Namaku Wiwit. Aku putuskan menulis kisah ini, mungkin sebagai cara mencoba memahami diri sendiri, dan menyelami hubungan tabu yang kian dalam antara aku dan anakku, Mul –kini berusia 20 tahun. Hubungan gelap ini sekarang sudah berlangsung dua tahun. Sementara kebanyakan ibu mungkin jijik membaca kisah ini, aku malah sudah tak merasa malu dengan perjalanan cinta kami. Bagiku ini bukan sekadar perbuatan terlarang, seks terlarang… meski aku mengaku bahwa daya pikatnya memang begitu. namun, seks antaara seorang ibu dan anak tak bisa tidak kecuali memiliki kedalaman emosional yang bertahan di dalam sana, dan pada pengalamannku, itu adalah rasa cinta mendalam yang kami bagi ketika berhubungan intim. Bagiku hubungan intim itu terangkat keluar dari ketidakpantasan ke kondisi khusus tempat cinta mendalam dan gairah seks bersatu membentuk situasi yang sulit dijelaskan hanya dengan kata inses, melainkan kenikmatan puncak yang bermakna bagiku untuk kulakukan dan kuungkapkan di sini.
Semua bermula ketika suamiku S semakin sukses dalam bisnisnya sebagai rekanan pemerintah kabupaten dan provinsi. Ia ingin mengembangkan, paling tidak bertahan dengan bisnisnya yang semakin banyak menangani proyek. Mul, anakku masih 18 tahun waktu itu, dan sedang mengalami peralihan dari masa remaja ke alam dewasa, kian sadar tentang dunia di sekelilingnya dan berusaha mandiri. Pasti tertanam dalam benaknya bahwa sang ayah sukses dalam hidupnnya, soalnya ia juga kelihatan ingin berprestasi. Ia mulai pulang dengan menunjukan nilai A di sekolah, juga merawat tubuhnya dengan beroah raga, dan tampak ingin memastikan dapat menarik lawan jenis sebayanya, semuanya alamiah belaka. Namun belakangan ia kelihatan ingin menjadi yang populer dan terbaik di setiap bidang kehdupan. Sudah pasti aku terkesan dengan semua yang ia capai, apalagi Mul juga bersedia membantuku menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, sesuatu yang belum pernah ia lakukan ketika di awal usia belasan tahun.
Tampak pula, semakin suamiku larut dengan pekerjaannya dan kerap pulang terlambat, semakin Mul berusaha menemaniku di rumah, tentunya menyenangkan bagi aku, ibunya. Cukup beralasan, jika aku bilang hubungan ibu-anak pada titik ini sangat erat, kecuali dia terlalu asyik dengan kegiatannya sebelum mengobrol mengenai hal-hal biasa denganku. Kami mulai lebih sering mengobrol, dan ia akan terbuka tentang masalahnya dengan pacar, cemburu tak terelakkan dan persaingan yang menjebak, sebagaimana yang dialami oleh anak-anak muda ganteng seusianya. Ia pasti memiliki pede yang tinggi dan mental yang kuat, namun ia mengungkapkan padaku tentang sifat sensitif dan rentan di balik semua keberaniannya. Ini membuatku semakinn erat dengannya dibandingkan dengan saat ia masih menjadi remaja nakal yang membersihkann kamarnya saja malas. Aku sadar anak lelakiku sedang tumbuh dari seorang remaja menjadi lelaki dewasa yang baik dan terhormat.
Hal ini tentu saja diperhatikan oleh teman-teman dekatku, juga gadis-gadis seusia anakku. Setiap kami makan bersama di luar rumah, tak lama kemudian mereka akan mulai bertanya tentang Mul atau mengomentari kegantengannya, dan selalu disambut dengan tawa. Saya menjadi terbiasa dengan itu, sekaligus bangga karena anakku mempesona. Tapi aku juga merasakan beberapa dari mereka serius tertarik kepada Mul, dan naluri keibuanku berusaha melindunginya. Salah satu dari sedikit teman terbaik saya, Pipin, berbisik bahwa ia mengenal Yeyen , ibu seorang gadis bernama Susi, teman kencan Mul. Bisikan Pipin selanjutnya cukup mengejutkan. Ia bilang secara pribadi bahwa Yeyen suka terang-terangan merayu Mul setiap kali anakkua itu mengantar-jemput Susi . Karena Yeyen masih tetangganya, Pipin menyasikan bagaimana Yeyen akan lebih dulu keluar rumah menyambut kedatangan Mul sebelum Susi melakukannya. Pipin juga bilang, yeyen selalu mengggunakan baju sexy dan merangsang jika Mul datang mengunjungi Susi. Mulanya aku tak peduli. Lama-lama aku pikir si Yeyen ini perempuan gatal, apalagi setelah soal ini aku bicarakan denga anakku.
Mul mengaku dengan polos. Yeyen, kata Mul, kerap memberi isyarat dan rayuan bahwa perempuan gatal ini naksir anakku dan siap dikencani. Dasar gatal, batinku
Aku lantas meminta Mul bercerita, apakah si Yeyen gatal ini merayunya lebih jauh? Anakku cukup jujur dengan mengatakan Yeyen membiarkan payudaranya terlihat ketika mengobrol di dapur sambil menunggu Susi keluar dari kamarnya untuk bersia-siap keluar rumah. Aku pikir cukup sudah, aku tak bisa membiarkan hubungann anakku dengan Susi hancur. Apalagi jika Susi tidak mengetahui kelakuan ibunya, seolah-olah Mul yang merayu ibunya yang gatal itu. Jadi, aku berniat menyemprot si gatal Yeyen
Yang kulakukan pertama adalah mengunjungi Pipin, menunggu Yeyen keluar agar aku bisa menyemprotnya. Hadeuh kebetulan Yeyen keluar dengan membawa selang untuk menyirami tanaman. Aku bergegas menghampiri dan memperkenalkan diri. Setelah itu, langsung kusemprot bahwa aku tahu semua kelakuannya terhadap anakku dan tak akan membiarkannya.
Heran aku melihat Yeyen tenang–tenang saja mendengar ucapanku. Dia malah balas menyemprotku. “Dengar sayang, kamu pikir aku ini pelacur? Anakmu itu memang memikat banyak perempuan. Aku juga tahu, sebagian besar teman-temanmu ingin tidur dengannya,” kata Yeyen tanpa tedeng aling-aing. Selanjutnya dia bilang, “Si Pipin ember itu juga bisa saja tidak mengakuinya, tapi aku tahu anakmu dan Pipin pun suka bermain mata, juga lirik-lirikan dengan ibu-ibu lainnya he he he he he….”
Saya terpaku tanpa bisa berkata-kata, terkejut dengan sikap pede Yeyen, dan kini aku semaki curiga bahwa teman-temanku naksir anakku. Aku berpikir, apa iya Pipin juga begitu? photomemek.com Toh aku sempat bilang ke Yeyen agar ke depan lebih menjaga sikapnnya terhadap anakku. Dia kembali tertawa dan masuk ke rumahnya, meninggalkan aku dalam kemarahan. Setelah itu aku langsung kembali menemui Pipin untuk mengetahui kebenaran cerita Yeyean. Pipin terlihat sangat malu ketika aku mengatakan apa yang diceritakan Yeyen tentang dirinya. Ia juga mengakui beberapa perempuan sebayaku pun sama saja gatal ingin merayu Mul. Walhasil, aku menegaskan kepada Pipin agar tak lebih jauh mengganggu anakku, dan memintanya memperingatkan teman-temanu yang lain. Jika tidak, persahabatan kami akan bubaran.
Toh, pertemuanku dengan Yeyen dan Pipin yang ternyata sama-sama gatal itu berpengaruh juga terhadap caraku memandang Mul, anak kandungku sendiri. Di mataku, kini ia tampak sebagai makhluk seksual yang berdaya tarik luar biasa di hadapan perempuan. Meski mengakui Mul memang menarik, aku menganggapnnya sebagai alamiah bahwa seorang ibu harus begitu menilai anak lelakinya.
Aku pikir sebaiknya aku membiicarakan soal yang cukup pelik dengan Mul, suliit karena sebelumnya kami tak pernah membicarakan soal seks. Aku ingin menegaskann kepada aanakku bahwa aku memihak kepadanya. Mul tak dapat disalahkan atas kegenitan ibu-ibu setengah baya yang menggodanya.
Maka pada saat yang kuanggap tepatt di satu malam, aku mengaja Mul mengobrol. Yang aku tanya pertama adalah hubungannya dengan Susi. Mul menjawab semuanya baik-baik saja. Selanjutnya aku masuk ke masalah genting dengan mengatakan teman–temanku menganggap mama Susi itu punya “sifat tertentu.” Anakku tampak canggung ketika menyebut nama Yeyen. Aku bilang mengetahui bagaimana Yeyen itu dan mengajak anakku membahasnya lebih jauh.
Aku bilang Susi tak perlu dikhawatirkan, kalaupun ia mengetahui kelakuan ibunya, sebab memang Yeyen itu yang gatal. Mul tampak santai setelah aku menjelaskan soal itu. Lantas akhirnya sambil bercanda aku bilang mungkin Mul memang menginginkan perhatian dari perempuan yang matang seperti Yeyen.
Mul menatapku. Ia langsung menyela ” Sebenarnya, Mul suka perempuan yang lebih matang menggoda, itu sebab aku merasa agak brengsek Ma. Meski tidak berusaha ke sana, Mul ihat wanita yang matang sangat seksi , tapi aku tidak akan pernah main-main dengan mama Susi… ,” ujarnya mengejutkanku. Aku tidak akan berpikir dua kali untuk meyakininya, tapi ada suasana seksual yang tiba-tiba hadir di ruang tempat kami bercakap, meski tak berpikir ia memandangku secara seksual. Aku ibunya tentu saja.
Aku tahu dari ekspresi tegang Mul, ada sesuatu yang berkecamuk di pikirannya, dan ia memperti,,,,,,,,,,,,