Sekali dayung, dua pulau terlampaui. Begitu bunyi peribahasa yang kuingat dari pelajaran ketika di SD pada masa lalu. Peribahasa itu sekarang menjadi kenyataan di dalam hidupku. Sejak aku berinvestasi di perkebunan singkong dengan areal yang lumayan luas, tidak hanya uang banyak yang kudapat, tetapi juga ke ria an sex aku peroleh.
Setiap akhir pekan aku berada di perkebunanku sambil mengawasi penanaman maupun panen. Sebetulnya mondar-mandir Jakarta ke perkebunan ini cukup melelahkan, karena letaknya cukup jauh. Namun karena aku menyenangi pertanian untuk mengisi kegiatan di hari tua sehingga tidak terasa berat, malah menyenangkan.
Berkebun jadi makin menyenangkan karena muncul berbagai macam wanita, yang menjadi hiburanku pada malam-malam sunyi. Di usia menjelang 50 tahun, aku normal, tidak tergolong maniak sex. Olah raga juga tidak pernah aku lakukan, kecuali jalan pagi yang hampir setiap hari aku habiskan sekitar 1 jam. Badan ku lumayan sehat, belum ada penyakit yang mengkhawatirkan, semua indikasi kesehatan menunjukkan tidak ada yang perlu dikhawatirkan, misalnya tidak diabetes, tidak darah tinggi, kolesterol normal, asam urat juga normal. Tinggi ku sekitar 170 berat 65.
Setiap aku general chek up tahunan, dokter selalu memuji bahwa kebugaranku prima, mereka malah menyebutkan kondisiku seperti 10 tahun lebih muda. Para dokter pasti kemudian menanyakan “Apa rahasianya ? Sebenarnya tidak ada rahasia. Aku hanya membatasi makan, dengan makanan yang sehat dan makan sebelum lapar, berhenti sebelum kenyang. Kalau kutaksir aku sudah mendapat asupan 2000 kalori, maka aku berhenti makan, hanya minum air putih saja sebanyak-banyaknya. Kebiasaan itu sudah cukup lama. Tidak ada rahasia seperti yang ingin diketahui dokter, karena semua orang pasti tahu. Aku hanya berusaha mengendalikan diri dan harus menang dalam perang dengan diri sendiri. Aku kira tidak ada yang belum tahu soal ini, tetapi yang menjalaninya mungkin hanya sedikit. Berkat sikap hidupku itu, tidak ada keinginanku yang tidak tercapai. Ini bukan menyombongkan diri, kan ada pepatah, “dimana ada kemauan di situ ada jalan”. Pepatah seperti ini kan tidak membatasi kemauan apa atau keinginan apa.
Terlalu panjang menyombongkan diri nggak enak juga ya, tapi ya begitulah keadaanku, Jadi aku ingin menegaskan bahwa aku bukan superman, aku orang yang normal seperti kabanyakan orang. Hasil tabungan, maupun hasil hobby main internet sambil trading, aku bisa mengumpulkan tabungan yang lumayan, sehingga bisa membangun villa serta mempunyai garapan dgn kerjasama dengan petani untuk lahan seluas sekitar 200 ha.
Baru 3 bulan rumah villaku rampung dibangun. Bentuknya memang eksotis dan sangat menyatu dengan alam perkebunan. Ini adalah vila ku, berada di dataran tinggi sehingga hawanya sejuk sepanjang hari, tetapi jika malam, bisa membuat menggigil. Letak villaku bukan di Puncak atau di daerah-daerah mahal, tetapi jauh di pedalaman, di daerah pertanian yang kalau ditempuh dari Jakarta bisa sampai 6-8 jam.
Aku berada di villaku setiap minggu hanya hari Sabtu dan Minggu. Meski begitu, semua peralatan rumah sudah lengkap, sampai kamar mandi dengan air panas.Aku menginap di atas awalnya selalu ditemani istriku. Maka dialah yang mengurus segala-galanya. Kadang-kadang anak ku ikut juga untuk refreshing katanya.
Namun kemudian istriku malas ikut ke kebun, karena sepi katanya. Maklum dia memang lahir dan besar di Jakarta, jadi tidak betah tinggal di alam yang sepi. Anakku pun sudah bosan ke kebun, dia lebih memilih nongkrong di mall dari pada jongkok di depan perapian di kebun sambil menunggu singkong bakarnya mateng.
Masalah mulai timbul, karena jika menginap, jadinya aku tidur sendirian dan tidak ada yang mengurus rumah ini. Salah seorang kepercayaanku di kebun ini menawarkan pembantu untuk memberesi rumahku. Aku pikir sih oke-oke saja. Apalagi katanya yang ditawarkan itu adalah saudara istrinya. Pak Sudin demikian aku mengenalnya, memang lahir dan besar di daerah ini.
Suatu siang ketika sedang istirahat siang, Pak Sudin memperkenalkan seorang gadis, yang ternyata janda. Abis kelihatannya masih muda, lumayan cakep, meski penampilan desanya masih kental. Dia menyalamiku dan menyebut namanya Imah.
Otak jahatku mengipas agar aku menerima saja gadis, eh janda itu untuk bekerja dirumah ku. Siapa tahu bisa memberi layanan plus, kan lumayan, jadi tambah betah. fantasiku.com Kuakui bahwa di usia senja ini vitalitasku untuk urusan selangkangan masih normal, hanya istriku yang lebih muda setahun dari ku setelah manupause, dia seperti kehilangan selera. Jadi sering menolak “ajakan” ku. Jadi terbayang gimana ya pria yang punya istri lebih tua, istrinya pasti lebih cepat kedaluwarsa dari dia.
Jadi otak jahatku ada ngarep dot com pada Imah. Sebaliknya otak baikku mencegah jangan sampai terjadi affair gila itu, karena risikonya lebih besar dari rasa nikmatnya. Betul juga sih. Apalagi sampai ketauan istri, tau pula Pak Sudin yang hormatnya kepadaku kadang berlebihan. Ah yang penting rumahku rapi dan terurus, itu sajalah targetnya, kata hatiku yang lurus.
Sampai 3 bulan Imah tinggal bersama ku, situasi aman-aman saja. Tetapi aku tidak berani berterus-terang menceritakan ke istriku bahwa aku sudah punya pembantu, si Imah aku fungsikan sebagai pesuruh kantor, jika ada istriku datang menginap. Jadi waktunya banyak dihabiskan di bawah. Tapi istriku sekarang sudah sama sekali ogah ke kebun, tapi duitnya demen. Dia pun ketika melihat Imah tidak curiga, lha wong dia bekerja melayani kebutuhan kerja pegawai di bawah, seolah-olah memberesi rumahku hanya kerja sambilan. Padahal sih sebaliknya.
Imah cukup rajin bekerja, sikapnya baik bisa menyesuaikan diri dengan semua orang, sangat menghormatiku, meski kadang-kadang aku menangkap pandangan matanya yang agak nakal kepadaku. Tapi aku pikir perempuan Jawa Barat memang suka begitu kalau memandang laki-laki, karena aku sering menangkap sorot mata seperti itu di banyak tempat di Jawa Barat. Mungkin juga itu bagian dari keramahan.
Semakin hari Imah semakin akrab denganku, meskipun dia memanggilku Bapak, tetapi tidak terlihat jarak antara majikan dan pekerja. Aku memang sengaja menciptakan suasana yang begitu, kan katanya sudah era demokratis. Berdiri sama tinggi, duduk sama rendah, tiarap beda posisi, begitu kan.Kami kalau makan satu meja, menonton TV duduk di sofa yang sama. Tinggal tidur yang belum satu kasur. Dua UR yang sudah, yaitu Satu Dapur, Satu Sumur, tapi belum Satu Kasur.
Sejujurnya aku sudah tidak tahan ingin menerkam si Imah, tapi gimana caranya, aku belum dapat. Aku tidak mau ada pemaksaan. Inginnya sih biarlah dia yang memulai baru aku menanggapi. Jadi aku selama ini bersikap biasa-biasa saja tidak berusaha memancing di air keruh. Bisa saja dia kuajak nonton video porno, sebab kalau sudah malam di atas tinggal kami berdua. Tapi rasanya taktik seperti itu, belum tentu cocok untuk wanita desa. Bisa-bisa dia malah malu dan kabur masuk kamarnya. Yah mungkin nanti akan tiba juga saatnya. Aku percaya pada pepatah Jawa “Tresno jalaran kulino”. Gak usah diterjemahkan lah, kalau gak tau ya skip aja.
Akhirnya tiba saatnya. Suatu malam Imah nyeletuk ketika kami sedang santai menonton TV. Jam di dinding baru menunjuk pukul 7 malam. Diluar gerimis dan sesekali ada petir dan kilat yang cahayanya membersit masuk .
“Pak mau saya pijat ?”
Aku agak terkejut mendengar tawaran itu, karena badanku memang lelah dan duduk di kursi dengan posisi bersandar agak rebah.
Selama ini aku segan bertindak yang mengarah ke arah “keliru” terhadap Imah, karena dia bekerja di sini sebagai pengurus rumah tangga Tentunya aku malu jika berusaha bertindak tidak senonoh ke Imah lalu dia melapor ke Pak Sudin.
Padahal Imah, merupakan sosok yang lumayan menarik. Usianya sekitar 24 tahun, janda tanpa anak, kulitnya putih seperti umumnya orang Jawa Barat badannya lumayan montok, tinggi lumayan tinggi untuk rata-rata perempuan di sini yakni sekitar 155 cm. Wajahnya ya lumayanlah, rambutnya agak panjang dan selalu digelung.
“Emang Imah bisa mijet,” tanyaku sambil bersikap biasa saja.
” Ya bisa lah atuh Pak,”
“Ya udah kamu beresi dulu kamar saya, saya mau mandi dulu rasanya badan agak lengket bekas berkeringat,” kataku, lalu bangkit ke kamar mandi.
Air hangat memancur dari shower. Tanpa air hangat, aku tidak kuat mandi di daerah ini karena hawa dingin di daerah dengan ketinggian sekitar 700 dpl. Selesai mandi, rasanya segar sekali. Aku hanya mengenakan celana dalam dan kaus oblong putih lalu mengenakan sarung. Itu memang pakaian tidurku jika aku berada di sini.
Selama mandi aku membayangkan kira-kira apa yang akan terjadi selama pemijatan, apakah aku akan mendapat layanan plus, bagaimana memulainya karena sesungguhnya aku sedang berhasrat, setelah sekian lama tidak dilayani istri. Dengan pikiran itu, kemaluanku jadi agak menegang. “Ah bagaimana nantilah, sebab risikonya juga besar,” batinku.
Aku keluar dari kamar mandi yang ada di kamarku. Ruangan kamar cahayanya sudah ditemaramkan. Aku memang memasang lampu yang remang selama aku tidur. Kasur ukuran 180 cm aku hampar di lantai papan, gaya rumah Jepang.Di situ sudah bersiap Imah sedang duduk bersimpuh . Dia mengenakan sarung juga dan bagian atasnya kelihatannya kaus lengan panjang. Aku tidak terlalu jelas melihat karena dari cahaya terang di luar masuk ke dalam yang remang-remang mataku belum menyesuaikan dengan penerangan yang minim.
“Gimana nih telentang atau telungkup,” tanyaku ke Imah.
“Sok terserah bapak, gimana enaknya,” jawabnya.
Aku kemudian memilih posisi telungkup, karena ingin punggungku dipijat dulu. Aku di Jakarta sering juga ke panti pijat, sehingga aku hafal ritual pijat dimulai dari mana berakhir dimana,.
Imah rupanya bukan alumni panti pijat di Jakarta, karena dia bukan memulai memijat dari kaki, tetapi memulai dari punggung. Pijatannya memang lumayan nikmat juga. Cengkeraman dan tekanan tangannya nikmat sesuai dengan tingkat yang kuinginkan. Dia rupanya sudah menyiapkan minyak urut yang dibuat dari minyak kelapa dicampur bawang merah. Baunya memang kurang enak, tapi orang desa jamak menggunakan minyak urut seperti ini.
Imah minta izin membuka kaus oblongku untuk mengoles minyak di punggungku. Aku setuju saja sambil menunggu aksi berikutnya.
Kuat betul si Imah sudah sekitar sejam dia masih berkutat di sekitar punggung dan tangan ku. Rasanya memang enak dan sepertinya badanku jadi ringan. Setelah punggung Imah beralih ke kaki. Mulanya sarungku dinaikkan sampai sebatas lutut. Dia menggarap kaki kiri dan kananku sebatas lutut. Untuk memijat bagian paha dia meminta aku melepas sarung. Aku setuju saja dan dia menarik sarungku ke bawah. Aku jadi tinggal mengenakan celana boxer saja yang pendek.
Penisku sudah menegang dari tadi. Jika dalam posisi tengkurap begini sih tidak ada masalah, tapi kalau nanti telentang dia bakal menonjol mendorong celana dalamku. photomemek.com Aku pasrah saja akan apa yang terjadi nanti, rasanya sih manusiawi seorang laki-laki akan terangsang jika berdua dengan perempuan apalagi dalam situasi memijat begini dan dalam ruangan remang-remang.
Aku sama sekali tidak menyiapkan skenario apa pun, kecuali mengikuti arus saja.
Imah memintaku berbalik posisi. Entah terlihat jelas atau tidak dalam cahaya remang begini. Ah aku abai saja. Aku rasa yang memang wajar, sebagai laki-laki kalau penisnya tegang karena berduaan dengan wanita. Apa lagi terus menerus di jamah tubuhnya,
Pahaku mulai dipijatnya. Mengurutannya entah disengaja atau memang prosedurnya begitu, tetapi jarinya sering menyentuh kantong zakarku. Awalnya aku diam tidak bereaksi, padahal sentuhan itu memberi kenikmatan dan rangsangan. Tapi lama-lama secara tidak sengaja aku mendesis setiap kali tersentuh kantong zakarku. Aku merasa dia tidak lagi memijat dengan tekanan, tetapi sudah berubah dengan gerakan mengelus dengan jalur urut yang berakhir menyentuh zakarku.
“Kenapa pak,” tanya Imah mendengar desisanku.
“Nikmat,” kataku singkat.
“Kalau mau lebih nikmat celananya dibuka, boleh pak,” tanyanya
“Boleh,” jawab ku singkat.
Tanpa ragu dia menarik celanaku sehingga penisku yang sudah mengeras dari tadi langsung tegak mengacung.
“Wah bapak sudah umur tapi masih sehat ya,” komentarnya melihat penisku.
Dia lalu menggenggam sambil membelai-belai kantong zakarku.
Birahiku serasa sudah diubun-ubun dan segala macam pertimbangan dan akal sehat sudah ditindas nafsu.
“Nggak adil nih saya dipijat sampai telanjang, tetapi yang mijat masih pakai baju lengkap,” kataku.
“Jadi bapak maunya gimana?” tanya Imah.
Aku lalu meminta dia membuka juga semua bajunya.
“Ah si Bapak mah, dingin atuh Pak,” katanya.
“Tapi kok keringetan,” ujarku.
Mungkin dia berhasrat pula sehingga dia bangkit lalu menaikkan sarungnya sehingga seperti mengenakan kemben. Dia berbalik lalu melepaskan kausnya, lalu kelihatannya melepas celana dalamnya. Mungkin tadi dia tidak mengenakan BH, karena tidak terlihat dia meloloskan BHnya.
Meski dengan cahaya remang-remang tapi saya bisa menangkap bayangan kedua buah teteknya yang cukup besar, pahanya yang gempal.
Imah lalu duduk bersimpuh diantara kedua kakiku dia menggenggam penisku diremas dan dikocoknya perlahan-lahan, aku merintih merasakan nikmatnya olahan tangannya. Tanpa aku minta dia merunduk lalu menciumi kantong zakarku, penisku diikuti dengan jilatan-jilatan. Kemudian penisku dilahapnya dan langsung dihisap sambil menaik turunkan mulutnya di sepanjang penisku. Aku sudah tidak mampu menahan desakan birahi sehingga tidak terlalu lama dihisap aku langsung menyemprotkan spermaku. Imah tetap bertahan selama aku melepas desakan spermaku, sampai akhirnya tuntas.
Semua spermaku dikumpulkan di dalam mulutnya lalu dimuntahkan ke handuk yang memang ada di situ. Aku terkulai nikmat. Imah lalu menarik selimut dan dia memelukku menyamping sehingga kami berada dalam satu selimut.
Tangannya memainkan kemaluanku yang sedang melemas. Sedangkan susunya yang lembut menghimpit lenganku sebelah kanan. Cuaca memang dingin, sehingga berpelukan di dalam selimut begini memang sangat hangat.
Dari percakapanku dengan Imah, terungkap bahwa dia memang sudah lama menginginkan suasana seperti ini denganku. Namun dia merasa segan untuk mengutarakannya. photomemek.com Ternyata tawaran memijat itu adalah bagian dari strateginya untuk mereguk kenikmatan bersamaku.
Aku juga mengungkapkan bahwa aku sebenarnya segan bertindak agak kurang ajar pada Imah, karena Imah dibawa oleh Pak Sudin, ” Pak Sudin mah kayaknya udah maklum,” kata Imah.
“Bapak dulu masih mudanya pasti ganteng ya Pak,” kata Imah sambil dengan nada manja.
“Kenapa begitu,” tanyaku.
“Masih kelihatan tuh bekas-bekasnya.” kata dia.
Dalam keadaan sudah mencapai orgasme dengan kesadaran yang baik aku tanyakan ke Imah, apa yang dia harapkan dengan intim bersamaku. ” Imah mah demen aja ama Bapak,” katanya.
Aku menegaskan bahwa aku tidak mungkin mengawininya, karena aku sudah mempunyai istri dan anak yang juga sudah besar-besar. Ku katakan jika hanya untuk mendapatkan kepuasan sex, aku tidak keberatan selanjutnya akrab dengan Imah, tetapi kalau mengharapkan lebih dari itu aku tidak bisa memenuhi.
Imah ternyata setuju bahwa hubunganku dengannya hanya “just for fun”.
Aku juga mengetahui bahwa di daerah sekitar perkebunanku ini masih kuat dengan ilmu-ilmu hitam yang mampu membuat orang mabuk kepayang. Hal ini juga aku tekankan pada Imah agar jangan sekali-kali bermain ilmu untuk mendapatkanku, karena aku juga akan membalasnya.
“Ih Bapak, pikirannya jelek aja,” katanya.
Sekitar sejam kami ngobrol sambil pelukan dan tangannya terus memainkan kontolku. Perlahan-lahan kontolku mulai bangun dan berisi. Mengetahui usahanya berhasil. Imah bangkit langsung menghisap penisku dan menjilati nya.
Penisku makin mengeras sampai cukup keras untuk menerobos celah memek, meski pun belum mencapai keras 100%. Imah lalu bangkit mungkin kerena bosan mengoral terus. Dia duduk mengangkang di atas ku sambil memegang penisku dia mengarahkannya memasuki lubang kenikmatannya. Perlahan-lahan penisku ambles seluruhnya ke dalam lubang kenikmatannya.
Uniknya sambil pantatnya melakukan gerakan memutar, tangannya memijat dada dan bahuku bagian depan. Pijatannya nikmat ulegannya juga sedap. Kadang-kadang dia melakukan gerakan naik turun, tetapi kadang-kadang melakukan gerakan maju mundur atau gerakan seperti mengayak. Penisku mendapat perlakukan itu jadi makin mengeras. Namun aku bisa mengontrol rasa nikmat sehingga bisa menunda datangnya puncak kenikmatan.
Baru pertama kali aku merasakan nikmat dientot sambil dipijat. Bukan hanya dada, tetapi dia juga memijat kepalaku dengan meremas-remas rambutku. Aku salut padanya karena dia bisa melakukan multi tasking. Permainan adu kelaminnya terjaga, juga pijatannya tidak kacau..
Susu Imah yang cukup besar terlihat bergoyang dan mengayun mengikuti gerakan badannya. Meskipun cahaya remang-remang tetapi aku cukup jelas menyaksikan gontaian sepasang buah dada yang masih lumayan sekal dan puting kecil serta lingkarannya yang juga masih kecil. Aku merasa lubang memek Imah meskipun basah oleh cairan birahinya tetapi tetap masih terasa menggigit.
Imah makin semangat mengayun dan suara desahannya juga makin keras. Aku khawatir sebenarnya suara itu terdengar keluar dan terdengar oleh kedua penjaga malam di bawah. Bukan apa-apa, aku merasa malu aja. Tiba-tiba Imah ambruk menindih tubuhku dengan nafas terengah-engah. Rupanya dia sudah mencapai orgasme. memeknya terasa menjepit-jepit dengan irama gelombang puncak kepuasan.
Sementara itu aku merasa masih jauh dari garis finish. Segera kubalikkan posisi sehingga aku berada di atas. Aku menggenjot dengan gerakan cepat. Namun aku tidak terlalu jauh menarik keluar penisku, tetapi hanya sedikit saja dan menghempas serta menekan dimana terdapat clitorisnya. Gerakan ini selain menghemat tenaga aku juga bisa memberi kenikmatan kepada Imah karena clitorisnya tergerus terus menerus dan di dalam G spotnya juga terus tergesek. Aku memang tidak terlalu mendapat kenikmatan dengan gaya seperti itu, tetapi Imah sudah mengigau dengan erangan yang menandakan setiap gerakanku memberi rasa nikmat padanya. Memang tidak lama kemudian dia mendapat O nya yang kedua. Kedua kakinya mencekam badanku sehingga tidak bisa bergerak. Penisku serasa dipijat dan disiram oleh cairan hangat. Imah terengah-engah seperti orang kecapaian habis lari marathon. Ternyata dia mengatakan baru kali ini merasakan kenikmatan ngentot yang katanya belum pernah dirasakan. badannya merasa lelah dan seluruh persediannya terasa lemas. Sementara aku belum mencapai finish. Aku kembali menggenjot setelah memberi kesempatan jeda Imah menikmati orgasmenya.
Aku mengubah cara bermainku dengan melakukan tarik-sorong yang panjang sehingga penisku juga merasa nikmat bergesekan dengan lubang kenikmatan Imah. Jika ini tidak kulakukan, bisa-bisa penisku layu di tengah jalan. Nikmat terasa di sekujur batang penisku, tetapi aku masih bisa menguasainya agar tidak merangsang sepenuhnya menuju ke ejakulasi.
Imah kembali berolah vokal khas orang ngentot. Mungkin suaranya itu sebagai representasi dari rasa nikmat di memeknya. Buktinya jika aku mengubah posisi yang tidak memberi kenikmatan Imah tidak bersuara. Tetapi ketika aku kembali pada posisi yang memberi kenikmatan penuh dia kembali ke nyanyiannya dengan nada berulang-ulang dan iramanya sesuai dengan gerakan di kedua kemaluan kami.
Imah tidak mampu membendung gelombang orgasmenya yang menerpanya lagi dia lalu memelukku erat sekali sehingga tubuhku tidak mampu bergerak. Aku hanya merasakan denyutan memeknya dan siraman hangat di sekitar batangku.
“Aduh ampun deh bapak kenapa kok kuat banget, saya nyerah deh udah gak kuat lagi,” katanya setelah dia siuman dari orgasmenya.
Karena sudah setengah jalan aku tidak perduli dengan ketidak-mampuan Imah, Dia terus kugenjot sampai dia dapat lagi orgasme mungkin kalau aku tidak lupa dia dapat dua kali lagi baru kemudian yang terakhir dia menyamaiku ketika semprotan spermaku kulepas dalam-dalam di dasar memeknya.
Aku tidak ragu mengumbar air mani ke dalam memeknya karena menurut Imah dia susah punya anak, sehingga karena itu pula dia dicerai oleh suaminya.
Badanku lemas sekali. Bukan hanya lemas karena ejakulasi, tetapi juga lemas karena bergerak terus hampir satu jam. Untung aku cukup bugar berkat setiap hari berkeliling kebun jalan kaki.
Aku tidak perduli dengan mani yang meleleh dan bekas keringat yang membasahi badan kami. Rasa lemas, kantuk yang luar biasa membuat aku dan Imah langsung tertidur.
Dia manja sekali tidur memelukku dalam selimut tebal untuk menahan hawa dingin. Sejak saat itu, jika aku menginap di kebun dia selalu memuaskanku. Aku pun jadi makin sering keladang. Jika dulu aku hanya sabtu-minggu berada di kebun, sekarang jadi lebih panjang yakni sejak jumat sampai senin, bahkan kadang-kadang Selasa baru balik ke Jakarta.
Selain untuk mereguk kenikmatan dengan Imah, urusan di kebun juga banyak yang membutuhkan keputusan dan perhatianku.
Aku sering kewalahan menghadapi nafsu Imah, karena dia selalu menggebu-gebu keinginan sexnya. Tidak ada rasa malu lagi, jika dia sedang ingin dia malah yang mengajakku. Meskipun aku kadang kurang bergairah, tetapi olahan Imah selalu berhasil membangkitkan nafsuku.
Mungkin karena kadar gairah yang tidak full, jadinya aku malah bisa main lama sekali. Apalagi sehari semalam minimal aku main dua ronde. Jadi lama-lama penisku jadi agak imum dengan gesekan-gesekan liang vagina.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,