Pertama Kali ML Dengan Dosen Yang Menjadi Pacar Gelapku
Situs Cerita Dewasa – Awal cerita ini bermula pada waktu itu aku lagi kuliah di semester VI di salah satu PTS di Bandung. Ceritanya saat itu aku lagi putus dengan pacarku dan memang dia tidak tahu diri, sudah dicintai malah bertingkah, akhirnya dari cerita cintaku cuma berumur 1 tahun saja.
Waktu itu aku tinggal berlima dengan teman satu kuliah juga, kita tinggal serumah atau ngontrak satu rumah untuk berlima. Kebetulan di rumah itu hanya aku yang laki-laki. Mulanya aku bilang sama kakak perempuanku, “Sudah, aku pisah rumah saja atau kos di tempat”, tapi kakakku ini saking sayangnya padaku, ya saya tidak diperbolehkan pisah rumah. Kita pun tinggal serumah dengan tiga teman wanita kakakku.
Ada satu diantara mereka sudah jadi dosen tapi di Universitas lain, Ibu Vivi namanya. Kita semua memanggilnya Ibu maklum sudah umur 38 tahun tapi belum juga menikah. Ibu Vivi bertanya, “Eh, kamu akhir-akhir ini kok sering ngelamun sih, ngelamunin apa yo? Jangan-jangan ngelamunin yang itu..”
“Itu apanya Bu?” tanyaku.
Memang dalam kesehari-harianku, ibu Vivi tahu karena aku sering juga “curhat” bersama dia karena dia sudah ku anggap lebih tua dan tahu banyak hal. Aku mulai cerita,
“Tahu nggak masalah yang ku hadapi? Sekarang aku baru putus sama pacar gelap ku”, kataku.
“Oh…. abis putus sama pacar gelap nya, pantesan aja dari minggu kemarin murung aja dan sering ngalamun sendiri”, kata Ibu Vivi.
Begitu dekatnya aku sama Ibu Vivi sampai suatu waktu aku mengalami kejadian ini. Entah kenapa aku tidak sengaja sudah mulai ada perhatian sama Ibu Vivi. Waktu itu tepatnya siang-siang semuanya pada kuliah, aku sedang sakit kepala jadinya aku bolos dari kuliah.
Siang itu tepat jam 12:00 siang saat aku bangun, eh agak sedikit heran kok masih ada orang di rumah, biasanya kalau siang-siang bolong begini sudah pada nggak ada orang di rumah tapi kok hari ini kayaknya ada teman di rumah nih. Aku pergi ke arah dapur.
“Eh Ibu Vivi, nggak ngajar Bu?” tanyaku.
“Kamu kok nggak kuliah?” tanya dia.
“Habis sakit Bu”, kataku.
“Sakit apa sakit?” goda Ibu Vivi.
“Ah… Ibu Vivi bisa aja”, kataku.
“Sudah makan belum?” tanyanya.
“Belum Bu”, kataku.
“Sudah Ibu Masakin aja sekalian sama kamu ya”, katanya.
Dengan cekatan Ibu Vivi memasak, kita pun langsung makan berdua sambil ngobrol ngalor ngidul sampai-sampai kita membahas cerita yang agak berbau seks. Kukira Ibu Vivi nggak suka yang namanya cerita seks, eh tau-taunya dia membalas dengan cerita yang lebih hot lagi. Kita pun sudah semakin jauh ngomongnya. Tepat saat itu aku ngomongin tentang perempuan yang sudah lama nggak merasakan hubungan dengan lain jenisnya.
“Apa masih ada gitu keinginannya untuk itu?” tanyaku.
“Enak aja, emangnya nafsu itu ngenal usia gitu”, katanya.
“Oh kalau gitu Ibu Vivi masih punya keinginan dong untuk ngerasain bagaimana hubungan dengan lain jenis”, kataku.
“So pasti dong”, katanya.
“Terus dengan siapa Ibu untuk itu, Ibu kan belum kawin”, dengan enaknya aku nyeletuk.
“Aku bersedia kok”, kataku lagi dengan sedikit agak cuek sambil kutatap wajahnya.
Ibu Vivi agak merah pudar entah apa yang membawa keberanianku semakin membludak dan entah kapan mulainya aku mulai memegang tangannya. Dengan sedikit agak gugup Ibu Vivi kebingungan sambil menarik kembali tangannya, dengan sedikit usaha aku harus merayu terus sampai dia benar-benar bersedia melakukannya.
“Okey, sorry ya Bu, aku sudah terlalu lancang terhadap Ibu Vivi”, kataku.
“Nggak, aku kok yang salah memulainya dengan meladenimu bicara soal itu”, katanya.
Dengan sedikit kegirangan, dalam hatiku dengan lembut ku pegang lagi tangannya sambil ku dekatkan bibirku ke dahinya. Dengan lembut ku kecup keningnya. Ibu Vivi terbawa dengan situasi yang ku buat, dia menutup matanya dengan lembut. Juga ku kecup sedikit di bawah kupingnya dengan lembut sambil ku bisikkan, “Aku sayang kamu, Ibu Vivi”, tapi dia tidak menjawab sedikit pun.
Dengan sedikit agak ragu juga kudekatkan bibirku mendekati bibirnya. Cup… dengan begitu lembutnya aku merasa kelembutan bibir itu. Aduh lembutnya, dengan cekatan aku sudah menarik tubuhnya ke rangkulanku, dengan sedikit agak bernafsu ku kecup lagi bibirnya.
Dengan sedikit terbuka bibirnya menyambut dengan lembut. Ku kecup bibir bawahnya, eh… tanpa ku duga dia balas kecupanku. Kesempatan itu tidak ku sia-siakan. Ku telusuri rongga mulutnya dengan sedikit ku kulum lidahnya.
Ku kecup, “Aah… cup… cup… cup…” dia juga mulai dengan nafsunya yang membara membalas kecupanku, ada sekitar 15 menitan kami melakukannya, tapi kali ini dia sudah dengan mata terbuka. Dengan sedikit ngos-ngosan kayak habis kerja keras saja.
“Aah… jangan panggil Ibu, panggil Vivi aja ya!
Ku bisikkan Ibu Vivi, “Vivi kita ke kamarku aja yuk!”.
Dengan sedikit agak kaget juga tapi tanpa perlawanan yang berarti ku tuntun dia ke kamarku. Ku ajak dia duduk di tepi tempat tidurku. Aku sudah tidak tahan lagi, ini saatnya yang ku tunggu-tunggu. Dengan perlahan ku buka kacing bajunya satu persatu, dengan lahapnya ku pandangi tubuhnya. Ala mak… indahnya tubuh ini, kok nggak ada sih laki-laki yang kepengin untuk mencicipinya. Dengan sedikit membungkuk kujilati dengan telaten. Pertama-tama belahan gunung kembarnya.
“Ah… ssh… terus Ian”, Ibu Vivi tidak sabar lagi, BH-nya ku buka, terpampang sudah buah kembar yang montok ukuran 33 B. Ku kecup ganti-gantian, “Aah… sssh…” dengan sedikit agak ke bawah ku telusuri karena
saat itu dia tepat menggunakan celana pendek yang kainnya agak tipis dan celananya juga tipis, ku elus dengan lembut, “Aah… aku juga sudah mulai terangsang.