Cerita Bokep Hot – cerita mesum ini merupakan cerita bokep dari pengalaman ku waktu itu. Perkenalkan namaku Soffi, Aku adalah seorang wanita berusia 27 tahun yang berstatus janda beranak 1, Dalam keseharianku, aku selalu mengenakan jilbab. Walaupun jilbab yang aku kenakan bukan tergolong jilbab akhwat, akan tetapi, dalam berpakaian aku sudah cukup sopan. kita mulai saja ya cerita seks ku ini.. Jilbabku menjulur menutupi setengah dadaku. Aku selalu mengenakan baju kurung longgar dengan bawahan rok semata kaki. Kedua kakiku senantiasa terbalut oleh kaus kaki. Aku telah menjanda sejak 3 tahun yang lalu, akibat konflik yang tidak terselesaikan dengan mantan suamiku. Setelah usia pernikahan kami menginjak 1 tahun, mantan suamiku mulai menunjukkan watak aslinya. Ia mulai suka bermain tangan ketika marah. Begitu pula, ia tidak pernah memberiku nafkah, karena dia seorang pengangguran. Secara umum, ia bukan laki-laki yang bertanggung jawab.
Pada akhirnya, ia pun menceraikanku, setelah berselingkuh dengan wanita lain. Pada saat itu aku sedang mengandung anak hasil perkawinanku dengannya. Kekalutan yang kualami akibat perceraian itu membuatku mengalami depresi selama beberapa bulan, hingga akhirnya aku menyadari bahwa aku harus bangkit. Perlahan-lahan akupun mulai bangkit, dan melupakan perceraian tragis yang menimpa diriku. Aku ingat, bahwa aku harus menghidupi anakku. Akupun pun bekerja pada sebuah biro konsultasi psikologi, mengingat aku adalah sarjana psikologi. Bisa dikatakan, penghasilanku hanya pas-pasan untuk menghidupi diriku dan anakku. Pada saat ini, anakku yang berusia 4 tahun kutitipkan pada neneknya di kota Yogyakarta. Sedangkan aku sendiri bekerja di kota Semarang, sebuah kota di Jawa Tengah. Di kota tersebut aku tinggal di kamar kost sederhana. Setiap akhir pekan aku mengunjungi anakku di rumah neneknya.
Baca Juga Cerita Seks Panas : MEMUASKAN TANTE KESEPIAN
Banyak pria yang mengatakan bahwa aku memiliki wajah yang
cantik dan keibuan. Dengan balutan jilbab yang selalu ku kenakan, aku menjadi
nampak anggun di mata para pria. Di samping itu, tak ada tanda-tanda bahwa aku
adalah seorang ibu beranak satu. Banyak yang mengagnggap aku masih gadis.
Tinggi badanku adalah 165 cm. Ukuran
payudaraku tidaklah besar, hanya 32B, akan tetapi, pantatku bulat, padat dan
membusung. Walaupun sudah beranak 1, aku memiliki perut yang datar. Hal ini tercapai
karena aku memang rajin berolah raga. Tak heran, meskipun statusku janda
beranak 1, masih banyak pria yang mengharap cinta dariku. Akan tetapi, pada
saat itu, aku belum berfikir untuk menjalin hubungan yang serius dengan seorang
priapun. Hal ini disebabkan karena masih
ada sisa-sisa trauma akibat perceraian yang menyakitkan tersebut. Aku memiliki
pandangan bahwa semua pria adalah pendusta. Untuk apa aku menikah lagi kalau
hanya untuk bercerai lagi. Sudahlah… aku sudah merasa hidup bahagia sebagai
single parent. Tak dapat kupungkiri bahwa
aku merindukan pelukan pria. Tentu saja, karena aku pernah merasakan manisnya
seks, maka akupun seringkali merindukannya. Hingga saat ini, aku masih kuat
untuk menahan hasrat itu, sehingga aku tidak terjerumus dalam seks bebas. Di
samping dalam rangka menjaga norma dan keyakinan yang aku anut, aku juga harus
menjaga imejku sebagai seorang wanita berjilbab yang selalu berpakaian rapih
dan sopan. Sejujurnya, aku seringkali
bermasturbasi untuk mengurangi hasrat seksku tersebut. Herannya, semakin sering
ku bermasturbasi, keinginanku untuk disetubuhi oleh pria justru semakin
menggebu-gebu. Masturbasi hanya mengurangi hasratku untuk sementara, hanya
pemuasan kebutuhan biologis semata, namun kepuasan psikologis tidaklah aku
dapatkan. Adapun alat yang sering ku pakai untuk bermasturbasi adalah buah
mentimun. Uhhh… sungguh beruntungnya
buah mentimun itu.
Sementara para pria yang mengharap cinta padaku saja belum
ada yang berhasil menikmati jepitan lubang di pangkal pahaku, tapi buah
mentimun silih berganti telah menyodok berkali-kali. Terkadang diam-diam aku
melakukan masturbasi sambil menonton film porno di komputerku ketika di kost
sendirian. Dengan status jandaku, tentu
saja ada beberapa pria yang menganggap diriku adalah perempuan gampangan, yang
butuh dibelai. Dengan demikian, ada beberapa pria yang sering melakukan
perilaku yang menjurus pada pelecehan seks, dari verbal hingga pada sentuhan
fisik. Salah satunya adalah bosku, seorang Cina, yang sekaligus pemilik dari
biro konsultasi tempatku bekerja. Dengan pura-pura tidak sengaja, ia terkadang
meremas pantatku atau tetekku. Aku
sebenarnya risih dengan hal itu, dan tidak krasan untuk bekerja di situ. Ia
seakan tidak peduli bahwa aku adalah seorang wanita berjilbab yang selalu sopan
dalam berpakaian dan berperilaku. Ia bahkan pernah menempelkan penisnya di
belahan pantatku ketika aku sedang membungkuk, karena membetulkan mesin printer
di kantor. Aku terkejut, karena di sela-sela pantatku terasa ada batang keras
yang menekan. Aku pun lalu segera
menghindar. Aku tidak bisa marah padanya, karena aku masih berharap untuk bisa
bekerja di biro miliknya tersebut. Aku hanya menampilkan ekspresi muka tidak
suka, sambil pipiku memerah karena malu. Ia hanya tersenyum mesum sambil pergi
berlalu. Ia nampak paham sekali bahwa aku memang sedang butuh untuk terus
bekerja di bironya. Sungguh aku sangat
benci dan jijik dengan perilaku bosku tersebut. Bosku tersebut seorang pria
Cina berusia 40 tahunan. Ia telah berkeluarga, dan keluarganya tinggal di luar
Jawa.
Namanya Pak Tan. Ia memiliki tinggi 160 cm, dengan badan
yang agak gemuk perut yang buncit. Ia nampak gempal. Pada suatu hari, aku menerima kabar dari
ibuku yang tinggal di kota Yogyakarta, bahwa anakku sakit keras, hingga harus
opname. Bahkan dokter menyatakan bahwa anakku harus dioperasi secapatnya, kalau
tidak, bisa fatal. Untuk biaya operasi tersebut butuh uang sebanyak lima juta
rupah. Orang tuaku menyatakan bahwa mereka telah kehabisan dana untuk biaya
pengobatan anakku. Sementara, aku
sendiri sudah kehabisan uang karena kini sudah tanggal tua. Uang hanya cukup
untuk menyambung hidup beberapa hari. Aku pun bingung, harus mendapatkan uang
darimana lagi. Masih banyak hutangku pada kawan-kawanku, sehingga aku segan
untuk berhutang lagi pada mereka. Satu-satunya yang bisa aku lakukan adalah
mengeluh pada Pak Tan. Tapi aku merasa ngeri, karena itu berarti memberinya
kesempatan untuk melecehkanku secara seksual.
Aku pun menjadi ragu. Akan tetapi, karena aku sudah sangat panik, akhirnya
aku beranikan diri untuk mengungkapkan hal itu pada Pak Tan. Dengan perasaan
tidak karuan, aku memberanikan diri untuk menuju ruang Pak Tan. Saat itu, aku
mengenakan jilbab warna pink sepanjang lengan, dengan baju kurung yang sewarna,
serta rok panjang hitam dari bahan kain yang lemas. Dengan demikian, celana
dalamku agak tercetak di permukaan luar rokku.
Tok… tok.. tok.. tok… suara ketukanku di kamar kerja Pak Tan. “Masuk”
aku dengar suara pak Tan berseru dari dalam ruangan.
Aku pun membuka pintu. Pak Tan yang sedang duduk di belakang
meja kerjanya menatapku dengan tatapan mesumnya, yang seolah menelanjangi
tubuhku. “Silahkan duduk”, katanya
mempersilahkanku untuk duduk. “Ada apa cah ayu?” dia bertanya padaku dengan
nada menggoda. Sambil menunduk, akupun mengatakan keperluanku pada pak Tan
sambil terbata-bata. “Mmmaaaff Pak, anak saya sedang sakitt kerass…” Keringat
dinginku mulai mengucur…. “Terus???” Pak Tan bertanya dengan nada sedikit
ketus. “Mmaksud saya, saya mau pinjam
uang sama bapak. Untuk pengobatan anak saya. Saya sudah tidak ada uang.” Ketika
aku berkata seperti itu, pak Tan hanya mengangguk-amgguk dengan tatapan
melecehkan. “Sofiii, dengan berat hati saya katakan ke kamu, kalo saya tidak
ada uang yang bisa saya pinjamkan ke kamu…?”
“Tolonglah saya pak, anak saya sakit.. berikan saya lima juta rupiah
saja… nanti bisa dipotong gaji saya” kataku menghiba. Air mataku mulai mengalir
dari sudut-sudut mataku. “Kamu tau kan, biro ini sedang kekurangan modal”, kata
pak Tan dengan datar dan tenang. “Jumlah klien kita semakin sedikit, makanya
pemasukan ke biro juga sedikit..” “Ya sudahlah, aku bisa usahakan uang itu”
kata pak Tan. Kemudian ia membuka laci
mejanya dan mengeluarkan beberapa gepok uang 50ribu rupiahan. Ia pun
memberikanya padaku.
Setelah dihitung, ia telah memberikan uang padaku sebanyak 6juta rupiah, lebih banyak dari harapanku. Pak Tan berkata, Uang itu boleh kamu pinjam dulu. Kamu nggak usah mikirin ntar gimana mengembalikannya. “Udah, cepet, kamu bawa pulang… kamu tunggu anak kamu sampe operasinya selesai… kamu boleh libur…” Dengan perasaan senang dan rasa terima kasih yang tidak terkira, aku pun berpamitan dengan pak Tan dengan menyalami tangannya.. Aku pun bersyukur, operasi anakku berjalan dengan lancar. Setelah itu, aku kembali bekerja di kantor Pak Tan. Semenjak itu, Pak Tan semakin menjadi-jadi dalam melecehkanku secara seksual. Karena hutang budiku padanya, aku pun tak bisa berbuat apapun selain pasrah dengan perlakuan Pak Tan. Setiap kali berpapasan denganku, ia tak akan membiarkan pantatku lolos dari jamahannya. Seringkali, ia mengejutkanku dari belakang dengan cara meremas pantatku. Aku hanya bisa menjerit kecil. Semakin lama iapun semakin berani untuk menjamah tubuhku yang lain. Payudaraku dan pangkal pahaku pernah diremasnya. Yang aku heran, dia tetap paling suka meremas pantatku, walaupun ia sesungguhnya dapat dengan bebas untuk menjamahi payudara dan pangkal pahaku. Ketika aku sedang berdiri di dekatnya, ia mengajakku ngobrol sambil jarinya menelusuri belahan pantatnya. Dengan perasaan malu aku ingin menghindari setiap perlakuannya, namun ku tak berdaya. Sungguh, aku merasa menjadi seorang perempuan murahan yang bisa dinikmati oleh pria Cina itu demi sejumlah uang. Sungguh kontras dengan penampilanku yang selalu berjilbab sopan ini. Suatu ketika, seorang pesuruh kantor bernama Pak Tatang memberitahuku bahwa pak Tan memanggilku untuk datang ke ruangannya.
“Mbak, Pak Tan manggil mbak ke ruangnya” “Huh… ada apa lagi
nih??” tanyaku dalam hati. Pelecehan apa lagi yang kan aku terima? gumamku.
“Mhhh…. iya pak… Nanti saya ke sana… “Cepet ya mbak, Pak Tan minta mbak datang
cepet….” kata pak Tatang sambil berlalu. “Iya… iya Pak Tatang” kataku sambil
tersenyum pada Pak Tatang.. Hari itu aku
mengenakan jilbab warna krem yan menutupi dua bukit mungilku, dengan baju kurung
dan rok panjang. Dengan gontai dan perasaan yang tidak tenang akupun datang ke
ruang Pak Tan. Tok… tok… tok ku ketuk
pintu ruang Pak Tan. “Masuk” terdengar teriakan Pak Tan dari dalam ruangan. Aku pun masuk, dan Pak Tan mempersilahkanku
duduk. Dengan senyum jahat tersungging di bibirnya, ia menatapku dengan
pandangan nafsu. Aku hanya menunduk dengan muka yang malu bercampur cemas. “Mhhhhh, begini Soffi…., saya cuma mau
informasikan ke kamu, kalau hutang kamu ke kantor sudah jatuh tempo. Kantor butuh
uang itu segera. Kamu bilang mau angsur hutang kamu, tapi sampai sekarang,
sudah tiga bulan, kamu sama sekali belum angsur. Saya udah kasih kamu
keringanan looo….” Pak Tan berkata dengan nada serius. Jantungku berdetak keras, memompa darahku
cepat sekali. Wah, celaka… pikirku.. Aku jelas tidak mampu untuk membayar
hutangku. Bahkan untuk mengangsur pun aku tidak mampu. Kini hutang itu telah
ditagih. Ohhhh… betapa malang nasibku, jeritku di hati. “Mhhhh…. mmaaf pak, saya belum mampu
membayarnya…” jawabku terbata-bata.
“Kebutuhan saya banyak sekali, dan uang gaji saya saja tidak cukup” Tak terasa, air mataku mulai meleleh. “Iya, saya tau… tapi masalahnya, kantor ini juga butuh biaya. Kan sudah aku bilang, kalau biro ini lagi seret. Klien kita semakin sedikit?” suara Pak Tan mulai meninggi. Air mataku pun semakin deras mengalir. Tak sadar aku mulai sesenggukan. Dengan ujung jilbabku aku usap air mataku. Pak Tan masih nampak cuek, sambil sesekali melirikku. Sorot matanya menunjukkan kelicikan. “Hmmmmm… apapun kamu harus membayar hutang kamu…. Atau kita selesaikan saja secara hukum??” ancam Pak Tan. Aku semakin panik dengan ancaman itu… “Ssaya mohon jangan pak. Saya pasti akan bayar. Saya masih punya anak pak….” kataku tersedu-sedu. “Trus, kamu mau bayar pake apa? Kamu bilang nggak punya uang?” “Beri saya waktu barang satu minggu, saya bisa usahakan” jawabku putus asa. Satu minggu pun aku tidak yakin akan mendapatkan uang sejumlah itu.
Baca Juga Cerita Mesum Dewasa : Tante Pengen Ngentot
“Wah… wah… aku meragukan kamu bakalan sanggup membayar.
Paling hanya menunda waktu. Gak ada gunanya. Saya nggak akan kasi keringanan
lagi” “Sssayaaa mohon pakkk” aku
berusaha menahan tangisku agar tak semakin keras. “Mhhhhh… baik… baik…. Aku
bisa kasih kamu solusi. Supaya kamu bisa lunasin utang kamu” Aku agak lega
mendengar ucapan Pak Tan. Aku memandanginya dengan pandangan bertanya. “Mhhhhh…
boleh tau apa solusinya pak?” ungkapku. “Kamu bisa bayar hutangmu dengan tubuh
molek kamu itu” kata pak Tan sambil melirik padaku dengan sorot mata birahi. Bagai disambar petir, aku terkejut mendengar
ucapan Pak Tan. Aku kehabisan kata-kata. “Nggak, nggak mau” jawabku sambil
menangis. “Kamu bisa apa….? Kalo kamu nggak bayar sekarang, ya diselesaikan
lewat hukum. Aku akan laporkan kamu ke polisi” ancam pak Tan. Dia sungguh lihai mempermainkan perasaanku.
Aku merasa semakin putus asa. Aku hanya bisa menangis. Tangisku yang tertahan
pun mulai keluar juga. Namun Pak Tan tetap tak peduli. Aku hanya tertunduk
sambil menangis. Air mataku telah basahi jilbabku. “Hehehe… lagian, kamu kan sudah lama jadi
janda. Masa sih, ga kangen sama kontol? Kamu puas, hutangmu lunas… Tawaran
menarik kan? goda pak Tan. “Kamu tinggal
ngangkang aja, biar memekmu disodok pake kontol-kontol lelaki birahi. Dengan
tubuh kaya kamu, gak sulit kok kamu dapet duit banyak. heheheh…. Apalagi yang
jilbaban kaya kamu, pasti banyak peminatnya.”
Tanpa ku sadar, pak Tan telah berdiri di sampingku, dan tanpa basa-basi,
ia pun menarik tanganku hingga aku berdiri. Aku ingin menolak dan lari, namun
aku sadar bahwa aku tidak lagi punya kuasa.
Bahkan pada diriku sendiri. Kini aku telah dikuasai oleh pak
Tan. Aku hanya pasrah ketika ia menarik tubuhku hingga berdiri. Dengan penuh birahi, pak Tan menariku ke
dalam pelukannya. Dengan rakus pak Tan melumat mulutku dengan mulutnya. Tangannya
menjamahi dua payudaraku yang masih tertutup jilbab itu. Kurasakan perut buncit
pak Tan menekan tubuhku. “Mhhhh….. mphhhhhh….” aku berusaha meronta,
menghindari ciuman pak Tan. Namun
mulutnya terus mengejar mulutku. Dengan kasar dibaliknya tubuhku hingga aku
membelakanginya. Lalu ditekannya tubuhku hingga perutku menempel di tepi
mejanya. Tanganku berpegangan pada meja agar menopang badanku. Kini aku dalam
posisi agak membungkuk, dengan pantat yang membusung kearah pak Tan. Kini
pantatku begitu bebas untuk dijamahinya. Dengan kasar ia meremas pantatku. Aku
merasakan ada sesuatu yang mengganjal di pantatku. Ohhh, ternyata itu adalah penis pak Tan yang
sudah menegang dan mengeras. Sambil menggesek-gesekkan penisnya di pantatku,
salah satu tangan pak Tan juga meremasi bongkahan pantatku yang montok dan
padat itu, sedang tangan yang lain kini telah mencengkram salah satu payudaraku
yang masih tertutup jilbab. Jilbab itu menjadi kusut akibat remasan tangan pak
Tan. Aku merasakan bahwa tangan pak Tan telah mulai menyusup masuk ke balik
jilbabku yang menutup dadaku. Ia meremasi payudaraku dari balik baju
kurungku.
“Mhhhh…. ahhhh…. ohhhhh….” jeritan-jeritan kecil terlontar
dari mulutku ketika pak Tan menyentil ujung payudaraku dengan keras, sementara
penisnya yang masih berada di dalam celana itu menekan pantatku ke depan. Tangan yang satunya kini telah meremas-remas
pangkal pahaku. Mulut pak Tan dengan rakus menggigit leherku yang masih
tertutup jilbab warna krem itu, hingga nampak basah bekas gigitan. Kepalaku
yang tertutup jilbab krem itu hanya bisa menggeleng-geleng, dan terkadang
menengadah ke atas, setiap kali pak Tan menyodokkan penisnya ke pantatku. Kini tangan pak Tan mulai menarik ritsleting
baju kurungku yang ada di punggungku. Dengan trampil tangannya menurunkan baju
bagian atas baju kurung itu, dan menyampirkan jilbabku ke pundak. Kini pundak
dan punggung putihku pun terbuka. Tak lama kemudian, aku merasa bahwa pengait
braku di bagian belakang telah terbuka.
Secara umum, bagian atas tubuhku telah setengah terbuka, dan dua
payudaraku yang tak seberapa besar itu menggelantung di atas meja. Dengan rakus
pak Tan menciumi dan menjilati punggungku, hingga basah oleh liurnya. Kedua
tangan pak Tan pun tak henti-hentinya meremas dan memilin dua putting mungilku
yang berwarna coklat muda itu.
“Ahhhhhhh….. udahhh… lama aku menunggu saat ini…” bisik pak Tan di
telingaku yang tertutup jilbab itu. “Mhhhh… ohhhhh…. mhhhhhh…..” desahku. Walaupun aku telah lama tidak menikmati
sentuhan pria. Sungguh, aku tetap tidak bisa menikmati perlakuan pak Tan itu.
Aku justru merasa terhina, karena penis seorang pria yang bukan suamiku kini
sedang menggesek-gesek pantatku yang masih tertutup rok itu. Selama ini
hanyalah mantan suamiku yang pernah menikmati bibirku, menghisap dua putingku
yang sedang mengeras, dan menyodokkan penisnya di lubang surgaku yang
basah. Saat ini, seorang pria yang bukan
suamiku dengan bebas dapat menikmati pantatku, dan tangannya dengan bebas
memilin dan meremas puting payudaraku. Ohhh, betapa malang nasibku.. Aku dengar suara ritsleting celana pak Tan.
Tak lama kemudian pak Tan pun membalikkan tubuhku hingga posisiku berhadapan
dengannya.
Terlihatlah pemandangan yang membuatku takjub. Penis pak Tan
yang menjulang sepanjang 17 cm. Jauh
lebih besar daripada milik mantan suamiku. Dengan rakus pak Tan pun menghisap
putting payudara kiriku, sementara tangan satunya memilin dan meremas
payudaraku yang kanan. Terasa gigitannya pada payudaraku, yang kemudian
disentakannya hingga aku menjerit.
“Aahhhhhhhhh”. Pantatku kini bersandar pada tepi meja, dengan posisi
tangan menekan meja di belakang tubuhku. “Mhhh… ahhhhh….” jeritan dan rintihan
yang keluar dari mulutku semakin membakar birahi pak Tan. Pak Tan seringkali menyampirkan kembali ujung
jilbabku yang turun hingga menutupi dadaku ke pundakku. Pak Tan pun kemudian
mengangkat rokku keatas. Nampaklah dua kaki dan paha mulusku telanjang, dan
secarik kain celana dalam di pangkalnya. Salah satu tangan pak Tan memegangi
ujung rok ku agar tak turun, sementara tangan lain melebarkan dua pahaku,
hingga pangkalnya yang masih terutup celana dalam itu semakin menganga. Kurasakan benda keras mulai menyusuri belahan
kemaluanku. Salah satu tangan pak Tan menuntun benda keras itu agar
menggesek-gesek dengan belahan vaginaku yang tertutup celana dalam itu. “Ohhhhh….” walau aku berusaha mengingkarinya,
tak dapat kupungkiri bahwa sensasi gatal di vaginaku mulai kurasakan. Aku pun mulai merasa lemas dan birahi. Aku
berada dalam dilema. Aku dipaksa untuk menikmati perlakuan pak Tan, walaupun
sesungguhnya aku enggan.
Tangan pak Tan pun mulai mencari-cari ritsleting rokku, dan
segera melepasnya. Kini bagian bawahku telah benar-benar telanjang, hanya
celana dalam putihku yang masih melindungi lubang kehormatanku. Sedangkan kepalaku
dibiarkanya tetap berjilbab, dan payudaraku telah menggelantung indah dengan
bekas gigitan dan basah air liur pak Tan.
Dengan kasar pak Tan menarik jilbabku hingga aku terjatuh dalam keadaan
bersimpuh. Dihadapanku kini sebatang penis pak Tan yang tegang dan mengeras
itu. Sambil mengarahkan kepalaku dengan tangannya keaarah penisnya, pak Tan
mengatakan “Ayo… kulum kontol bapak…!!!”
Dengan perasaan jijik, akupun memenuhi permintaannya. Kepalaku yang
tertutup jilbab itu nampak maju mundur. Sementara payudaraku tengah bebas
menggelantung, dan bagian bawahku telah telanjang, hanya celana dalam yang
tersisa. “Mmphhhhh… mhhhhh…” lenguhku
saat penis pak Tan menerobos mulutku.
Pak Tan menyuruhku menjilati ujung penisnya hingga lubang kontolnya.
Uhhhh…. aku merasa ingin muntah. Mulutku pun penuh oleh penisnya. Tak satu
jengkalpun bagian penisnya yang tidak berkesempatan menikmati pelayanan bibir
dan lidahku. Bahkan testisnyapun turut aku jilati. Dengan perasaan muak, aku
terpaksa melakukan hal itu. Setelah puas,
pak Tan memintaku berdiri. Dengan kasar ia mencengkram pantatku yang masih
tertutup celana dalam itu, dan menariknya hingga posisiku membelakanginya. Ia
menarik turun celana dalamku, hingga kini tak ada lagi yang melindungi lubang
kehormatanku.
Pak Tan pun berlutut di belakangku. Kini ia menguakkan bongkahan pantatku lebar-lebar. Kini, lubang anus dan kemaluanku telah mengarah tepat di depan wajahnya. Tiba-tiba aku merasakan sensasi hangat di permukaan anusku. Ternyata Pak Tan telah menjilati anusku. Sensasi geli kurasakan menjalar dari anus ke seluruh badan. Tubuhku terasa lemas setiap kali lidah pak Tan menyentuh permukaan anusku. Aku heran, dia tidak merasa jijik. Setelah ia puas, lidahnya pun berpindah ke belahan lubang vaginaku. Ia menguakkan bibir bagian luar vaginaku. Tak lama kemudian, ia pun menjilati seluruh permukaannya. Klitorisku tak luput dari jilatan dan gigitan lembutnya. Aku semakin pasrah dengan perlakuan Pak Tan. Kurasakan vaginaku semakin basah, baik oleh air liur pak Tan maupun cairan cinta yang keluar dari dalam vaginaku. “Ohhhhhh…. mphhhhhh…. ampuuunnnn…. jangan diteruskannnnn….” racauku. Slurp… slurppp… terdengar sedotan pak Tan di permukaan vaginaku semakin bernafsu. Tak lama kemudian pak Tan pun berdiri. Ia menarik pinggulku ke belakang, hingga pantatku dan vaginaku semakin terkuak lebar. Tiba-tiba, aku rasakan sebatang penis yag keras telah melesak masuk ke dalam liang kenikmatanku dari bagian belakang. Aku merasakan pedih pada dinding vaginaku saat batang penis pak Tan bergesekan dengan dinding liang kenikmatanku, yang selama ini terjaga dari penis pria selain suamiku. “Ahhhhhhhhhhhhhhhhh…..” lengkinganku saat penis pak Tan disodokkan dengan keras. Rasanya lubang vaginaku hampir terbelah. “Ouhhhh…. Sofiiii….. memekmu enak banget… udah lama bapak nggak ngrasain memek kaya punyamu… mhhhh… ouhhhhh…. akhhhhhh…..” racau pak Tan sambil menggenjot lubang memeku.
Baca Juga Cerita Hot Terbaru : pembantu vs majikan dan Nafsu Tante dengan Anaknya
“Cepok, cepok, cepok…” suara pinggul pak Tan saat
bertumbukan dengan bongkahan pantatku yang sedang membusung ke arahnya. Aku sedang dinikmati dengan posisi doggy. Aku
heran, ia nampaknya memang begitu terobsesi dengan pantatku, hingga selama
memakaiku pun ia lebih banyak meremas pantatku daripada dua payudaraku. “Ohhhh… mhhhh…. oughhhhh….” badanku
bergoncang-goncang. Kepalaku yang berjilbab itu hanya mampu menggeleng dan
mendongak ke atas. Payudaraku bergoyang seiring hentakan penis pak Tan di dalam
liang kenikmatanku. “Mmhhhhhh… ahhhhhh… mhhhhh….” rintih dan jeritku setiap
kali penis pak Tan melesak dalam vaginaku.
“Soffff…. memekmu masih serettttt…..” racau pak Tan. “Kepalamu berjilbab
bikin aku tambah ngaceng… ouhhhh….. Bapak ketagihan diservis sama tempikmu…..
enak bangetttt….. walaupun janda tapi tempikmu masih nggigit” “Mhhhh..
ouhhhhh…. akhhhhhhh….” jawabku dengan desah dan rintih. Masih dalam posisi dogi, pak Tan tiba-tiba
menarik penisnya keluar dari vaginaku. Kini tubuhku yang lemas hanya bisa
terbaring tengkurap diatas meja. Kepalaku yang masih berjilbab aku sandarkan di
meja, sedang dua tanganku terentang berpegang pada tepian meja. Sementara itu,
aku merasakan cairan dingin di anusku. Aku hanya bisa pasrah. “Mmhhhh…. silitmu
kayanya masih prawan nihh… sini, biar bapak prawanin” Aku ketakutan, dan
berusaha menolak. “Udahhh, jangan nolak…
kok beraninya kamu nolak permintaan bapak…” Akupun pasrah. Cairan itu adalah
cairan pelumas. Aku merasakan kepala penis pak Tan mulai menempel di lubang
matahariku. Perlahan-lahan, kepala penis itu mulai menguakkan lubang
matahariku. Kurasakan kepala penis itu semakin dalam masuk ke dalam anusku.
Rasanya sungguh perih, walaupun telah dibantu oleh cairan pelumas itu.
Pak Tan pun mulai mempercepat genjotannya dalam anusku. “Akhhhhh….. ouhhhhh….” terasa panas di
dinding anusku akibat gesekan penis pak Tan itu. “Oouhhhhh…. sakkkkiiiiittt…..
ahhhh.. akhhhhhh….” jeritku. Sambil
menggenjot anusku, kedua tangan pak Tan meremasi kedua payudaraku. Bahkan satu
tangan pak Tan menarik ujung jilbabku ke belakang, hingga kepalaku terdongak
keatas. “Mhhh ohhh… akhhhhh….” jeritku kesakitan. Pak Tan nampaknya telah hampir klimaks. Iapun
segera menarik penisnya dari anusku. Seperti kesetanan ia melompat ke atas meja
lalu membalikkan tubuhku hingga terlentang di atas meja. Kini posisinya duduk
berlutut dengan penis yang mengarah ke wajahku. Dua pahanya mengangkangi
wajahku. “Akhhhhhhhhhhhhhhh………..” teriakan pak Tan yang telah klimak itu. Crott……… crorttt…. crottttt….. cairan putih
kental yang berbau tak sedap itu pun menyembur ke wajah dan mulutku. Aku hanya
memejam, agar cairan itu tak masuk ke dalam mataku. Sebagian telah tertelan.
Jilbabku basah oleh cairan kental berbau amis itu, begitu pula baju kurungku.
Kulihat pak Tan terengah-engah setelah mencapai klimaks. Aku hanya terlentang
lemas setelah satu jam ia menikmati semua lubang kepuasan di tubuhku. “Tempik sama silitmu memang hebat Sof… Bapak
ketagihan buat make kamu. Selama setahun bapak cuma bias ngremesin pantatmu,
sambil bermimpi suatu saat bisa njebol lubang silitmu….” kata pak Tan. Aku sebetulnya merasa tersinggung dengan
ucapannya. Harga diriku telah hilang sekarang. Kini aku harus siap untuk
dinikmatin kapan saja oleh pak Tan. Aku tak bisa berbuat apa-apa kini. Setelah beristirahat selama 30 menit, sambil
aku menangis sesenggukan, aku pun minta ijin kepada pak Tan untuk membersihkan
diri di kamar mandi yang ada di ruangnya. “Oohhhh, tidak usah… kamu kan capek
sekarang saatnya kamu yang dilayani” kata pak Tan. “Maksud bapak?” jawabku.
“Biar pak Tatang saja yang bersihkan tubuh Sofi… heheheh” Ouhhhh…. laki-laki gila… belum puas ia menghancurkan
kehormatan dan harga diriku..
kini aku harus rela dijamah oleh satu pria lagi. Nampak Pak
Tan menelpon dengan HPnya, menyuruh pak Tatang masuk sambil membawa ember air
hangat dan lap basah. Tak lama pak Tatang pun masuk. Ia sungguh terkejut melihatku
dalam keadaan berjilbab, namun dengan baju kurung yang terbuka setengah, hingga
payudaraku menggelantung indah, dan bagian bawah yang telah telanjang
bulat. “Lhoooo, mbak Sofi?” tanya pak
Tatang keheranan. Aku hanya tertunduk malu, sementara aku tahu bahwa mata pak
Tatang tidak lepas memandang tubuh telanjangku.
“Tenang pak Tatang”, kata pak Tan pada pak Tatang. “Mbak Sofi barusan
kerja keras, jadi dia sekarang gerah dan capek…. hehehehe… makanya dia kepengen
bersihin badannya. Kan kasian, daripada dia bersihin badannya sendiri, kan
lebih baik diladenin sama pak Tatang… hehehh…”
“Maksud bapak?” tanya pak Tatang masih kebingungan. “Maksudnya ya tolong
pak Tatang ngelapin tubuhnya mbak Sofi, terutama bagian lubang tempik sama
silitnya itu. Gimana pak Tatang?”
“Haaaaa, bapak beneran?” tanya pak Tatang tidak percaya. “Beneran…
sudah, nggak usah banyak omong… bapak mau ga?” tanya pak Tan. “Mauuu… mau… iya
pak… mau….” sorak pak Tatang. “Ya udah sana…” pak Tan menyahut. “Ayoooo, sini
mbak Sofi… cah ayuuu…. biar bapak ngelapin tempikmu” seru pak Tatang
kegirangan. Aku hanya menunduk. Tapi
badanku sudah terlalu lemah, sehingga aku hanya bisa pasrah saat pak Tatang
menggandengku menuju kamar mandi. Ia pun melucuti seluruh sisa pakaianku
termasuk jilbabku, sehingga aku telanjang bulat. Dengan lap basah, ia ia mulai
membasuh tubuhku dari ujung kepala hingga ujung kaki. Saat menggosok liang
vaginaku, ia pun berkomentar.. ”Wahhhh,
tempiknya mbak Sofi ini masih sempit yah” sambil jarinya meyentil-nyentil
klitorisku. “Beda sama tempiknya lonte lokalisasi.. udah pada lower” Aku hanya terdiam sambil menahan tangisanku.
Pak Tatang memelukku dari belakang. Satu tangannya meremasi
payudaraku, sedang tangan lainya sibuk menggosok vaginaku. “Mbak, yang bagian dalem tempik mbak belum
dibersihkan, biar kontol bapak nanti yang gosokin bagian dalem tempiknya mbak…
hahahaha”, kata pak Tatang. Pak Tan
berdiri di pintu kamar mandi senyum-senyum melihat ulah pak Tatang kepadaku.
“Kontol bapak udah ngaceng niyy. Wahhh… mimpi apa bapak semalem.. selama ini
bapak cuma mbayangin ngentu mbak Sofi… impian bapak jadi kenyataan” “Pak Tatang, itu jilbabnya dipakein lagi.
Lebih ngacengin kalo make jilbab” “Siapp bosss…” kata pak Tatang. Setelah selesai membersihkan diriku, aku pun
disuruhnya lagi memakai jilbab, namun dengan tubuh yang telanjng bulat. Kini
telah kukenakan jilbab warna kremku yang masih ada bercak-bercak sperma pak
Tan. “Pak Tatang, ini uang buat pak
Tatang” Pak Tan mengeluarkan uang seratus ribuan dan diberikan pada pak
Tatang. “Syaratnya, pak Tatang harus
tutup mulut tentang rahasia di kantor ini… ya, sekarang, pak Tatang boleh
nikmatin mbak Sofi sepuasnya. “Siap bossss” kata pak Tatang. Pak Tatang mendorongku ke sofa di ruang pak
Tan. Tanpa basa-basi ia pun mengeluarkan penisnya yang berukuran 20 cm. Dengan
kasar ia menarik jilbabku hingga kepalaku mengarah ke penisnya. “Ayo,dimut mbak… kontolnya bapak sudah lama
nggak dibasahin nih…” kata pak Tatang disambut dengan tawa pak Tan. Tanpa aku
sadar, pak Tan telah datang dengan membawa sebuah handicam untuk merekam
persetubuhanku dengan pak Tatang.
“Hehehe, kamu memang cocok jadi bintang bokep. Apalagi bokep cewek
berjilbab hehehehe…” “Mhhhh… oukhhhhh……” kepalaku yang berjilbab itu maju
mundur mengulum penis pak tatang yang keras.
Laki-laki duda berusia 50 tahun itu nampak merem melek menikmati
kulumanku.
Ia duduk di sofa,
sedangkan aku kini tersimpuh di lantai ruang itu. “Ohhh… mbak Sofi… ohhhh…
kuluman mbak lebih enak dari lonte pelabuhan hhhhhh… mhhhh..” Setelah puas dengan mulutku, pak Tatang
menyuruhku untuk terlentang di sofa. Dengan rakus, ia pun mengulumi payudaraku,
dan menggigit-ggit putingnya yang mungil kecoklatan itu… “Owhhhh… mhhhh… pak
Tatang…. sakkkittttt….” Pak Tatang
semakin liar, mengulum putingku. Satu tangannya memilin-milin payudaraku yang
lain, sedang tangan satunya lagi memainkan klitorisnya. Kini aku merasakan
kegelian, kurasakan jari-jari pak Tatang menusuk-nusuk liang vaginaku. Pak Tatang kemudian melebarkan kedua pahaku
dan blessssssssssssssssss…. penis pak Tatang pun terjepit dalam liang nikmatku.
Tubuhku terguncang-guncang, sementara tangan pak Tatang sibuk memilin-milin
putingku. ”Oohhhh, mbak Sofi…. tempikmu
enak banget….. bapak belum pernah ngrasain tempik kaya punya mbak Sofi…” Tiba-tiba pak Tatang menghentikan
genjotannya, dan menarik penisnya. Ia membalik tubuhku hingga tengkurap, lalu
menyuruhku menungging. Aku hanya pasrah mengikuti arahan pak Tatang. Dalam posisi menungging, sekali lagi pak
Tatang menyodokkan penisnya dalam liang nikmatku. Dengan sodokan-sodokanya yang
keras, tubuhku pun terguncang-guncang. Tangannya meremasi payudaraku dan
sesekali menampar paha dan pantatku hingga terasa pedih. Aku diperlakukannya
seperti seekor kuda tunggangan atau sebuah boneka seks. Aku hanya bisa pasrah
menerima perlakuan itu. “Mhhhh,… tempik
lonte jilbaban ternyata enak… mhhhh…ouhhhh” racau pak Tatang saat penisnya
terjepit dalam liang kenikmatan. Pak
Tatang yang telah lama menduda, dan selama ini memuaskan hasrat seksnya dengan
pelacur pelabuhan, yang tentu saja tua-tua dan tidak higienis.
Kini penis pak Tatang berkesempatan untuk menikmati liang
vagina seorang wanita muda berjilbab, yang liang vaginanya selalu terjaga dan
terawat. Bahkan pria kaya dan tampan pun belum tentu kuijinkan untuk bisa
menjepitkan penisnya dalam lubang vaginaku, kecuali menikahiku, namun kini,
seorang pesuruh kantor yang tua malah berkesempatan menikmati liang vagina
miliku dengan gratis… ohhhhh… nasibku….
Bukan hanya liang vaginaku, penis pak Tatang pun kini telah merasakan
pula jepitan lubang anusku. Kali ini tidak terlalu sakit… justru anehnya,
akupun mulai menikmati permainan pak Tatang.
Pak Tatang menarik penisnya, lalu menarik jilbabku hingga kepalaku
mendekat kearah penisnya. Tangan satunya sedikit mencekik leherku, sehingga
mulutku terbuka, dan “Akhhhhhh….” teriakan pak Tatang saat orgasme. Crotttt… croootttttt… croottttt…. cairan
putih hangat masuk seluruhnya ke mulutku. Bukan hanya itu, pak Tatang pun
menyuruhku untuk menelan semua spermanya.
Hueekkkkkkk…. rasanya muak sekali. Namun aku terpaksa nampak sisa-sisa
sperma mengalir dari sela-sela bibirku, hingga menambah noda di jilbab kremku.
Sisa-sisa sperma yang ada di lantai dan sofa pun harus kujilati pula. Semua adegan itu direkam oleh pak Tan. Pak
Tan mengancam, jika aku melaporkan kejadian ini pada polisi, atau tidak mau
menuruti kehendaknya, maka video itu akan tersebar. Kejadian di kantor saat itu
barulah sebuah awal penderitaanku. Pak Tan ternyata menjualku pada para pria
hidung belang, bukan sekedar untuk membayar hutangku, namun juga untuk
membiayai bironya yang hampir bangkrut itu.
Dengan jilbab di kepala dan wajahku yang keibuan, banyak bos-bos yang rela merogoh koceknya dalam-dalam untuk diberikan pada pak Tan, demi memperoleh kesempatan menjepitkan penisnya ke dalam liang vagina dan anusku, dengan tetap mengenakan jilbabku. Aku heran, beberapa orang yang memakaiku justru lebih suka menganalku disamping menyodok vaginaku. Ramuan keluarga yang aku gunakan membuat lubang anusku selalu sempit, bersih dan tidak berbau busuk. Bahkan lebih ‘menggigit’. Bahkan pak Tan pernah sekedar iseng mengumpankanku pada sekelompok supir truk yang sedang mabuk, sehinga aku disetubuhi beramai-ramai di atas bak truk. Dia memasangiku kamera kecil, sehingga ia bisa merekamnya dari mobilnya yang parkir di suatu tempat. Demikianlah cerita mesum terkini SEKERTARIS SELINGKUH DENGAN BOSS DEMI UANG TAMBAHAN oleh cerita sex hot