Siang itu kebetulan aku sedang seorang diri dirumah, semua penghuni rumah berangkat bekerja semua, sedangkan pembantu rumah tangga yang biasanya ada sedang minta ijin pulang kekampungnya karena ada keluarganya yang sakit. Jadilah aku seorang diri dalam kesepian, nggak tahu apa yang mesti kulakukan, nonton TV juga bosan karena acaranya ya itu-itu saja, nonton vCD aku nggak punya CD baru yang belum pernah kutonton sebelumnya, mau baca koran yaa sudah lecek semua aku baca tadi pagi. Jadinya ya tiduran aja deh disofa ruang tamuku sambil kukenakan celana pendek gombor dan kaos belel yang sudah robek disana sini, karena udara kota Surabaya memang panas sekali, sambil pintu depan kubuka lebar-lebar agar banyak angin yang masuk sekedar memberi sedikit kesejukkan.
Kira-kira pukul 09.30, kudengar suara bel rumahku dipijat oleh seseorang, dan aku segera bangkit dari tiduranku dengan malas-malasan, dalam hati aku menggerutu
“Siapa sih, pagi-pagi sudah bertamu”
Setelah kutengok keluar dan kudapati seorang pemuda dengan kulit hitam kecoklatan, rambut agak keriting terpotong dengan rapi dan dengan tinggi badan yang lumayan tinggi untuk ukuran rata-rata pemuda sepantaran dengannya. Lalu aku bertanya
“Ada perlu apa Mas?” tanyaku
“Oh ini, saya menawarkan produk kerajinan tangan dari rotan, bila Mas berkenan, bisa dilihat-lihat ini gambar barangnya. Ada kursi, tempat tidur, lemari makan, kap lampu, hiasan dinding dan sebagainya” tawarnya, tanpa sempat kupersilahkan masuk.
Walaupun aku sebenarnya nggak berniat untuk membeli barang yang ditawarkannya karena memang tidak tertarik dengan produk yang ditawarkannya. Akan tetapi karena yang menawarkan lumayan cakep walaupun badannya terkesan kerempeng untuk ukuran tinggi badannya itu. Maka tanpa menyia-nyiakan kesempatan itu berlalu, segera kupersilahkan dia masuk ke dalam ruang tamu, dan aku juga berbasa-basi menanyakan produknya apa saja, sampai lulusan mana, pernah kuliah apa nggak dan sebagainya dan kuketahui bahwa namanya adalah Mamad. Hingga obrolan kami nyerempet ke masalah film dan sebagainya, akhirnya aku bertanya,
“Eh, kamu pernah nonton bf, apa nggak?” tanyaku.
“Pernah, sih pernah tapi jarang sekali, abis nontonnya dimana?” katanya.
“Kalau ada, mau nonton?” tanyaku lagi
“Kalau ada yaa, nggak apa-apa, tapi nggak mengganggu ya Mas” jawabnya lagi, terus terang aku jadi seneng bukan main karena umpan pancingan ternyata disautnya dengan spontan.
“Oh, nggak malah kebeneran ada teman ngobrolnya, khan aku lagi sendirian nih dirumah,” kataku.
Segera aku bangkit menuju ruang tengah dan segera kumasukkan CD bf hetero sex yang jadi koleksiku ke dalam playernya dan kunyalakan TVnya setelah siap aku segera memanggilnya untuk masuk keruang tengah dan tak lupa aku segera menutup pintu depan dan kukunci sekalian. Dan kupersilahkan dia duduk disofa panjang yang ada diruang tengah dan kutawari dia mau minum apa? Jawabnya “Yang dingin saja” sambil matanya melotot melihat TV yang tengah menayangkan adegan karaoke (isap penis) oleh dua orang bule yang berlawanan jenis, tanpa menoleh ke arahku. Dalam hati aku berkata
“Serius benar nih anak, baru tahu rasa ntar kalau kuemut penisnya”
Kuambil dua gelas es sirup dan segelas kutaruh dihadapannya yang posisinya masih seperti tadi nggak bergeming dari tempat duduknya sambil matanya melotot terus sedangkan yang satunya untukku sendiri yang segera mengambil tempat disebelahnya. Mulanya kuperhatikan dia, nggak ada reaksi masih tetap seperti semula, akhirnya tanganku yang sudah gatal ini langsung menyentuh selakangannya sambil bergurau.
“Sudah ngaceng yaa?”
Dia tersenyum sejenak dan kurasakan tanganku tadi sempat menyentuh benda keras yang lumayan gede juga, akhirnya aku berusaha lagi lebih berani dengan makin mendekatkan dudukku tepat disebelahnya dan kucoba untuk memegangnya lagi penisnya yang kutahu pasti sedang ngaceng berat itu. Tapi kali ini tanganku ditepisnya dengan halus katanya,
“Jangan gitu Mas, saya nggak biasa dipegang orang apalagi sama cowoknya,” katanya.
“Kalau gitu kamu sering yaa main sama cewek?” tanyaku.
“Saya belum pernah main sama sekali dengan cewek,” jawabnya.
“Terus kalau kepengin gimana?” tanyaku lagi.
“Yaa, dikocok sendiri Mas,” jawabnya polos.
Dengan demikian makin membuatku penasaran ingin mengetahui barangya sebesar apa sih, akhirnya dengan sedikit kupaksa, kuremas-remas penisnya yang sudah bengkak itu, akan tetapi masih didalam celananya, setelah beberapa saat kulihat dia mulai menyerah, maka aku berusaha untuk membuka kancing celananya, tapi dia berontak lagi sambil menepiskan tanganku kembali malahan terkesan tanganku dilemparkannya. Tapi aku terus berusaha dengan paksaan akhirnya bisa juga tanganku masuk ke dalam celananya yang sudah terbuka retsletingnya akan tetapi tanganku masih belum mencapai gumpalan ototnya karena masih dihalangi oleh celana dalamnya, akhirnya aku coba untuk mencumbui pipinya, telinganya, lehernya dan terus ke arah bawah dagunya dan ternyata cumbuanku ini mengenai dengan melemasnya dia dalam memperhatankan ototnya yang tegang dan sambil dengan mata terpejam kudengar suaranya yang mendesis seperti ular.
Dan runtuh sudah pertahanannya, segera kubuka kancing bajunya satu persatu, dia diam saja, kemudian kubuka ikat pinggangnya yang masih tetap melingkar dipinggangya kemudian kancing celana panjangnya yang kemudian langsung kupelorot sampai lepas semua, kemudian aku beralih untuk melepas bajunya, photomemek.com sekarang yang tinggal hanyalah CDnya saja yang seolah tidak mampu menahan jendolah yang begitu besar yang membuatku begitu tambah penasaran dibuatnya.
Akhirnya aku mengambil posisi jongkok dihadapannya sambil menciumi kedua pahanya dari kanan kekiri dan sebaliknya lalu bibirku hingga dikantong ajaibnya yang menggantung dibalik celana dalamnya, kemudian mulutku kuarahkan pada batangan yang besar dan panjang itu, kemudian kutarik CDnya dengan menggunakan mulutku dan meloncatlah otot pejal yang keras itu mengenai hidungku dan dengan bantuan tanganku segera kulorot juga CDnya itu, kini tinggalah tubuh polos yang ada dihadapanku, segera kupegang dan kukocok-kocok penisnya sambil sekali-sekali kuhisap kepala penisnya dan dia seperti menikmati permainan yang sebelumnya belum pernah dirasakan itu.
Akan tetapi dia kayaknya masih belum ngerti harus gimana dan harus melakukan apa, sehingga kesannya seperti aku menghisap penisnya batang pisang, karena hanya suara desisannya saja yang terdengar sedangkan tangan dan bagian tubuh lainnya tidak menunjukkan reaksi sama sekali, apalagi untuk menggapai milikku atau berusaha untuk melakukan gerakan lainnya yang dapat membuatku terangsang. Tapi nggak apa-apa bagiku, ini malah kebeneran pikirku, aku bisa berbuat apa saja yang aku mau, mulai menghisap penisnya, memasukkan jariku pada lubangnya yang masih sempit karena menurut pengakuannya dia belum pernah melakukan kontak sexual dengan siapapun juga. Jadi masih perjaka tulen gitu katanya, tapi nggak tahu yaa abis nggak ada bedanya antara yang perjaka sama yang sudah sering dipakai, mungkin kalau ada pembaca yang tahu kasih tahu aku dong ciri-cirinya yang perjaka tulen.
Setelah cukup lama aku bergumul dengan penisnya yang gede dan panjang itu sampai-sampai tulang rahangku rasanya nggak bisa dikatupkan lagi, tapi dia belum mencapai juga untuk mengeluarkan pejuhnya, lalu aku tanya sama dia,
“Mad, kamu sering ngocok yaa, koq nggak keluar-keluar sampai aku kesel nih mulutku”
“Iya, kalau lagi kepengin aja aku ngocok di kamar mandi” jawabnya
“Setiap hari yaa?”
“Nggak mesti, kadang sehari bisa sampai dua kali,” jelasnya lagi.
“Pantesan nggak keluar-keluar, terus tadi pagi baru ngocok yaa,” tanyaku lagi.
“Kalau tadi pagi nggak, tapi kemarin sore yaa,” jawabnya lagi.
“Sudah gini aja, sekarang gantian aku yang minta kamu puaskan,” pintaku.
“Tapi, gimana caranya, saya nggak pernah ngisep gituan,” katanya.
“Mau coba apa nggak?”tanyaku.
“Nggak bisa, mau muntah rasanya”
“Ya, sudah kalau gitu,” jawabku.
Segera kuangkat kedua kakinya dan kuolesi lobangnya dengan lotion demikian juga dengan penisku yang sudah ngaceng dari tadi dan dia diam saja tanpa mengerti maksudku. Maka kusodorkan penisku yang tidak seberapa besar bila dibandingkan dengan miliknya itu dan kumasukkan ke dalam lubangnya yang masih sempit itu, dan kedengar teriakannya dan kulihat air matanya meleleh dari matanya sambil mulutnya sesenggukan.
“Aduuhh ssaakkiitt, Mas” jeritnya.
“Nggak apa-apa paling cuma sebentar aja” jawabku.
Aku memang sengaja mendiamkan untuk beberapa saat agar dia bisa menyesuaikan diri dengan penisku yang ada didalam lubangnya itu. Setelah itu baru kumaju mundurkan dan untuk beberapa saat kemudian aku sudah ngejrot karena memang aku sangat terangsang sekali melihat penisnya yang gede dan panjang itu walaupu berwarna kehitam-hitaman. Setelah itu kulihat dia masih mengerang-ngerang karena kesakitan, lalu kutanya dia
“Kamu juga pengin keluar khan?”
Dia tidak menjawab, hanya kepalanya saja yang menggangguk. Maka kusuruh dia untuk telentang diatas karpet ruang tengah rumahku karena memang dia orangnya pasif, jadi aku yang harus punya inisiatif untuk mempraktekan segala macam cara untuk bisa saling memuaskan. Setelah dia telentang dengan penisnya yang tegak berdiri itu maka aku segera mengoleskan lotion pada lubangku sendiri dengan memasukkan jari tangan kiriku semula satu jari, kemudian dua jari sedangkan tangan kananku juga mengoleskan sisa lotion yang kuambil tadi dan segera kuoleskan pada penisnya sambil kukocok-kocok agar lebih tegang lagi, dan segera aku memindahkan dudukku yang semula disampingnya, sekarang aku mengkangkang diatas pinggulnya dan segera kupegang penisnya dan kubimbing untuk memasuki lubangku, dan oh ternyata biarpun aku sudah berusaha semampuku untuk memasukkannya, tapi yang masuk baru kepalanya aja yang mekar seperti jambu itu sedangkan batangnya masih belum semuanya masuk, sehingga kutekan labih keras, akhirnya bless dan wwooaahh, aku berteriak karena rasanya lubangku seperti disilet saja layaknya, sakit, pedih dan perih kena penis segede itu.
Aku duduk diam sesaat sampai rasa sakit dan pedih itu hilang, baru kuangkat sedikit dan kuturunkan lagi, makin lama makin cepat dan kulihat reaksinya yang dulunya seperti gedebog pisang itu, tangannya mulai memegang kedua pinggangku dan seakan-akan membantu gerakan naik turunku itu sampai akhirnya kudengar,
“Ooohh, oohh, oohh”
Dan kurasakan cret, cret, cret hangat didalam lobangku, aku diam sejenak sebelum mencabutnya. Setelah beberapa saat, aku angkat pantatku dari pinggulnya dan kurasakan penisnya yang sudah mulai mengempis itu keluar dari lubangku dan kudengar cret, ada cairan yang jatuh menimpa perutnya. Ternyata pejuhnya yang baru dikeluarkannya itu ikut keluar juga bersamaan dengan keluarnya penisnya dari lubangku, rupanya begitu banyak pejuhnya yang keluar sehingga pada saat kutarik ada yang tumpah dan ketika aku berdiripun kedua pahaku bagian belakang juga berleleran dengan cairan pejuhnya yang bersumber dari lubangku, dalam hati aku berkata
“Banyak juga tuh pejuhnya, padahal kemarin abis ngocok”
Untuk hari itu aku mengakhiri permainan sampai disitu saja, kemudian dia minta ijin untuk kekamar mandi untuk membersihkan diri dan akupun mempersilahkannya. Setelah mandi dan berpakaian kembali dia mohon pamit padaku, dan aku berkata,
“Lain kali kalau lagi jalan kesini mampir yaa”
“Ya, kalau ada waktu” jawabnya sambil tersenyum dan segera dia berlalu dari rumahku, dan aku kembali sepi seorang diri lagi tapi aku puas.
Aku sudah tidak mengingat-ingat lagi ketika suatu pagi dijam yang sama ada orang yang menekan bel rumahku dan ketika kulihat ternyata si Mamad yang datang, aku jadi seneng juga dalam hati aku berkata,
“Wah bisa main emut-emutan lagi nih”
Dan tentunya pembaca semua bisa menebaknya sendiri apa yang kami lakukan dan peristiwa seperti itu masih terulang sampai kurang lebih enam kali, sampai akhirnya aku jadi kangen juga dan mengharapkan dia akan datang disaat-saat aku kesepian, tapi harapan itu tak kunjung tiba. Akhirnya aku teringat bahwa dia pernah memberiku kartu nama dan iseng-iseng aku telpon kekantornya dan diterima oleh suara seorang cewek dan aku segera bertanya,
“Selamat pagi Mbak, bisa saya bicara dengan Mamad?” tanyaku.
“Oh Mamad sudah nggak kerja disini, Mas,” jawabnya.
“Sudah lama ya keluarnya dari sana?” tanyaku lagi.
“Ya, kurang lebih dua minggu yang lalu,” jelasnya.
“Terus sekarang dianya kerja dimana, Mbak?”
“Waduh kurang tahu yaa, Mas. Habis dia nggak bilang apa-apa ketika keluar dari sini,” lanjutnya.
“Oh yaa sudah, Mbak. Terima kasih yaa buat informasinya”
Lalu kututup telponku dan bersamaan dengan itu ada sesuatu yang rasanya ikut terhilang bersama dengan lenyapnya Mamad. Aku harus mencarinya kemana, rumahnya aku tidak tahu karena dia asalnya dari daerah Tuban seperti yang pernah dikatakannya, tapi Tuban khan bukan semeter dua meter saja yang bisa dilacak dengan bertanya. Akhirnya pupus sudah harapanku untuk bertemu lagi dengan Mamad namun aku masih menyimpan kenangan-kenangan manis selama bersamanya walaupun dia seperti gedebog pisang kalau sedang aku kerjain. Kalau ada jodoh sapa tahu kita akan jumpa lagi, nggak tahu kapan, seminggu lagi, sebulan lagi, setahun lagi atau bahkan seabad lagi (Ya sudah mati khan, kalau seabad lagi).
Tamat,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,