Malam itu, Luzia kembali mengalami penderitaan. Rysh belum juga kembali dan Lunax pergi entah kemana. Hawa dari dalam tubuh Luzia begitu panas namun kulitnya begitu dingin, rasa sesak dan birahinya sudah melonjak tajam.
Musim tern kali ini memang membunuhnya, ia menyesal karena gegabah mengambil waktu dan tidak memperhitungkan datangnya musim terkutuk itu. Luzia tak bisa berpikir jernih, yang ada di otaknya hanya kepuasan dan pelepasan.
Entah sampai kapan Rysh akan memasungnya, entah bagaimana dia melewati musim ini dengan tenang dan nyaman.
“Aku ingin pulang!” ujarnya kesal.
Ia masih berusaha membebaskan diri, ia memberontak dan menggigit bibirnya kuat. Pasungan pada tubuhnya tak mudah dilepas, kunci juga pasti hanya ada di tangan Rysh.
Gadis itu menggerakan kakinya, ia menendang guling yang ada di dekatnya dan membuat ranjang terlihat sangat berantakan. Sudah tak bisa ia tahan, sudah cukup ia di siksa.
“Rysh!” panggil Luzia dengan suara parau, ia sudah berteriak sangat banyak hari ini, tenggorokannya terasa sakit.
Entah sudah berapa lama ia terpasung, Rysh yang ia nantikan belum juga kembali dan membuatnya sangat kesal. Ruangan itu gelap, membuat Luzia mau tak mau menggunakan kemampuan mata ularnya untuk melihat.
“Rysh! Kau ingin membunuhku!” ujar Luzia dengan napas terengah, pergelangan tangannya terasa sangat perih.
Sepertinya, Rysh memang tak punya hati. Gadis itu sedikit menyesali keputusannya, jika saja dia menikah dengan pria-pria itu. Semua kesialan ini tidak akan ia dapatkan.
“Rysh! Ini sa-kit!” ujar Luzia lagi, ia benar-benar merasa hidupnya akan berakhir.
Jika saja dirinya memilih pria-pria tersebut, sudah pasti dia diperlakukan seperti ratu. Dengan sekuat tenaga, Luzia menarik tangannya, ia sampai menangis dan tangannya terasa sakit. Darah menetes dari luka di tangannya, sprei putih sudah ternoda dan mengeluarkan bau amis.
“Bajingan!” maki Luzia, “BAJINGAN!” teriaknya lagi.
Ia tak pernah semarah ini, Rysh benar-benar keterlaluan dan menguras rasa sabarnya.
Gadis itu menangis, “Rysh, kau kejam!” ujar Luzia di sela tangisnya.
Pintu kamar terbuka, seorang pria masuk dengan langkah teratur sambil bersedekap dan menyeringai. Ia berdiri di depan ranjang, dengan mata yang menatap tajam pada Luzia.
“Kau!” Luzia memberontak, ia benar-benar ingin menghabisi pria di depannya dan membuat pria itu menjadi budaknya. Ia sangat marah sampai rasa sakit pada tangannya tidak terasa. “Bajingan, lepaskan aku!” tegas Luzia dengan suara parau.
Rysh menepuk tangannya, lampu menyala dan membuat Luzia memejamkan matanya beberapa detik. Silau, ruangan yang tadinya gelap gulita kini terang benderang. Pria itu memilih duduk di sofa, ia menatap Luzia yang kini terlihat sangat berantakan.
“Bajingan, lepaskan aku!” tegas Luzia.
“Jika aku melepaskanmu, kau pasti akan lari dan mencari pria lain. Zizi, walau Tuan White sangat membencimu. Tetapi dia juga tak ingin seorang anak tak berguna merusak namanya.” Rysh terkekeh, ia terlihat sangat berbeda setelah kembali.
Luzia kembali berusaha melepaskan tangannya, ia sampai meringis namun masih tidak berhasil. Hanya rasa sakit yang terus bertambah, bahkan tulangnya terasa sangat lemah.
Apa yang Rysh mau kali ini, apa pria itu mengabaikan perintah Felica untuk menjaganya? Seandainya pria itu sadar betapa menyakitkannya musim tern, mungkin akan mengerti penderitaannya sekarang.
“Kau sangat menginginkan tubuhku?” tanya Rysh dengan wajah dingin, ia berdiri dan menghampiri Luzia. Matanya melirik ke arah tangan dan tersenyum kala melihat darah segar masih menetes. Ada bekas lecet pada tangan putih Luzia.
“Lepaskan aku! Aku ingin pergi, ini sangat menyiksa!”
“Berbicaralah dengan lembut,” ujar Rysh. Tangan pria itu terulur dan membelai pipi Luzia. Ia bisa merasakan tubuh gadis itu sangat dingin dan basah.
“Lepaskan aku!” tegas Luzia lagi.
Rysh terkekeh, ia mendekati Luzia dan mengecup bibir gadis itu. Tangannya meraba bagian paha, dan bermain dengan usil di sana.
“Hm …” desah Luzia tertahan, ia menutup matanya.
Rysh memasukan lidahnya, dan Luzia menyambut permainan pria itu dengan senang hati. Kali ini ia benar-benar mengabaikan harga dirinya. Ia merasa penderitaannya sedikit ringan saat Rysh menyentuhnya. Tubuhnya terasa lebih ringan, rasa geli saat pria itu meraba pahanya begitu menyenangkan.
Luzia membuka mata saat Rysh berhenti mengecup bibirnya, ia bisa melihat iris mata pria itu dengan jelas. Terhipnotis dan Luzia kembali mengecup bibir Rysh. Angin malam berembus cukup kencang, tirai putih tertiup dan melambai pelan.
Luzia masih menikmati permainan bibirnya dan Rysh, ia menukar ludah dan menggigit pelan bagian bawah bibir Rysh. Tangannya tak bisa bergerak, namun ia merasa menang saat Rysh mulai menyentuh bagian dadanya.
Kecupan bibir kembali berhenti, Rysh segera menjilat bagian dagu Luzia,
“Zizi, apa kau sangat mencintaiku?” suara Rysh terdengar begitu berat.
“Ya, ah … Rysh,” ujar Luzia pelan.
Ia mendesis pelan apalagi saat Rysh menjilat bagian pipinya, pria itu juga mulai mengembuskan napas pelan di bagian telinganya.
“Benarkah, kenapa kau tidak mencintai Arth lagi?”
Luzia menggeleng, ia tidak mencintai Arth lagi, itu sudah sepantasnya dan ia tak ingin mengingat kejadian memalukan itu. Luzia menggigit bibirnya, kini Rysh benar-benar menjilat daun telinganya, pria itu juga mulai merobek bajunya menggunakan gunting.
“Zizi, katakan … apa yang kau mau.” Rysh berbisik semakin pelan, embusan napas pria itu semakin menggelitik.
“Rysh, lepaskan dan puaskan aku!” titah Luzia, suaranya sudah sangat serak.
“Memohonlah.” Rysh menanggalkan baju Luzia, tangannya kini meraih payudara Luzia dan membelainya lembut.
Ia bisa merasakan jika tubuh itu semakin dingin, keringat membasahi tubuh Luzia dan itu sangat menggairahkan. Ia bisa merasakan detak jantung Luzia semakin menggebu, bahkan napas Luzia sudah tersenggal.
“Aku mohon, bercintalah denganku.”
Luzia menutup mata, ia menahan gairah saat Rysh dengan sengaja mengenai puting payudaranya. Ia merasakan gejolak nafsu yang semakin membara. Bagian kewanitaannya sudah terasa semakin basah, berkedut dan menunggu sentuhan Rysh ke arah sana.
Rysh tidak mempedulikan permohonan, pria itu semakin liar dan menjilat bagian lehernya. Luzia mendesah, ia merasakan sentuhan Rysh semakin kasar, pria itu bahkan memilin putingnya dan mengecup bagian lehernya.
“Zizi, panggil namaku.” Rysh kembali menjilat leher Luzia. Ia baru saja memberi bekas kemerahan di sana dan menikmati desahan Luzia yang sangat menggoda.
“R-syh … bercin-talah denganku!” Luzia menarik napas panjang, tangan Rysh kini menyentuh kewanitaannya dan bibir pria itu kembali mengecup bagian lehernya.
“Apa kau sangat menikmatinya?” tanya Rysh.
Luzia tak menjawab, ia menikmati sentuhan tangan Rysh pada bagian bawah tubuhnya. Pria itu sudah memasukan satu jarinya, memainkan klitorisnya.
“Kau sangat menggairahkan, Zizi. Katakan, katakan jika kau sangat menginginkanku.”
Luzia berdesis, sentuhan itu benar-benar membuatnya gila. Gadis itu menelan ludah kasar, “Rysh, masuki aku. Aku mohon!” tegas Luzia.
Bukannya mengabulkan keinginan Luzia, Rysh malah melepaskan gadis malang tersebut. Pria itu berdiri di atas ranjang, ia membuka pakaiannya dan menatap Luzia yang kini menengadahkan kepada.
“Rysh …” Luzia menatap dengan pandangan memelas.
Bagian kejantanan Rush sudah membuatnya sangat ingin dimasuki.
Ia bergerak gelisah, “aku tak tahan lagi, aku mohon.” Luzia bersikap manja, ia sampai beberapa kali menelan ludah dengan kasar.
Rysh maju, ia menyodorkan kejantannya ke arah bibir Luzia. Meminta gadisnya untuk segera mengulum dan memanjakan benda tumpul tersebut.
Melihat tingkah Rysh, Luzia menjulurkan lidahnya, ia menyentuh ujung kejantanan Rysh dan menjilatnya. Luzia berusaha lebih dekat dengan Rysh. Ia tak bisa menggunakan tangan dan hanya bisa mengulum ujung kejantanan itu. Ludahnya menjadi pelumas, membuat kejantanan Rysh menjadi licin.
Rysh maju, ia merasakan Luzia mengulum kejantanannya semakin dalam. Pria itu menjambak rambut Luzia, lalu memaju mundurkan kepala wanita itu dengan teratur.
Luzia yang mendapat perlakuan demikian tak bisa melawan, ia mengulum kejantanan Rysh dan memanjakan benda tumpul yang akan memuaskannya. Beberapa menit, Rysh kini menutup matanya dengan kain hitam.
Entah bagaimana pria itu akan bermain, yang jelas dirinya saat ini hanya menjadi penurut. Disaat dirinya terbuai, Rysh melepaskan pasungan pada tangannya. Pria itu menarik kejantanannya dari bibir Luzia, lalu meraih tubuh Luzia dan membawanya ke balkon kamar.
“Aku akan memuaskanmu,” ujar Rysh.
Luzia tak bisa melawan, ia hanya menurut. Luzia merasakan kedua tangannya diangkat ke bagian atas, ia hanya bisa pasrah saat Rysh kembali memasung tangannya dengan rantai.
Luzia ingat, saat ia sering duduk di balkon memang ada rantai yang menjulur dari langit-langit balkon. Gadis itu menelan ludahnya kasar, ia sudah berdiri dengan posisi kedua tangan terangkat. Angin kencang berembus, Luzia merasakan dingin menusuk tubuhnya.
Tak perlu menunggu waktu lebih lama. Rysh segera berjongkok, ia menatap kewanitaan Luzia lalu menjulurkan lidah dan menjilat bagian luar dengan lembut.
Suara erangan Luzia terdengar begitu lirih, menggoda dan menjadi semangat untuk Rysh melakukan lebih. Pria itu membuka belahan surga lalu menjilat bagian dalam kewanitaan Luzia, harum khas kewanitaan menguar.
“Rysh … ah … lagi!” titah Luzia, rasanya begitu geli dan menyenangkan.
Dia ingin mendapatkan hal lebih, ia ingin Rysh menjilat kewanitaannya lebih dalam.
Rysh menurut, ia segera mengecup lembut lubang kewanitaan Luzia. Menyedot cairan bening nan lengket yang sejak tadi sudah keluar dan menjadi pelumas di sana.
Ada rasa sedikit asin dan amis, namun itu terasa begitu nikmat dan menggairahkan. Lagi, dia menyapu kewanitaan Luzia dengan lidahnya. Pria itu benar-benar mempermainkan gadisnya dan kesenangan tak terhingga menampar dirinya.
Setelah merasa puas, Rysh segera berdiri. Ia sedikit menjauh dan menatap Luzia yang kini berdiri tegak, pria itu menatap dengan puas tubuh menggiurkan milik gadis keluarga Snake.
Begitu pas, dengan dua payudara berukuran sedang dan puting berwarna merah muda. Bagian tubuh Luzia sangatlah mulus, bagian kewanitaan terawat tanpa bulu-bulu yang mengganggu.
Luzia menggigit bibirnya, apalagi saat ia merasakan cairan lengket yang Rysh siramkan ke atas tubuhnya. Cairan itu begitu lengket, aroma vanila begitu menyengat. Luzia tak tahu apa yang Rysh lakukan saat ini. Yang pasti pria itu mempermainkannya dan menikmati ketidakberdayaannya.
Setelah puas menuangkan susu di tubuh Luzia, Rysh bermain menggunakan tangannya. Cairan susu yang manis terasa sangat lengket. Ia segera meremas bagian payudara Luzia. Lalu memainkan puting payudara itu agak lama. Tidak ada yang ingin ia sia-siakan malam ini, hadiah besar yang kini ada di depannya benar-benar menggoda.
Luzia mendesah, ia merasakan bibir Rysh kini mengulum putingnya. Tangan pria itu meraba bagian perut lalu berpindah ke daerah kewanitaan. Satu telunjuk sudah dimasukkan. Luzia bisa merasakan kenikmatan yang berbeda saat Rysh memaju mundurkan jarinya.
“Ingin lagi?” tanya Rysh.
“Eum …” Luzia mengangguk. Ia bisa merasakan Rysh menambah satu jari untuk masuk ke dalam sana, rasanya semakin nikmat dan menggoda.
“Ingin lagi?” tanya Rysh.
“Ya … lebih dalam,” Ujar Luzia. Ia bahkan melebarkan pahanya sedikit, memberi ruang agar tangan Rysh leluasa bergerak.
Luzia hampir saja menjerit saat selaput daranya robek, ia menggigit bibirnya kuat dan membuat sedikit darah keluar dari bekas gigitan. Rasanya memang sakit, tapi berubah menjadi kenikmatan saat Rysh menggoyangkan pinggangnya.Rysh terus bermain, ia menyeringai saat merasakan cairan yang keluar dari kewanitaan Luzia. Ia merasa puas saat cairan hangat itu membasahi jarinya. Dengan segera, Rysh menaikan sebelah kaki Luzia ke atas kursi. Ia memasukan kejantannya dan terkekeh saat Luzia terlihat kaget.
Posisi mereka berdiri, Luzia merasa hal ini begitu liar dan gila. Mereka seakan tak peduli jika ada yang mengintip, yang ada hanya ingin saling memuaskan dan berbagi desahan nikmat.
Suara desahan terdengar semakin kuat, bertarung dengan embusan angin yang kasar. Erangan nikmat disuarakan Rysh setiap kali menghentakan kejantannya begitu dalam,
“Luzia … katakan, apa perasaanmu.”
“Rysh, aku mencintaimu. Aah … aku, aku sangat mencintaimu!” tegas Luzia. Gadis itu begitu menikmati, ia tak ingin berhenti dan menginginkan lebih dan lebih.
-000-
Setelah percintaan yang luar biasa semalam, Luzia masih menutup matanya. Dia benar-benar lelah, tubuhnya terasa hancur dan daerah kewanitaannya begitu sakit. Rysh benar-benar menggempurnya tanpa ampun.
Pria itu bahkan belum memuaskan dirinya sendiri semalaman. Dan berakhir dengan Luzia yang jatuh tak sadarkan diri. Gadis itu kini sudah benar-benar ternoda. Ia bahkan tidur dalam posisi menindih tubuh Rysh, dengan bagian tubuh mereka yang masih menyatu.
Rysh tersenyum sinis, beruntung Luzia bukan anak yang dijaga atau mendapat perhatian dari White. Jika saja Luzia adalah anak kesayangan White.
Mungkin dirinya sudah berakhir dengan kematian bahkan tidak bersisa menjadi abu.
Namun … bagaimana jika Felica tahu keadaannya anak tiri kesayangannya itu?
Selain Minerva, Luzia adalah orang yang begitu Felica sayangi.
Gadis itu sudah menjadi bagian dari hati Felica sejak lama. Bahkan setelah Luzia melakukan kesalahan. Felica tetap tak bisa menyingkirkan perasaannya kepada Luzia. Rysh menyingkirkan anak rambut Luzia yang terurai di wajah gadis tersebut. Ia bisa melihat jelas wajah lelah Luzia.
Menyenangkan rasanya, tetapi kepalanya menjadi agak berat. Rysh membalik posisi mereka, ia menindih tubuh Luzia lalu mengecup bibir Luzia. Begitu lembut, bahkan lebih lembut dari tetesan salju.
“Um …” Luzia menggeliat dalam dekapan Rysh.
Gadis itu membuka matanya perlahan saat merasakan sentuhan benda kenyal dengan tekstur sedikit basah yang sedang bermain pada puting payudaranya. Luzia merasakan kewanitaannya mulai sempit, ada benda asing yang bersarang di sana dan perlahan benda itu bergerak.
“Kau sudah bangun, ayo … kita lanjutkan permainan.”
Suara berat itu terdengar, Luzia bergetar ia berusaha meraih kepala Rysh dan membelai rambut pria itu.
“Zizi … kau membuatku mabuk.” Rysh mengecup lembut puting payudara Luzia. Pria itu mengulurkan tangannya dan memasukan jemarinya kedalam mulut Luzia.
Tak mendapat pilihan lain, Luzia mengulum jemari Rysh. Begitu lembut, lalu memejamkan mata. Ia merasakan Rysh terus menyusu pada dirinya.
Pria itu menggerakkan pinggulnya pelan dan terus melakukan hubungan intim dengan lembut.
Ini sangat berbeda dengan semalam, Luzia merasa kewanitaannya berdenyut menahan kenikmatan.
“AKH …” Luzia bergerak gelisah, ia merasakan gigitan begitu kuat pada payudaranya.
Luzia juga bisa merasakan Rysh mulai bergerak sangat cepat dan tidak selembut pertama.
Mata gadis itu terbuka lebar, ia bertatapan dengan Rysh yang benar-benar memasang tampang dingin.
Pria itu bahkan mengulurkan tangannya. Mencekik Luzia dan memuaskan nafsunya dengan bergerak begitu cepat lalu membuat Luzia mati-matian menahan perih.
“Hiks … R-rsyh …” Luzia hampir tak bisa mengucapkan kata. Rysh mencabut kejantanannya dengan cepat, lalu memaksa Luzia untuk merubah posisi menungging.
Luzia hanya bisa menurut, dia juga masih terus ingin disentuh walaupun tubuhnya terasa begitu sakit. Gadis itu memejamkan mata, apalagi saat Rysh menjilat bagian pinggangnya. Pria itu mengelus pantatnya, dan mencakarnya beberapa kali.
“Ah … Rysh … sa-kit!” Erang Luzia saat Rysh memasukan kejantanannya lagi ke dalam liang kewanitaan Luzia. Pria itu melakukan hal kejam lainnya hari ini.
Luzia menggigit bantal, ia berusaha tidak berteriak ataupun menangis kencang. Ia tak ingin Rysh kecewa padanya dan berakhir meninggalkannya. Luzia merasakan perih, ia bahkan gemetar saat Rysh kembali memasukan kejantanannya lebih dalam.
“Berteriaklah, menangis, sebut namaku!” titah Rysh.
Luzia melepaskan bantal yang ia gigit, gadis itu terisak pelan.
“Zizi … jangan pernah menyesal. Kau yang menginginkannya,” ujar Rysh.
“Hiks … ti-tidak, la-lakukan … ah … Rysh!” Luzia memejamkan matanya erat. Rasa perih, sesak, semuanya dia rasakan saat itu. Kewanitaannya terasa lebih sempit dengan posisi ini.
Rysh terus bermain, ia menepuk bongkahan pantat Luzia agak keras, meninggalkan jejak kemerahan di sana. Pria itu memaju mundurkan kejantanannya agak pelan. Ia menyeringai saat melihat tubuh Luzia benar-benar bergetar bahkan gadis itu tetap berusaha untuk menopang berat badannya dengan kedua tangan dan juga lutut.
Luzia menangis, air matanya tumpah dan benar-benar tak bisa berhenti. Rysh mengurungnya bersama kenikmatan, sakit, dan semua itu tak bisa Luzia tolak. Ia terus berusaha menikmati, walau terasa sedikit nikmat namun rasa sakit paling mendominasi.
“Ry-ysh … ah … ter-us!” titah Luzia saat Rysh memelankan gerakannya.
Jujur saja, jika Rysh berhenti dan memelankan gerakan, rasanya sangat menyakitkan. Kenikmatannya hilang dan itu membuat Luzia semakin tersiksa.
“Katakan kau mencintaiku,” ujar Rysh dengan suara lembut.
Luzia yang awalnya menangis, hanya bisa membatu.
“KATAKAN!” titah Rysh dan menghentakan kejantannya dengan cepat dan semakin dalam.
Luzia menegang, “AKH … a-aku … aku mencintaimu! Aku mencintaimu Rysh Roulette!”
Rysh menyeringai, pria itu kembali menarik kejantanannya dan menghentakkan dengan kasar. Hentakannya terasa sangat dalam, kejantanannya masih begitu keras bahkan panjang.
Luzia hanya bisa bertahan, ia mendesah berkali-kali dengan air mata dan napas yang memburu. Gadis itu membuka matanya lebar, ia merasakan Rysh menarik uraian rambutnya. Lalu tangan lain pria itu meremas payudaranya kasar. Sangat kuat, bahkan Luzia bisa merasakan hentakan di belakang sana juga semakin brutal.
“Ah .. ah … Rysh … sakit!” Suara Luzia bergetar, ia terus menerima hentakan itu, ia terjatuh dan tak sadarkan diri.
Rysh mencabut kejantanannya, ia berdiri dan menatap darah yang kembali menetes dari bagian kewanitaan Luzia. Pria itu meraih tubuh Luzia, menelentangkannya dan menjilat bagian payudara Luzia. Ia ingin terus menyusu bagai bayi, lalu mendekap tubuh Luzia kedalam pelukannya.
“Gadis bodoh, seharusnya kau sadar … aku tak akan berhenti sebelum aku puas.” Rysh memuaskan dirinya.
Ia mengulum puting Luzia dan menutup matanya. Pria itu seakan tak bosan terus memangsa tubuh Luzia.
Payudara Luzia masih begitu kencang, putingnya mengeras dengan warna merah muda. Pada bagian tubuh Luzia sudah berhias tanda kemerahan. Rysh benar-benar memangsa tubuh Luzia dengan semua kemampuanny.,
Ia merasa tak akan puas saat menyetubuhi anak perempuan White Snake. Gadis itu memiliki daya pikat tersendiri. Ia punya cara menarik perhatian lawan jenis dengan tubuh rampingnya yang begitu nyaman untuk dijadikan guling.
-000-
Satu jam sudah terlewat, Rysh sudah cukup memberi waktu istirahat untuk gadisnya. Pria itu beranjak, menarik selimut dan membawa meraih tubuh Luzia ke kamar mandi. Pria itu melirik minuman yang Lunax antarkan beberapa belas menit yang lalu, ia tersenyum kecil dan melanjutkan langkah kakinya.
Kamar mandi itu luas, bathup juga terisi air hangat dengan wewangian buah yang Luzia sukai. Rysh berpikir, memanjakan gadis itu sedikit akan berguna. Segera saja ia masuk kedalam bathup untuk berendam, di pangkunya Luzia, disandarkan pada tubuhnya.
“Kau ingin terus tidur?” tanya Rysh sambil berbisik. Pria itu meraba paha Luzia, ia memainkan jemarinya di daerah kewanitaan Luzia dan membersihkannya. Dimasukkannya dua jari, lalu tersenyum saat Luzia mulai bereaksi.
Luzia kembali membuka matanya, air hangat dengan wewangian buah menyeruak kedalam penciumannya. Gadis itu menatap tangan kekar yang menahan tubuhnya agar tetap menempel pada dada bidang sang pemilik tangan. Luzia memerengkan kepalanya dan bertemu tatap dengan Rysh.
“Kau lelah?” tanya Rysh dengan suara begitu lembut. Pria itu mendekati wajah Luzia lalu mengecup lembut bibir gadisnya.
Ia memejamkan mata. Tangan kanannya tetap membersihkan kewanitaan Luzia. Sedangkan tangan lain meremas payudara Luzia begitu lembut.
“Kau ingin bermain lembut?” tanya Rysh pada Luzia.
“Y-ya …” jawab Luzia gugup.
Rysh segera mencium bagian leher Luzia. Hanya ciuman kecil dengan jilatan-jilatan perangsang yang membuat Luzia kembali memejamkan matanya erat. Tubuh gadis itu bagai tersengat listrik, rangsangan lebih terasa sekarang.
“… Rysh,” ujar Luzia pelan. Suaranya terdengar agak bergetar dengan campuran serak yang membuat Rysh semakin memperlakukannya lembut.
“Kau lapar?” tanya Rysh.
“Sangat, bolehkah aku makan?” tanya Luzia sambil menunduk.
“Tentu, aku tak ingin kau mati. Aku belum puas menikmati tubuhmu,” jawab Rysh.
Luzia menahan tangisnya, Rysh hanya menginginkan tubuhnya. Pria itu tidak mencintainya dan hanya ingin memuaskan nafsu kepadanya.
Sejenak, ia memikirkan hatinya yang menjerit histeris.
Bagaimana ia bisa terus menyenangkan Rysh jika pria itu akan puas dengan tubuhnya dalam waktu singkat?
“Kau tak akan mencintaiku?” tanya Luzia pelan.
“Tidak, karena aku hanya menyukai tubuhmu.” Rysh mengangkat tubuh Luzia, ia memasukan kejantanannya dan mendudukan Luzia kembali.
“Ah … Rysh …”
Desahan itu terdengar begitu merdu. Memantul di dinding kamar mandi dan menjadi musik klasik bagi Rysh. Ia mengecup bagian belakang Luzia. Kedua tangannya memainkan puting payudara Luzia dan menggerakan pinggulnya pelan.
Air di dalam bathup beriak pelan, bahkan ada yang tertumpah di atas lantai karena pergerakan di dalam pemandian itu. Luzia memejamkan matanya lagi dan lagi, merasakan gesekan pada kewanitaannya sedikit berbeda. Begitu lembut, dengan rangsangan yang lebih mendominasi. Rasanya nikmat, sulit di ungkap dengan kata.
“Luzia … aku hanya menginginkan tubuhmu. Bukan hatimu, bukan menginginkanmu sebagai wanitaku tapi sebagai pelampiasanku.”
Rysh kembali menggigit leher Luzia, tidak sampai berdarah namun cukup sakit. Ia seperti pria haus darah yang terus menyiksa Luzia. Baik itu fisik atau tekanan pada mental.
“Ah … Rysh, terus!” titah Luzia saat rasa nikmat menyerangnya cepat.
Walau Rysh berlaku kasar dengan kata dan tindakan, tetapi ia tak bisa berbohong … pria itu begitu bisa membuatnya terus menjerit dalam nikmat. Tersiksa dalam perangkap cinta, lalu menghukumnya dengan percintaan panas.
“Memohonlah …” Rysh mengulum daun telinga Luzia.
“Ah … aku mohon!” tegas Luzia pelan, ia tak bisa mengendalikan dirinya. Seluruh tubuhnya menjadi milik Rysh dan itu begitu saja terjadi. Walau pria itu sekarang banyak bicara, tapi wajahnya tetap saja terlihat datar. Pria itu tetap saja tidak menerimanya.
Rysh mencabut kejantanannya. Ia kemudian menyeringai saat melihat wajah Luzia yang memerah.
“Kenapa berhenti?” tanya Luzia.
“Kita lanjutkan di meja makan,” jawab Rysh.
Luzia menunduk, ia hanya bisa tersenyum getir. Apa pria itu ingin dia menghidangkan diri di atas meja untuk menjadi makanan?
“Aku akan memandikanmu,” ujar Rysh dengan suara pelan.
“Yah … aku mencintaimu.” Luzia tersenyum manis, ia mengecup bibir Rysh sekilas lalu mengubah posisinya berhadapan dengan Rysh.
Dia tak akan bosan mengungkapkan perasaannya, dia hanya ingin Rysh tahu
“Kenapa?” tanya Rysh.
“Boleh aku melayanimu? Maksudku, boleh aku memandikanmu?”
“Silahkan,” jawab Rysh singkat. Wajah pria itu kembali pada ekspresi datar dengan aura kelam yang begitu menakutkan.
-000-
Setelah mandi, Rysh membawa Luzia ke meja makan. Pria itu menggendong Luzia dari tingkat atas. Ia juga hanya mengenakan piyama mandi berwarna putih polos dan tersenyum saat Lunax sudah menunggu di sana. Tangan Luzia terborgol, sedangkan kakinya terikat dasi dan tersimpul mati. Gadis itu, benar-benar tak bisa bergerak sekarang.
“Bagaimana aku bisa makan jika kau memborgol tanganku?” tanya Luzia.
Rysh menyeringai, pria itu tak peduli bagaimana ia mengatur Luzia di mansionnya sekarang. Yang ia mau, Luzia segera mengisi perut dan siap melayaninya lagi dan lagi. Lagipula, Luzia menginginkan tubuhnya sejak lama, bukan?”
Rysh segera duduk, dengan Luzia yang ada di pangkuannya. Pria itu tersenyum saat Luzia menatap makanan di atas meja, gadis itu kelaparan setelah di kurung dari beberapa hari lalu.
Menu hari ini cukup untuk memenuhi keinginan Luzia, Rysh tahu gadis manja itu menyukai coklat dan beberapa makanan manis lainnya. Beruntung Lunax sudah dirancang sebagai koki dan pelayan yang baik.
Pain suisse. Bicara pastry, pain suisse juga tak kalah populer disantap sebagai menu sarapan orang Prancis. Isiannya sama dengan pain aux raisins yaitu kismis dan krim.
Namun dengan ditambahkan dengan butiran-butiran coklat yang semakin menyemarakkan cita rasanya. Bentuknya pun berbeda yakni panjang dengan lapisan pastry dan isian yang cukup tebal.
Rysh mulai menyuapi Luzia, ia menatap Luzia sambil tersenyum. Sialnya, wajah datar Rysh tetap lebih mencolok, membuat senyumnya terlihat mengerikan.
“Buka mulutmu,” ujar Rysh.
Tak punya pilihan lain, Luzia segera membuka mulut dan Rysh memberinya makan. Ia terlihat seperti seorang lumpuh sekarang. Disaat Luzia mengunyah makanan.
Tangan nakal Rysh menelusup ke dalam piyama dan meremas payudara Luzia. Gadis itu menghentikan kunyahannya, ia melirik Rysh yang malah terkekeh dan memainkan puting payudaranya.
“Makanlah, bukankah kau lapar?” tanya Rysh pelan. Pria itu menciumi leher Luzia. Menghirup aroma manis dari sana dan kembali meremas payudara gadis itu.
“Ah … R-rys! Ka-kau … ah … hentikan,” ujar Luzia sambil menahan desahannya.
Sial … dia benar-benar terangsang. Musim tern belum berakhir, sentuhan dari pria ini membuatnya semakin tak bisa terkendali.
“Luzia, tubuhmu lebih menarik. Bukan aku yang lapar, tetapi bagian bawahku yang sangat lapar.”
“makanlah, jangan sampai kau tak sadarkan diri lagi. Aku ingin menikmati percintaan ini dengan tenang,” ujar Rysh.Rysh menyeringai, ia menurunkan tangannya dan memainkan jemarinya di kewanitaan Luzia. Pria itu membelai bagian itu dengan lembut,
“Tapi …” Luzia menggigit bibirnya, Rysh memasukan satu jari ke dalam lubang kewanitaannya.
“Makan! Atau aku akan benar-benar menelanjangimu sekarang.”
Luzia mengangguk, ia tetap melanjutkan acara sarapannya dan menahan geli saat Rysh menjilat daun telinganya. Wajah Luzia memerah, bahkan kewanitaannya sudah sangat basah.
Gadis itu menelan makanannya dengan berat. Ia berusaha tetap tenang dan melirik ke arah Lunax yang hanya berdiri di sudut ruangan sambil memasang tampang datar.
“Kau sudah sangat ingin?” Rysh menghentikan tangannya, ia menjilat cairan bening yang ada di jemarinya dan melirik Luzia.
“Rysh … aku kenyang,” ujarnya pelan, rasa inginnya untuk menikmati sentuhan Ryah lebih besar daripada rasa lapar.
Mendengar jawaban Luzia, Rysh segera menyingkirkan makanan di atas meja. Ia menarik piyama yang Luzia kenakan lalu menelanjangi dirinya sendiri. Pria itu tetap duduk, kejantanannya sudah mengacung keras dan siap memasuki liang kewanitaan Luzia. Pria itu tak peduli pada barang pecah belah yang membisingkan, ia hanya peduli untuk menikmati Luzia sekarang.
Diangkatnya sedikit tubuh Luzia, pria itu juga memasukan kejantannya dan menghentakan tubuh Luzia dengan cepat. Kejantanan Rysh masuk sepenuhnya, kewanitaan Luzia masih terasa sempit apalagi dengan posisi duduk dengan kedua paha yang mengapit.
Pria itu menyanggul rambut panjang Luzia, menatap leher jenjang nan putih milik gadis itu lalu menjilatnya cepat. Ia tak peduli pada Lunax yang membersihkan pecahan kaca di sekitar, ia hanya fokus pada nafsunya dan mempermainkan Luzia.
Kedua tangan pria itu mengangkat dan menurunkan tubuh Luzia pelan, ia merasakan remasan otot-otot kewanitaan Luzia yang semakin mengerat. Rasanya sangat nyaman, nikmat yang begitu tak tertahan.
“Zizi … ah, kau sangat sempit!” desah Rysh pelan, ia mempercepat gerakan tangannya.
Tubuh Luzia terus terhentak dan kejantanan Rysh terus menguasai liang surga milik Luzia.
“Ah … Rysh! Sakit,” ujar Luzia saat dirasakannya Rysh menggigit kulit pada bahunya.
Gadis itu memejamkan matanya erat, ia menangis dalam diam. Rysh benar-benar bercinta dengannya di meja makan, pria itu bahkan tak memberi izin untuknya bergerak dan terus melakukannya dengan kasar.
Luzia merasakan kejantanan Rysh yang masih mengeras, pria itu terlalu kuat dan juga terlalu perkasa untuknya. Otot kewanitaannya menegang, meremas kuat hingga ia ingin menjerit.
Ada rasa yang aneh sekarang, Luzia hampir mencapai batasnya. Laju pernapasan, aliran darah, dan detak jantung Luzia semakin meningkat. Gadis itu merasakan dirinya benar-benar bergetar. Kejantanan Rysh bahkan selalu mengenai mulut rahimnya dan membuat dia semakin terbuai dalam rasa sakit dan nikmat yang menyerang bersamaan.
Luzia mencengkram bagian sisi meja makan, ia menggigit bibirnya dan terlihat sangat lemas. Dari balik pahanya, cairan bening menetes, bukan sperma melainkan cairan dari kewanitaannya dan menandakan dirinya mencapai puncak lebih dulu.
Rysh mengangkat tubuh Luzia, kejantanannya masih mengeras dan mengacung tegak. Luzia menatap ke bawah, air yang keluar dari kewanitaannya tertumpah deras dan membasahi lantai.
“Zizi, aku masih belum puas.” Rysh mengangkat tubuh Luzia, ia membaringkan Luzia di atas meja dan membuka dasi pengikat pada kaki. Pria itu mengangkangkan kedua kaki Luzia, ia menatap jelas kewanitaan gadis itu lalu menjilatnya.
“Rysh …” erang Luzia pelan, tubuhnya menegang. Gadis itu mengapitkan pahanya saat Rysh menjilat klitoris miliknya dengan agak kasar. Pria itu bahkan mengecup dan memasukan lidahnya kedalam liang kewanitaan Luzia.
“Sssst … Rysh! Aaahhh please …” Luzia mengeluarkan racauan, ia begitu saja terpesona akan rasa nikmat dan geli yang berpadu.
Kewanitaannya benar-benar disapu habis oleh lidah Rysh, bahkan bagian pahanya mendapat tanda merah dari pria tercinta. Puting payudara Luzia mengacung. Ia menatap Lunax yang membawa tali dan juga semangkuk madu ke meja makan.
“Tuan, apa tugas yang Anda berikan?” Lunax berdiri di samping Rysh.
Rysh yang sedang menikmati kewanitaan Luzia berhenti, tangannya membelai lembut klitoris dan mempermainnya pelan. Ia kadang menekan benda kecil itu, mengundang desahan Luzia, “Lepaskan borgol, lalu ikat kedua kaki dan tangannya dengan tali. Membentuk huruf X.”
Lunax mengangguk, ia melaksanakan tugas dari Rysh dan berdiri di pojok ruangan ketika selesai. Sedangkan Luzia, gadis itu hanya bisa pasrah, ia tak bisa berhenti mengeluarkan cairan bening dari kewanitaannya saat Rysh terus merangsangnya. Dia menjadi lemah, surga yang Rysh berikan begitu indah dan membuatnya lupa pada keadaan sekitar.
Rysh tersenyum, ia segera naik ke atas meja dan memegang semangkuk madu lalu meneteskannya ke atas tubuh Luzia. Pria itu tersenyum saat Luzia menatapnya dengan lembut, ia tak sabar ingin melumuri tubuh gadis itu dengan madu.
Tubuh Luzia begitu putih, segera saja Rysh menyelesaikan tugasnya. Ia melemparkan mangkuk itu jauh dan suara bising terdengar. Rysh duduk di atas perut Luzia, tangannya mengoleskan madu yang masih menggumpal di atas dada Luzia. Di sapunya madu itu pelan, melumuri bagian payudara Luzia sambil meremas dengan kasar.
Luzia tak bisa melawan, ia hanya bisa mendesah dan menikmati setiap permainan yang Rysh mainkan. Tangan pria itu terus meremas payudaranya, rasanya lengket dan licin. Ia mau tak mau juga turut andil dalam permainan.
Luzia merasakan puting payudaranya kembali mengeras. Tangan Rysh memilin puting itu lalu mencondongkan tubuhnya dan menjilat bagian tengah di antara dua payudaranya. Luzia menahan desahan, ia menggigit bibirnya dan berusaha untuk menikmati perlakuan Rysh.
“Apa ini terasa nikmat?” tanya Rysh.
“Yah! Bisakah … bisakah kau menyusu di payudaraku?” tanya Luzia dengan wajah memerah.
“Boleh aku menggigit putingnya?” tanya Rysh.
“Lakukan, aku milikmu!” tegas Luzia pelan. Ia menolak juga percuma, Rysh akan tetap melakukannya.
Rysh memulai aksinya, ia mengecup puting payudara Luzia dengan sebelah tangan yang terus memainkan puting lainnya. Pria itu menggigit pelan, lalu memasukan tangannya dengan cepat kedalam mulut Luzia.
Belum puas dengan satu payudara, Rysh beralih ke payudara lainnya. Ia segera mengecup kasar puting itu, mempermainkannya dengan lidah dan meremas payudara Luzia yang lain dengan lembut.
Luzia yang menerima permainan Rysh hanya bisa menahan desahan. Tangan Rysh yang berada di mulutnya terasa manis karena cairan madu. Luzia memejamkan mata, hisapan pada puting payudaranya terasa begitu geli, bagian kewanitaannya berkedut dan akhirnya kembali basah.
Beberapa menit berlalu, Rysh segera berhenti. Ia menjauh dari tubuh Luzia lalu menjilat seluruh madu yang ada di payudara gadis itu. Belum cukup, ia memerintahkan Lunax mengambil dua botol wine.
Pria itu menyapukan sisa madu di tubuh Luzia pada bagian perut, dijilatinya dan jemari tangannya masuk kedalam kewanitaan Luzia. Di mainkan pelan kewanitaan itu, keluar masuk, semakin lama gerakannya semakin cepat.
Setelah mendapatkan dua botol wine, Rysh membukanya dan membasahi tubuh Luzia dengan cairan itu. Ia menumpahkan wine di kewanitaan Luzia, lalu menjilatnya dan mengecup kewanitaan itu hingga bersih.
Rysh kembali bertindak, kali ini ia mengarahkan kejantanannya untuk masuk, awalnya dia menggesekan ujung kejantanannya pada klitoris milik Luzia. Lalu mencoba memasukan ujung kejantannya dan mengeluarkannya lagi. Pria itu sedang mempermainkan Luzia, menunggu gadis itu menjerit meminta untuk disetubuhi.
“Rysh! Ah … aku tak tahan lagi!” tegas Luzia saat Rysh hanya menggesek klitorisnya dengan batang surga itu. Ia menatap Rysh tajam, rasa kesal menguasai otaknya.
“Jelaskan padaku rasanya,” ujar Rysh.
“Nikmat, aku mohon … aku menginginkannya!” lagi suara Luzia terdengar tak sabar.
“Kau ingin apa?” tanya Rysh.
“Aku ingin kejantananmu masuk dan memuaskanku!” Luzia tak peduli pada rasa malunya. Ia sudah terlanjur berada di tempat ini dan tubuhnya terasa sakit saat menahan nafsu.
“Seperti ini?” tanya Rysh yang menggesek ujung kejantanannya pada belahan kewanitaan Luzia.
“Ah … Rysh! Aku mohon!” ujar Luzia agak kasar.
“Katakan, kau ingin apa?” tanya Rysh.
“Perkosa aku!” Luzia menutup mata, ia benar-benar tak tahan lagi.
“Seperti ini?” Rysh menyentuh klitoris Luzia dengan tangannya.
“R-rysh …” erang Luzia panjang.
“Atau seperti ini?” tanya Rysh yang kembali menjilat klitoris Luzia. Pria itu memasukan satu jari kedalam kubang kewanitaan, sedangkan ia tetap menjilat klitoris itu.
“Ah … sssttt terus! Rysh … ah, Rysh!” Luzia meracau, Rysh tak peduli.
“Luzia, kau ingin apa?” tanya Rysh lagi.
“Aku ingin dirimu!” Luzia mengejang, “Bajingan! Ah … aku tak tahan lagi,” ujar Luzia.
Rysh segera memasukan kejantanannya, pria itu menghentakan kejantanannya kuat dan dalam, menyentuh mulut rahim Luzia. Ia menikmatinya, melihat wajah Luzia yang tersiksa bahkan memerah karena marah. Pria itu tertawa, ia menggerakkan pinggulnya cepat, tanpa berhenti dan terus melakukan keinginannya dengan brutal.
Rysh memejam, setelah belasan menit ia menyetubuhi Luzia, rasa yang aneh mulai menyelimutinya. Ia merasakan kejantanannya membesar dan ia semakin cepat bergerak.
“Luzia!” tegas Rysh, ia berhenti dan menahan pinggulnya kuat. Pria itu benar-benar menumpahkan benihnya, ia menatap Luzia yang hanya terbaring lemah dengan keringat bercucur deras.
-000-
Beberapa minggu berlalu, dan hari-hari itu juga dilewati dengan percintaan yang panas. Luzia kini terbaring dengan posisi telentang, musim tern sudah berakhir dan dia bisa merasakan tubuhnya lebih baik.
Perlahan ia membuka mata, Luzia bahkan mencoba untuk bangun dan mandi. Ini hampir sebulan, perjanjiannya dan Rysh juga hampir berakhir. Selama ini, ia tidak mendapat kabar dari keluarganya. Orang yang terus berada di samping adalah Lunax, kadang juga pria bernama Rysh.
“Nona, ada seseorang yang menunggu Anda di luar.”
Lunax yang baru saja masuk langsung menghadap dan memberikan berita itu kepada Luzia. Pelayan itu masih menatap dengan wajah datar, melihat keadaan anak perempuan keluarga Snake.
Luzia menatap, rasa malu menguasainya dan dia menundukan kepala. Gadis itu mengeratkan selimut yang menutupi tubuhnya, ia mengingat dengan jelas percintaan yang dia dan Rysh lakukan selama ini.
Malam ini semua akan berakhir, apa yang harus ia lakukan sekarang? Gadis itu menatap ke arah pintu kamar mandi, ia tersenyum canggung setelahnya. Bagaimana tidak? Lunax selalu melihat bagaimana Rysh menikmati tubuhnya. Lunax adalah saksi hidup jika Rysh berkali-kali menanamkan benih di rahimnya.
“Dimana Rysh?” tanya Luzia.
“Tuan sudah pergi, Anda juga harus meninggalkan tempat ini.”
“Tapi, perjanjian kami berakhir nanti malam!” tegas Luzia.
Bagaimana Rysh bisa pergi dan mengakhirinya dengan cepat? Bagaimana pria itu tidak mengucapkan kata perpisahan dan membuatnya dalam penantian?
Luzia mendesah lelah, hatinya hancur dan dia tak bisa berucap kata. Rasa kecewa, kesedihan, semuanya bercampur baur dan membuat luka saat ia mengingat kembali.
“Tuan hanya mengucapkan selamat hari pernikahan untuk Anda, dia juga mengatakan jika mulai dari hari ini, kalian bukan siapa-siapa.”
Tak ada yang bisa Luzia lakukan, ia bahkan tak bisa menangis dan menyuarakan isi hatinya. Gadis itu tidak melakukan apapun, ia menatap dengan pandangan hampa dan menyesapi luka yang Rysh berikan padanya.
Di mana pria itu? Kenapa dia ditinggalkan? Apa yang kurang darinya? Ribuan pertanyaan terus ia teriakan dalam hatinya. Gadis itu sudah hancur, dan Rysh sudah mengambil semua hartanya, pria itu mendapatkan mahkotanya dan lari bagai pencuri.
“Nona, Anda baik-baik saja?” tanya Lunax.
“Ya, aku baik-baik saja.” Luzia menyibak selimut, ia segera menuju lemari dan menatap pakaian di dalam sana.
Ia benar-benar kehilangan Rysh, pria itu pergi bahkan tak ada satupun yang tersisa darinya sekarang.
“Lunax, bagaimana jika aku hamil?” tanya Luzia takut.
“Anda bisa memikirkannya sendiri.”
Luzia terpaku, apa yang harus ia lakukan sekarang? Apa dia benar-benar akan membesarkan seorang anak tanpa ayahnya kelak? Bagaimana dia menjelaskan ini kepada lima pria yang akan menikahinya?
Tidak … tidak mungkin mereka akan menerima Luzia dan bayi itu dengan baik. Luzia terpaku, ia kembali termenung lalu terkekeh.
Rasa kecewa itu, pria bajingan itu, ia mengingatnya dengan jelas. Gadis itu kembali tertawa kencang, bahkan suara tawanya memenuhi ruangan kamar.
“Nona, saya permisi.” Lunax segera pergi.
Setelah Lunax benar-benar menghilang, Luzia bergegas mengenakan pakaian. Ia tersenyum sinis, menatap semua bagian kamar dan kembali tertawa saat mengingat kejadian-kejadian sebulan ini.
“Selamat tinggal, aku membencimu!” tegas Luzia yang berlalu pergi.
Mansion ini, saat ini, dan dengan pria bajingan itu. Dia akan mencatat jelas di pikirannya, ia juga sudah menanam benci di hatinya. Selamanya, dia tak akan pernah menemui pria itu. Selamanya walau mereka saling bertemu hanya ada kata permusuhan. Selamanya, antara dia atau Rysh akan ada yang mati!
“Aku akan membunuhmu!” tegas Luzia pelan, ia menuruni anak tangga dan bertemu tatap dengan Rebecca.
“Luzia, kita harus segera kembali.”
Luzia tak menyahut, ia hanya terus berjalan dan menghampiri Rebecca. Ia akan membalas sakit ini suatu hari nanti, ia akan membalasnya ribuan kali lipat.
“Kakak, mari kita pulang.”
TAMAT
,,,,,,,,,,,,,,,,,,