Diam-diam aku pergi ke rumah seorang dukun yang pernah kudengar ceritanya dari rekan-rekanku di sekolah. Aku pergi tanpa pengetahuan siapa pun, walau teman karibku sekalipun. Pak Itam adalah seorangdukun yang tinggal di kampung seberang, jadi tentulah orang-orang kampungku tidak akan tahu rahasia aku berjumpa dengannya. Di situlah berawalnya titik hitam dalam hidupku hingga hari ini.
Pak Itam orangnya kurus dan pendek. Tingginya mungkin tak jauh dari 150 cm. Kalau berdiri, ia hanya sedadaku. Usianya kutaksir sekitar 40-an, menjelang setengah abad. Ia mempunyai janggut putih yang cukuppanjang. Gigi dan bibirnya menghitam karena suka merokok.
Aku masih ingat saat itu Pak Itam mengatakan bahwa suamiku telah terkena guna-guna orang. Ia lalu membuat suatu ramuan yang katanya air penawar untuk mengelakkan diriku dari terkena santet wanita tersebut dan menyuruhku meminumnya. Setelah kira-kira lima menit meminum air penawar tersebut kepalaku menjadi ringan. Perasaan gairah yang tidak dapat dibendung melanda diriku secara tiba-tiba.
Pak Itam kemudian menyuruhku berbaring telentang di atas tikar ijuk di ruang tamu rumahnya.
Setelah itu ia mulai membacakan sesuatu yang tidak kupahami dan menghembus berulang kali ke seluruh badanku. Saatitu aku masih lengkap berpakaian baju kurung untuk mengajar ke sekolah pada petangnya.Setelah itu aku merasa agak mengkhayal. Antara terlena dan terjaga aku merasakan tangan Pak Itam bermain-main di kancing baju kurungku. Aku tidak berdaya berbuat apa-apa melainkan merasakan gairah yang amat sangat dan amat memerlukan belaian lelaki. Kedua buah dadaku terasaamat tegang di bawah braku. Putingku terasa menonjol. Celah kemaluanku terasa hangat dan mulai becek.
Aku dapat merasakan Pak Itam mengangkat kepalaku ke atas bantal sambil membetulkan tudungku. Selanjutnya ia menanggalkan pakaianku satu-persatu. Setelah aku berbaring tanpa sehelai pakaian pun kecualitudungku, Pak itam mulai menjilat bagian dadaku dahulu dan selanjutnya mengulum puting tetekku dengan rakus. ketika itu aku terasa amat berat untuk membuka mata.
Setelah aku mendapat sedikit tenaga kembali, aku merasa sangat bergairah. Kemaluanku sudah mulai banjir. Aku berhasil menggerakkan tanganku dan terus menggapai kepala Pak Itam yang sedang berada dicelah selangkanganku. photomemek.com Aku menekan-nekan kepala Pak Itam dengan agak kuat supaya jilatannya lidahnya masuk lebih dalam lagi. Aku mengerang sambil membuka mataku yang lama terpejam.
Alangkah terkejutnya aku saat aku membuka mataku terlihat dalam samar-samar ada dua sosok lain sedang duduk bersila menghadapku dan memandangku dengan mata yang tidak berkedip.
“Bu Miah,” tegur seorang lelaki yang masih belum kukenali, yang duduk di sebelah kanan badanku yang telanjang bulat. Setelah kuamat-amati barulah aku bisa mengenalinya.
“Leman,” jeritku dalam hati. Leman adalah anak Pak Semail tukang kebun sekolahku yang baru saja habis ujian akhirnya. Aku agak kalang kabut dan malu. Aku coba meronta untuk melepaskan diri dari genggaman Pak Itam.
Menyadari bahwa aku telah sadarkan diri, Pak Itam mengangkat kepalanya dari celah selangkanganku dan bersuara. “Tak apa Bu, mereka berdua ini anak murid saya,” ujarnya sambil jarinya bermain kembali menggosok-gosok kemaluanku yang
basah kuyup.Sebelah lagi tangannya digunakan untuk mendorong kembali kepalaku ke bantal. Aku seperti orang yang sudah kena sihir terus berbaringkembali dan melebarkan kangkanganku tanpa disuruh. Aku memejamkan matakembali. Pak Itam mengangkat kedua kakiku dan diletakkannya ke atasbahunya. Saat dia menegakkan bahunya, punggungku juga ikut terangkat.
Pak Itam mulai menjilat kembali bibir vaginaku dengan rakus dan terusdijilat hingga ke ruang antara vagina danduburku. Saat lidahnya yang basah itu tiba di bibir duburku, terasasesuatu yang menggelikan bergetar-getar di situ. Aku merasa kegelianserta nikmat yang amat sangat.
“Leman, Kau pergi ambil minyak putih di ujung tempat tidur. Kau Ramli,ambil kemenyan dan bekasnya sekalian di ujung itu,” perintah Pak Itamkepada kedua anak muridnya.
Aku tersentak dan terus membuka mata.
“Bu ini rawatan pertama, duduk ya,” perintah Pak Itam kepadaku.
Aku seperti kerbau dicocok hidung langsung mengikuti perintah PakItam. Aku duduk sambil sebelah tangan menutup buah dadaku yang tegangdan sebelah lagi menggapai pakaianku yang berserakan untuk menutupbagian kemaluanku yang terbuka.
Setelah menggapai baju kurungku, kututupi bagian pinggang ke bawah dankemudian membetulkan tudungku untuk menutupi buah dadaku.
Setelah barang-barang yang diminta tersedia di hadapan Pak Itam,beliau menerangkan rawatannya. Kedua muridnya malu-malu mencuripandang ke arah dadaku yang kucoba tutupi dengan tudung tetapi tetapjelas kelihatan kedua payudaraku yang besar dan bulat di bawah tudungtersebut.
“Ini saya beritahu Ibu bahwa ada sihir yang sudah mengenaibagian-bagian tertentu di badan Ibu. Punggung Ibu sudah terkenapenutup nafsu dan perlu dibuang.”
Aku cuma mengangguk.
“Sekarang Ibu silakan tengkurep.”
Aku memandang tepat ke arah Pak itam dan kemudian pandanganku beralihkepada Leman dan Ramli.
“Nggak apa-apa, Bu… mereka ini sedang belajar, haruslah merekalihat,” balas Pak Itam seakan-akan mengerti perasaanku.
Aku pun lalu tengkurep di atas tikar ijuk itu. Pak Itam menarik kainbaju kurungku yang dirasa mengganggunya lalu dilempar ke samping.Perlahan-lahan dia mengurut punggungku yang pejal putih berisi denganminyak yang tadi diambilkan
Leman. Aku merasa berkhayal kembali,punggungku terasa tegang menahan kenikmatan lumuran minyak Pak Itam.Kemudian kurasakan tangan Pak Itam menarik bagian pinggangku ke atasseakan-akan menyuruh aku menungging dalam keadaan tengkurep tersebut.Aku memandang ke arah Pak itam yang duduk di sebelah kiri punggungku.“Ya, angkat punggungnya,” jelasnya seakan memahami keraguanku.
Aku menurut kemauannya. Sekarang aku berada dalam posisi tengkurep,muka dan dada di atas tikar sambil punggungku terangkat ke atas. PakItam mendorong kedua kakiku agar berjauhan dan mulai melumurkan minyakke celah-celah bagian rekahan punggungku yang terbuka.
Tanpa dapat dikontrol, satu erangan kenikmatan terluncur dari mulutku.Pak Itammenambahkan lagi minyak di tangannya dan mulai bermain di bibirduburku. Aku meremas bantal karena kenikmatan. Sambil melakukan itu,jarinya berusaha mencolok lubang duburku.
“Jangan tegang, biarkan saja,” terdengar suara Pak Itam yang agak serak.
Aku coba merilekskan otot duburku dan menakjubkan… jari Pak Itamyang licin berminyak dengan mudah masuk sehingga ke pangkal. Setelahberhasil memasukkan jarinya, Pak Itam mulai menggerakkan jarinyakeluar masuk lubang duburku.
Aku coba membuka mataku yang kuyu karena kenikmatan untuk melihatLeman dan Ramli yang sedang membetulkan sesuatu di dalam celanamereka. Aku jadi merasakan semacam kenikmatan pula melihat merekasedang memperhatikan aku diterapi Pak Itam. Perasaan malu terhadapkedua muridku berubah menjadi gairah tersembunyi yang seolah melompatkeluar setelah lama terkekang!
Setelah perjalanan jari Pak Itam lancar keluar masuk duburku danduburku mulai beradaptasi, dia mulai berdiri di belakangku sambiljarinya masih terbenam mantap dalam duburku. Aku memandang Pak Itamyang sekarang menyingkap kain sarungnya ke atas dengan satu tangannyayang masih bebas. Terhunuslah kemaluannya yang panjang dan bengkok keatas itu. Tampak sudah sekeras batang kayu!
“Bbbbuat apa ini, Pak….” tanyaku dengan gugup.
“Jangan risau… ini buat buang sihir,” katanya sambil melumur minyakke batang kemaluannya yang cukup besar bagi seorang yang kurus danpendek. Selesai berkata-kata, Pak Itam menarik jarinya keluar dansebagai gantinya langsung menusukkan batangnya ke lubang duburku.
“ARRrgggghhggh…” spontan aku terjerit kengiluan sambil mengangkatkepala dan
dadaku ke atas. Kaki bawahku pun refleks terangkat ke atas.“Jangan tegang, lemaskan sedikit!” perintah Pak Itam sambilmerenggangkan daging punggungku. Aku berusaha menuruti perintahnya.Setelah aku melemaskan sedikit ototku, hampir separuh batang Pak Itamterbenam ke dalam duburku.
Aku melihat Leman dan Ramli sedang meremas sesuatu di dalam celanamasing-masing. Setelah berhasil memasukkan setengah zakarnya Pak itammenariknya keluar kembali dan lalu memasukkannya kembali sehinggasemua zakarnya masuk ke dalam rongga duburku. Dia berhenti di situ.
“Sekarang Ibu merangkak mengelilingi bara kemenyan ini tiga kali,”perintahnya sambil zakarnya masih terbenam mantap dalam duburku.
Aku sekarang seakan-akan binatang yang berjalan merangkak sambil zakarPak Itam masih tertanam dengan mantapnya di dalam duburku. Pak Itambergerak mengikutiku sambil memegangi pinggangku.
“Pelan-pelan saja, Bu,” perintahnya sambil menahan pinggangku supayatidak bergerak terlalu cepat. Rupanya ia takut penisnya terlepaskeluar dari lubang duburku saat aku bergerak. Aku pun mematuhinyadengan bergerak secara perlahan.
Kulihat kedua murid Pak Itam sekarang telah mengeluarkan zakarmasing-masing sambil bermasturbasi dengan melihat tingkahku. Akumerasa sangat malu tetapi di lain pihak terlalu nikmat rasanya. ZakarPak Itam terasa berdenyut-denyut di dalam duburku. Aku terbayang wajahsuamiku seakan-akan sedang memperhatikan tingkah lakuku yang samaseperti binatang itu.
Sementara aku merangkak sesekali Pak Itam menyuruhku berhenti sejenaklalu menarik senjatanya keluar dan lalu menusukku kembali dengan ganassambil mengucapkan mantera-mantera. Setiap kali menerima tusukan PakItam setiap kali itu pula aku mengerang kenikmatan. Lalu Pak Itam punakan menyuruhku untuk kembali merangkak maju. Demikian berulang-ulangritual yang kami lakukan sehingga tiga keliling pun terasa cukup lama.
Setelah selesai tiga keliling, Pak Itam menyuruhku berhenti dan mulaimenyetubuhiku di dubur dengan cepat. Sebelah tangannya memegangpinggangku kuat-kuat dan sebelah lagi menarik tudungku ke belakangseperti peserta rodeo. Aku menurut gerakan Pak Itam sambilmenggoyang-goyangkan punggungku ke atas dan ke bawah.
Tiba-tiba kurasakan sesuatu yang panas mengalir di dalam ronggaduburku. Banyak sekali kurasakan cairan tersebut. Aku memainkankelentitku dengan jariku sendiri sambil Pak Itam merapatkan badannyamemelukku dari belakang. Tiba-tiba
sisi kiri pinggangku pun terasapanas dan basah. Leman rupanya baru saja orgasme dan air maninyamuncrat membasahi tubuhku.Lalu giliran Ramli mendekatiku dan merapatkan zakarnya yang berwarnagelap ke sisi buah dadaku. Tak lama kemudian air maninya muncratmembasahi ujung putingku. Aku terus mengemut-ngemut zakar Pak Itamyang masih tertanam di dalam duburku dan bekerja keras untuk mencapaiklimaks.
“Arghhhhhhhrgh…” Aku pun akhirnya klimaks sambil tengkurep di atastikar ijuk.
“Ya, bagus, Bu…” kata Pak Itam yang mengetahui kalau aku mengalamiorgasme. “Dengan begitu nanti guna-gunanya akan cepat hilang.”
Pak Itam lalu mencabut zakarnya dan melumurkan semua cairan yangmelekat di zakarnya ke atas punggungku sampai batangnya cukup kering.
“Jangan basuh ini sampai waktu magrib ya,” katanya mengingatkankusambil membetulkan kain sarungnya.
Aku masih lagi tengkurep dengan tudung kepalaku sudah tertarik hinggake leher. Aku merasakan bibir duburku sudah longgar dan berusahamengemut untuk menetralkannya kembali. Setelah itu aku bangun danmemunguti pakaianku yang berserakan satu per satu.
Selesai mengenakan pakaian dan bersiap untuk pulang setelahdipermalukan sedemikian rupa, Pak Itam berpesan.
“Besok pagi datang lagi ya, bawa sedikit beras bakar.”
Aku seperti orang bodoh hanya mengangguk dan memungut tas sekolahkulalu terus menuruni tangga rumah Pak itam.
Sejak itu sampai hari ini, dua kali seminggu aku rutin mengunjungi PakItam untuk menjalani terapi yang bermacam-macam. Leman dan Ramli yangsedang belajar pada Pak Itam sedikit demi sedikit juga mulaiditugaskan Pak Itam untuk ikut menterapiku. Walaupun tidak tahu pasti,aku merasa bahwa suamiku perlahan-lahan mulai meninggalkan affairnya.Yang pasti, kini sulit rasanya bagiku untuk menyudahi terapiku bersamaPak Itam dan murid-muridnya. Sepertinya aku sudah kecanduan untukmenikmati terapi seperti itu. ,,,,,,,,,,,,,,,
-tamat-