Waktu itu sudah malam, sekitar pukul 9. Saya dan Susan baru saja menyelesaikan babak ketiga pertandingan antar jenis kelamin kami yang sudah sekian kali kami lakukan. Kami ada di rumah Susan, suami Susan, Andre, sedang tidak berada di rumah, dia pergi tugas luar kota lagi. Sementara istri saya ada di rumah, saya punya banyak alasan kalau dia bertanya macam-macam.
“Mas Jony, aku kok kayaknya nggak pernah bosen ya ‘ngewe’ sama kamu..” kata Susan.
“Lha, memangnya kalo sama Andre, bosen..? Kan dia suamimu,” jawab saya agak gr.
“Bukannya gitu. Kalo sama Mas Andre gayanya itu-itu saja, dan lagi kontolnya Mas Andre kan nggak sebesar punya Mas Jony,” jawab Susan jujur sambil mengurut batang kemaluan saya yang kembali mengeras.
“Ndak boleh gitu lho Mir. Andre itu kan suamimu, dia baik lagi. Tapi, masa bodo lah, yang penting memek istrinya enak banget. Ya sudah ‘ngentot’ lagi yuk, mana toketmu, sini, aku mau ‘nenen’..!”
Ketika kami mau mulai babak keempat, Susi, anak Susan yang jadi sering melihat maminya di ‘acak-acak’, masuk ke kamar.
“Mi, masih main kuda-kudaan ya..? ” tanyanya polos.
“Iya, baru mau main lagi, kenapa Vin..? kata Susan.
“Susi mau bobo, tapi Susi takut, temenin Susi ya Mi, Om Jony main kuda-kudaanya di kamar Susi aja ya..!” pintanya penuh harap.
Ya sudah, akhirnya saya dan Susan pindah arena ke kamarnya Susi. Sambil masih bertelanjang bulat, kami berusaha menina-bobokan Susi yang katanya tidak kangen sama papinya, dia malah menganggap saya papi kandungnya.
Baru sekitar 10 menit si Susi tertidur dan 3 menit si Susan menghisap batang kemaluan saya, telephone di kamar Susan berdering.
“Mas, aku ngangkat telephone dulu ya, kali aja dari Mas Andre.” kata Susan.
“Ya, jangan lama-lama..” jawab saya.
Setelah hampir 5 menit, Susan balik lagi ke kamar dengan wajah bingung.
“Mas, adikku mau kesini. Dia sudah ada di depan komplek. Gimana nih..?” kata Susan.
“Siapa..? Si Rere..? Dia bareng suaminya nggak..?” tanya saya berusaha tidak panik.
“Nggak sih, kan dia lagi pisah ranjang sama Gery. Sudah 4 bulan ini.” jawab Susan.
“Ya sudah, kalo dia kesini, ndak apa-apa. Bilang aja aku lagi nemenin kalian. Apa susahnya sih?”
Tidak lama kemudian Rere datang. Dia adalah wanita cantik berusia sekitar 25 tahun, dengan ukuran dada sekitar 34B (hampir sama dengan kakaknya), kulit putih bersih dan hidung yang bangir. Malam itu dia mengenakan ‘Tank Top’ warna biru ditutup dengan Cardigan hitam dan celana Capri (ketat, sedengkul) warna putih.
“Malam Mbak, Eh.., ada siapa nih..?” kata Rere.
“Ini Mas Jony, tetanggaku. Dia datang kesini mau nemuin Mas Andre, tapi nggak ketemu.” Susan menjawab.
“O iya, kenalin Mas, ini adikku, Rere. Re, ini namanya Mas Jony.”
“Rere,” katanya sambil bersalaman dengan saya.
“Jony,” jawab saya.
“Kamu kenapa kesini..?” kata Susan, “Tumben-tumbenan, mana malem-malem lagi. Kamu nggak takut apa? Daerah sini rawan pemerkosaan lho..!”
Si Rere menjawab sambil melepas Cardigan-nya dan memamerkan keindahan buah dadanya, yang dapat membuat laki-laki sesak nafas itu, katanya, “Ngapain takut, kalo diperkosa malah seneng. Aku sudah hampir 5 bulan lho Mbak, nggak ‘gituan’..!”
“Kamu ini kalo ngomong sembarangan,” kata Susan sambil melirikku, “Kasian Mas Jony tuh, lagi tanggung, nanti dia ngocok disini lagi.”
“Tanggung..? Emangnya kalian lagi ngapain..? Wah, macem-macem nih kayaknya..!” tanya Rere penasaran.
Si Susan menjawab, “Kenapa emangnya..? Mau ikut nimbrung..? Suntikannya Mas Jony besar lho..!”
Saya dari tadi hanya diam dan tersenyum mendengar ‘adik’ saya dibicarakan dua wanita cantik.
Lalu saya angkat bicara, “Kamu ini ngomong apa sih Mir..? Emangnya kamu sudah pernah liat burungku apa..?” kata saya menggoda.
“Iya nih, Mbak Susan. Emang udah pernah liat..?” kata Rere.
“Wah, jangan macam-macam deh Mas, mendingan kita lanjutin pertandingan tadi. Kamu mau ikutan nggak Re..?” ajak Susan sambil kembali melepas dasternya dan melucuti celana pendek saya.
Melihat hal ini, Rere memekik pelan, “Wah, itu kontol..? Gede banget, boleh nyobain ya Mas..?”
“Ya sudah, kamu hisap-hisap ya Re..!” kata saya, “Nah, Mir kesinikan memekmu biar kujilatin..!”
Lalu kami bertiga bermain dengan riang gembira. Saya duduk di sofa, sementara Rere jongkok dan sibuk dengan batang kemaluan saya. Susan berdiri menghadap saya sambil mengarahkan kepala saya ke liang vaginanya dan menjilatinya sampai kelojotan. Saya tidak sadar waktu Susan agak bergeser, ternyata Rere sudah tidak mengenakan apa-apa lagi, polos, telanjang bulat dan berusaha menjepit penis saya dengan kedua buah dadanya yang ternyata memang besar dan membuat gerakan naik turun.
“Ya, terus Re, enak banget..!” kata saya, sementara Susan sudah duduk di sebelah kiri saya sambil mengulum bibir saya.
“Mas Jony, aku mau masukin ke memek ya..!” pinta Rere penuh harap.
Ketika melihat dan mengamati kemaluan Rere, saya agak kaget. Selain botak, vagina Rere juga masih terlihat sempit. Dalam hati saya berpikir, ini kakak beradik punya kemaluan kok ya sama. Lalu Rere membelakangi saya dan memasukkan batang kemaluan saya ke dalam vaginanya yang sempit itu dengan perlahan-lahan. Susan yang juga sedikit terengah-engah memasukkan jari saya ke dalam liang kemaluannya yang mulai basah.
Rere benar-benar memperlakukan batang kemaluan saya dengan baik. Gerakan maju mundurnya sangat hebat dan terkadang dikombinasi dengan gerakan berputar. Menyikapi hal ini, saya lalu mengangkat badan Rere dan saya balikkan, hingga kami beradu pandang, dengan posisi penis saya tetap di dalam vaginanya yang keset-keset basah. Rere ternyata sangat ahli dengan posisi duduk, dia terus naik turun berusaha mengimbangi hujaman-hujaman penis saya yang makin lama makin dalam menembus pertahanan liang vaginanya.
Setelah hampir 10 menit, Rere berkata, “Mas aku keluar..!”
Tapi herannya dia masih saja menggoyang pantatnya. Sementara itu, Susan ada di belakang Rere sambil memeluk dan meremas buah dada Rere.
3 menit kemudian, giliran saya yang bilang, “Re, aku mau keluar nih, di dalam apa di luar..?”
“Di luar saja Mas, aku mau minum pejunya,” jawab Rere semangat.
“Re, cepat lepas..!” kata saya sambil mengocok batang kemaluan saya dengan cepat dan mengarahkannya ke mulut Rere yang sekarang sudah jongkok di bawah saya.
Ternyata benar, mulut Rere tidak hanya menampung sperma saya yang banyak, tapi juga benar-benar berkumur dan menelannya.
Melihat hal itu, Susan yang vaginanya tidak aktif, langsung mendekati batang kemaluan saya dan mengulumnya lagi.
Saya yang sudah banjir keringat langsung berkata kepada Susan, “Mir, yang bersih ya, saya istirahat dulu sebentar.”
Sambil Susan terus disibukkan dengan pekerjaannya, saya menyuruh Rere mendekat dan langsung mengulum bibirnya yang tipis dan beraroma sperma.
Tidak lama kemudian, batang kemaluan saya mulai menegang lagi. Mengetahui perbuatannya berhasil, Susan dengan tindakan super cepat menarik saya ke lantai dan menyuruh saya telentang. photomemek.com Susan dengan cepat juga langsung menduduki penis saya dan menjepitnya dengan kemaluannya. Dengan posisi seperti itu, tangan saya diberi kesempatan untuk meremas payudara Susan dan memainkan putingnya yang agak kecoklatan.
Setelah hampir 10 menit mengerjai batang kemaluan saya, gerakan Susan mulai agak mengendur. Saya tahu, dia sudah orgasme. Melihat hal ini, saya membalikkan badan Susan, dan sekarang dia yang telentang. Kedua kaki Susan yang putih itu saya buka lebar-lebar sambil menusuk vaginanya dengan gerakan yang amat cepat dan teratur. Erangan dan desahan Susan sudah tidak saya dengarkan sama sekali.
Sekitar 3 menit kemudian, saya sudah tidak dapat menahankannya lagi. Dengan posisi penis masih di dalam vagina Susan, saya menyemprotkan cairan sperma saya untuk yang kedua kalinya malam ini. Liang senggama Susan yang saya perhatikan beberapa hari ini sudah agak melebar, tidak kuat menampung cairan sperma saya yang kental dan banyak. Melihat hal itu, Rere langsung menjilati vagina kakaknya berusaha mendapatkan air mani lagi sambil tangannya mengocok penis saya.
Susi yang sudah tidur rupanya terbangun karena berisik.
“Mami, aku nggak bisa tidur, itu ada siapa..?”
“Eh Susi, ini Tante Rere. Kok kamu nggak tidur..?” tanya Rere sambil menyuruh Susi mendekat.
“Nggak bisa tidur Tante. Mami kenapa..? Kok kakinya terbuka, Mami sakit lagi ya..?” tanya Susi polos.
“Mami nggak sakit. Justru Mami malah sehat, kan Mami habis Om suntik, nanti sebentar lagi juga bangun.” jelas saya.
“Kok Tante Rere telanjang juga? Habis disuntik juga ya sama Om Jony?”
“Iya, soalnya Tante lagi sakit memeknya jadi disuntik.” kata Rere sambil mengelus vaginanya sendiri.
“Memek apa sih Tan..?” tanya Susi.
Sambil membersihkan kemaluan Susan, saya berkata ke Susi, “Ini yang namanya memek Vin. Ini gunanya buat masukin jarum suntiknya Om Jony.”
“Susi juga punya Om.” kata Susi sambil menyingkap rok tidurnya.
“Iya, tapi punya Susi belom boleh disuntik. Nanti kalo sudah besar, boleh deh..!” kata Rere sambil tersenyum.
Selama seminggu Rere menginap di rumah Susan, kami bertiga hampir tiap malam mengadakan acara begituan bersama. Susi yang selalu melihat aksi kami selalu tertawa kalau saya menyemprotkan sperma ke mulut mami dan tantenya.
“Ha.., ha.., ha.., Mami sama Tante Rere dipipisi Om Jony.” katanya lucu.
Pernah sekali waktu, ketika istri saya sedang pergi, Rere main ke rumah dan minta disenggamai di lubang pantat. Karena menarik, saya lakukan saja dan ternyata itu enak sekali, seperti menjebol kemaluan perawan.
Sekali waktu, pernah juga salah seorang teman kantor saya main ke rumah ketika dua kakak beradik itu kebetulan sedang ada di rumah saya. Karena tertarik dengan Susan, teman saya itu mengajak Susan main di atas meja makan saya. Saya dan Rere hanya diam dan tertawa melihat teman saya menghajar kemaluan Susan sampai Susan mengalami multi orgasme.,,,,,,,,,,,,,,,
TAMAT