SRI WAHYUNI (YUNI)
Yuni, jan pulang dulu! Di kampuang sedang indak aman (Yuni, jangan pulang dulu! Di kampung sedang tidak aman) Balasan SMS Abah kepadaku. Jarang sekali Abah seperti ini, Aku tidak pulang 1x dalam dua minggu saja dia akan marah. Tapi kenapa kali ini Abah melarangku untuk pulang? Padahal aku sudah memasuki waktu libur semester. Aku tidak tau apa yang harus dilakukan jika harus bermenung sendiri di Kosan. Teman-temanku saja semuanya pada pulang kampung.
Aku memutuskan tidak menghiraukan pesan Abah. Tidak mungkin aku tiga puluh hari luntang lantung tidak tau apa yang akan dikerjakan di Kota ini, Kota Padang tempat aku berkuliah. Sebenarnya aku sempat kesal dengan Fadli yang lebih memilih pulang kampung ke Surabaya. Andaikan Fadli tidak pulang kampung, pasti tiga puluh hari terasa sebentar kita lalui. Tapi dasar Fadli, terlalu takut sama pacarnya Aini yang memaksanya untuk segera pulang kampung, padahal aku selalu memberikan lebih pada Fadli yang tidak Aini berikan.
Pagi ini aku bersiap untuk pulang kampung. Butuh 4 jam perjalanan dari Padang menuju kampung halamanku. Aku harus menaiki sebuah Bus mini sebelum nantinya menaiki angkot menuju Desa tempat tinggalku. Penumpang Bus kali ini cukup ramai, karena libur semester kuliah sering kali dimanfaatkan para mahasiswa untuk pulang kampung. Untung aku sudah memesan tiket kemarin, akhirnya aku tidak perlu lagi berdesakan mencari bus yang kosong. Aku duduk dibelakang sopir, disamping jendela. Disampingku duduk seorang lelaki paroh baya seusia 45 tahunan, badannya sedikit gemuk membuatku sedikit terjepit, lelaki tersebut memakai kacamata, aku tebak minus kacamatanya pasti lebih -2.
Pulang ke Payakumbuh juga dek? Tanya lelaki tersebut memecah lamunanku.
Iya Om, tapi lanjut lagi ke Blok M!
Ooooh. Masih kuliah ya?
Iya.
Iya Ho oh, Hmmmm. Hanya itu yang ku jawab dari pertanyaan lelaki tersebut. Aku bukanlah type orang yang asyik diajak ngobrol. Apalagi oleh orang yang baru ku kenal. Lelaki yang duduk disampingku ternyata juga tidak mudah putus asa untuk selalu mengajakku ngobrol, atau lebih tepatnya dia bercerita sambil membanggakan dirinya sendiri. Yang ku ingat hanya beberapa hal, nama lelaki tersubut Adytia, panggilannya Adit, usianya 34 tahun, untuk usia sangat tidak relevan sekali dengan wajahnya, dan dia sebentar lagi akan menjadi seorang Manager.
Lelaki bernama Adit tersebut masih saja bercerita, sedangkan aku telah memalingkan wajah ke arah jalan. Aku kembali memikirkan Abah, kenapa dia melarangku untuk pulang? Abah.. hanya dia yang ku punya saat ini. Apalgi semenjak ibu meninggalkanku 12 tahun yang lalu, ketika aku masih berusia 10 tahun.
Yuni sini! Duduk dekat ibu! panggil Ibu kepadaku. Akupun menghampiri Ibu yang sedang terbaring di atas tempat tidur. Ibu bernafas masih dibantu dengan slang oxcigen, ditangannya juga masih tertancap slang infuse, sedangkan ditangan satu lagi slang untuk mencuci darah juga masih terpasang. Ibu sedang terkena Hipertermia yang mengharuskan Ibu harus selalu cuci darah.
Yuni, Ibu mau minta tolong sesuatu ama Yuni, mau Yuni bantu Ibu?
Mau Bu jawabku sambil menatap wajah Ibu yang nyaris hanya tinggal tulang.
Tapi Yuni harus janji ya, ngelakuin yang Ibu minta!
Iya Bu, Yuni janji!
Nanti. Kalau seandainya Ibu sudah ngak ada, Ibu nitip Abah sama Yuni ya! Yuni harus janji, akan selalu menjaga Abah
Ibu ngomongnya kok gitu, Yuni gak mau Ibu tinggalin!
Ngak kok Yun, Ibu gak akan ninggalin Yuni, Ibu akan selalu ada disini kata Ibu sambil menunjuk ke arahku, mungkin maksut Ibu adalah hatiku.Abahmu orangnya unik Yun, kamu harus menjaganya, dia orangnya tegas tapi sangat penyayang, dia orangnya kuat tapi lemah dengan perasaan, dan dia orangnya sangat setia, bertanggungjawab dan misterius, itu yang paling membuat Ibu jatuh hati kepadanya. Cerita Ibu sambil tersenyum, Ibu Sepertinya sangat bangga dengan sosok Abah.
Yuni mau kan janji sama Ibu? Tanya Ibu kembali sambil mengangkat kelingking kurusnya.
Iya Bu, Yuni janji! jawabku sambil menyilangkan kelingkingku dengan kelingking Ibu. Tanpa sadar Aku menangis, sedangkan Ibu tersenyum padaku, senyum terakhir dari Ibu. Dua hari kemudian Ibu benar-benar meninggalkanku.
Abah betul-betul terpukul dengan kepergian Ibu. Walau wajahnya terlihat tegar tapi sangat jelas raut kesedihan disana. Seringkali Abah memelukku dengan begitu eratnya, sambil berbisik kepadaku Kita sekarang hanya tinggal berdua Yun! ucap Abah. Aku tau terkadang Abah mengatakannya sambil menangis, tapi selalu dia sembunyikan.
Memang benar kata Ibu, Abah orangnya sangat bertanggungjawab dan setia. Sejak ditinggal Ibu kini Abah memerankan diri sebagai seorang Bapak dan juga Ibu bagiku. Bukan hanya memberiku makan, uang jajan, atau kebutuhan lainnya, tapi Abah juga selalu mengajariku tatakrama, sopan santun, dan pendidikan terbaik yang harus selalu aku dapatkan.
Kalau setia juga tidak perlu ditanya. Walau diusianya yang sudah kepala 4, namun masih terlihat seperti usia 30an dan dengan postur 180cm, kulit saomatang, rambut selalu dipotong pendek, memelihara jambangnya selalu tipis dan rapi serta memiliki hidung mancung seperti orang Arab plus mempunya kharisma yang menawan, sangat wajar janda-janda kampung begitu terpukau dengan Abah. Tapi sudah 12 tahun berlalu, Abah tetap masih setia dengan Ibu, dia tidak mau mencari pendamping hidup baru. Padahal bukan hanya janda, gadis-gasdis yang usianya jauh lebih muda dari Abah bahkan juga ada yang seusia denganku juga naksir dengan Abah, tapi semuanya Abah tolok. Abah benar-benar setia Bu, Ibu pasti bangga disana! bisikku dalam hati.
Tanpa kusadari pipiku mulai basah, ketika mengingat Ibu maupun Abah. Hampir 4 jam sudah perjalananku menuju kampung. Om Adit yang tadi duduk disampingku sudah tidak ada, aku sama sekali tidak menyadari kepergiannya. Tapi masa bodoh dengan om-om genit dan suka pamer yang satu itu. Setelah berhenti di pemberhentian bis terakhir, akupun turun dan melanjutkan perjalanan menggunakan angkot. Kurang lebih 15 menit perjalanan angkot akupun sampai digerbang kampungku. Kehirup dalam-dalam udara sejuk dikampungku ini, terasa sejuk sekali, sangat senang rasanya bisa menghabiskan waktu liburan di kampung halaman.
Tapi ada yang aneh dengan Kampung yang tiba-tiba aku rasakan. Auranya berbeda, nyaris menyeramkan. Tiba-tiba saja bulukudukku berdiri, kulihat jam ditanganku masih jam 16.00 Wib, tidak biasanya kampung terasa begitu lengang. Tidak ada preman kampung yang sedang nongkrong atau main Volly di Pos Ronda dan lapangan Volly digerbang kampung ini, atau biasanya disebelah kiri anak-anak kecil juga masih ramai bermain tali atau petak umpet di taman kampung, kini juga tidak ada. Apa yang terjadi? Hmmmm. Mungkin sedang ada acara kondangan, makanya semua lagi pada kesana. Pikirku dalam hati, kemudian aku angkat tas kerel miniku sambil berjalan menuju rumah, aku kangen rumah, kangen Abah.
Jalan utama kampung terasa benar-benar lengang, aku hanya berselisih dengan seorang Ibu-ibu naik metic. Tapi ketika aku tegur Ibu tersebut dia hanya menampakkan wajah kaget dan heran, seakan-akan mengatakan Kenapa si Yuni ini pulang?.
Setelah berjalan kurang lebih 200meter, akhirnya rumah yang kutuju kelihatan, rumah minimalis yang memiliki 3 kamar plus dengan halaman yang cukup luas, halaman luas tersebut diisi dengan kebun bunga kesukaanku, tempat bermainku sejak kecil yang selalu dijaga dan dirawat Abah.
Yuni, pulang Yun? Bilo sampai? (Yuni, pulang Yun? Kapan sampai?) Tanya Etek Wati penjaga Warung disamping rumahku. Etek adalah panggilan Bibi di Minangkabau.
Eeeeh ado Etek! (Eh, Ada Etek) kemudian aku menghampiri Etek Wati Ko baru tibo bana tek, ba a kaba etek kini? (Ini baru nyampe tek, Etek apa kabarnya?)
Alhamdulilah sehat, Yuni ba a? dek pulang Kampuang Yuni? Di kampuang sedang indak aman, ancak jan pulang dulu leh! (Alhamdulilah sehat, Yuni gimana? Kok Yuni pulang kampung? Di kampuang sedang tidak aman, mending gak usah pulang dulu!)
Sehat juo tek, apo yang tajadi di kampuang tek? Langang bana kampuang kini nampaknyo (sehat juga tek, apa yang terjadi dengan kampung tek? Kok kampung terasa begitu lengang)
setiap malam kini yang jantan wajib soto rundo, jadi siangnyo yang jantan pado lalok! (setiap malam yang laki-laki wajib ikut ronda, jadi siangnya para lelaki tidur) eh, itu Abah Yuni manggia kayaknyo, pailah kasitu dulu (eh, itu Abah Yuni manggil kayaknya, datangilah dulu) ucap Etek Wati, dan ketika aku menoleh ke arah rumah, sudah kulihat Abah berdiri di depan pintu, sepertinya dia menungguku karena melihat aku sudah ada di kedai Tek Wati.
Yuni pai dulu tek, bekolah main kamari baliak! (Yuni pergi dulu tek, nantilah main lagi kesini) kemudian aku meninggalkan kedai Tek Wati menuju Abah yang sudah menungguku di depan pintu. Tidak seperti biasanya, ekspresi wajah Abah sepertinya tidak senang dengan kehadiranku, Abah keliatan sangat dingin.
Yuni pulang Bah, Asslamualaikum.. sapaku pada Abah sambil menyalami dan mencium tangan Abah.
Walaikumsalam jawab Abah dingin, kemudian kamipun masuk ke dalam rumah.
Aku langsung menuju kamar, meletakkan tas dan segela perlengkapan yang aku bawa. Abah masih duduk di ruang tamu sekaligus ruang keluarga kami, sepertinya dia sedang menungguku, mungkin ada sesuatu yang ingin ia sampaikan. Setelah mengganti baju, akupun bergegas keluar menemui Abah.
Apa yang Abah pikirkan? Sepertinya Abah memikirkan sesuatu? Aku coba memecah lamunan Abah.
Suka sekali Yuni memakai pakaian sexy seperti ini, gak baik nak!
Ya Abah Yuni memakai baju ini kan cuman dalam rumah, dan di dalam rumah ini hanya ada Yuni dan Abah protesku pada Abah. Abah memang selalu seperti itu, selalu protes dengan penampilanku, walapun tentang penampilanku di dalam rumah. Sehari-hari aku selalu memakai hijab, tapi aku adalah anak muda yang modis. photomemek.com Hijab yang aku kenakkan selalu aku kombinasikan dengan baju yang lumayan ketat dan celana jins kekinian yang juga tidak kalah ketat. Aku anaknya rada tomboy, walaupun tubuhku lumyan kurus dengan tinggi 167cm tapi aku memiliki Dada cukup besar, 34B, sehingga walaupun memakai hijab akan tetap terlihat tonjolan dibalik hijab tersebut. Bukan hanya dada, pinggilkupun padat berisi, membuat mata lelaki akan terhipnotis melihatnya ketika aku sedang melenggang lenggok berjalan.
Kini aku sedang di dalam rumah, wajar saja aku hanya memakai tengtop longgar plus celana boxer 1 jengkal diatas lutut, aku tidak memakai bra karena di dalam rumah jarang sekali aku memakai bra, ini semua aku lakukan untuk kesehatan dan kekencangan payudara indah yang aku miliki. Sedikitpun aku tidak risih berpenampilan seperti ini dihadapan Abah, karena Aku tau siapa Abah. Malahan aku sendiri yang sering mencoba menggoda-goda Abah yang sudah 12 tahun tidak mendapatkan belaian dan kasih sayang dari seorang wanita. Kalau Abah menginginkanku, aku mungkin tidak berani menolaknya, karena begitu besar rasa sayang Abah kepadaku yang tidak tau harus kubalas dengan apa.
Bukan soal di dalam rumah atau ngaknya, tapi Abah takut jadi kebiasaan kamu berpenampilan kayak gini! ucap Abah kepadaku.
Tenang aja Bah, Yuni janji cuman di rumah ini Yuni berpenampilan kayak gini! jawabku sambil mengangkat dua jari dan tersenyum centil ke arah Abah sambil mengedipkan satu mata. Abah tidak merespon, dia hanya diam dengan gaya cool penuh kharismanya. Kayaknya kali ini Abah ingin ngomong serius denganku.
Ada Yuni baca sms Abah? Tanya Abah tiba-tiba kepadaku
Ada Bah
Terus kenapa Yuni masih pulang?
Bah Yuni sekarang dah libur semester, ngapain Yuni di Padang sendirian gak ada teman?
Abah tau Yun, tapi sekali-kali kamu harus nurut dengan kata orang tua, ini demi kebaikanmu Yun!! Abah menaikkan nada bicaranya, jarang-jarang Abah seperti ini padaku. Aku hanya tertunduk mendengar perkataan Abah. Aku tau Abah tidak marah, tapi wibawa dan kharisma Abah membuatku selalu hati-hati untuk bicara dengan Abah. Bukan karena takut, tapi untuk menghormati beliau, oranglain juga seperti itu kepada Abah.
Emangnya di kampung kenapa sih Bah? kembali aku mencoba memberanikan diri untuk bertanya kepada Abah.
Kampung kita sedang tidak aman Yun Abah kembali bercerita, dan nada bicaranya kembali normal. Abah harap selama di rumah Yuni tidak ada keluar rumah sendirian dimalam hari, ORANG HITAM sedang berkeliaran, Orang hitam sedang mencari perawan untuk tumbal pencapaian ilmunya. Sebelum Orang Hitam mendapatkan empat puluh perawan, ia belum akan berhenti mencari. Abah sudah menyediakan batang talas hitam sebagai penangkal. Orang hitam sangat pantang dengan benda seperti itu. Apabila ia masuk ke dalam rumah, maka lecutkanlah benda itu ke tubuhnya. Atau bacakan Ayat Kursi di depannya. Maka ia akan meraung kesakitan dan menghilang. Lenyap. Cerita Abah panjang lebar.
Abah ada-ada saja, sedikit pun aku tidak percaya dengan cerita itu, walaupun para tetangga dan masyarakat di kampungku tengah sibuk memperbincangkannya. Walaupun, Abah juga mengatakan kepadaku sudah ada dua entah tiga orang yang menjadi korban, aku tetap tidak percaya. Sebagai perempuan yang berpendidikan, tentunya aku lebih teliti ketika mendengar berita yang tidak masuk akal seperti ini. Aku kira di kampong sedang terjadi apa, ternyata lagi-lagi gossip soal Orang Hitam. Ah, terkadang aku melihat merebaknya sebuah isu dan gosip di kampung ini, tak kalah hebat dengan program-program gosip di televisi.
Cerita tentang Legenda Orang Hitam memang bukan kali ini saja menjadi viral di kampungku. Cerita ini juga sempat bikin heboh dua tahun setelah Ibu pergi. Aku tidak tau bagaimana caranya menggambarkan sosok makhluk mitos yang satu ini, mungkin kalau di Jawa kita sering mendengar cerita tentang mitos Kolor Ijo, di Minangkabau adanya Orang Hitam, Orang bertubuh besar yang seluruh kulitnya berwarna hitam, hanya memakai sempak yang juga berwarna hitam, lucu bukan? Kolor Ijo versi warna hitam, takutnya nanti akan muncul makhluk lainnya dengan warna merah, coklat, atau pink seperti warna kesukaanku. Dan mereka semua membuat suatu aliansi, pasti akan lahir aliansi yang sangat seram tapi unyu. Tanpa sadar aku tertawa sendiri memikirkan si Orang Hitam ini.
Abah tau kalau kamu tidak akan percaya dengan cerita ini, yang jelas Abah sudah mengingatkan! Ucap Abah dengan nada kembali tinggi, sepertinya Abah sedikit tersinggung dengan responku yang ketawa sendiri memikirkan sosok Orang Hitam. Abah mau tidur dulu, nanti malam Abah akan ikut Ronda, semua lelaki di kampung ini harus ikut Ronda setiap malam, kamu juga istirahatlah! ucap Abah kepadaku dan meninggalkanku menuju kamarnya.
Suasana kampung yang berbeda memang bisa aku rasakan, aura mistisnyapun tidak bisa aku pungkuri begitu kuat. Aku kuliah jurusan Psikologi, makanya perubahan-perubahan seperti ini sangat cepat bisa aku rasakan, tapi percaya dengan sosok Orang Hitam? Kenapa begitu sulit untuk aku lakukan. Mungkin ketika benar-benar bertemu dengan sosok Orang Hitam itu, baru aku bisa percaya.
Tanpa aku sadari, aku telah tertidur di sofa. Azan maghrib membangunkanku, aku bergegas menuju kamar dan kembali melanjutkan tidur.
Yuni, Abah ke mesjid dulu, kamu jangan lupa sholat nak, itu ada batang talas hitam Abah letakkan di atas meja, untukmu buat jaga-jaga teriak Abah dari ruang tamu. Iya Bah! jawabku sambil bermalasan Cklik. Aku dengar Abah menutup pintu rumah, dilanjutkan dengan suara mesin motor tuanya, suara motor yang semakin lama semakin menjauh. Pertanda Abah sudah pergi. Aku kembali menutup mata, bukannya sholat seperti yang Abah suruh. Sempat hening sejenak, namun tiba-tiba Cklik. Iiiiiiitttt belum sempai lima menit Abah pergi, tiba-tiba pintu rumah kembali terdengar terbuka, aku langsung membuka mata. Siapa yang membuka pintu Rumah?
Abah!! Abah udah pulang,? Aku coba bertanya berharap itu memang Abah yang sudah pulang, tapi sebenarnya tidak mungkin, minimal Abah 30 menit di Masjid, baru pulang. Abah kembali aku memanggil Abah, tapi tetap tidak ada jawaban. Aku beranikan diri untuk keluar, mencoba mengintip keluar ke arah pintu rumah, ternyata benar, pintu rumah terbuka. Bulu kudukku tiba-tiba berdiri, perasaanku mulai tidak enak, siapa yang membuka pintu rumah? Dengan keberanian yang ada aku keluar dari kamar menuju ruang tamu, dan keluar dari rumah, sesampai di luar rumah aku mencoba clinguk kiri kanan memastikan apa mungkin ada tamu yang mau berkunjung ke rumah, ternyata tidak ada, lalu siapa yang membuka pintu? Wuuuuuussshhh. Tiba-tiba aku merasakan angin yang cukup kencang, Hmmm. Sepertinya aku sudah tau apa yang membuka pintu rumah. Kututup pintu rumah sekalian aku kunci, kemudian aku ingin melanjutkan tidurku tadi yang sempat tertunda.
Namun belum sempat ke kamar, pandanganku teralihkan oleh benda yang ada di atas meja, Hmmm ini toh yang namanya batang talas hitam, kemudian aku ambil satu batang talas, lalu aku ayunkan seakan akan memukul seseorang, awww sakit, terus.. teriakku kecil sambil tersenyum sendiri, sepertinya imajinasiku mulai nakal. Kembali aku ayunkan batang talas hitam itu, namun karena lendir dari batangnya keluar membuat tanganku jadi licin dan batang talas tersebut terlepas dan terlempar ke arah belakangku, mengenai jendela kaca disamping pintu rumah Plakk suara benturan cukup keras antara kaca dan batang talas, tapi syukur kaca tidak pecah. Namun. Tiba-tiba wajahku berubah menjadi pucat, dari arah benturan dapat kulihat jelas ada sosok mahkluk atau suatu bayangan yang mengintipku, sosok itu langsung lari atau lebih tepatnya lenyap ketika batang talas menghantam jendela. Siapa itu!! teriakku, tapi kini dari arah jendela sudah tidak ada apa-apa lagi. Fuiiihh. Apakah bayangan barusan hanya perasaanku saja? Tapi aku sangat yakin ada sosok bayangan mengintipku, kemudian dia hilang begitu saja. Akhhh itu hanya perasaanku saja, ujarku dalam hati untuk menguatkan diri karena aku sebenarnya sudah mulai takut.
Kejadian barusan membuat ngantuk berat yang tadi aku alami kini telah hilang, aku memutuskan untuk mengambil segelas air dan menonton tv diruang tamu. Tidak ada acara tv yang menarik yang bisa aku tonton. Tv Nasional kita benar-benar miris, acaranya hanya tentang gossip, rumah Uya, atau Realiti Show gak penting lainnya. Lagi asik otak atik chanel, aku sempat berhenti di chanel ANT* dengan acara KARMA nya, menampilkan Roy Kiyoshi sebagai seorang yang bisa membaca mata bathin dan hal-hal ghaib atau istilah kerennya Indigo. Sepertinya si Roy harus datang kekampungku nih, kataku dalam hati sambil tersenyum sendiri.
Aku sempat terbuai dengan acara Karma, si Roy lumayan bisa meyakinkanku kalau dia memang seorang Indigo. Tapi tiba-tiba layar Tv ku mulai tidak stabil, suaranya hilang timbul, dan layarnya bergoyang-goyang. Huhf inilah penyakit siaran Tv via Parabola di kampung, kalau sudah begini antenna parabola harus digoyang-goyang dulu, baru layar dan suara Tv akan kembali normal.
Dengan berat hati aku kembali melangkah keluar rumah, rasa takutku tadi kini telah hilang. Di luar rumah angin masih kencang, cuaca dingin lumayan menusuk hingga ketulang. Antena parabola terletak disamping kanan rumah, tepatnya disamping kamarku. Setelah aku perhatikan ternyata di dalam antenna banyak ranting-ranting pohon dan dedauanan yang mungkin dibawa angin kencang. Mungkin gara-gara itu acara Tv menjadi tidak stabil. Aku coba membersihkan dedauanan dan ranting tersebut dengan cukup kesusahan, karena antenna parabolanya cukup tinggi. Kembali angin kencang berhembus, angin menghembus tepat dibagian kudukku, membuat bulu kudukku berdiri, dan sedang asik membersihkan ranting dan dedaunan tiba-tiba, deghhh. Sebuahtangan juga ikut memegang antenna parabola tepat disamping kananku, sontak membuatku kaget. Astagfirullahalazim.. jeritku sambil terperanjat hampir terjatuh. Namun tangan itu dengan sigap menyambutku, dan setelah aku perhatikan ternyata sosok yang memiliki tangan tersebut adalah Abah.
Abah!!!, Abah bikin Yuni kaget aja deh!
Siapa yang bikin kaget Yuni, dari tadi Abah manggil-manggil kamu, kamunya gak nyahut.
Masak iya? Terus motor Abah mana? Kok Yuni gak denger suara motor Abah?
Ada kok di depan, kamu kenapa nak? Kok bisa gak dengar? Sini Abah bantuin bersihinnya, kamu masuk aja dalam rumah! perintah Abah kepadaku. Apa benar Abah dari tadi sudah memanggilku? Kenapa aku bisa tidak mendengarnya? Kenapa aku juga tidak mendengar suara motor Abah?
Kata warga ada sosok terduga Orang Hitam tadi menuju rumah kita, makanya Abah buru-buru pulang, apa Yuni ada melihatnya? ucap Abah ketika memasuki rumah. Aku sempat berpikir sejenak, apa mungkin bayangan tadi Orang Hitam?
Gak kok Bah, dari tadi Yuni gak liat apa-apa dan juga gak ada yang aneh kok. Jawabku bohong.
Syukurlah kalau begitu, yang jelas kamu jangan keluar rumah sendirian kayak tadi lagi, kalau ada perlu apa-apa tunggu Abah pulang dulu! perintah Abah kepadaku.
Iya Bah
Abah siap-siap pergi ngeronda dulu, kamu gak takut kan di rumah sendirian? Atau kamu mau tidur di rumah Etek Lusi aja? Tanya Abah, Etek Lusi adalah adiknya Ibu, rumahnya tidak terlalu jauh dari rumahku.
Gak usah Bah, Yuni di rumah aja, gak apa-apa kok!
Yaudah kalu begitu, Abah akan sering-sering memantau ke arah rumah, atau nanti Abah suruh orang lain buat patroli sering-sering ke arah rumah, menjelang shubuh Abah sudah pulang, Abah pergi dulu. Ucap Abah setelah mengambil sarung di kamarnya.
Iya Bah jawabku.
Sebenarnya ada sedikit rasa takut yang aku rasakan, tapi aku tidak mau menampakkan kepada Abah. Dari awal aku sudah tidak percaya dengan keberadaan Orang Hitam, dan aku tetap bertekat kalau Orang Hitam itu hanya mitos.
Jangan lupa batang talas hitamnya dibawa kedalam kamar! pesan Abah dari luar rumah sambil berusaha mengidupkan motor bututnya.
Aku tidak menjawab pesan Abah, aku hanya melihat tumpukan batang talas hitam di atas meja. Menurutku malahan batang talas ini yang memicu kehadiran hal-hal aneh. Aku matikan Tv dan ku bawa batang talas hitam kedalam kamar, lalu aku buang batang talas itu dari jendela. Kemudian aku bersiap-siap untuk tidur, karena tubuhku kembali merasakan lelah karena melakukan perjalanan jauh tadi siang.
Sudah hampir 1 jam aku berbaring di kasur. Putar ke arah kanan, ke arah kiri, ataupun melihat ke arah loteng sudah berkali-kali aku lakukan. Tapi mata ini tidak kunjung mengantuk. Di luar suasana lumayan mencekam, angin kencang masih bisa aku dengar, atap rumah sering kali mengeluarkan suara benturan karena sapuan angin. Suara lolongan anjing juga tidak hentinya-hentinya bersautan. Pikiranku mulai memikirkan yang tidak-tidak, rasa takut entah kenapa mulai merasukiku. Jam baru menunjukkan pukul 22.00 wib. Sedang diselimuti rasa takut, tiba-tiba aku dikagetkan dengan suara ringtone hpku sendiri, Akhhh. Sial, bikin kaget saja. Ternyata satu sms baru saja masuk. Sebentar lagi aku ke rumah #Toni. Toni, muncul juga dia, datang diwaktu yang tepat.
Sepuluh menit berselang setelah Toni sms, aku mendengar ada suara ketukan dari jendelaku. Aku yakin itu adalah Toni. Seorang pemuda kampung yang sudah lebih lima tahun dekat denganku. Tapi hubunganku dengan Toni cukup unik, dibilang pacaran status kita bukanlah pacaran, tapi dibilang tidak pacaran, status kita lebih dari pacaran. Itulah uniknya hubunganku dengan Toni. Aku terpaksa merahasiakan hubunganku dengan Toni kepada Abah, Abah tidak suka dengan Toni, Toni hanyalah pemuda pengangguran yang sampai sekarang belum jelas arah hidupnya. Wajar Abah tidak suka, walaupun secara perawakan Abah dan Toni sangat banyak miripnya, itu yang membuatku suka dengan Toni.
Setelah aku buka jendela kamarku, sudah berdiri Toni dengan senyum manisnya ke arahku. Mau gorengan? Ucap Toni sambil mengangkat kantong kresek yang ia bawa. Hal-hal sederhana seperti inilah yang membuat aku klepek-klepek pada Toni. Perhatian dengan hal kecil ini membuat aku ikhlas menyerahkan segalanya kepada Toni. Masuk jawabku pada Toni, dan Tonipun masuk lewat jendela. Aku sempat memperhatikan sekeliling di luar jendela, setelah merasa aman baru aku tutup pintu jendela.
Kamu apa kabar? Tanya Toni kepadaku yang sudah duduk di tempat tidurku.
Baik, kamu gimana? Dari siapa kamu tau aku dah pulang?
Baik juga, cuman lewat insting kok, aku dah tau kekasih hatiku sudah ada di rumah!
Dasar gomabal! Jawabku sambil mencubit lengat Toni.
Sakit Yuni. Oiya, kenapa batang talas hitam kamu buang keluar jendela? Gak baik lo Yun, buat jaga-jaga kamu harus menyimpannya!
Kamu kalau mau bahas Orang Hitam mending pulang aja deh, capek aku dari tadi bahas Orang Hitam melulu! ucapku sambil merajuk.
Bukan gitu Yun, jangan ngambek donk, Ok deh, kita gak bahas Orang Hitam lagi, aku janji!
Terus kita bahas apa?
Kita bahas orang cantik yang ada dihadapanku aja!
Gombal!!! jawabku. Toni hanya tersenyum sambil menatap wajahku. Toni kemudian memegang tanganku. Sudah lama ngak ya! bisik Toni dikupingku. Aku hanya menjawab dengan anggukan. Toni mengarahkan wajahnya ke arahku, aku hanya menutup mata, bibir kamipun saling beradu, ciuman yang pada awalnya pelan yang dilakukan Toni, lama-lama semakin liar. Lidah Toni mulai mengotak atik isi mulutku,Tonipun mulai menggigit gigit pelan lidahku, membuat nafsuku mulai terpancing. Tangan Toni juga tidak mau tinggal diam, Toni mulai mengelus-elus leherku bagian belakang, kemudian tangannya pindah ke telingaku, dan mulai memain-mainkan telingaku. Aaakh aku mulai terpancing permainan Toni.
Ciuman Toni kini juga sudah mulai pindah ke leher, membuatku mulai menggelinjang, tangan Toni kini menyusup dibalik tengtopku. Toni tersenyum menyadari aku tidah memakai bra. Aku hanya membalasnya dengan desahan, akkhhh,,, terus yank ucapku. Kini Toni berusaha meloloskan tangtopku dari tubuhku. Aku membantu Toni dengan mengangkat kedua tanganku. Kini aku sudah setengah bugil dihadapan Toni. Toni merebahkan tubuhku di atas kasur. Kini dia bisa leluasa melahap kedua payudaraku. Akkkhhh sakit yank.. jeritku ketika Toni mulai menggigit gigit kecil putting payudaraku yang berwarna merah kecoklatan. Kini tubuhku tidak henti-hentinya menggeliat ketika Toni dengan lahapnya menghisap secara bergantian putingku AkhhhUkkhhh terus yank! ceracauku sambil manarik-narik rambut kepala Toni.
Puas bermain dengan kedua payudaraku, kini Toni mulai mengarahkan bibirnya perlahan kebawah. Menuju pusarku dan Tonipun menjilatinya Akhhh geli yank! tapi Toni tidak menghiraukan jeritanku. Toni semakin mengarah kebawah, sambil menjilati tubuhku inci demi inci, perlahan Toni juga menarik ke bawah celana Boxer yang aku pakai, dengan sekali hentakan kini loloslah Boxer dan celana dalamku sekaligus. Toni terlihat sangat buasnya ketika melihat aku kini tidak memakai sehelai benangpun. Jakunnya naik turun, Toni sudah bersiap untuk melahapku. Aku yang malu melihat tatapan Toni hanya bisa menutup vaginaku dan juga menutup mataku dengan tangan.
Toni membuka bajunya, kini ia telah telanjang dada. Toni memegang kedua tanganku , diletakkannya tanganku di atas kepalaku, dia pegang tanganku hanya dengan satu tangan. Kemudian Toni langsung melahap kedua payudaraku dengan buasnya, sedangkan tangannya yang satu lagi sudah sibuk mengobok-obok vaginaku yang mulai basah. Toni melakukannya dengan cukup cepat Akkkhhh pelan-pelan yank, ukkhhh. Pelan-pelan percuma aku protes pada Toni karena dia tidak menghiraukannya.
Kini Toni mengarahkan mulutnya ke arah vaginaku, sedangkan kedua tangannya meremas-remas dengan kerasnya kedua payudaraku. Toni mulai menjilati vaginaku, Akkkhhh. Enak yank erangku. Jilatan-jilatin Toni semakin menjadi-jadi, aku mulai tidak tahan lagi, Ukkkhhhh akkhhh sudah yank!, akkhhh. Ceracauku. Aku semakin menggeliat tak tentu arah, samikin aku dorong kepala Toni agar semakin dalam dia bisa menjilati vaginaku dan aku jepit kepalanya dengan kedua tangan, tubuhku menegang, rasanya sebentar lagi aku akan orgasme, Yank akkkh aku .. mau keluar akkhhh ukkhhh aakkkhhhhhhh dengan teriakan panjang akhirnya aku mencapai orgasmeku yang pertama. Tiba-tiba tubuhku menjadi lemas, capek sekali rasanya. Toni tertawa melihat aku yang sudah lemas, nafasku menggepu tidak beraturan, aku hanya bisa membalas dengan menggigit bibir sendiri tatapan nakal Toni. Belum apa-apa udah KO. Goda Toni sambil tersenyum.
Masih sibuk mengatur nafas, tiba-tiba aku dikejutkan dengan sosok bayangan yang mengintip dari luar jendela. Bayangan itu cukup tinggi, raut mukaku tiba-tiba berubah pucat. Toni sepertinya menyadarinya, Kamu kenapa yank? Tanya Toni. Jendela! jawabku. Toni menoleh ke arah jendela, tapi bayangan itu tiba-tiba menghilang. Mana? Gak ada apa-apa. Jawab Toni. Tadi ada!, protesku kepada Toni. Toni akhirnya bangkit dari tempat tidur, kemudian menuju jendela. Ketika Toni membuka jendela, dia sedikit terkejut ternyata memang ada seseorang diluar jendela. Toni mengobrol dengan orang itu, aku sebenarnya sedikit cemas tapi dengan cepat Toni kembali ke arahku. Yayan yank, katanya dia mau gabung ama kita, boleh gak? Entah kenapa aku tidak menjawab pertanyaan Toni. Yayan adalah teman baik Toni, aku juga tau kalau Yayan menaroh hati kepadaku. Aku yang hanya diam membuat Toni menyimpulkan kalau aku setuju. Ayok Yan! Tonipun memanggil Yayan, dan Yayan dengan sigap melompat kedalam kamarku.
Yank kita mainnya cepat aja ya, kata Yayan mua laki-laki harus segera ngumpul di pos ronda. Ucap Toni. Aku tidak menjawabnya, aku masih cukup lemas untuk melayani Toni, apalagi kali ini aku akan dikeroyok oleh Toni dan Yayan.
Toni langsung membuka celananya, kini Toni benar-benar bugil. Dedek Toni yang sudah berdiri tegak membuatku mulai ngeri melihatnya. Dedek Toni lumayan besar dan panjang, apalagi urat-urat pada dedeknya membuatnya semakin perkasa. Toni langsung membuka kedua kakiku, dia mulai menggesek-gesekkan kepala dedeknya ke dinding vaginaku akkhhh pelan-pelan yank, ukhhh. Ceracauku. Kini kepala dedek si Toni sudah mulai memasuki vaginaku Ukkkhhh sakit yank Toni tidak menghiraukan jeritanku. Kini dia mulai memompaku secara perlahan, rasanya nikmat sekali, Ukkhhh terus yank, Ukkhh jeritku, Tonipun mulai mempercepat tempo genjotannya, membuatku semakin bergeliat tidak tentu arah. Nikmat sekali. Aku sampai merem melek menikamati genjotan Toni, dedeknya yang panjang mampu menyentuh dinding rahimku, membuat rasanya nyeri-nyeri enak.
Sibuk menikmati genjotan Toni, aku tidak menyadari keberadaan Yayan yang sudah bugil disampingku. Yayan tanpa aba-aba langsung melahap dengan rakusnya payudaraku. Dan satu tangannya sibuk meremas-remas dengan kasarnya payudaraku yang satu lagi. Sensasi berbeda aku rasakan kali ini, baru kali ini aku melayani dua lelaki sekaligus, rasanya cukup menantang dan nikmat sekali, Ukkhhh terus Yan, terus Akhhh sepertinya sebentar lagi aku akan mencapai puncak kenikmatan untuk kedua kalinya.
Akkkhhh terus terus terus yank, terus Yan! ceracauku semakin tak karuan. Namun tiba-tiba Toni dengan gerakan cepat membalikkan badanku, aku cukup kaget dengan perbuatan Toni. Kini posisiku dalam posisi dogy style, tanpa menunggu lama Toni kembali menghujamkan dedeknya ke arah vaginaku. Toni langsung mempercepat temponyo, rasanya sungguh sangat luar biasa, Akkhhhakkhhh terus Ton, terus yank!! Ukkhhh belum selesai aku berbicara tiba-tiba mulutku langsung ditutup oleh sebuah benda yang cukup besar, itu adalah dedeknya Yayan, tidak, ini tidak layak dibilang dedek dengan ukurannya yang sangat besar, ini lebih tepatnya dibilang abangnya Yayan. Aku sampai tersedak menerima hujatan dari abangnya Yayan yang berukuran sangat jumbo. Dari belakang aku digenjot dengan cepatnya dan dari depan mulutku dipenuhi oleh abangnya Yayan Ogghhoghhh..oghhh hanya itu suara yang bisa aku keluarkan. Lima menit kami dalam posisi ini, tiba-tiba Toni mulai mengerang, Yan pindah! perintah Toni ke Yayan. Dan dengan gerakan cepat Toni berpindah posisi ke arah depanku. Kemudian crotcrotcrotcrot empat kali Toni menyemburkan spermanya diwajahku. Sperma Toni panas sekali, akupun dengan lahap menjilatinya. Hosh..hosh..hosh nafasku begitu sesak, Toni benar-benar luar biasa. Dia benar-benar menguras tenagaku. Tapi. Sepertinya ini belum berakhir.
Tanpa aku sadari, Yayan telah memegang pinggangku, tidaktidak aku tidak akan sanggup melayani Yayan dengan Abangnya yang super jumbo itu, tiba-tiba wajahku berubah menjadi pucat. Jangan Yan, istirahat dulu, Please. Aku memohon kepada Yayan, tapi ternyata Yayan tidak menghiraukannya. Dan dengan satu hentakan keras kreeekkk aku ternganga dengan sangat besar menerima hentakan Yayan. AKKKKHHHH. Jeritku, rasanya sakit sekali, vaginaku terasa robek. Aku benar-benar tidak sanggup melayani Yayan. Tubuhku tiba-tiba menjadi lemas, akupun tidak sadarkan diri.
Jam 07.30 aku baru keluar dari kamar, Entah apa yang dilakukan Yayan kepadaku, aku benar-benar sudah tidak sadar lagi, perlawanan Toni dan Yayan benar-benar membuatku kelelahan. Ketika membuka pintu kamar aku langsung bertemu dengan Abah yang sedang menghirup kopi dengan nikmatnya. Tapi raut muka Abah kali ini tidak begitu bersahabat.
Baru bangun kamu Yun?
Iya Bah, Yuni semalam kecapean banget.
Kenapa batang talas hitam kamu buang? Gak mau lagi kamu mendengar perkataan Abah? sepertinya aku mulai tau apa penyebab raut muka Abah tidak bersahabat.
Bukan begitu Abah, Yuni kan dah bilang ke Abah kalau Yuni gak percaya dengan keberadaan Orang Hitam!
Kamu gak usah ngomong lagi!! Lekas mandi dan ikut dengan Abah! Bentak Abah, kenapa Abah kini telah berubah? Tidak pernah biasanya Abah membentakku seperti ini.
Ayo naik! perintah Abah kepadaku ketika aku telah keluar rumah.
Abah akan tunjukkan kepadamu seberapa ganas orang hitam itu.
Aku menurut saja, lalu duduk menyamping di boncengan asbul tua abah yang plat roda depan dan belakangnya sudah tidak bagus lagi. Sudah lama sekali aku tidak berbonceng dengan abah seperti ini. Aku jadi merasa canggung. Sementara, di kota, aku selalu duduk menghadap ke depan di belakang punggung Fadli yang hampir setiap saat menjadi supir pribadiku. Hanya dengan imbalan hati, ia rela mengantarkan ke mana saja. Tentu saja dengan motor Ninja yang sedang ngetrend.
Abah berhenti di sebuah puskesmas di kampung kami. Lalu menuju sebuah kamar berukuran sempit. Usai mengetok pintu yang tidak ditutup, seorang laki-laki seusia abah menyambut dengan senyum terkejut. Mereka berjabat tangan.
Ini putri tunggalku, Yuni. Ia berkuliah di Padang, sekarang sedang liburan semester. Dengan bangga abah memperkenalkan aku pada temannya itu. Dengan memuji, bapak itu menyalamiku. Lalu ia mengajakku melihat putrinya yang mungkin seusia aku tengah terbaring tak berdaya dengan mata terbuka.
Sudah hampir seminggu Ririn tidak sadarkan diri. Orang Hitam sudah menggagahinya. Lihatlah!
Bapak itu kemudian menyingkap separoh atas selimut putrinya. Aku begitu terkejut, kulit perempuan tanpa kain itu penuh memar-memar biru. Bahkan ada yang membekas seperti cakaran. Menghitam.
Kata bidan, anakku trauma, dan sampai sekarang tidak mau bicara, tidak mau makan. Sehingga harus diimpus terus. Bapak itu bercerita dengan mata berkaca-kaca.
Aku sempat melihat dan melawan orang hitam itu. Wajahnya tak berupa, datar saja, seluruh tubuhnya gelap. Ia begitu kuat dan tak terkalahkan. Akhirnya aku bacakan Ayat Kursi, ia berteriak lalu menghilang. Tapi aku telah terlambat. Sejak saat itu, sampai sekarang, beginilah keadaan Ririn. Dia sudah tidak perawan lagi.
Si bapak kembali menutup tubuh anaknya dengan selimut. Perempuan itu tetap diam dengan mata terbuka menghadap ke langit-langit kamar tersebut. Bibirnya pucat pasi. Tak bergerak.
Tiba-tiba saja aku membayangkan diriku mendapatkan perlakuan yang sama. Mengerikan sekali. Dalam perjalanan pulang, aku terus membayangkan perempuan tadi. Aku jadi berpikir kembali, apa benar Orang Hitam itu ada? Kalau tidak, mengapa tubuh perempuan tadi bisa memar sedemikian rupa? Kalaupun disiksa, cakaran itu sangat dalam dan panjang. Jelas bukanlah cakaran manusia, bukan pula hewan. Lantas apa? Ah, entahlah. Yang jelas aku merasa sedikit risih. Hanya sedikit.
Abah hanya banyak diam saja semenjak mengajakku ke Puskesmas tadi, seharian ini Abah juga sering tidur, wajar saja karena Abah hampir setiap malam begadang untuk meronda.
Aku hari ini disibukkan dengan pekerjaan rumah tangga, mulai dari bersih-bersih rumah, halaman, dan juga kebun bunga kesayanganku tentunya. Ketika membersihkan kebun, sering kali aku digoda oleh preman kampung yang lewat di depan rumah. Apakah itu Toni yang kesannya seperti orang yang tidak kenal denganku, ataupun Yayan, Randi dan preman-preman lainnya. Aku hanya tersenyum melihat tingkah mereka, malahan aku balas godaan mereka dengan godaan yang tidak kalah menggodanya. Aku sengaja menungging dengan celana trening panjang ketatku ke arah mereka yang sedang duduk-duduk di warung Etek Wati. Mereka semua ternganga melihatku. Atau aku juga berkali-kali mengikat rambut panjangku, membuat dadaku semakin membusung dan baju kaos yang aku kenakkan sedikit naik ke atas sehingga memperlihatkan sebagian perut putihku. Aku sengaja tidak memakai hijab hari ini. Entah kenapa melakukan hal-hal seperti ini membuat aku senang dan puas telah berhasil membuat mata para lelaki menikmati pemandangan kemolekan tubuhku.
Selesai membersihkan halaman, tidak lupa aku masak masakan kesukaan Abah, jam 13.00 wib aku bangunkan Abah untuk makan siang dan sholat Dzuhur. Selesai sholat dan makan Abah kembali melanjutkan tidurnya, sedangkan aku melanjutkan kerjaku mencuci pakaianku dan Abah yang sudah menggunung. Selesai mencuci, aku juga melanjutkan menstrika pakaian. Luar biasa kesibukanku hari ini. Tepat pukul 16.00 wib, semuanya baru selesai aku lakukan.
Sungguh sangat luar biasa pekerjaanku hari ini, selesai semua pekerjaan sudah saatnya aku memanjakan diri. Aku langsung menuju sumur yang berada di bagian belakang rumahku untuk mandi. Di kampung aku masih mandi di sumur. Sumur yang cukup dalam dan mempunyai ruangan berukuran 3×4 m yang dipagar dengan seng bekas. Bagian atasnya tidak ditutup, membuatku mandi langsung disinari oleh cahaya matahari. Sering aku sadari kalau ada beberapa mata yang menginintipku sedang mandi di lubang-lubang kecil bekas paku diseng dinding sumur. Aku menyadarinya, tapi aku biarkan saja. Entah kenapa aku bigitu suka jikalau tubuhku ini diperhatikan orang, apakah ini penyakit?
Aku terbiasa mandi tanpa memakai apapaun, setelah melepas semua pakaianku, aku mulai menyirami tubuhku. Grrrrr. Rasanya segar sekali. Sekali-kali sambil menyiram tubuhku, aku juga memijat-mijat payudaraku agar tetap terlihat kencang.
Sedang asik menyirami tubuhku dengan air, tiba-tiba mulutku disekap dari belakang. Sontak saja membuatku terkejut dan langsung membrontak. Ssssssstt ini aku yank bisik Toni kepadaku. Hampir saja jantungku copot, untung saja orang yang menyekapku adalah Toni. Dari tadi aku mengintipmu dari luar yank, tubuhku sangat sexy sekali, indah, aku ngak tahan ingin menikmatinya ucap Toni, aku sedikit tersipu dengan pujian Toni. Bentar aja ya yank! ucap Toni yang masih menutup mulutku dengan tangannya. Kemudian Toni menurunkan retsletingnya. Dan dedek Toni mulai mencari lobang vaginaku, masih dalam keadaan berdiri dengan posisi Toni berada dibelakangku. Tubuhku yang sudah licin membuat dedek Toni dengan mudah menerobos lubang vaginaku, Tonipun mulai menggenjotku. HmmmOghhh,,,, Oghhhh hanya itu suara yang bisa aku keluarkan.
Hampir lima menit kami dalam posisi ini, aku sampai menutup mata untuk menikamati perlakuan Toni kepadaku. Tapi alangkah terkejutnya aku ketika masih digenjot Toni, dua payudaraku diemut oleh dua orang sekaligus. Ketika aku membuka mata ternyata sudah ada Yayan dan Randi yang asik mimik dipayudaraku. Bukannya protes dengan perlakuan mereka, malahan aku semakin menikmati. Tubuhku benar-benar serasa dialiri listrik, rasanya enak sekali.
Toni mencoba untuk mengganti posisi, kini dia tidak lagi mnyekap mulutku. Toni tiduran dilantai sumur. Dia tidak menghiraukan tubuhnya yang basah karena lantai sumur. Aku disuruhnya duduk di atas tubuhnya Blesss. Ogghhh. Enak yank jeritku sambil menutup mata dan menggigit bibirku sendiri. Akupun mulai menaik turunkan tubuhku diatas tubuh Toni, rasanya sungguh luar biasa. Masih asyik bermain di atas tubuh Toni, tiba-tiba Yayan menghentikanku, dia menyuruhku berposisi lebih merunduk. Aku tau apa yang akan dilakukan Yayan, Jangan Yan, aku gak bakalan sanggup. Pintaku pada Yayan, tapi Yayan yang sedang kesetanan tidak menghiraukanku, malahan dia menekan punggungku hingga tubuhku sedikit berposisi menungging. Yayan sudah melumuri abangnya dengan sabun mandi. Walaupun sudah licin tapi pasti tidak akan muat dilubang anusku. Yayan menghentakan sekali Akhhh sakit Yan! Yayan tidak menghiraukannya, aku sudah terisak-isak menahan rasa sakit, tapi Yayan tetap tidak menghiraukannya, hingga pada satu moment Yayan menghentakannya abangnya dengan kerasnya ke lubang anusku kraaaaakkkk. Suara anusku robek dikoyak abangnya Yayan. Aku semakin menangis menjadi-jadi, tapi Yayan semakin senang melihatnya. Yayan mulai menggenjotku, begitu juga dengan Toni dari bawah. Rasanya digenjot dari dua lubang sekaligus sungguh membuatku tak bisa berbuat apa-apa, perihhhhhh sekali. Tapi tiba-tiba kembali aku mendapat kejutan. Mulutku yang ternganga menahan rasa perih kini telah dipenuhi oleh dedeknya Randi yang berada di depanku. Ketiga laki-laki ini tanpa belas kasihan mengerayangi dengan buasnya. Aku yang awalnya merasa perih dan kesakitan, kini mulai bisa menikamati permainan ini, rasanya sudah mulai sakit-sakit enak Oghhhhoghhhhtt terus oggghhhtt.. ceracauku. fantasiku.com Sepuluh menit aku harus melayani mereka bertiga hingga akhirnya hampir secara bersamaan mereka mendapatkan orgasme. Toni memuntahkan dilubang vaginaku, Yayan dilubang anusku dan Randi didalam mulutku. Setelah puas, mereka bertiga meninggalkanku tergeletak begitu saja di lantai sumur.
Kenapa mandinya lama sekali? Abah tiba-tiba mengagetkanku yang baru saja keluar dari sumur.
Eeeh Abah, ngagetin Yuni aja, biasalah Bah, cewek kalau mandi. Jawabku dengan kelabakan. Apakah Abah mengetahui yang baru saja aku lakukan di sumur?
Buruan masuk ke dalam! Abah juga mau mandi. Ucap Abah, dari respon Abah sepertinya Abah tidak mengetahui aksi gila yang baru saja aku lakukan di sumur.
Hari telah larut senja, dengan kesibukanku hari ini membuatku bisa sejenak tidak memikirkan sosok Orang Hitam. Akan tetapi ketika waktu maghrib tiba kembali Abah berkali-kali membahas soal Orang Hitam. Membuat moodku kembali hilang.
Malam ini Abah akan ronda lagi, Yuni berhati-hatilah di rumah, jangan sesekali membukakan pintu untuk orang yang tak di kenal. Ingat, Orang Hitam bisa berubah bentuk menjadi orang yang kita kenal. Kalau mencurigakan, langsung lecutkan saja batang talas hitam yang abah berikan tadi. Sudah tiga kali pesan yang sama abah sampaikan kepadaku sebelum abah meronda.
Namun tidak ada siapa-siapa yang datang. Bahkan diam-diam aku sering keluar, membeli cemilan atau sekedar membeli obat nyamuk bakar di kedai yang tidak terlalu jauh dari rumah.
Setelah Abah berangkat meronda, aku langsung tidur saja. Sebentar, aku terjaga. Mataku tak mau dipejam lagi. Aku mengambil sebuah buku yang baru aku beli sebelum pulang kampung kemaren. Untuk menemaniku membaca, aku berniat menyiapkan segelas kopi hangat. Tapi toples gula ternyata kosong. Padahal baru malam tadi aku membeli gula setengah kilo di kedai etek Wati. Abah memang boros kalau mengopi. Kalau tiba candunya, kadang bisa lima bahkan delapan kali dalam sehari. Gulanya pun tidak cukup satu sendok atau dua sendok untuk sekali mengopi.
Setelah mengganti baju, aku keluar rumah. Seperti biasa, pintu tak perlu kukunci, karena kedai etek Wati tidak terlalu jauh dari rumah. Gula seperempat, tek. Pintaku. Ooo Kamu lagi, Yun, sudah berapa kali etek peringatkan, kampung kita sedang tidak aman. Kalau sudah begitu, mulut cerewet tek Wati akan sulit dibendung. Aku tersenyum saja. Kubayar gula seperempat kilo yang diserahkan tek Wati, lalu bergegas pergi sambil berterimakasih dengan tertawa. Tek Wati hanya geleng-geleng kepala.
Dari halaman, bulu kudukku tiba-tiba merinding melihat pintu rumah sedikit terbuka. Lambat-lambat aku berjalan ke arah pintu. Sesampai di dekat pintu, aku mendengar suara-suara aneh, seperti suara auman yang ditahan. Dengan sangat hati-hati pintu kubuka, aku melihat dua ekor kucing tengah sibuk menggaruk-garuk tonggak tengah rumah yang terbuat dari kayu. Aku bernafas lega. Sampai di dalam, kukunci pintu rapat-rapat. Lalu menuju dapur untuk membuat segelas kopi hangat. Ketika menuangkan air panas dari tarmos ke dalam gelas, tiba-tiba dari arah luar rumah aku mendengar teriakan dari seseorang pria.
Orang Hitam. Orang Hitam Tolong. Tolong. Suara teriakan itu terdengar begitu dekat. Mungkin hanya berjarak puluhan meter dari arah belakang rumah. Teriakan orang tersebut makin kencang, diikuti oleh suara auman, seperti suara auman yang tadi aku dengar di dalam rumah. Tapi kali ini suaranya lebih kuat dan terdengar jelas Aaauuummm Auuuumm. Grrrrr. Suaranya begitu menggelegar, aku benar-benar ketakutan mendengarnya. Aku tidak jadi membuat kopi, bulu kudukku semuanya berdiri. Aku memutuskan untuk berlari menuju kamar, aku kunci rapat pintu kamar kemudian aku berkelumun dibalik selimut. Tolong.. Akkhhhh. Tolong. Kembali aku mendengar teriakan dari pria tersebut. Suaranya cukup familiar bagiku, siapa itu gerangan? Auuuummmm Grrrrr. Aummmm Kembali aku mendengar auman seperti auman hewan buas yang sedang memangsa sesuatu. Suara auman tersebut dilanjutkan dengan hiruk pikuk anjing sekampung yang menggonggong dan mengaum secara bersamaan. Membuat suasana semakin mencekam. Aku benar-benar takut. Suara terikan pria tersubut hanya berjarak kurang lebih 30 m dibelakang rumahku, atau bisa jadi lebih dekat.
Beberapa menit kemudian baru aku mendengar suara pentongan ronda dan keramaian warga berdatangan toktoktoktok Orang Hitam tok tok tok Orang Hitam Orang Hitam warga begitu banyak yang berdatangan. Mungkin semua warga kampung menuju ke arah belakang rumahku. Menyadari orang sudah sangat ramai di luar, membuatku juga penasaran untuk keluar rumah. Aku buka pintu kamar, dan aku liat dari arah balik jendela depan rumah banyak warga berdatangan baik jalan kaki maupun dengan motor. Mereka membawa obor, senjata tajam, ataupun anjing untuk berburu. Aku kemudian menuju dapur dan berencana untuk keluar lewat pintu belakang, karena kejadian tadi terjadi dari arah belakang rumah. Belum sempat aku membuka pintu sepenuhnya, Abah sudah berteriak dari luar rumah.
Yuni jangan keluar, di dalam rumah saja!!! karena kaget mendengar teriakan Abah akupun langsung kembali menutup pintu belakang. Sebenarnya aku sangat penasaran dengan kejadian di luar rumah, tapi karena takut dimarahai Abah, aku lebih memilih untuk kembali ke dalam kamar. Sampai jam dua pagi, orang-orang masih ramai di luar. Mataku tidak bisa terpejam karena begitu ributnya suasana diluar rumah. Malahan sebelumnya jam 00.00 Wib terdengar olehku suara ambulance menuju pusat keramaian. Apakah kembali jatuh korban oleh Orang Hitam? Tapi kenapa kali ini korbannya seorang pria? Siapa pria itu? Apakah pria tersebut tidak apa-apa? Atau jangan-jangan pria itu tewas? Akkhhh. Begitu banyak berseliwengan pertanyaan dikepalaku. Terakhir aku melihat jam pukul 03.15 dinihari, setelah itu sepertinya aku ketiduran.
Jam 09.00 pagi aku baru terbangun. Kejadian semalam membuatku bangun kesiangan. Kepalaku sedikit pusing, sepertinya aku masih mengantuk. Tapi karena penasaran dengan apa yang telah terjadi tadi malam, aku paksakan untuk bangun dan keluar kamar. Diluar tidak ada Abah yang sedang ngopi. Mungkin Abah masih tidur. Aku bersegera untuk mandi, mana tau Toni kembali menyekapku di sumur dan aku bisa bertanya tentang kejadian semalam dengan Toni. Tapi tunggu dulu, kenapa Toni semalam tidak datang atau minimal mesmsku? Hmmm. Mungkin karena kejadian semalam terlalu dekat dengan rumah membuat Toni mengurungkan niatnya untuk berkunjung. Aku mencoba berpikir positif.
Selesai sudah aku mandi, tapi tidak ada tanda-tanda dari Toni, aku sedikit kecewa. Setelah mandi dan berganti pakaian aku memutuskan untuk duduk-duduk di ruang tamu sambil menikmati secangkir kopi. Berselang beberapa lama, ada motor matic yang datang menuju rumah. Dari kejauhan bisa aku liat, itu Ratna. Sahabat kecilku. Kapan dia pulang?
Assalamualaikum. Sapa Ratna
Walaikumsalam. Masuk Rat!
Lagi apa kamu Yun? Tanya Ratna sambil duduk di sofa ruang tamu.
Ini lagi ngopi, kapan kamu pulang? tumben kesini pakai motor segala? tanyaku kepada Ratna, rumah Ratna hanya berjarak +/- 50 meter dari rumahku.
Aku pulang kemarin, cuman baru bisa berkunjung hari ini, Loh kamu belum tau Yun?
Belum tau apa?
Soal kejadian malam tadi Yun?
Kejadian semalam? ya tau lah Rat, toh kejadiannya di belakang rumahku.
Hmmm. Berarti kamu belum tau Yun. Apa maksut perkataan Ratna? Tiba-tiba perasaanku tidak enak. Aku hanya terdiam, kemudian Ratna melanjutkan ceritanya.
Aku yakin kalau kamu belum tau siapa korban kejadian semalam. Korbannya Toni Yun, aku kesini mau ngajak kamu menjenguk Toni ke Rumah Sakit Umum. Toni sedang koma.
Bagai disambar petir disiang bolong, aku begitu terkejut mendengar perkataan Ratna. Korban keganasan Orang Hitam ternyata adalah Toni, tapi kenapa Toni? Toni adalah sepupu Ratna. Ratna adalah salah seorang yang tau tentang hubungan kami.
Serius kamu Rat? Kamu bohong kan? Ngak ngak ini ngak mungkin, hiks hiks Aku benar-benar tidak percaya, air mataku tanpa kusadari telah mengalir. Gimana keadaan Toni sekarang Rat? Hiks tanyaku pada Ratna sambil terisak.
Tenang Yun, kita berdoa yang terbaik aja buat Toni, Toni cukup banyak mendapatkan jahitan karena luka yang dia alami, mending kita jenguk Toni aja yok Yun! Ajak Ratna kepadaku. Tentu saja aku tidak menolak, aku langsung bergegas mengganti pakaian dan bersegera untuk pergi. Tidak lupa aku meminta izin kepada Abah.
Bah, Yuni ke Rumah Sakit Umum dulu ya, ngejenguk teman yang lagi sakit, pulangnya sorean. Ucapku pada Abah, tapi tidak ada jawaban, mungkin Abah tertidur terlalu lelap. Nanti sajalah aku telpon Abah buat minta izin lagi, pikirku dalam hati.
Rumah Sakit Umum memang cukup jauh letaknya dari kampung. Butuh waktu hampir satu jam untuk menuju kesana. Tapi demi mengetahui keadaan Toni bagiku tidak masalah. Tidak lupa aku membeli beberapa macam buah-buahan untuk dibawa ke Rumah Sakit.
Sesampai di Rumah Sakit Umum, kulihat di pekarangan Rumah Sakit sudah banyak berkerumun warga kampungku. Kejadian semalam sepertinya benar-benar viral hingga begitu banyak warga yang ingin mengetahui keadaan Toni. Toni masih dirawat di ruang ICU, di luar ruang ICU telah menunggu Yayan, Randi dan teman-teman Toni lainnya.
Bagaimana keadaan Toni, Yan? Tanyaku kepada Yayan tanpa basa-basi.
Toni sudah sadar, tapi dia masih belum bisa diajak ngomong, pandangannya kosong, tak tau entah kenapa dia seperti itu.
Mungkin Toni mengalami trauma yang cukup mengerikan, makanya dia seperti itu. Ucap Randi menambahkan jawaban Yayan.
Kita masuk yok Yun. Ajak Ratna kepadaku. Kemudian aku mengikuti Ratna dari belakang. Sesampai di dalam ruang ICU, aku melihat Toni terbaring lemas. Dia ditemani etek Ita, ibu kandung Toni.
Hai uda, apa kabarnya? Coba liat siapa yang aku bawa? sapa Ratna kepada Toni. Toni hanya menoleh kepada Ratna, ia hanya diam. Aku menghampiri Toni, Tonipun mengarahkan pandangannya ke arahku. Tapi diluar dugaan, Toni begitu terkejut melihat kedatanganku. Raut mukanya tiba-tiba berubah menjadi pucat dan berkeringat. Toni membuka oksigen yang sedang dia pakai, Toni langsung duduk dan berteriak. Jangan mendekat, pergi pergi kamu, pergi, pergiiiiiii!!!! teriak Toni. Aku begitu kaget melihat ekspresi Toni terhadap kehadiranku, Toni meronta-ronta dan berteriak seperti orang gila. Etek Ita memanggil Dokter dan juga perawat untuk menenangkan Toni. Yayan dan Randipun ikut membantu memegang Toni. Toni seperti orang sedang keserupan dan sangat takut melihatku. Pergi kamu pergi!!! teriak Toni kearahku. Melihat kelakuan Toni akupun berlari keluar sambil menangis. Kenapa Toni seperti ini kepadaku? Apa salahku? Isakku dalam hati. Ini semua pasti karena Orang Hitam, pasti gara-gara Orang Hitam. Tiba-tiba saja timbul kebencian yang sangat mendalam dari diriku kepada Orang Hitam. Dasar makhluk jadi-jadian terkutuk!!! Umpatku dalam hati.
Butuh waktu hampir tiga puluh menit untuk dokter bisa menenangkan Toni. Akhirnya Toni diberi suntikan penenang agar dia bisa dikendalikan. Aku tidak lagi masuk ke dalam ruang ICU. Aku hanya menunggu di luar bersama Ratna, Yayan, Randi, keluarga Toni dan warga kampong lainnya. Yayan dan Randi bergantian menceritakan kronologis kejadian semalam. Yayan sempat berbisik kepadaku. Semalam Toni sebenarnya ingin ke rumah Yuni, tapi naasnya si Toni bertemu Orang Hitam menjelang sampai di rumah Yuni. Cerita Yayan
Cukup lama aku berada di Rumah Sakit Umum, karena hari sudah mulai sore aku dan Ratna akhirnya memutuskan untuk pulang. Pas menjelang azan magrib aku sampai di rumah. Sesampai di rumah aku melihat Abah sedang mengasah senjata seperti samurai.
Kemana aja kamu nak? Tanya Abah kepadaku.
Dari Rumah Sakit Bah, tadi Yuni dah izin, tapi Abah masih tidur.
Kenapa tidak telpon atau sms Abah?
Iya Bah, Yuni lupa, Maaf. Untuk apa itu Bah? aku coba bertanya untuk mengalihkan pembicaraan agar Abah tidak marah padaku.
Malam ini Orang Hitam harus mati dipedang ini, seluruh warga kampung telah sepakat, malam ini adalah malam terakhir untuk Orang Hitam bisa berkeliaran . Ujar Abah dengan seriusnya. Aku tidak begitu menghiraukan perkataan Abah. Karena capek aku lebih memilih masuk ke dalam kamar untuk beristirahat. Sempat aku liat ada beberapa senjata lainnya yang disembunyikan Abah dibalik sarungnya.
Jam 21.00 wib Abah kembali keluar rumah untuk meronda. Seperti biasanya ceramah rutin Abah kepadaku untuk berhati-hati tidak bosan-bosannya Abah sampaikan. Sepeninggalan Abah langsung aku kunci pintu rumah dan juga pintu kamarku. Tapi entah kenapa malam ini perasaanku benar-benar tidak enak. Aku begitu gelisah, tetapi tidak tau apa yang aku gelisahkan. Sudah hampir satu jam aku mencoba menutup mata tetapi tidak juga berhasil. Dan aku kembali dikejutkan dengan suara ringtone hpku sendiri. Ratna menelpon.
Yun kamu dimana? Tanya Ratna dengan suara menggigil, sepertinya Ratna sedang ketakutan.
Aku di rumah Rat, ada apa? Kamu kenapa Rat?
Aku sendirian di rumah Yun, aku takut, Bapak sama Ibu sedang ke Rumah Sakit, aku takut Yun. Ada orang bertubuh besar berkeliaran disekeliling rumahku Yun,Yun tolong aku Yun Tolong tuutttuutttuuttt. Panggilan Ratna terputus, aku coba telpon kembali Ratna tetapi tiba-tiba Hpnya mati. Aku bingung harus berbuat apa, aku coba menelpon Abah tapi ternyata Hp Abah juga mati. Aku benar-benar tidak tau harus berbuat apa. Akhirnya aku putuskan untuk keluar mencoba mencari bantuan. Tidak lupa aku membawa batang talas hitam yang sudah ditarok Abah di atas meja. Aku bergegas menuju kedai tek Wati, tapi ternyata kedai tek Wati tutup. Ku coba memanggil-manggil tek Wati tapi tidak ada yang menyahut. Akhhh sial, bagaimana ini? ujarku sendiri. Rumah Ratna bisa aku liat dari kejauhan. Semua lampu rumah Ratna telah padam, aku semakin cemas jadinya tentang keadaan Ratna. Akhirnya, dengan keberanian yang tersisa aku menuju rumah Ratna, mungkin ini sudah jalan takdirku untuk membalas apa yang telah dilakukan Orang Hitam kepada Toni.
Sesampai di rumah Ratna, aku hampiri rumahnya dengan mengendap-endap, bulu kudukku benar-benar merinding. Bukan hanya bulu kuduk, tapi semua buluku merinding. Pintu rumah Ratna terbuka sedikit, sepertinya baru saja ada yang masuk kedalam rumah ini. Aku beranikan diri untuk memasuki rumah Ratna yang ukurannya cukup besar, hanya berbekal cahaya senter Hp dan batang talas hitam. Sesampai di ruang tamu aku coba memanggil Ratna. Ratna Rat kamu dimana? tidak ada jawaban. Kemudian aku mencoba mencari kontak listrik untuk menghidupkannya. Tapi berkali-kali aku coba tidak bisa hidup. Apakah listrik di Rumah Ratna rusak? Aku kemudian kembali mencoba mencari Ratna, aku mencoba menuju kamarnya, kamar Ratna ada dilantai 2. Perlahan aku mulai menaiki tangga. Dari kamar Ratna aku mulai mendengar suara gaduh, seperti suara anak kecil yang sedang melonjak-lonjak di atas tempat tidur. Aku beranikan diri perlahan membuka pintu kamar Ratna, ternyata dari dalam kamar Ratna ada cahaya, cahaya lilin tepatnya. Aku coba mengintip isi kamar, dan betapa kagetnya aku dengan apa yang aku liat didepan mataku.
Orang Hitam sedang menggagahi Ratna, Ratna digenjotnya dengan brutalnya, menghasilkan bunyi yang begitu keras. Ratna sudah telanjang bulat. Tangannya diikat keduanya, dan diikatkan di besi penyangga kasur bagian atas. Mulut Ratna disekap dengan kain. Ratna masih sadarkan diri dia menangis tapi tidak bisa bersuara, kakinya dibuka lebar-lebar dan Orang Hitam memaju mundurkan kelamin besarnya ke Vagina Ratna. Darah bercucuran dari Vagina Ratna, sepertinya itu darah perawannya Ratna. Badanku benar-benar menggigil melihat kejadian ini, aku tidak bisa beranjak dari tempat berdiriku. Ratna menatapku, dia hanya bisa menangis menahan rasa sakit. Orang Hitam semakin brutal, kali ini orang hitam menggenjot Ratna sambil mencekek lehernya, sedang tangannya yang satu lagi meremas-remas payudara Ratna yang masih sekal dengan buasnya. Ratna meronta-ronta karena susah bernafas, tidak lama kemudian Ratnapun pingsan.
Aku masih mematung didepan pintu kamar Ratna. Kali ini orang hitam mengeluarkan sesuatu yang berbentuk seperti senjata dari dalam celananya. Ternyata senjata tersebut seperti kuku-kuku yang sangat besar dan tajam. Orang Hitam mengangkat tangannya bersiap untuk mencabik-cabik tubuh Ratna.
Hentikannnnnn!!!! Teriakku dengan kerasnya, entah keberanian darimana aku dapat. Kemudian aku berlari ke arah Orang Hitam dan memukulkan batang talas hitam ke arah tubuhnya. Rasakan ini rasakan ini Teriakku. Tapi ternyata pukulanku tidak mampan sama sekali. Ayat kursi ayat kursi ucapku, tapi apa daya, sejak tamat Sd aku tidak pernah mengaji lagi, disuruh pergi mengaji oleh Abah malahan aku pergi keluyuran dengan Ratna dan Toni. Abah maafkan anakmu. Ucapku dalam hati, aku sudah pasrah dengan apa yang terjadi berikutnya. Orang Hitam menatapku, tatapannya sangat tajam, kemudian dia menghempaskan tangan bercakarnya ke arahku. Aku terpelanting ke arah sebuah lemari. Kepalaku terbentur. Aku mulai tidak sadarkan diri. Orang Hitam berdiri dihadapanku, ketika ia berdiri aku menyadari satu hal, Orang Hitam bukanlah makhluk jadi-jadian, dia manuasia biasa. Aku yakin itu. Orang Hitam kemudian, berjalan mencoba meninggalkanku dan Ratna. Dan ada satu hal lagi yang juga aku sadari, tatapan mata itu, tatapan mata itu, air mata mengalir deras seketika dipipiku. Aku tau siapa Orang Hitam itu.
Abahhhh. Panggilku dengan pilu, Orang Hitam itu berhenti. Kenapa Abah lakukan ini, kenapa? Hikshiks tanyaku dengan terisak.
Orang Hitam hanya diam sejenak, kemudian dia kembali berjalan. Tunggu Bah!!, jawab dulu pertanyaan Yuni, KENAPA? tanyaku sambil berteriak. Orang Hitam akhirnya membalikkan badannya. Aku tidak mau dikampung ini cuman anakku yang menjadi anak gadis tapi sudah tidak perawan lagi ucap Orang Hitam dengan suara yang juga terisak. Kemudian Orang Hitam meninggalkanku dan Ratna yang masih pingsan.
HiksHiksHiks aku menangis dengan kerasnya. Maafin Yuni Bu, maafin Yuni Bah, maafin Yuni, Maafin Yuni Bu, Ibu benar Abah memang unik dan misterius, maafin Yuni tidak bisa menjaga Abah. Hiks. Hiks gara-gara Yuni, Abah juga menjadi seperti ini, hiks hiks Jeritku dalam hati.
Dan seperti kata Abah, malam ini adalah malam terakhir Orang Hitam berkeliaran.,,,,,,,,,,,,,,,,,