Cerita dewasa: Nikmatnya vagina istri majikan membuat penisku muncrat

Author:

aku baru lulus dari sebuah Sekolah Menengah Kejuruan swasta di kotaku. Boleh dikata nilai ijazahku sangat memuaskan, tetapi terpaksa ijazahku harus kusimpan di lemari, karena kedua orangtuaku tidak mempunyai modal untuk membiayai aku kuliah. Kedua orangtuaku maunya aku cepat bekerja, supaya ketiga adikku kebagian sekolah sebab, ketiga adikku juga sekolah di sekolah swasta yang masih memerlukan banyak biaya.

Beruntung nasibku lagi baik. tante Manda, tetanggaku yang rumahnya beda tiga rumah dari rumahku menawarkan aku pekerjaan di sebuah toko kelontong milik temannya.

Tante Manda mengetahui aku lagi membutuhkan pekerjaan kemungkinan dari anaknya Willy yang sering bermain basket dengan aku.

Setelah kedua orangtuaku setuju, maka aku pun menerima tawaran Tante Manda.

Toko kelontong temannya Tante Manda letaknya di pasar induk. Aku harus berangkat pagi-pagi, jam 04:30 aku sudah harus berangkat ke pasar karena jam 05:00 toko sudah ramai dikunjungi oleh orang yang datang membeli. Tugasku adalah melayani pembeli.

Kami bertiga di toko. Aku dan seorang temanku, namanya Tono yang sudah hampir 2 tahun bekerja di toko itu, serta pemilik toko, yang aku panggil Koh Kanda, sedangkan Cik Lila, istri Koh Kanda datang sekitar jam 10:00. Biasanya Cik Lila datang ke toko dijemput oleh temanku Tono dengan sepeda motor.

Setelah satu minggu aku bekerja, ketika Koh Kanda tahu aku bisa mengendarai sepeda motor, ia meminjamkan aku sebuah sepeda motor. Tentu saja pekerjaanku tidak bertambah ringan setelah aku dipinjamkan sepeda motor oleh Koh Kanda. Aku disuruh oleh Koh Kanda untuk menjemput istrinya, Cik Lila menggantikan Mas Tono.

Mula-mula aku takut juga dengan Cik Lila melihat wajahnya yang judes dan galak itu. Tetapi setelah dua hari aku memboncengnya berangkat ke toko, ternyata Cik Lila bukan seperti yang aku bayangkan, judes dan galak. Cik Lila itu orangnya baik. Ia menawarkan aku makan nasi goreng dan roti. Ketika aku tidak mau makan, karena malu makan di rumah

majikan, Cik Lila membungkuskannya untuk aku, supaya aku bisa makan di toko.

Pernah Cik Lila melingkarkan tangannya di perutku sekitar 5 menit ketika roda sepeda motorku melindas polisi tidur. Gludukk… gludukk… gludukk… aku risih sekali dan canggung pada waktu itu. Sungguh tidak sengaja kalau pagi itu aku bisa merasakan payudara dari istri majikanku yang membentur punggungku.

Selang tiga hari kemudian, Ko Kanda mau keluar kota, mau tidak mau pagi-pagi Cik Lila harus berangkat ke toko menggantikan suaminya.

“Joki, besok jemput Cicik jam 4, ya? Kepagian nggak kamu?” kata Cik Lila.

“Nggak Cik, besok pagi jadi saya datang kesini jam 4 ya, Cik?” kataku.

“Iya, kalo kamu nggak kepagian…” jawab Cik Lila.

Kurang 10 menit jam 4 pagi, aku sudah menunggu Cik Lila di depan rumah dengan sepeda motorku. Tepat jam 4 pagi Cik Lila membuka pintu rumahnya ditemani oleh pembantunya Rasmi. Cik Lila memakai jaket berwarna biru dari bahan parasut dan membawa 2 buah tas.

Setelah berada di depan rumahnya, sebelum Cik Lila naik ke belakang sepeda motorku, kedua tasnya itu ia berikan padaku untuk kugantungkan di sepeda motor. Lalu ia naik ke sepeda motorku. Biasanya ia duduk dengan posisi menyamping, tapi pagi ini ia duduk dengan posisi mengangkang.

Aku perhitungkan kami sampai di toko jam 04:30. Tapi belum 5 menit aku dan Cik Lila berada di atas sepeda motor, tiba-tiba petir berbunyi plakk… plakk… duaarr… plakk… plakk… duaarrr… duaarrr…

Cik Lila langsung memeluk aku dengan erat dari belakang. Aku bisa merasakan kedua benda padat yang berada di dada Cik Lila itu mendesak-desak punggungku.

Tidak lama kemudian turun hujan yang sangat lebat. Aku dan Cik Lila sebenarnya ingin mencari tempat untuk berteduh, tetapi ternyata tidak ada tempat bagi kami, sehingga aku dan Cik Lila meneruskan perjalanan ke pasar dengan pakaian basah kuyup dan kedinginan.

Kami sampai di pasar tepat jam

04:30. “Pakaian Cicik basah semuanya sampai ke dalam-dalam, Joki!” kata Cik Lila di dalam toko.

Kami belum membuka pintu toko. Pasar juga masih sangat sepi karena hujan lebat begini. Tono pasti juga datang terlambat.

“Kamu mau ganti pakaian, nggak?” tanya Cik Lila.

“Kalau ada sih boleh, Cik. Pakaianku juga basah semua.” jawabku kedinginan, karena aku pakai jaket dari jeans juga basah semua.

Entah dari mana Cik Lila mendapatkan pakaian untukku. Ia memberikan aku selembar celana pendek, selembar celana dalam yang masih dibungkus dalam kantong plastik dan selembar kaos oblong. Aku segera membawa pakaian itu ke kamar mandi.

Sewaktu aku melepaskan pakaianku hanya tinggal celana dalam saja, Cik Lila mengetuk pintu kamar mandi. Betapa kagetnya aku sewaktu aku membuka pintu kamar mandi, Cik Lila langsung masuk ke dalam kamar mandi membawa pakaiannya yang akan ditukar.

Aku lebih kaget lagi setelah Cik Lila menggantungkan pakaiannya yang akan ditukar itu di belakang pintu kamar mandi, ia melepaskan pakaiannya yang basah, berupa kaos oblong dan celana jeans tiga perempat.

Aku semakin bertambah kaget sehingga aku tidak bisa melepaskan celana dalamku yang basah ketika kulihat Cik Lila melepaskan BH dan celana dalamnya.

Cik Lila kemudian memakai BH dan celana dalamnya yang kering dengan santai saja, tidak tahu aku kaget setengah mati meskipun aku tidak melihat bagian depan tubuhnya.

“Mana pakaianmu yang basah?” tanya Cik Lila setelah ia memakai pakaian. “Tunggu apalagi, lepaskan celana dalammu itu biar Cicik bisa cuci sekalian, mudah-mudahan sore bisa kering.” katanya.

Cik Lila menunggu aku di kamar mandi. Bagaimana jadinya? Terpaksa aku melepaskan celana dalamku di depan Cik Lila. Cik Lila tidak melihat penisku, atau pura-pura tidak mau melihat, aku tidak tahu.

Cik Lila segera mengumpulkan pakaianku yang basah, lalu dibawanya keluar dari kamar mandi. namun begitu tubuh Cik Lila yang telanjang dan tadi sempat kulihat itu, tidak bisa begitu saja

kulupakan.

Tubuh Cik Lila putih dan pantatnya montok. Cik Lila mempunyai 2 orang anak. Satu berumur 12 tahun, satu berumur 10 tahun. Keduanya laki-laki. Aku perkirakan umur Cik Lila sekitar 35 tahun. Tinggi badannya sekitar 165 sentimeter. Kurus tidak, gemuk juga tidak. Matanya sipit, hidungnya kecil mancung dan pipinya banyak bintik-bintik hitamnya.

Menurutku Cik Lila itu cantik. Payudaranya tidak besar, tapi proporsional dengan tubuhnya.

Hujan belum berhenti. Cik Lila mengajak aku sarapan. Sarapan sudah disiapkan Cik Lila dari rumah. Cik Lila tidak hanya menyiapkan sarapan, tapi juga menyiapkan segelas kopi untukku.

Sembari makan, Cik Lila bertanya padaku, “Joki, tadi di kamar mandi Cicik membuka pakaian, Cicik melihat muka kamu pucat banget. Kamu belum pernah melihat wanita telanjang, ya?”

“Yang asli seperti Cicik tadi, belum pernah sih Cik, hee.. hee.. tapi kalau foto atau film-film… pernah beberapa kali…” jawabku jujur, dan tentu saja dengan jantung berdebar-debar.

Kenapa pertanyaan itu ditanyakan padaku?

“Kamu jawab yang jujur pada Cicik, ya? Kamu suka nggak melihat wanita telanjang?” tanya Cik Lila.

“Apa Cicik mau telanjang untuk aku?”

Astagaaaa…, kenapa aku bertanya begitu pada Cik Lila? Betapa kurang ajarnya aku dengan istri majikanku ini. “Maaf Cik, maaf…!” kataku. “Aku salah sebut!”

Cik Lila menjulurkan tangannya mengelus pipiku dengan tersenyum. “Cicik akan telanjang untuk kamu!” katanya bangun dari tempat duduknya meninggalkan piringnya yang sudah kosong di atas meja.
Cik Lila menaikkan kaosnya di depan aku.

Astagaaaa…, payudaranya telanjang! Tadi di kamar mandi aku melihat ia memakai BH, kapan ia melepaskan BH-nya?

Mataku terpesona melihat payudara Cik Lila yang tidak begitu besar itu. Mulus dan putih, sedangkan di atasnya bertengger sebuah puting kecil berwarna coklat tua.

Entah datangnya dari mana keberanianku kalau tiba-tiba aku berani menjulurkan tanganku ke payudara Cik Lila yang sudah telanjang itu. Cik Lila tidak marah, malah ia menyuruh aku menghisap payudaranya. Sewaktu aku

menghisap payudara Cik Lila, rasanya begitu nikmaaa..aattt…

Cik Lila melepaskan kaosku, celana pendekku dan celana dalamku hingga tubuhku telanjang dan Cik Lila juga melepaskan celana pendeknya. Cik Lila berjongkok mencium penisku.

Oo… ampun, penisku dicium oleh istri majikanku.

Cik Lila tidak hanya mencium penisku, ia juga memasukkan penisku ke dalam mulutnya.

Oo.. oo… sungguh luar biasa nikmatnya.

Aku sangka menghisap penis itu hanya akal-akalan pembuat film porno yang pernah kutonton, ternyata sekarang bisa kurasakan saat penisku dihisap oleh Cik Lila.

Penisku menjadi keras dan tegang sekali. Lalu Cik Lila menyuruh aku duduk di bangku.

Setelah aku duduk di bangku, Cik Lila memasukkan selangkangannya ke pahaku. Selangkangan Cik Lila tidak berambut, mungkin dicukur. Kemudian Cik Lila menekan penisku ke vaginanya.

Terasa sekali ketika penisku masuk ke dalam lubang vagina Cik Lila. Sleepp… blessss… ooo… penisku masuk semua ke dalam vagina istri majikanku itu.

Mimpikah aku?

Jika aku bermimpi aku tidak bisa merasakan kenikmatannya saat Cik Lila menaik-turunkan tubuhnya di pangkal pahaku dan penisku tidak terasa masuk-keluar di vaginanya yang licin dan basah.

Aku tidak bermimpi. Aku merasakan semuanya bagaimana vagina Cik Lila menggesek-gesek penisku ketika ia menaik-turunkan pantatnya.

Tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang terdesak ingin keluar dari penisku.

“Cikk… Cikk… Cikk… airmaniku sudah mau keluar!” kataku.

Cik Lila tidak mengeluarkan penisku dari vaginanya, malahan vaginanya ditekannya kuat-kuat ke penisku, sehingga akhirnya… crrooott… crroott… crrooott…. airmaniku menembak di dalam vagina Cik Lila.

Nikmatnyaaaaaaaaaa…. luar biasa!

Jadi, tidak hanya pagi itu Cik Lila mengajak aku bersetubuh di tokonya sebelum toko dibuka, tetapi setiap pagi selama Koh Kanda keluar kota selama seminggu.

Untuk menutup mulut aku supaya aku tidak cerita-cerita di luar, Cik Lila memberikan aku uang

Beruntung Mama tidak curiga dari mana aku mendapatkan uang membelikan pakaian bagus padanya dan pada adikku.

Terus terang, uang itu tidak berani kupakai menyekolahkan adikku.