir mengagetkan kami, awan semakin pekat, hembusan angin semakin kencang. Kami berdua memutuskan untuk pulang ke rumah, berlari seolah kejar-kejaran dengan waktu jatuhnya air dari langit.
Tapi baru sampai kami pada sebuah kebun pisang, hujan turun dengan lebatnya, enggak pake gerimis terlebih dahulu. Langsung memuntahkan air dengan jumlah yang besar ke bumi.
Ada sebuah golok yang tertancap di pohon pisang, langsung aku ambil, dan memotong selembar daun pisang yang panjang dan lebar, tapi kurang cukup untuk melindungi tubuh kami dari air hujan. Aku sedikit kesulitan memotong daun pisang, karna terhalang buah pisang yang sudah tumbuh banyak, apalagi aku gak begitu pandai menggunakan golok. fantasiku.com Dengan asal-asalan, aku pukul-pukul golok ke buah pisang itu, hingga terpental kesana-kemari. Tubuh dari buah pisang itu ada yang hancur tak berbentuk rupanya. Sampai aku tak terhalang lagi dan mampu memotong daun pisang.
Kondisi jalan yang mulai becek dengan tanah yang telah lumer, serta Sava yang semakin kedinginan. Membuat kami memelankan langkah kami, aku dekap tubuh Sava yang semakin lama gigilan tubuhnya semakin kencang. Beberapa bagian tubuh kami terkena air hujan walaupun gak seluruhnya.
“Romantis ya, hehehehe,” nada riang Sava yang khas seakan mengalahkan gemericik air hujan, walau diiringi dengan kletukan giginya yang beradu dengan cepat.
“Kamu suka ?” hhhmmm aroma wangi rambutnya semakin lekat menempel dipenciumanku, rambut yang sedikit lepek terkena air hujan.
Dengan mantap Sava mengangguk, menutup matanya sambil menampakan senyum berpipi lesungnya itu. “Bangetttt.”
Ah rasa dingin yang dihasilkan oleh hujan ini sudah enggak ada artinya lagi buatku. Masih terlalu kecil daripada kehangatan yang selalu dan selalu Sava berikan. Aku mempererat dekapanku, sambil mengecup rambut indahnya yang terjuntai lurus sampai pinggang, aku berkata, “aku mencintaimu, seperti apapun kamu nanti.”
“Qora !” Sava menggenggam kedua tanganku lalu menempelkan mulutnya, menghembuskan nafas lembut, “saat aku tua nanti, dan saat volume otakku semakin menyusut dari waktu ke waktu. Aku tetap mengenang segala bentuk keindahanmu, karna kamu gak pernah ada tuh di otakku, tapi kamu selalu ada disini, “dia menuntun tanganku menyentuh dadanya, “di hati yang gak pernah menyusut walau termakan sang waktu.”
Sementara langit menghujan, kami selalu berbagi senyum yang pastinya akan selalu aku kenang. Yeah, aku akan terus menerus mencoretkan kenangan ini di hatiku, gak perlu takut kehabisan tinta, karna air hujan yang dicampur dengan tanah dapat aku gunakan sebagai tinta tambahan.
Semakin lama, gak ada tanda-tanda hujan akan berhenti, bahkan semakin lebat mengguyur tubuh kami. Daun pisang sebagai satu-satu pelindung kami, sudah tak mampu lagi menahan derasnya air yang turun, kami sudah benar-benar basah kali ini. Tapi kami tetap berjalan, terus berjalan hingga kami sampai pada rumah Sava.
“Hei Qora, masih aja payungan pake daun pisang,” ah aku baru sadar kami sudah berada di dalam rumah Sava. Kami tertawa geli, sampai-sampai Sava memegang perutnya. Aku langsung letakan daun pisang di samping kursi, sepertinya aku gak ada niat buat membuang daun pisang ini.
Sava pergi sebentar menuju sebuah ruangan, tak lama dia datang dan sudah berganti pakaian. Dia juga membawa satu set pakaian pria lalu memberikannya padaku, “pake aja punya kakakku !”
“Iya,” aku menggigil, pergi ke kamar mandi untuk mengganti pakaian.
Saat aku kembali ke ruang depan, sudah ada dua cangkir teh hangat dan biskuit di meja. Sava tersenyum menyambutku datang lalu memberi isyarat dengan tangannya agar aku duduk di sampingnya.
“Buat apa sih kamu bikinin aku teh anget ?” aku sedikit ketus.
“Biar anget, kan kita abis ke hujanan,” Sava sedikit sewot, memajukan bibirnya yang menggemaskan, “gak pake nyolot juga kali nanyanya… huh.”
“Lah gimana gak nyolot coba, aku tuh gak butuh teh ataupun apalah-apalah untuk sekedar menghangatkanku. Aku cuma butuh kamu,” aku tersenyum lebar, lalu memeluk tubuhnya erat-erat, menekan hidungnya yang memerah karna kedinginan.
“Iiiih apaan sih, gak jelas banget gombalannya,” Sava coba menjauhkan tubuhku, tapi sepertinya gak niat deh karna dorongan tangannya terasa sangat lemah, atau rasa cintaku yang terlalu kuat padanya hingga dia gak mampu melepaskan jerat benang-benang kasihku ini.
Dalam sekian detik waktu berhenti, terjadi keheningan diantara gemerincik air hujan di luar sana. Terjadi kebisuan diantara dentingan jam dinding yang berdetak. Terjadi suatu moment dimana hanya desiran-desiran nafas yang penuh dengan cinta berbaur menjadi satu, menyampaikan lantunan-lantunan kasih dari jantung yang memainkan irama keindahan.
Dan saat inilah, pintu-pintu hasrat terbuka, cinta berubah jadi magnet yang saling mendekatkan dua tubuh yang sedang terbuai oleh cinta. Hingga mampu menyeret bibir kami berdua untuk saling bertemu.
Lembut, harum dan rasa-rasa yang gak mampu lagi aku terjemahkan ke dalam kosa kata yang ada di dunia ini, untuk menggambarkan apa yang saat ini aku rasakan. Kedua tangan kami serempak saling merangkul, mata kami sepakat untuk saling memejam. Membiarkan kedua bibir kami saling mengecup dan kedua tubuh kami saling mendekap.
“Hhhmmmmmm,” seolah ada yang menuntun kami untuk berpagut lebih dalam, bibir kami mulai saling bergerak-gerak, lidah kami mulai bermain saling membelit.
Aku membuka sedikit mataku, Sava masih terpejam, pelukannya semakin erat bahkan jari-jari lentiknya mulai mencengkram pundakku. Wajah Sava terlihat mulai hanyut dalam pagutan kami.
Aku semakin memajukan tubuhku, terus memajukan hingga membuat tubuh Sava merebah di atas sofa biru tua. Aku menindihnya, di saat inilah aku sadar ada sesuatu yang lembut dan kenyal menyentuh dadaku.
“Oouugghh,” payudara Sava merubah caraku memagut, aku masukan lidahku lebih dalam lagi, tanganku gak hanya bermain di sekitar punggungnya. Kini sudah menjamahi ke dua paha Sava yang tak tertutup karna celana yang dia pakai sangatlah minim.
“SShhhhh,” Sava mulai melenguh, aku hirup dalam-dalam aroma wangi nafas yang berliku diantara wajah.
“Aku cinta kamu,” aku berbisik menghentikan sejenak ciuman kami, sama tersenyum dalam pejamannya. Tanganku berjalan-jalan ke atas, merayap pinggangnya lalu menyingkap kaos tipis yang Sava kenakan.
“Apa aku perlu menjawabnya ?” mata Sava terbuka sedikit, masih dengan senyum yang melengkung, tangannya bergerak, melingkarkan leherku. Kedua tanganku semakin tinggi mengangkat kaosnya.
Sava membantu mengangkat kedua tangannya hingga jelaslah sudah sembulan payudaranya dari balik bra pink. Kembali aku kecup bibirnya yang merah merekah, aroma harus tubuhnya semakin merebak, kehalusan kulitnya semakin dapat aku rasakan. Tanganku sangat menikmati berjalan-jalan diantara tubuh bagian atasnya.
Sava gak mau hanya dirinya yang melepas bajunya, dia menarik kaos yang aku kenakan. Aku ikut membantu melepas kaosku, dengan terburu-buru aku membuka kaitan branya lalu ku lempar ke sembarang tempat.
Kembali kami saling dekap, kulit kami kini benar-benar bersentuhan. Hangat, begitu hangat, kami biarkan tubuh kami terdiam dalam pelukan selama beberapa saat. Lalu aku kecupi lagi bibirnya, tak lama bibirku mulai menuruni dagunya yang menggantung. Kemudian merayap menuju lehernya yang halus, dan kini lidahku mulai menjilat-jilati dadanya. Harum payudaranya semakin menyengat hidungku, puting yang kemerahan semakin mencuat.
Aku menatapnya untuk memantapkan pergumulan kami, tapi aku hanya melihat mata Sava yang tertutup dengan bibir yang dia gigit sendiri. Akupun merambat ke arah payudaranya, ahh sangat lembut sekali dan juga kenyal, dan kini aku baru menyadari ada yang memberontak di selangkanganku.
Tanpa dapat aku cegah, penisku yang tersiksa karna terbungkus celana, aku gesek-gesekan ke paha Sava. Dan Sava pun meresponnya dengan menggerak-gerakan pahanya. Lenguhan halus terdengar dari bibirnya. Lidahku mulai menjilati putingnya bergantian, tanganku gak mau tinggal diam, diremasnya kedua bongkahan indah yang menjulang di dada Sava.
Sava mulai menggelinjang pelan, tubuhnya bergerak ke kanan dan kiri, tangannya membelai halus punggung. Setelah puas bermain di kedua payudaranya, bibirku turun ke perutnya, menjilati pusarnya yang imut. Sava sedikit tertawa merasakan geli yang dihasilkan lidahku.
Tak lama tanganku menurunkan celana ketat lengkap dengan dalemannya. Oouughh terpampang jelas vagina yang tembab dengan sedikit bulu berbentuk segitiga di hadapanku. Aku hirup lekat-lekat aroma khas vagina yang baru aku rasakan.
“Sluuurrrruuuuppppsss,” secara naluri lidahku langsung mengkuas vagina Sava, liurku seketika itu langsung berlumuran.
“AAaakkkhhhhh Qora enak bangeeettt,” Sava mengerang, pinggulnya terangkat ke atas, dia memegangi kepalaku lalu mengangkat wajahku.
“Kenapa Sava sayang ?”
Nafas Sava tersengal, memandangku dengan penuh nafsu, “enak banget Qora, kamu pasti sering nonton bokep.”
Aku hanya tersenyum, lalu kembali menjilati, Sava menggelinjang-gelinjang. Lidahku menelusup liang vaginanya, lalu kembali menjilati sisi-sisi vaginanya. Bulu-bulu halusnya aku kulum lalu aku tarik pelan. Semakin basah dan licin, kedua kaki Sava melingkari leherku lalu menekan kepalaku untuk lebih dalam lagi melumati vaginanya.
“Hhhmmm,” aku sedikit kesusahan dalam bernafas.
“Qora, aku juga mau begitu,” ditengah lenguhannya Sava berkata.
“Mau apa ?”
“Jangan pura-pura deh.”
Sava melepaskan jeratan kakinya di leherku, lalu aku bangkit membuka celanaku beserta dalamannya. Penisku terbebas, terasa segar setelah tadi terkurung dalam ketegangan yang penuh.
“Bisa ?”
“Belajar dulu.”
Aku menyodorkan penisku ke mulut Sava. Awalnya dia mengecupi ujung kepala penisku, lalu perlahan mengemut kepala penis secara bertahap. “Hhhmmmmm,” rasa ngilu mulai aku rasakan.
Sava menjulurkan lidahnya, menjilat-jilat lubang penisku lalu merayap ke seluruh batangnya. Mulutnya yang mungil melahap seluruhnya lalu, menyedot-nyedot sedikit dan melepaskan kulumannya sejenak.
“Hihihi enak ya ternyata, kenyel gitu kayak bakso,” wajah Sava memerah, dia menjulurkan lidahnya ke arahku.
“Tapi jangan dimakan ya !”
“Gak kok Qora cayang, hhhmmmm,” dalam hitungan detik Sava kembali melumat, lalu tangannya memberi kode agar aku gak hanya diam menikmati kulumannya. Aku barulah sadar, vaginanya menungguku untuk kembali lidahku menguaskannya.
Aku memutar tubuhku, memposisikan mulutku tepat di hadapan vaginanya, sementara mulut Sava sibuk maju mundur di batang penisku sambil mengocoknya pelan-pelan. Aku jilati lagi area pinggiran vaginanya, jariku mentowel-towel klitoris yang memerah dan kencang.
“SSSshhhhhhhh,” rasa hangat menjalar di sekujur batang penisku, kedua kakiku rasanya merinding. Sava ikut menegang dan sesaat kemudian “Croooootttttttt.”
Spermaku tanpa bisa aku tahan menyembur di dalam mulut Sava, dia langsung melepaskan kulumannya mendorong tubuhku yang menindihnya. Sava tersedak, spermaku meleler keluar dari mulutnya. Dia langsung memuntahkan spermaku yang masih tersisa di mulutnya. Buru-buru aku mengambilkan air untuknya.
Setelah beberapa saat, dia mulai dapat mengendalikan dirinya, lalu menatapku yang masih dalam keadaan tanpa busana. Tangannya kemudian gemas mencubit pipiku sangat sakit, “nakal banget sihhh !”
“Maaf ya sayang,” aku membelai kedua pipinya yang mengembung, aku towel sedikit bibirnya yang cemberut.
Sava tersenyum dan dengan centilnya mencubit-cubit bagian tubuhku mana saja yang dapat dia cubit. Sementara aku berusaha menghindarinya. Aahhh malam yang indah di tengah dinginnya udara hujan. Dan sebuah daun pisang tersandar di sudut tembok seolah menyaksikan kami berdua.
*****
“Dukung aku ya menang di final minggu depan !” kami berpelukan saat aku mengantarnya ke terminal.
“Pasti, semangat ya, kamu harus menang !”
Sava melepas peluknya, berjalan mundur menuju bus yang telah menunggunya, sambil terus berkata, “semangat semangat harus juara juara,” begitulah dengan gestur yang melenggang dan wajah yang ceria.
“BRUUAAAAAAAAKKKKK,” sebuah mobil angkutan umum tiba-tiba menghantam Sava, dia terpental hingga beberapa meter, darah segar langsung mengucur dan membasahi wajah serta kepalanya.
“SAVAAAAAAAA !”
Aku berlari menuju Sava yang tergeletak di atas aspal, orang-orang langsung berkerumun. Aku histeris menggoyang-goyangkan tubuhnya.
“Tolooonngggg, siapa aja tolonngggg.”
Aku beserta orang-orang yang menolongnya langsung membawanya ke rumah sakit terdekat, aku terus membersihkan darah Sava yang masih mengalir. Pikiranku kacau, suasana berubah seketika.
Saat di rumah sakit, Sava langsung dilarikan ke ruang UGD, aku menunggu dengan perasaan gusar di depan ruangan. Air mataku terus bercucuran, aku bersimpuh diantara tembok rumah sakit, gak peduli lagi dengan pandangan orang-orang yang iba terhadapku.
Bodoh…bodoh…bodoh, seharusnya aku menjaga Sava sampai ke tujuan, seharusnya aku aaaaaaakkkkkkhhhh. Aku benar-benar kacau, aku menghantam-hantamkan tinjuku pada lantai rumah sakit. Gak ada rasa sakit meskipun kepalan tanganku mulai mengeluarkan darah segar.
“Siapa saja, gak peduli malaikat atau iblis, silahkan menukar kehidupan Sava dengan nyawaku. Dia masih mempunyai impian yang belum terwujud, dia harus menggapai mimpinya. Silahkan ambil nyawaku ! atau jika nyawaku ini terlalu murah untuk ditukar oleh keselamatan Sava, silahkan hapus ingatan Sava tentang diriku, aku rela dia melupakanku untuk ditukar dengan keselamatannya. AKU RELAAAAAAA !”
“Baiklah.”
Entah darimana datangnya suara yang menggema di otakku, suara yang berat dan juga dalam. Saat itu juga tiba-tiba pandanganku memburam, semakin buram hingga aku tak dapat melihat apapun, dan saat itu pula aku sudah tak tau apa yang terjadi lagi.
*****
“The winner is-” si pembawa acara menahan ucapannya, membuat seluruh kedua finalis berdegup kencang, bahkan penonton yang ada di studio pun hening menanti lanjutan dari ucapan si pembawa acara, termasuk diriku yang kini sedang mencengkram guling erat-erat menatap layar kaca. “SAVANAAAAAAA !”
“Hyaaaaaaaaa,” seluruh penonton bersorak, Sava menuntup kedua matanya, dia tersenyum sekaligus menangis. Aku langsung berjingkrang kegirangan, melompat kesana kemari. Dan akupun ikut meneteskan air mata bahagia. Sava menang, dia mewujudkan impiannya.
Yeah Sava memenangkan audisi top model, dan dihadiahi oleh uang yang jumlahnya lumayan besar dan juga sebuah mobil. Selain itu dia juga disodorkan kontrak di sebuah majalah ternama. Kini kehidupan Sava berubah 180 derajat, dia kini menjadi seorang model yang terkenal di seluruh penjuru negri.
Lampu toko sudah menyala sedari tadi, Sava masih asik memilih berbagai macam pakaian mewah. Tiga jam sudah aku memandangnya dari luar toko, hujan masih turun dengan lebatnya seolah ada lautan di langit sana yang gak pernah habis memuntahkan airnya.
Setelah mendapatkan beberapa pakaian, Sava sepertinya sudah puas berbelanja dan membayarkan ke meja kasir. Setelah itu dia berjalan keluar toko lalu menepuk-nepuk tangannya, memanggil supir pribadinya yang sedang berada di dalam mobil tak jauh dari toko, hanya berjarak beberapa meter saja, meminta untuk di jemput karna di luar ini masih hujan.
Tapi nampaknya sang sopir tertidur dan tak mengetahui Sava memanggilnya. Aku berjalan menuju Sava, aku berusaha menenangkan diriku meski jantungku berdegup sangat kencang. Aku payungkan Sava dengan selembar daun pisang yang ku bawa.
“Sepertinya supirmu terlalu asik tidur deh,” Sava terlihat bingung melihat aku yang tiba-tiba memayungkan dia.
“Ma-makasih,” dan kamipun berjalan menuju mobil Sava yang terparkir tak jauh dari toko.
Sava mengetuk pintu mobil, sang supir terkaget seketika. Lalu Sava membuka pintu mobil kemudian memasukinya. Beberapa detik kemudian kaca mobil terbuka, lalu Sava menyodorkan selembar uang seratus ribu kepadaku.
“Gak usah nona,” aku tersenyum seraya menggeleng.
“Tapi aku ikhlas.”
“Aku juga ikhlas kok melakukan hal kecil seperti ini,” yeah sangat ikhlas Sava, andai kamu tau ada hal besar yang telah aku lakukan untukmu, tapi…..
Sava masih memandangku penuh keheranan, menarik kembali uang yang tadi ingin dia berikan, “Siapa kamu ? kamu seperti gak asing buat aku.”
Aku tersenyum getir, hatiku terasa teraduk-aduk oleh berbagai macam perasaan, “aku bukan siapa-siapa kok.”
“Kamu dari tadi memperhatikan aku kan dari luar toko, gak tau kenapa perasaanku sangat sesak melihat kamu menatapku seperti ini,” dahi Sava mengkerut, menyiratkan berbagai macam pertanyaan.
Aku menggeleng lalu melangkah mundur, menjauhi Sava yang masih memandangku dengan penuh tanya. Tubuhku gemetar bukan karna dinginnya hujan, tapi karna perasaanku yang tak dapat aku kendalikan.
“Aku hanya seorang pria yang akan selalu mengingatmu.”
~ Selesai ~
Saksikanlah…
Saksikan olehmu wahai sang hujan
Aku yang telah jatuh
Dilanda… asmara…
Kenangan malam minggu waktu jalan-jalan
Berdua jalan kaki saat turun hujan
Basah baju kita basah hati kita
Mesranya berpayung daun pisang
Kusungguh merasakan mesra malam itu
Walau basah bajuku rela aku rela
Betapa mulia hatimu oh dinda
Demi kekasihmu rela berkorban
Siapa tahu nanti tuhan meberkati
Daun pisang menjadi payung sutera
Kenangan malam minggu waktu jalan-jalan
Lai lai lai lai lai lai lai lai lai lai lai lai lai
Lai lai lai lai lai lai lai lai lai lai lai lai…
Putihnya si air susu seputih cintaku
Dan akan ku tuang ke dalam gelas asmara
Lai lai lai lai lai lai lai lai lai lai lai lai…
Tulusnya cinta ku ini bukan emas sepuhan
Tak akan ku lari dari abang seorang
Berjanji… berjanji… berjanji kita
Saling setia
Kenangan malam minggu waktu jalan-jalan
Berdua jalan kaki saat turun hujan
Memori daun pisang takkan terlupakan
Memori daun pisang menjadi kenangan,,,,,,,,,,,,,,,