pembantu vs majikan dan Nafsu Tante dengan Anaknya

Author:

Cerita Mesum Terbarucerita seks ini memang merupakan pengalaman seks ku pada waktu itu yang ku jadi kan sebuah cerita mesum terkini. kita mulai saja ya cerita bokep ini,, hari ini seperti biasa aku perhatikan istriku sedang bersiap untuk berangkat kerja, sementara aku masih berbaring. Istriku memang harus selalu berangkat pagi, tidak seperti pekerjaanku yang tidak mengharuskan berangkat pagi. Tidak lama kemudian aku perhatikan dia berkata sesuatu, pamitan, dan perlahan meninggalkan rumah.  Sementara aku bersiap kembali untuk tidur, kembali kudengar suara orang mendekat ke arah pintu kamar. Tetapi langsung aku teringat pasti pembantu rumah tangga kami, Lia, yang memang mendapat perintah dari istriku untuk bersih-bersih rumah sepagi mungkin, sebelum mengerjakan yang lain.  Lia ini baru berumur 17 tahun, dengan tinggi badan yang termasuk pendek namun bentuk tubuhnya sintal. Aku hanya perhatikan hal tersebut selama ini, dan tidak pernah berfikir macam-macam sebelumnya. 

Tidak berapa lama dari suara langkah yang kudengar tadi, Lia
pun mulai tampak di pintu masuk, setelah mengetuk dan meminta izin sebentar, ia
pun masuk sambil membawa sapu tanpa menunggu izin dariku. Baru pagi ini aku
perhatikan pembantuku ini, not bad at all. Karena aku selalu tidur hanya dengan
bercelana dalam, maka aku pikir akan ganggu dia. Dengan masih pura-pura tidur,
aku menggeliat ke samping hingga selimutku pun tersingkap. Sehingga bagian
bawahku sudah tidak tertutup apapun, sementara karena bangun tidur dan belum
sempat ke WC, kemaluanku sudah mengeras sejak tadi.  Dengan sedikit mengintip, Lia berkali-kali
melirik kearah celana dalamku, yang didalamnya terdapat ‘Mr. Penny’ku yang
sudah membesar dan mengeras. Namun aku perhatikan dia masih terus mengerjakan
pekerjaannya sambil tidak menunjukkan perasaannya.  Setelah itu dia selesai dengan pekerjaannya
dan keluar dari kamar tidur. Akupun bangun ke kamar mandi untuk buang air kecil.
Seperti biasa aku lepas celana dalamku dan kupakai handuk lalu keluar mencari
sesuatu untuk minum. 

Kulihat Lia masih
meneruskan pekerjaannya di ruang lain, aku rebahkan diriku di sofa depan TV
ruang keluarga kami. Sejenak terlintas untuk membuat Lia lebih dalam menguasai
‘pelajarannya’. Lalu aku berfikir, kira-kira topik apa yang akan aku pakai,
karena selama ini aku jarang sekali bicara dengan dia.  Sambil aku perhatikan Lia yang sedang sibuk,
aku mengingat-ingat yang pernah istriku katakan soal dia. Akhirnya aku ingat
bahwa dia memiliki masalah bau badan.

Dengan tersenyum gembira aku panggil dia dan kuminta untuk
berhenti melakukan aktivitasnya sebentar. 
Lia pun mendekat dan mengambil posisi duduk di bawah. Duduknya sangat
sopan, jadi tidak satupun celah untuk melihat ‘perangkatnya’. Aku mulai saja
pembicaraanku dengannya, dengan menanyakan apakah benar dia mempunyai masalah
BB. Dengan alasan tamu dan relasiku akan banyak yang datang aku memintannya
untuk lebih perhatian dengan masalahnya. 
Dia hanya mengiyakan permintaanku, dan mulai berani mengatakan satu dua
hal. Semakin baik pikirku. Masih dengan topik yang sama, akupun mengajaknya
ngobrol sejenak, dan mendapat respon yang baik. Sementara dudukku dengan
sengaja aku buat seolah tanpa sengaja, sehingga ‘Mr. Penny’ku yang hanya
tertutup handuk akan terlihat sepenuhnya oleh Lia.  Aku perhatikan matanya berkali-kali melirik
ke arah ‘Mr. Penny’ku, yang secara tidak sengaja mulai bangun. Lalu aku
tanyakan apa boleh mencium BB-nya, sebuah pertanyaan yang cukup mengagetkannya,
selain karena pertanyaan itu cukup berani, juga karena matanya yang sedang
melirik ke ‘anu’ ku. Untuk menutupi rasa malunya, diapun hanya mengangguk
membolehkan. 

Aku minta dia untuk mendekat, dan dari jarak sekian
centimeter, aku mencoba mencium BBnya. Akalku mulai berjalan, aku katakan tidak
begitu jelas, maka dengan alasan pasti sumbernya dari ketiaknya, maka aku minta
dia untuk menunjukkan ketiaknya.  Sejenak
dia terdiam, mungkin dipikirnya, apakah ini harus atau tidak. Aku kembali
menyadarkannya dengan memintanya kembali memperlihatkan ketiaknya.  Melihat tatapannya aku mengerti bahwa dia
tidak tahu apa yang harus dikerjakannya untuk memenuhi

permintaanku. Maka aku
dengan cepat menuntunnya agar dia tidak bingung akan apa yang harus dilakukan.
Dan aku katakan, naikkan saja baju kaosnya sehingga aku dapat memeriksa
ketiaknya, dan aku katakan jangan malu, toh tidak ada siapapun di rumah.  Perlahan diangkatnya baju kaosnya dan akupun
bersorak gembira. Perlahan kulit putih mulusnya mulai terlihat, dan lalu
dadanya yang cukup besar tertutup BH sempit pun mulai terlihat. ‘Mr. Penny’ku
langsung membesar dan mengeras penuh.  Setelah
ketiaknya terlihat, akupun memberi perhatian, kudekatkan hidungku terlihat bulu
ketiaknya cukup lebat. Setelah dekat aku hirup udara sekitar ketiak, baunya
sangat merangsang, dan akupun semakin mendekatkan hidungku sehingga menyentuh
bulu ketiaknya. Sedikit kaget, dia menjauh dan menurunkan bajunya.

Lalu aku katakan bahwa dia harus memotong bulu ketiaknya jika ingin BBnya hilang.  Dia mengangguk dan berjanji akan mencukurnya. Sejenak aku perhatikan wajahnya yang tampak beda, merah padam. Aku heran kenapa, setelah aku perhatikan seksama, matanya sesekali melirik ke arah ‘Mr. Penny’ku. Ya ampun, handukku tersingkap dan ‘Mr. Penny’ku yang membesar dan memanjang, terpampang jelas di depan matanya. Pasti tersingkap sewaktu dia kaget tadi. Lalu kuminta Lia kembali mendekat, dan aku katakan bahwa ini wajar terjadi, karena aku sedang berdekatan dengan perempuan, apalagi sedang melihat yang berada di dalam bajunya. Dengan malu dia tertunduk. Lalu aku lanjutkan, entah pikiran dari mana, tiba-tiba aku memuji badannya, aku katakan bahwa badannya bagus dan putih. 

Baca Juga Cerita Mesum Indonesia : Pembantu Dan Bosnya

Aku juga mengatakan bahwa bibirnya bagus. Entah keberanian dari mana, aku bangun sambil memegang tangannya, dan memintanya berdiri berhadapan. Sejenak kami berpandangan, dan aku mulai mendekatkan bibirku pada bibirnya. Kami berciuman cukup lama dan sangat merangsang. Aku perhatikan dia begitu bernafsu, mungkin sudah sejak tadi pagi dia terangsang.  Tanganku yang sudah sejak tadi berada di dadanya, kuarahkan menuju tangannya, dan menariknya menuju sofa. Kutidurkan Lia dan

menindihnya dari pinggul ke bawah, sementara tanganku berusaha membuka bajunya.  Beberapa saat nampaknya kesadaran Lia bangkit dan melakukan perlawanan, sehingga kuhentikan sambil membuka bajunya, dan aku kembali mencium bibirnya hingga lama sekali. Begitu Lia sudah kembali mendesah, perlahan tangan yang sejak tadi kugunakan untuk meremas dadanya, kuarahkan ke belakang untuk membuka kaitan BHnya. 

Hingga terpampanglah buah dadanya yang berukuran cukup besar
dengan puting besar coklat muda.  Lumatan
mulutku pada buah dadanya membuatnya sudah benar-benar terangsang, sehingga
dengan mudah tanganku menuju ke arah ‘Veggy’nya yang masih bercelana dalam,
sedang tanganku yang satunya membawa tangannya untuk memegang ‘Mr. Penny’ku.
Secara otomatis tangannya meremas dan mulai naik turun pada ‘Mr. Penny’ku.  Sementara aku sibuk menaikkan roknya hingga
celana dalamnya terlihat seluruhnya. Dan dengan menyibakkan celana dalamnya,
‘Veggy’nya yang basah dan sempit itupun sudah menjadi mainan bagi jari-jariku.
Namun tidak berapa lama, kurasakan pahanya menjepit tanganku, dan tangannya
memegang tanganku agar tidak bergerak dan tidak meninggalkan ‘Veggy’nya.
Kusadari Lia mengalami orgasme yang pertama 
Setelah mereda, kupeluk erat badannya dan berusaha tetap merangsangnya,
dan benar saja, bebrapa saat kemudian, nampak dirinya sudah kembali bergairah,
hanya saja kali ini lebih berani. Lia membuka celana dalamnya sendiri, lalu
berusaha mencari dan memegang ‘Mr. Penny’ku. Sementara secara bergantian bibir
dan buah dadanya aku kulum.  Dan dengan
tanganku, ‘Veggy’nya kuelus-elus lagi mulai dari bulu-bulu halusnya, bibir
‘Veggy’nya, hingga ke dalam, dan daerah sekitar lubang pantatnya.

Sensasinya pasti sungguh besar, sehingga tanpa sadar Lia
menggelinjang-gelinjang keras.  Kesempatan
ini tidak aku sia-siakan, bibirku pindah menuju bibirnya, sementara ‘Mr.
Penny’ku ku dekatkan ke bibir ‘Veggy’nya, ku elus-elus sebentar, lalu aku mulai
selipkan pada bibir ‘Veggy’ pembantuku ini. 
Sudah seperti layaknya suami dan istri, kami seakan lupa dengan
segalanya, Lia bahkan mengerang minta ‘Mr. Penny’ku segera masuk. Karena
basahnya ‘Veggy’ Lia, dengan mudah ‘Mr. Penny’ku masuk sedikit demi sedikit.
Sebagai wanita

yang baru pertama kali berhubungan badan, terasa sekali otot
‘Veggy’ Lia menegang dan mempersulit ‘Mr. Penny’ku untuk masuk.  Dengan membuka pahanya lebih lebar dan
mendiamkan sejenak ‘Mr. Penny’ku, terasa Lia agak rileks. ketika itu, aku mulai
memaju mundurkan ‘Mr. Penny’ku walau hanya bagian kepalanya saja. Namun sedikit
demi sedikit ‘Mr. Penny’ku masuk dan akhirnya seluruh batangku masuk ke dalam
‘Veggy’nya. Setelah aku diamkan sejenak, aku mulai bergerak keluar dan masuk,
d`n sempat kulihat cairan berwarna merah muda, tanda keperawanannya telah
kudapatkan.  Erangan nikmat kami berdua,
terdengar sangat romantis saat itu. Lia belajar sangat cepat, dan ‘Veggy’nya
terasa meremas-remas ‘Mr. Penny’ku dengan sangat lembut. Hingga belasan menit
kami bersetubuh dengan gaya yang sama, karena ku pikir nanti saja
mengajarkannya gaya lain. ‘Mr. Penny’ku sudan berdenyut-denyut tanda tak lama
lagi aku akan ejakulasi. Aku tanyakan pada Lia, apakah dia juga sudah hampir
orgasme.  Lia mengangguk pelan sambil
terrsenyum. Dengan aba-aba dari ku, aku mengajaknya untuk orgasme bersama.

 Lia semakin keras mengelinjang, hingga akhinya aku katakan kita keluar sama-sama. Beberapa saat kemudian aku rasakan air maniku muncrat dengan derasnya didalam ‘Veggy’nya yang juga menegang karena orgasme.  Lia memeluk badanku dengan erat, lupa bahwa aku adalah majikannya, dan akupun melupakan bahwa Lia adalah pembantuku, aku memeluk dan menciumnya dengan erat.  Dengan muka sedikit malu, Lia tetap tertidur disampingku di sofa tersebut. Kuperhatikan dengan lega tidak ada penyesalan di wajahnya, tetapi kulihat kepuasan. Aku katakan padanya bahwa permainannya sungguh hebat, dan mengajaknya untuk mengulang jika dia mau, dan dijawab dengan anggukkan kecil dan senyum.  Sejak saat itu, kami sering melakukan jika istriku sedang tidak ada. Di kamar tidurku, kamar tidurnya, kamar mandi, ruang tamu, ruang makan, dapur, garasi, bahkan dalam mobil.  Lia ikut bersama kami hingga tahunan, sampai suatu saat dia dipanggil oleh orang tuanya untuk dikawinkan. Ia dan aku saling melepas dengan berat hati.

Namun sekali waktu Lia datang kerumahku untuk khusus bertemu denganku, setelah sebelumnya menelponku untuk janjian.  anak satu-satunyapun menurutnya adalah anakku, karena suaminya mandul. tapi tidak ada yang pernah tahu.

nafsu tante dengan Anaknya  

Sesaat lamanya aku hanya berdiri di depan pintu gerbang sebuah rumah mewah tetapi berarsitektur gaya Jawa kuno. Hampir separuh bagian rumah di depanku itu adalah terbuat dari kayu jati tua yang super awet. Di depan terdapat sebuah pendopo kecil dengan lampu gantung kristalnya yang antik. Lantai keramik dan halaman yang luas dengan pohon-pohon perindangnya yang tumbuh subur memayungi seantero lingkungannya. Aku masih ingat, di samping rumah berlantai dua itu terdapat kolam ikan Nila yang dicampur dengan ikan Tombro, Greskap, dan Mujair. Sementara ikan Geramah dipisah, begitu juga ikan Lelenya. Dibelakang sana masih dapat kucium adanya peternakan ayam kampung dan itik. Tante Yustina memang seorang arsitek kondang dan kenamaan.  Enam tahun aku tinggal di sini selama sekolah smu sampai D3-ku, sebelum akhirnya aku lulus wisuda pada sebuah sekolah pelayaran yang mengantarku keliling dunia. Kini hampir tujuh tahun aku tidak menginjakkan kakiku di sini. Sama sekali tidak banyak perubahan pada rumah Tante Yus. Aku bayangkan pula si Vivi yang dulu masih umur lima tahun saat kutinggalkan, pasti kini sudah besar, kelas enam SD.  Kulirik jarum jam tanganku, menunjukkan pukul 23:35 tepat.

Baca Juga Cerita sex Indonesia : Wanita Sangek Minta Ngentot Dan Sex Sama Kimcil Anak Smp

Masih sesaat tadi kudengar deru lembut taksi yang
mengantarku ke desa Kebun Agung, sleman yang masih asri suasana pedesaannya
ini. Suara jangkrik mengiringi langkah kakiku menuju ke pintu samping. Sejenak
aku mencari-cari dimana dulu Tante Yus meletakkan anak kuncinya. Tanganku
segera meraba-raba ventilasi udara di atas pintu samping tersebut. Dapat. Aku
segera membuka pintu dan menyelinap masuk ke dalam.  Sejenak aku melepas sepatu ket dan kaos
kakinya.

Hmm, baunya harum juga. Hanya remang-remang ruangan samping yang ada.
Sepi. Aku terus saja melangkah ke lantai dua, yang merupakan letak kamar-kamar
tidur keluarga. Aku dalam hati terus-menerus mengagumi figur Tante Yus. Walau
hidup menjada, sebagai single parents, toh dia mampu mengurusi rumah besar
karyanya sendiri ini. Lama sekali kupandangi foto Tante Yus dan Vivi yang di
belakangnya aku berdiri dengan lugunya. Aku hanya tersenyum. Kuperhatikan celah
di bawah pintu kamar Vivi sudah gelap. Aku terus melangkah ke kamar sebelahnya.
Kamar tidur Tante Yus yang jelas sekali lampunya masih menyala terang. Rupanya
pintunya tidak terkunci. Kubuka perlahan dan hati-hati. Aku hanya melongo
heran. Kamar ini kosong melompong. Aku hanya mendesah panjang. Mungkin Tante
Yus ada di ruang kerjanya yang ada di sebelah kamarnya ini. Sebentar aku
menaruh tas ransel parasit dan melepas jaket kulitku. Berikutnya kaos oblong
Jogja serta celana jeans biruku. Kuperhatikan tubuhku yang hitam ini kian
berkulit gelap dan hitam saja.

Tetapi untungnya, di tempat kerjaku pada sebuah kapal pesiar
itu terdapat sarana olah raga yang komplit, sehingga aku kian tumbuh kekar dan
sehat.  Tidak perduli dengan kulitku yang
legam hitam dengan rambut-rambut bulu yang tumbuh lebat di sekujur kedua lengan
tangan dan kakiku serta dadaku yang membidang sampai ke bawahnya, mengelilingi
pusar dan terus ke bawah tentunya. Air. Ya aku hanya ingin merasakan siraman
air shower dari kamar mandi Tante Yus yang bisa hangat dan dingin itu. Aku
hendak melepas cawat hitamku saat kudengar sapaan yang sangat kukenal itu dari
belakangku, “Andrew..? Kaukah itu..?”  Aku
segera memutar tubuhku. Aku sedikit terkejut melihat penampilan Tante Yus yang
agak berbeda. Dia berdiri termangu hanya mengenakan kemeja lengan panjang dan
longgar warna putih tipis tersebut dengan dua kancing baju bagian atasnya yang
terlepas. Sehingga aku dapat melihat belahan buah dadanya yang kuakui memang
memiliki ukuran sangat besar sekali dan

sangat kencang, serta kenyal. Aku
yakin, Tante Yus tidak memakai BH, jelas dari bayangan dua bulatan hitam yang
samar-samar terlihat di ujung kedua buah dadanya itu. Rambutnya masih lebat
dipotong sebatang bahunya. Kulit kuning langsat dan bersih sekali dengan warna
cat kukunya yang merah muda.  “Ngg..,
selamat malam Tante Yus… maaf, keponakanmu ini datang dan untuk berlibur di
sini tanpa ngebel dulu. Maaf pula, kalau tujuh tahun lamanya ini tidak pernah
datang kemari. Hanya lewat surat, telpon, kartu pos, e-mail.., sekali lagi,
saya minta maaf Tante.

Saya sangat merindukan Tante..!” ucapku sambil kubiarkan
Tante Yus mendekatiku dengan wajah haru dan senangnya. “Ouh Andrew… ouh..!”
bisik Tante Yus sambil menubrukku dan memelukku erat-erat sambil membenamkan
wajahnya pada dadaku yang membidang kasar oleh rambut. Aku sejenak hanya membalas
pelukannya dengan kencang pula, sehingga dapat kurasakan desakan puting-puting
dua buah dadanya Tante Yus.  “Kau pikir
hanya kamu ya, yang kangen berat sama Tante, hmm..? Tantemu ini melebihi
kangennya kamu padaku. Ngerti nggak..? Gila kamu Andrew..!” imbuhnya sambil
memandangi wajahku sangat dekat sekali dengan kedua tangannya yang tetap
melingkarkan pada leherku, sambil kemudian memperhatikan kondisi tubuhku yang
hanya bercawat ini. Tante Yustina tersenyum mesra sekali. Aku hanya menghapus
air matanya. Ah Tante Yus… “Ya, untuk itulah aku minta maaf pada Tante…” “Tentu
saja, kumaafkan..” sahutnya sambil menghela nafasnya tanpa berkedip tetap
memandangiku, “Kamu tambah gagah dan ganteng Andrew. Pasti di kapal, banyak
crew wanita yang bule itu jatuh cinta padamu. siapa pacarmu, hmm..?” “Belum
punya Tan. Aku masih nabung untuk membina rumah tangga dengan seorang, entah
siapa nanti. Untuk itu, aku mau minta Tante bikinkan aku desain rumah…” “Bayarannya..?”
tanya Tante Yus cepat sambil menyambar mulutku dengan bibir tipis Tante Yus
yang merah.  Aku terkejut, tetapi dalam
hati senang juga. Bahkan tidak kutolak Tante Yus untuk memelukku terus menerus
seperti ini. Tapi sialnya,

batang kemaluanku mulai merinding geli untuk bangkit
berdiri. Padahal di tempat itu, perut Tante Yus menekanku. Tentu dia dapat
merasakan perubahan kejadiannya. 

“Aku… ngg…” “Ahh, kamu Andrew. Tante sangat kangen padamu,
hmm… ouh Andrew… hmm..!” sahut Tante Yus sambil menerkam mulutku dengan
bibirnya. Aku sejenak terkejut dengan serbuan ganas mulut Tante Yus yang kian
binal melumat-lumat mulutku, mendasak-desaknya ke dalam dengan buas. Sementara
jemari kedua tangannya menggerayangi seluruh bagian kulit tubuhku, terutama
pada bagian punggung, dada, dan selangkanganku. Tidak karuan lagi, aku jadi
terangsang. Kini aku berani membalas ciuman buas Tante Yus. Nampaknya Tante Yus
tidak mau mengalah, dia bahkan tambah liar lagi. Kini mulut Tante Yus merayap
turun ke bawah, menyusuri leherku dan dadaku. Beberapa cupangan yang
meninggalkan warna merah menghiasi pada leher dan dadaku. Kini dengan liar
Tante Yus menarik cawatku ke bawah setelah jongkok persis di depan
selangkanganku yang sedikit terbuka itu. Tentu saja, batang kemaluanku yang
sebenarnya telah meregang berdiri tegak itu langsung memukul wajahnya yang
cantik jelita.  “Ouh, gila benar. Tititmu
sangat besar dan kekar, An. Ouh… hmmm..!” seru bergairah Tante Yus sambil
memasukkan batang kejantananku ke dalam mulutnya, dan mulailah dia
mengulum-ngulum, yang seringkali dibarengi dengan mennyedot kuat dan ganas. Sementara
tangan kanannya mengocok-ngocok batang kejantananku, sedang jemari tangan
kirinya meremas-remas buah kemaluanku. Aku hanya mengerang-ngerang merasakan
sensasi yang nikmat tiada taranya. Bagaimana tidak, batang kemaluanku secara
diam-diam di tempat kerjaku sana, kulatih sedemikian rupa, sehingga menjadi
tumbuh besar dan panjang. Terakhir kuukur, batang kejantanan ini memiliki
panjang 25 sentimeter dengan garis lingkarnya yang hampir 20 senti.

Rambut kemaluan sengaja kurapikan.  Tante Yus terus menerus masih aktif mengocok-ngocok batang kemaluanku. Remasan pada buah kemaluanku membuatku merintih-rintih kesakitan, tetapi nikmat sekali. Bahkan dengan gilanya Tante Yus kadangkala memukul-mukulkan batang kemaluanku ini ke seluruh permukaan wajahnya. Aku sendiri langsung tidak mampu menahan lebih lama

puncak gairahku. Dengan memegangi kepala Tante Yus, aku menikam-nikamkan batang kejantananku pada mulut Tante Yus. Tidak karuan lagi, Tante Yus jadi tersendak-sendak ingin muntah atau batuk. Air matanya malah telah menetes, karena batang kejantananku mampu mengocok sampai ke tenggorokannya.  Pada satu kesempatan, aku berhasil mencopot kemejanya. Aku sangat terkejut saat melihat ukuran buah dadanya. Luar biasa besarnya. Keringat benar-benar telah membasahi kedua tubuh kami yang sudah tidak berpakaian lagi ini. Dengan ganas, kedua tangan Tante Yus kini mengocok-ngocok batang kemaluanku dengan genggamannya yang sangat erat sekali. Tetapi karena sudah ada lumuran air ludah Tante Yus, kini jadi licin dan mempercepat proses ejakulasiku. “Crooot… cret.. croot… creeet..!” menyemprot air maniku pada mulut Tante Yus. Saat spremaku muncrat, Tante Yus dengan lahap memasukkan batang kemaluanku kembali ke dalam mulutnya sambil mengurut-ngurutnya, sehingga sisa-sisa air maniku keluar semua dan ditelan habis oleh Tante Yus.  “Ouhh… ouh.. auh Tante… ouh..!” gumamku merasakan gairahku yang indah ini dikerjai oleh Tante Yus.

Baca Juga Cerita Seks Panas : Bercinta Dengan Guru di Tenah Hujan

 “Hmmm… Andrew… ouh,
banyak sekali air maninya. Hmmm.., lezaat sekali. Lezat. Ouh… hmmm..!” bisik
Tante Yus menjilati seluruh bagian batang kemaluanku dan sisa-sisa air maninya.
Sejenak aku hanya mengolah nafasku, sementara Tante Yus masih mengocok-ngocok
dan menjilatinya. “Ayo, Andrew… kemarilah Sayang.., kemarilah Baby..!” pintanya
sambil berbaring telentang dan membuka kedua belah pahanya lebar-lebar.  Aku tanpa membuang waktu lagi, terus
menyerudukkan mulutku pada celah vagina Tante Yus yang merekah ingin kuterkam
itu. Benar-benat lezat. Vagina Tante Yus mulai kulumat-lumat tanpa karuan lagi,
sedangkan lidahku menjilat-jilat deras seluruh bagiang liang vaginanya yang
dalam. Berulang kali aku temukan kelentitnya lewat lidahku yang kasar. Rambut
kemaluan Tante Yus memang lebat dan rindang. Cupangan merah pun kucap pada
seluruh bagian daging vagina Tante Yus yang menggairahkan ini. Tante Yus hanya
menggerinjal-gerinjal kegelian dan sangat senang

sekali nampaknya. Kulirik
tadi, Tante Yus terus-menerus melakukan remasan pada buah dadanya sendiri
sambil sesekali memelintir puting-putingnya. Berulang kali mulutnya
mendesah-desah dan menjerit kecil saat mulutku menciumi mulut vaginanya dan
menerik-narik daging kelentitnya.  “Ouh
Andrew… lakukan sesukamu.. ouh.., lakukan, please..!” pintanya mengerang-erang
deras. Selang sepuluh menit kemuadian, aku kini merayap lembut menuju perutnya,
dan terus merapat di seluruh bagian buah dadanya. Dengan ganas aku
menyedot-nyedot puting payudaranya.

Tetapi air susunya sama sekali tidak keluar, hanya
puting-puting itu yang kini mengeras dan memanjang membengkak total. Di buah
dadanya ini pula aku melukiskan cupanganku banyak sekali. Berulang kali
jemariku memilin-milin gemas puting-puting susu Tante Yus secara bergantian,
kiri kanan. Aku kini tidak tahan lagi untuk menyetubuhi Tanteku. Dengan
bergegas, aku membimbing masuk batang kemaluanku pada liang vaginanya.  “Ooouhkk.. yeaaah… ayoo.. ayooo… genjot
Andrew..!” teriak Tante Yus saat merasakan batang kejantananku mulai
menikam-nikam liar mulut vaginanya. Sambil menopang tubuhku yang berpegangan
pada buah dadanya, aku semakin meningkatkan irama keluar masuk batang
kemaluanku pada vagina Tante Yus. Wanita itu hanya berpegangan pada kedua
tanganku yang sambil meremas-remas kedua buah dadanya. “Blesep… sleeep…
blesep..!” suara senggama yang sangat indah mengiringi dengan alunan lembut. Selang
dua puluh menit puncak klimaks itu kucapai dengan sempurna, “Creeet… croot…
creeet..!” “Ouuuhhhkk.. aooouhkk… aaahhk..,” seru Tante Yus menggelepar-gelepar
lunglai. “Tante… ouhhh..!” gumamku merasakan keletihanku yang sangat terasa di
seluruh bagian tubuhku. Dengan batang kemaluan yang masih tetap menancap erat
pada vagiana Tante Yus, kami jatuh tertidur. Tante Yus berada di atasku.  Karena kelelahanku yang sangat menguasai
seluruh jaringan tubuhku, aku benar-benar mampu tertidur dengan pulas dan
tenang. Entah sudah berapa lama aku tertidur pulas, yang jelas saat kubangun
udara dingin segera menyergapku. Sial. Aku sadar, ini di desa dekat Merapi,
tentu saja dingin. Tidak berapa lama jam dinding berdentang lima sampai enam
kali. Jam enam pagi..!

Dengan agak malas

aku beranjak berdiri, tetapi tidak kulihat
Tante Yus ada di kamar ini. Sepi dan kosong. Dimana dia..? Aku terus mencoba
ingin tahu. Dalam keadaan bugil ini, aku melangkah mendekati meja lampu.
Secarik kertas kutemukan dengan tulisan dari tangan Tante Yustina.  Andrew sayang, Tante kudu buru-buru ke
Jakarta pagi ini. Udah dijemput. Ada pameran di sana. Tolong jaga rumah dan
Vivi. Ttd, Yustina.  Aku menghela nafas
dalam-dalam. Gila, setelah menikmati diriku, dia minggat. Tetapi tidak apa-apa,
aku dapat beristirahat total di sini, ditemani Vivi. Eh, tapi dimana dia..? Aku
segera mengambil selembar handuk putih kecil yang segera kulilitkan pada tubuh
bawahku. Tanpa membuang waktu lagi aku segera menyusuri rumah, dari ruang ke
ruang dari kamar ke kamar. Tetapi sosok bocah SD itu tidak kelihatan sama
sekali. Aku hampir putus asa, tetapi mendadak aku mendengar suara gemericik air
pancuran dari kamar mandi ruang tamu di depan sana. Vivi. Ya itu pasti dia. Aku
segera memburu.  Kubuka pintu kamar tamu
yang luas dan asri ini. Benar. Kulihat pintu kamar mandinya tidak ditutup, ada
bayangan orang di situ yang sedang mandi sambil bernyanyi melagukan Westlife.
Edan, anak SD nyanyinya begitu. Aku hanya tersenyum saja. Perlahan aku
mendekati gawang pintu. Aku seketika hanya menelan ludahku sendiri. Vivi
berdiri membelakangiku masih asyik bergoyang-goyang sambil menggosok seluruh
tubuhnya yang telanjang bulat itu dengan sabun.

Rambut panjangnya tumbuh lurus dan hitam sebatas pinggang.
Berkulit kuning langsat dan nampaknya halus sekali. Kusadari dia telah tumbuh
lebih dewasa.  Air shower masih
menyiraminya dengan hangat. Pantatnya sungguh indah bergerak-gerak penuh
gairah. Hanya aku belum lihat buah dadanya. Tanpa kuduga, Vivi membalikkan
badannya. Aku yang melamun, seketika terkejut bukan main, takut dan khawatir
membuatnya kaget lalu marah besar. ternyata tidak.  “Mas..? Mas Andrew..?” bertanya Vivi tidak
percaya dengan wajah senang bercampur kaget. Aku hanya menghela nafas lega.
Dapat kuperhatikan kini, buah

dadanya Vivi telah tumbuh cukup besar.
Puting-putingnya hitam memerah kelam dan tampak menonjol indah. Kira-kira buah
dadanya ya, sekitar seperti tutup gelas itu. Seperti belum tumbuh, tetapi kok
terlihat sudah memiliki daging menonjolnya. Sedangkan rambut kemaluannya sama
sekali belum tumbuh. Masih bersih licin. 
“Hai vivi, apa kabarnya..?” tanyaku mendekat. Vivi hanya tersenyum,
“Masih ingat ketika kita renang bersama di rumahku dulu..? Kita berdua kan..?
Hmm..?” sambungku meraih bahunya. Air terus menyirami tubuhnya, dan kini juga
tubuhku. Vivi mengangguk ingat. “Ya. Ngg.., bagaimana kalau kita mandi bareng
lagi Mas. Vivi kangen… mas andrew.. ouh..!” ujarnya memeluk pinggangku. Aku
mengangkut tubuhnya yang setinggi dadaku ini dengan erat. “Tentu saja, yuk..!”  Aku menurunkan Vivi. “Kapan Mas datangnya..?”
“Tadi malam. Vivi lagi tidur ya..?” “Hm.. Mh..!” Aku melepas handukku yang kini
basah. Saat kulepas handukku, Vivi tampak kaget melihat rambut kemaluanku yang
tumbuh rapih. Segera saja tangannya menjamah buah kemaluan dan bantang
kejantananku. “Ouh.., Mas sudah punya rambut lebat ya. Vivi belum Mas..,”
ujarnya sambil memperhatikan vaginanya yang kecil. Tentu saja aku jadi geli,
batang kemaluanku diraba-raba dan ditimang-timang jemari tangan mungil Vivi
yang nakal ini. 

“Itu karena Vivi masih kecil. Nanti pasti juga memiliki
rambut kemaluan. Hmm..?” ucapku sambil membelai wajahnya yang manis sekali. Vivi
hanya tersipu. Sialnya, aku kini jadi kian geli saat Vivi menarik-narik batang
kejantananku dengan candanya. “Ihhh.., kenyal sekali… ouh.., seperti belalai ya
Mas..!” Aku jadi terangsang. Gila. “Belalai ini bisa akan jadi tumbuh besar dan
panjang lho. Vivi mau lihat..?” “Iya Mas.., gimana tuh..?” “Vivi mesti
mengulum, menghisap-hisap dan menyedotnya dengan kuat sekali batang zakar ini.
Gimana..? Enak kok..!” kataku merayu dengan hati yang berdebar-debar kencang. Vivi
sejenak berpikir, lalu tanpa menoleh ke arahku lagi, dia memasukkan ujung
batang kejantananku ke dalam mulutnya. Wow..! Gadis kecil ini langsung
melakukan perintahku, lebih-lebih aku mengarahkan juga untuk mengocok-ngocok
batang

kemaluanku ini, Vivi menurut saja, dia malah kegirangan senang sekali.
Dianggapnya batang ku adalah barang mainan baginya.  “Iya Mas. Tambah besar sekali dan panjang..!”
serunya kembali melumat-lumatkan batang kejantananku dan mengocok keras
batangnya. Sekarang Vivi kuajari lagi untuk meremas buah kemaluanku. Aku
membayangkan semua itu bahwa Tante Yus yang melakukan. Indah sekali sensasinya.
Tetapi nyatanya aku tengah dipompa nafsu seksku dari bocah cilik ini. Edan,
sepupuku lagi. Tetapi apa boleh buat. Aku lagi kebelet sekali kini. Yang ada
hanyalah Vivi yang lugu dan bodoh tetapi mengasyikan sekali. Batang
kejantananku kini benar-benar telah tumbuh sempurna keras dan panjangnya.

Vivi kian senang. Aku kian tidak tahan.  “Teruskan Vi, teruskan… ya.., ya… lebih keras
dan kenceng… lakukanlah Sayang..!” perintahku sambil mengerang-erang. Setelah
hampir lima belas menit kemudian, air maniku muncrat tepat di dalam mulut Vivi
yang tengah menghisap batang kemaluanku. “Creeet… crooot.. creet.. cret..!” “Hup..
mhhhp..!” teriak kaget Vivi mau melepaskan batang kemaluanku. Tetapi secepat
itu pula dia kutahan untuk tetap memasukkan batang kemaluanku di dalam
mulutnya.  “Telan semua spermanya Vi. Itu
namanya sperma. Enak sekali kok, bergizi tinggi. Telan semuanya, ya.. yaaa…
begitu… terus bersihkan sisa-sisanya dari batangnya Mas..!” perintahku yang
dituruti dengan sedikit enggan. Tetapi lama kelamaan Vivi tampak keasyikan mencari-cari
sisa air maniku. “Enak sekali Mas. Tapi kental dan baunya, hmm.., seperti air
tajin saat Mama nanak nasi..! Enak pokoknya..! Lagi dong Mas, keluarkan
spermanya..!” Gila. Gila betul. Aku masih mencoba mengatur jalannya nafasku,
Vivi minta spermaku lagi..? Edan anak ini. 
“Baik, tapi kini Vivi ikuti perintahku ya..! Nanti tambah asyik, tapi
sakit. Gimana..?” “Kalau enak dan asyik, mauh. Nggak papa sakit dikit. Tapi
spermanya ada lagi khan..?” Aku mengangguk. Vivi mulai kubaringkan sambil
kubuka kedua belahan pahanya yang mulus itu untuk melingkari di pinggangku.
Vivi memperhatikan saja. Air dari shower masih mengucuri kami dengan dingin
setelah tadi sempat

kuganti ke arah cool. “Auuuh, aduh.. Mas..!” teriak vivi
kaget saat aku memasukkan batang kejantananku ke dalam liang vaginanya yang
jelas-jelas sangat sempit itu.  Tetapi
aku tidak perduli lagi. Kukocok vagina Vivi dengan deras dan kencang sambil
kuremas-remas buah dadanya yang kecil, serta menarik-narik puting-puting buah
dadanya dengan gemas sekali. Vivi semakin menjerit-jerit kesakitan dan tubuhnya
semakin menggerinjal-gerinjal hebat.

“Sakiiit.. auuuh Mas.., Mas hentikan saja… sakiiit, perih sekali Mas, periiihhh… ouuuh akkkh… aouuuhkkk..!” menjerit-jerit mulut manisnya itu yang segera saja kuredam dengan melumat-lumat mulutnya.  “Blesep.. blesep… slebb..!” suara persetubuhkan kami kian indah dengan siraman shower di atas kami. Aku semakin edan dan garang. Gerakan tubuhku semakin kencang dan cepat. Dapat kurasakan gesekan batang kemaluanku yang berukuran raksasa ini mengocok liang vaginan Vivi yang super rapat sempitnya. Dari posisi ini, aku ganti dengan posisi Vivi yang menungging, aku menyodok vaginanya dari belakang. Lalu ke posisi dia kupangku, sedangkan aku yang bergerak mengguncangkan tubuhnya naik, lalu kuterima dengan menikam ke atas menyambut vaginanya yang melelehkan darah.  “Tidak Masss… ouh sakit.. uhhk… huuuk… ouhhh… sakiiit..!” tangisnya sejadi-jadinya. Tetapi aku tidak perduli, sepuluh posisi kucobakan pada tubuh bugil mungil Vivi. Bahkan Vivi nyaris pingsan. Tetapi disaat gadis itu hendak pingsan, puncak ejakulasiku datang. “Creeet… crooot.. sreeet… crreeet..!” muncratnya air mani yang memenuhi liang vaginanya Vivi bercampur dengan darahnya. Vivi jatuh pingsan. Aku hanya mengatur nafasku saja yang tidak karuan. Lemas. Vivi pingsan saat aku memasangkan kembali batang kemaluanku ke posisi dia, kugendong di depan dengan dadanya merapat pada dadaku. Pelan-pelan kujatuh menggelosor ke bawah dengan batang kemaluanku yang masih menancap erat di vaginanya.  Itulah pengalamanku dengan Tante Yus dan putrinya Vivi yang keduanya memang binal itu. Teriring salam untuk Vivi. Demikianlah cerita mesum hot pembantu vs majikan dan Nafsu Tante dengan Anaknya oleh cerita sex hot