Saat aku tidur Dia Merabaku
Liburan semester ketiga ini rencananya
akan kupergunakan untuk mengunjungi kakakku yang tinggal di kota Jakarta. Sejak menikah satu tahun yang lalu, dia dibawa suaminya ke
kota Jakarta, dan sejak itu aku memang belum pernah
mengunjunginya. Tentu saja kedatanganku disambut gembira oleh pasangan
muda itu, terutama oleh kakakku, Mbak Rani (bukan nama sebenarnya).
Kelihatannya ekonomi kakakku masih pas-pasan. Rumah yang dikontrak
adalah rumah petak dan hanya berkamar tidur satu, ruang tamu kecil dan
ruang makan merangkap dapur, serta kamar mandi kecil. Dengan kondisi
rumah seperti itu, aku terpaksa tidur bersama-sama Mbak Rani dan
suaminya Mas Ton.
Aku tidur di sebelah kanan, Mbak Rani di
tengah dan Mas Ton di sebelah kiri. Malam itu aku berbincang-bincang
dengan kakakku sampai larut malam, kulihat Mas Ton sudah tertidur lebih
dulu. Sampai akhirnya kami kehabisan cerita dan tertidur. Kurang lebih
jam 04:00 pagi Mbak Rani bangun dan keluar kamar untuk urusan dapur.
Aku tahu ini adalah kebiasaan sewaktu remaja. Dia selalu bangun paling
awal.
Sebenarnya aku juga terjaga ketika ia turun dari tempat
tidur, tetapi aku tetap di tempat tidur karena malas. Dalam keremangan
lampu 5 watt, kulirik Mas Ton kakak iparku yang masih kelihatan tidur
pulas di sebelahku tanpa terhalang oleh tubuh Mbak Rani, walaupun jarak
kami cukup jauh.Dalam tidurnya yang telentang dengan mengenakan piyama
warna abu-abu, tanpa sengaja kulihat ke arah selangkangannya. Kulihat
sesuatu yang mencuat tinggi dari balik celananya. Hatiku berdesir ada
perasaan hangat menyelusuri tubuhku, kutahan nafasku. Aku tidak berani
bergerak dan aku tetap pura-pura tidur walaupun kupincingkan mataku
untuk menikmati pemandangan yang syuur itu.Tiba-tiba Mas Ton
membalikkan badan menghadap ke arahku, kupejamkan mataku. Aku pura-pura
masih tertidur lelap. Tiba-tiba kurasakan tubuh Mas Ton digeserkan
mendekatiku, entah disengaja atau tidak, tetapi gerakannya sangat
hati-hati, mungkin takut aku terbangun.
Aku tetap pura-pura
masih tidur dalam posisi telentang, jantungku berdegup keras, aku tidak
tahu apa yang harus kuperbuat. Kuatur nafasku, ingin rasanya aku
melompat turun dan keluar kamar. Tetapi desiran hangat yang mempercepat
peredaran darahku membuatku mengurungkan niatku.Tangan Mas Ton seperti
tanpa sengaja menempel ke tanganku, aku tetap tidak bergerak. Tidak
berapa lama, kurasakan tangannya menindih tanganku, dan itu cukup lama
sampai aku bingun harus berbuat apa. Ketika dilihatnya aku diam saja,
kurasakan dia mulai mengelus lengan dengan lembut dan kurasakan
kehangatan yang sangat menyenangkan.
Tangannya terus mengelus ke
atas leherku, aku menahan kegelian. Melihatku diam saja, Mas Ton
semakin berani dan tangannya mulai turun untuk meraba-raba buah dadaku
dari luar daster. Tidak lama kemudian, tali daster dan tali BH-ku
diturunkan dan tangannya menerobos masuk ke dalam buah dadaku. Aku
menggelinjang ketika jarinya meremas buah dadaku dengan lembut, dan
mengelus-elus puting susuku. Nafasku memburu, aku makin terangsang,
bahkan Mas Ton tanpa sadar telah merapatkan tubuhnya ke tubuhku. Kaki
kirinya telah menindih kedua lututku yang diam tak dapat berontak,
karena hasratku membuatku bingung. Kurasakan batang kemaluannya yang
telah mengeras di balik piyamanya menempel ketat di pinggul kiriku. Dan
aku masih pura-pura tidur.
Dilepaskan tangannya dari BH-ku,
tangan kirinya merayap di pahaku, lalu menyusup di bawah daster dan
mengelus paha atas bagian dalam dan akhirnya berhenti di pangkal paha.
Dielusnya dengan lembut bibir kemaluanku yang masih rapat terbungkus
dengan celana dalam, kurasakan kehangat dan perasaan nikmat mengalir di
dalam dinding kemaluanku. Elusan di atas celana di depan vagina,
kadang-kadang diselipkan jari tanganya dari samping celanaku membuat
dinding vaginaku berdenyut lembut dan enak. Aku merasakan bahwa
kepunyaanku sudah basah. Tiba saatnya Mas Ton memasukkan tangan kirinya
ke dalam celanaku melalui pusar, ketika itu aku sadar dan aku takut
kalau Mbak Rani tiba-tiba masuk, maka kupegang tangannya dan kutahan
agar Mas Ton tidak meneruskan niatnya. Tetapi tangannya tidak mau
keluar dari celanaku dan aku tetap menahannya.
Kubuka mataku,
kutatap wajahnya. Mas Ton tersenyum, tetapi aku tidak dapat membalas
senyumnya. Aku ingin marah kepadanya atas kelancangannya, tetapi aku
tidak dapat, karena dalam gejolak rangsangan yang membuaiku sebenarnya
aku sudah kehilangan rasioku. Aku menikmatinya dan penolakanku lebih
bersifat kekhawatiranku akan munculnya Mbak Rani dari pintu kamar yang
tidak terkunci. Dalam keadaan demikian kuarahkan pandanganku ke pintu
kamar. Mas Ton menangkap apa yang kumaksud.
Ditariknya tangannya
dari celanaku, dan dia segera turun dari tempat tidur dan segera
menguncipintu kamar. Aku tidak tahu apa yang harus kuperbuat,
seharusnya aku bangun dari tempat tidur dan segera keluar kamar,
sehingga dapat terhindar dari perbuatan Mas Ton yang lancang itu,tetapi
tidak. Bagian dalam vaginaku masih berdenyut dengan lembut, aliran
darahku dan birahiku masih belum turun dari kepala. Sensasi ini belum
pernah terjadi sebelumnya, bahkan dengan pacarku saja aku masih sebatas
bergandengan tangan saja. Entah apa yang kubayangkan saat itu.
Kubalikkan
tubuhku menghadap tembok membelakangi Mas Ton yang kembali dari arah
pintu. Direbahkannya tubuhnya rapat di belakangku sambil menarik
pundakku ke arahnya, sehingga aku kembali dalam posisi telentang dan
dia mencoba menciumku, tetapi aku menghindar dari ciumannya.
Kugelengkan kepala ke kiri dan ke kanan, sampai akhirnya Mas Ton bisa
menangkap mulutku dengan mulutnya. Saat itu aku sudah tidak dapat lagi
menahan kuasa nafsu birahi dari dalam tubuhku yang masih perawan ini.
Itulah
pertama kalinya aku dicium oleh seorang laki-laki, aku masih bodoh
ketika dia menyedot dan menjilat bibirku. Aku tidak memberikan
tanggapan yang seharusnya wanita berikan ketika dicumbu seorang lelaki,
aku masih kaget, nafasku tidak beraturan, tetapi nafsuku bangkit
kembali. Tanpa sadar kupeluk pundaknya erat-erat ketika tangannya
meremas-remas buah dadaku. Kurasakan payudaraku mulai mengeras, apalagi
ketika puting susuku dipelintir ke kanan dan ke kiri berulang-ulang
dengan lembut. Sensasinya sungguh diluar dugaanku.
Ketika
bibirnya mulai menjalar ke leherku, tangannya pindah dari dada ke arah
selangkangan, kubiarkan Mas Ton membuka ujung bawah daster dan
menelusup ke bawah celana dalam. Diusap-usapnya rambut kemaluanku untuk
beberapa lama, dan kemudian jari tangannya mulai terasa menggesek
dinding vagina dan kemudian ke atas ke arah klitoris. Aaahhh.., ada
rasa ngilu yang sangat nikmat. Beberapa lama jarinya mengelus dan
menggeletarkan klitorisku, tanpa sadar kuikuti iramanya dengan
menggoyang pingulku. Kenikmatan sudah menjalar ke seluruh kelamin, ke
pinggul dan bahkan ke bagian pantatku. Aduh nikmat sekali.
Aku
merintih dan mendesah pelan penuh kenikmatan. Ketika Mas Ton menarik
tangannya dari dalam celana, aku merasa kecewa, ternyata tidak, ia
ternyata melepaskan celananya ke bawah sehingga batang kejantanannya
yang telah berdiri dengan kokoh menyeruak keluar. Kepala yang membesar
telah mengkilat. Dibimbingnya dengan lembut tangan kiriku ke arah
batang kejantanannya dan aku tidak kuasa lagi menolaknya. Kugenggam dan
kuremas-remas dengan lembut batang panjangnya. Inilah pertama kalinya
aku melihat sekaligus menyentuh alat kelamin seorang laki-laki. Dadaku
bergetar penuh birahi, kemudian ketika jarinya kembali memainkan
klitorisku, sedang jari lainnya semakin masuk ke dalam liang
senggamaku, maka kukocok batang kejantanannya semakin cepat.
Kudengar
nafasnya memburu disertai desis yang pendek dari mulutnya. Dinding
dalam liang kewanitaanku berdenyut semakin dalam. Kujepit jarinya
dengan bibir bawahku, aku tidak tahan lagi, kenikmatan sudah menjalar
hingga ujung rambut. Tiba-tiba denyutan yang kuat datang dari arah
liang rahimku. Aku menahan nafas, aku menggelinjang dan kujepit jarinya
dengan kuat. Aku telah mencapai puncak, liang kewanitaanku
berkedut-kedut dengan kuat. Aahhh.., dan pada saat yang hampir
bersamaan, Mas Ton menekankan pinggulnya ke pahaku, dan batang kemaluan
yang berada dalam genggamanku terasa berkedut-kedut dengan kuat, dan
kurasakan air maninya memancar dan membasahi pahaku.
“Aaahhh..,” hanya desisan yang dapat kukeluarkan dari mulutku.
Beberapa
detik aku tergeletak dengan lemas berdampingan dengan tubuh hangatnya
Mas Ton. Dengan malas aku bangun, kubuka pintu kamar dan segera aku ke
kamar mandi. Aku takut bertemu Mbak Rani yang masih sibuk di dapur
menyiapkan sarapan pagi kami.
Saat di kamar mandi, aku sempat
membayangkan sensasi kenikmatan yang berlangsung beberapa menit yang
lalu. Ada perasaan senang bercampur dengan perasaan takut bergejolak di
dalam diriku saat kubersihkan kemaluanku di kamar mandi. Mas Ton masih
telentang di tempat tidur sambil tersenyum menatap wajahku ketika aku
keluar dari kamar mandi dan langsung menuju ke dapur membantu Mbak Rani
yang tidak mengetahui adanya sensasi indah di kamar itu.
Hari
itu juga kuputuskan aku harus kembali ke kotaku, aku tidak mau hal itu
terjadi lagi. Bukan aku tidak menyukainya, tetapi aku tidak ingin rumah
tangga kakakku menjadi berantakan gara-gara kehadiranku yang
membangkitkan birahi suaminya. Mbak Rani kaget ketika aku pamitan untuk
pulang. Aku memberikan alasan bahwa ada tugas kuliah yang lupa
kuselesaikan.
Meskipun apa yang kulalui saat itu tidak merusak
keperawanan yang kumiliki, tetapi itu merupakan pengalaman pertamaku
dalam menikmati sensasi seks yang sebenarnya.,,,,,,,,,,,,,,,,,,