ABG Kost yang Nakal

Author:

Astaga! dia mengintipku! Saat aku baru melepas handuk sehabis mandi. Ya anak itu memang mengintipku! Aku tahu persis dari kelebatan baju seragamnya dari balik kaca nako kamar kostku. Terlihat jelas itu memang dia! Firman! anak abg sebelah kamar kostku yang baru kelas 2 SMP! Aku hanyalah seorang wanita yang telah bercerai, umurku pun sudah menginjak 35 tahun. Tapi mengapa anak abg itu nekad mengintipku? Apakah aku harus marah? Ah tidak, aku bingung sekali karena aku tak merasakan kemarahan dalam diriku, sama sekali tidak. Aku justru bingung dengan diriku, ada apa ini? Entah kenapa aku justru merasa senang ada anak abg mengintipku ketika aku sedang dalam keadaan polos tanpa selembar benang pun! Entah kenapa aku justru merasa tersanjung.

Duhh memalukan sekali, kenapa kewanitaanku tiba-tiba terasa geli dan lembab memikirkan kejadian barusan. Ada apa dengan diriku? Tiba-tiba aku merasakan kegatalan yang menyeruak, yang terasa nikmat setelah 2 tahun perceraianku. Ini adalah rasa yang pertama kali kualami setelah selama 2 tahun aku tak pernah lagi “bersentuhan” dengan lelaki. Rasa nikmat itu seperti mengalir kuat tiba-tiba, berawal dari puting buah dadaku yang mengejang lalu merambat ke sela-sela pahaku. Aku merasa enak sekali, ingin sekali rasanya kuselesaikan saat itu juga. Tapi.. tidak! Itu sesuatu yang tabu bagiku, lagipula aku harus segera berangkat kerja, aku bisa terlambat dan kena potong gaji jika telat ngantor. Segera kupakai bajuku, sebuah seragam berupa gaun terusan panjang biru muda dengan sabuk kecil warna coklat yang melingkar di atas pinggangku. Oh Tuhan! pagi yang indah ini aku merasa manis sekali, walaupun hatiku masih berdebar kencang akibat peristiwa “pengintipan”
barusan. Ow. Dia sedang berdiri dengan seragam khasnya putih-biru. Tubuhnya tampak kurus, dan makin terlihat kurus setelah kulihat kakinya kering dan kecil. Innocence! keluhku. Sungguh anak abg ini seperti sosok yang tak berdosa dan terlalu muda untuk tahu soal-soal orang dewasa. Tapi siapa sangka, barusan ia kepergok mengintip ke dalam kamarku, memergoki ketelanjanganku entah
untuk yang ke berapa kali. Yang aku tahu ya cuma tadi pagi itu. Aku melangkah mendekat ke arahnya. Canggung sekali rasanya ketika mendekati pelaku “kriminal” cilik ini. Aku belum memiliki keberanian untuk menginterogasinya, aku masih malu! Firman, usianya kutaksir sekitar 15 tahun. Ia tampak tenang banget ketika aku akan mendekat padanya. Dan tak kuduga sama sekali ia menyapaku dengan “ramah” banget,
“Pagi Tante cantik…mau berangkat kerja ya?”
“Sial!” aku menggerutu dalam hati.
Nyantai banget anak ini, apa memang dia gak merasa kupergoki ya? Akhirnya kupaksakan menyambut ke-“ramah”-annya dengan sewajar mungkin,
“Pagi juga Fir. Kok belum ke sekolah?”
“Bentar lagi Tan, lagi nunggu temen mau njemput neh,” jawabnya tenang sambil matanya menatapku lekat-lekat.
“Eh beraninya anak ini?” pikirku, apa dia gak tahu ya kalau aku sudah mergokin perbuatan nakalnya barusan?
Aku tak bisa melamun lama-lama karena mobil antar-jemputku pasti sudah menungguku di ujung gang.

“Iya deh, aku berangkat dulu’” kataku sekenanya.
“Silakan Tanteku yang cantik’” tukasnya tanpa ekspresi malu atau berdosa. Justru aku yang sekarang
jadi salah tingkah karena pagi-pagi sudah dapet sanjungan dari cowok abg usil.
“Iya

Fir, thanks ya..dadahh!” Lagi-lagi aku kebingungan sendiri..
“Thanks untuk apa Tan??” tanyanya sambil mencegat langkahku.
Uh sebel banget aku dibuat kikuk seperti ini, bagaimana bisa anak abg ini membuat wanita dewasa
sepertiku mati kutu? Aku mendekatinya sekali lagi dan segera kucubit gemas pipinya..
“Huhh kamu ini, udah sekolah sana!” kataku agak sewot.
Tapi dengan cekatan tanganku ditelikungnya sehingga dia balik memelukku
“Hehehehe..jangan marah dong Tanteku nan cantik..”
Aku sungguh merasa aneh, aku tak bisa marah dengan kenakalan anak ini dan herannya baru sekali itu aku merasa akrab dengan seseorang walaupun itu hanya seorang anak abg. Tapi cengkerama singkat pagi itu seakan memberiku semangat baru. Aku menjewer telinganya, dan dia balik menggelitik pinggangku. Lalu pada saat yang tak kuduga dia memelukku erat sehingga kepalanya menempel kuat pada dadaku. Mendadak hatiku gemuruh..ahh tidak. Dia bahkan lebih pantas jadi
anakku. Kami berdua jadi saling goda dan tertawa. Aku berusaha keras untuk bercanda sewajarnya, layaknya seorang ibu kepada anaknya, atau kakak kepada adiknya, atau tante kepada ponakannya. Adegan itu tentu saja menjadi perhatian penghuni kos-kosan yang lain yang segera tersenyum-senyum melihat gurauan kami. photomemek.com Semoga saja mereka tidak berpikir yang tidak-tidak tentang kami yang berselisih usia jauh sekali. Tetapi ternyata justru aku yang terjebak untuk berpikir tidak-tidak. Karena..aduhh, tadi entah sengaja atau tidak dia Firman sempat meremas pantatku. Tiba-tiba kulitku
meremang dan aku merasa geli sendiri. Apalagi kalau kuingat tadi kepalanya sempat menempel lama pada dadaku, dadaku serasa mengembang penuh seakan menyesak pada kain penutupnya. Siang itu sampai sore hari, aku terus teringat gurauan-gurauan Firman yang seakan membangunkanku dari tidur yang panjang. Aku telah bercerai sejak 2 tahun lalu, rasanya sungguh menyakitkan sehingga kuputuskan untuk merantau ke Jakarta demi menghapus kenangan yang menyedihkanku. Pasca perceraian aku selalu menutup diri dari pergaulan yang serius dengan lawan jenis. Aku mengisi hari demi hari dengan kesibukan bekerja, senam, memasak, dan merawat diriku. Siapa tahu kelak aku akan ketemu jodoh yang lebih baik dari mantan suamiku, karena bagaimanapun aku harus punya pasangan kelak, punya keluarga, punya anak, dst. Jadi aku tak boleh terpuruk pada kesedihan yang menyiksa. Tapi…apakah aku ini masih cukup cantik dan menarik sehingga Firman yang masih ingusan itu nekad mengintipku dan menggodaku?? Ahh aku tak tahu pasti. Tiba-tiba saja
pertanyaan-pertanyaan aneh ini berkelebatan terus dibenakku. Ahh narsisnya aku. Siapa tahu dia tadi cuma iseng saja? atau mungkin dia tak sengaja? Terus apa maksudnya dia tadi meremas pantatku? Apa maksudnya dia tadi menempelkan kepalanya pada dadaku? Aku berusaha melupakan pikiran-pikiran konyol ini dengan fokus pada kerjaan. Tapi anehnya aku malah gak bisa konsen. Bingung! aku jadi makin lekat pada sapaan Firman yang menggodaku dengan sebutan “Tante Cantik”.
Sejujurnya, apakah dia cuma iseng atau sekedar membual tetap saja membuatku tersanjung. Sehingga aku jadi bertanya-tanya,
“benarkah aku masih cantik dan menarik?”

Sepulang kerja, berbagai perasaan dan pikiran yang aneh terus berkelindan di benakku. Sampai-sampai di dalam kamar mandi, dengan telanjang bulat aku mematut-matut tubuhku di depan cermin, benarkah aku masih menarik. Ahh..belum ada kerutan, kuraba payudaraku

juga masih terasa kencang dan berisi, perutku juga tak berlemak, lenganku masih singset, wajahku?? Ahhh aku tak tahu. Aku jadi merinding jika mengingat dia mengintipku. Tiba-tiba aku merasa ingin pembuktian. Aku harus membuktikan diri apakah aku ini masih menarik atau tidak? tak peduli jika itu harus kuujicobakan kepada anak abg seperti Firman. Apa boleh buat. Ini adalah pilihan yang paling kecil resikonya ketimbang jika aku membuktikannya pada lelaki yang sudah dewasa, bisa-bisa aku jatuh pamor nanti hihihihi. Kebetulan aku sedikit tahu kebiasaan Firman kalau malam hari. Dia biasa duduk-duduk sendiri sambil baca-baca koran di tangga loteng untuk menjemur pakaian. Apakah kira-kira dia masih dengan kebiasannya itu? Kusibak tirai jendelaku dan aku mengintip keluar. Uhh benar sekali, dia masih di sana, seperti sedang melamunkan sesuatu. Tapi aku bingung, aku harus bagaimana sekarang? Bagaimana aku harus memulainya agar rencanaku berjalan lancar. cerpensex.com Ahai, aku masih punya beberapa jemuran yang masih basah yang biasanya kujemur pagi-pagi sekali. Tapiii…aku harus bagaimana? Dadaku gemuruh memikirkan rencana dan sensasi-sensasi aneh yang mulai mencengkeramku. Aku jadi ingin tampil menarik di hadapan anak ingusan itu saat ini. Segera
kupilih daster terusan pendek yang kupikir cukup sexy, karena agak ketat, berbahan tipis dan menerawang kalau kena sinar lampu. Aku ingin banget melihat reaksi Firman nanti. Adeehh..tiba-tiba saja aku merasa geli lagi pada selangkanganku, geli-geli dan gatal seperti ingin disentuh. Tiba-tiba aku merasa membersitkan cairan..duhh kenapa kok aku tiba-tiba basah ya..?? Aku ragu apakah rencana ini harus kuteruskan? apakah aku tidak terkesan murahan? Tapi hasratku makin menggebu-gebu, rasanya keingintahuanku sudah tak bisa kutahan lagi. Toh aku tidak ngapa-ngapain, aku kan cuma pengen tahu reaksi anak abg itu? Ahh..lagi-lagi berusaha mencari-cari alibi untuk pembenaran
rencanaku. Yahh. Mau tak mau kubulatkan saja tekadku. Sekarang! atau tidak sama sekali! Kakiku goyah saat kulangkahkan menuju tangga jemuran. Semakin mendekat ke arah Firman dadaku makin gemuruh, semoga tak ada penghuni kos-kosan lain yang tahu keadaanku saat itu, seorang wanita, janda pula! dengan busana yang mungkin hanya cocok untuk dipakai di dalam kamar tidur! Untungnya dia tak mengetahui kehadiranku. Tapi ketika sudah dekat, tiba-tiba dia menoleh ke arahku. Tak kuduga senyumnya terkembang lebar, tampaknya sumringah sekali. Tapi saat aku sudah dekat sekali, senyumnya berubah jadi melongo tatkala diriku sudah demikian jelas dalam pandangan matanya. Matanya memandang lekat tubuhku, terutama bagian dadaku. Aku terhenyak sekaligus
merasa tersanjung luar biasa.
“Hai Fir! kok melongo? minggir dikit gih! Tante mau njemur ni..” sapaku memecah kesunyian..
Lalu kudengar sahutannya dengan nada seperti gemetar..”Iiiiya Tan..silakan..” mulutnya makin
melongo ketika aku menapaki tangga pertama.
“Hei!! kok melongo sih?” hardikku penuh tanya.
“Aaa..si..si..silakan Tan..,” sahutnya dengan suara yang masih gemetar.
Aku melangkah terus hingga sejajar dengannya.
“Kok kamu gemetar sihh..sakit yaa??” tanyaku sedikit kecewa.
“Ee..enggak Tan..aku..aku..kaget..kukira Tante bidadari dari mana..” jawabnya.

Kulihat kepolosan dan kejujuran di matanya. Gubraak! Aduh anak ini! Dia bercanda atau serius sih? Aku jadi salah tingkah karena terus-terusan dipuji.
“Uhh kamu ini, kecil-kecil udah pinter nggombal!” Aku menanggapi ucapan Firman dengan perasaan
yang campur aduk.

“Ehh..benerr Tan..suerr..tante bak bidadari turun dari kahyangan..dan aku ingin jadi Jaka Tarubnya
hehehehh..”
Deg! Jadi?? Bukankah Jaka Tarub itu juga suka ngintip?
“Jadi kamu juga demen ngintip kayak Jaka Tarub dong?” Aku langsung mencoba menohok
dia.
“Ya tergantung Tan..” jawabnya lugas, tak ada keraguan di wajahnya.

“Tergantung gimana??” aku jadi penasaran dan mengurungkan langkahku untuk menjemur pakaian.
“Tergantung orangnya Tan…kalau orangnya cantik seperti Tante ya emang pantas diintip,” jawabnya terus terang.
Hah? beraninya anak ini ngomong seperti itu. Tapi anehnya aku tak bisa marah atau jengkel, sebaliknya perasaanku malah jadi berbunga-bunga..
“Weew Tante kok pipinya jadi merah sii? suka yaa??” tanyanya tiba-tiba, matanya serasa langsung
menusuk mataku.
“Duhh beraninya anak ini. Siapa yang ngajarin kurang ajar seperti itu” pikirku?
“Huh suka apaan?” sahutku agak gemetar.
“Suka diintipin..hehehehehhh..” jawabnya
Terus terang. hatiku langsung berdegup kencang, lebih kencang dari sebelumnya. Posisiku masih sejajar dengannya, berdiri saling berdekatan di tangga yang sempit itu.
“Ja..jadii..kamu suka mengintip ya?” tanyaku memastikan.
“Kan aku sudah bilang Tan. Tergantung siapa dulu orangnya,” jawabnya lagi sambil senyum-senyum menatap mataku.
Aduh anak ini, berani banget dia ngomong yang menjurus-menjurus seperti itu. Dan matanya itu, tak henti menjelajah tubuhku bahkan menatap mataku secara langsung. fantasiku.com Anehnya aku justru menjadi kikuk dilihatin seperti itu. Malah aku sekarang tertunduk tak berani beradu pandang dengannya. Ya ampuuunn…semua ucapannya itu jelas ditujukan langsung kepadaku. Anehnya, diperlakukan seperti itu aku mulai merasakan sensasi yang aneh, kulitku jadi merinding, pucuk-pucuk dadaku serasa menegang, dan sela-sela pahaku jadi terasa geli-geli. Malu sekali rasanya dikerjain anak ingusan ini. Aku merasa tidak kuat lagi berdekatan dengannya dan mendengar ucapan-ucapan yang menjurus mesum seperti itu. Akhirnya kuputuskan untuk meninggalkan Firman, aku harus tak peduli dengan semuanya itu, atau pura-pura tak peduli. Aku melangkah gamang, satu persatu tangga kunaiki dengan goyah. Celakanya pada anak tangga terakhir angin nakal bertiup kencang menyibak gaunku dari bawah..wussshh..cepat sekali. Tak sempat kutahan pakaian bawahku agar tak berkibar-kibar,
tapi aku kerepotan sendiri karena tanganku sedang membopong seember jemuran.

Aku berharap Firman tak mengetahui kejadian itu, bisa malu aku dibuatnya. Tapi dugaanku salah besar. Di bawah Firman malah sedang berjongkok melihat adegan bajuku disibak angin, wajahnya tersenyum-senyum penuh arti tanpa rasa malu sedikitpun. Aku lekas-lekas naik lagi menuju loteng agar penderitaanku segera berakhir. Tapi anehnya angin nakal itu seakan mengejarku. Bahkan ketika sampai di loteng pun pakaian bawahku masih tersingkap-singkap. Aduhhh..si Firman malah jadi kegirangan, senyumnya…ya ampuun itu bukan senyuman anak belia. Itu seringai serigala..
“Tannn!!,” Firman setengah berteriak memanggilku dari anak tangga, “aku gak perlu ngintip
kok Tan…sudah keliatan tuhh! …Pink!” serunya.
Duhh malunya aku, pipiku rasa terbakar api. jantungku berdetak kencang. Anak itu jadi tahu dehh warna dalemanku, tapi berani sekali dia menggodaku seperti itu. Kurang ajar sekali dia!! Untuk beberapa saat aku ingin marah kepadanya. Tapi segera urung karena aku merasa aneh dengan tubuhku. Kulitku tiba-tiba terasa sensitif sekali. Pori-poriku meremang. Dan aku merasakan kegelian yang berkumpul enak sekali pada sela-sela pahaku. Ahh…aku merasakan

basah di celana dalamku! Kenapa bisa begini?? Mengapa setelah kejadian memalukan ini aku malah menjadi begini? Entah mendapatkan keberanian darimana, mendadak terbersit keinginan agar Firman dapat melihat lebih jelas lagi bagian tubuhku yang mungkin jarang ia lihat. Aku tak berusaha membetulkan busanaku yang masih tersingkap, aku malah berpura-pura sibuk menjemur pakaianku yang cuma empat potong saja. Aku sendiri menjadi heran dengan diriku. Seolah ada kekuatan yang memaksaku untuk memamerkan tubuhku di hadapan Firman. Seperti ada kekuatan yang menahanku agar tak cepat-cepat selesai menjemur pakaian. Aku menginginkan dia melihatku lebih jelas lagi, aku ingin dia mengintipku atau apapun! Aku ingin mendengar komentarnya mengenai tubuhku. Wusshh..angin nakal bertiup lagi. Menyingkap lebih ke atas dasterku. Tapi aku tak lagi berusaha menahannya. Aku membiarkan saja angin nakal itu. Dan saat aku menoleh ke bawah ke arah Firman dari atas loteng, Ia benar-benar melongo, matanya seakan melotot ke arahku tak berkedip sekejap pun! Hatiku pun berdegup makin kencang. Seluruh pori-pori di tubuhku terasa makin melebar dan mengembang, tubuhku terasa makin sensitif. Aku mulai menikmati adegan eksiku di depan anak belia ini. Tak bisa kupungkiri lagi aku merasa senang dengan perbuatanku ini. Ya aku merasa senang karena aku mulai merasakan kenikmatan tersendiri yang susah kuungkapkan dengan kata-kata. Aku bahkan mulai terlanda sensasi-sensasi aneh yang membuat bagian-bagian genitalku meremang geli, dan bagian paling genitalku pun membasah. Ughh kenapa bisa begini?? aku merintih tertahan. Rasa-rasa yang aneh itu terus menderaku hingga kurasakan sela-sela pahaku tidak sekedar lembap, melainkan sudah benar-benar basah dan becek. Bagaimanapun untuk hal yang satu ini orang lain tak boleh tahu, apalagi anak belia yang sedang menontonku saat ini. Segera kutangkupkan gaunku agar tak tersingkap lagi dan kutoleh anak itu. Hmmm…kemana dia? Firman sudah tak ada lagi di bawah loteng. Kemana perginya anak ingusan itu? Hhhh…entah kenapa aku merasa kecewa begitu tahu Firman sudah tak lagi menontonku, hatiku terasa hampa.

Tapi..aku terkejut sekali mendengar suaranya memecah lamunanku.
“Tante, tante cantik sekali,” suara Firman bergetar tepat di belakangku, jaraknya terasa sangat dekat sekali.
Begitu kutolehkan kepala, astaga! benar sekali dia telah berada di belakangku, entah sejak kapan? Mungkin karena aku tadi terlalu “sibuk” membanggakan diri sampai-sampai aku tidak menyadari kalau Firman tahu-tahu telah beberapa centimeter di belakangku.
“Ah bisa saja kamu Fir.”
“Aku ngomong apa adanya Tan. Tante memang cantik.”
Kurasa ia berkata dengan sungguh-sungguh, matanya menatap tajam ke mataku tanpa ragu. Tiba-tiba dengan berani ia merapat kepadaku, kudengar suaranya bergetar lirih,
“Tan, aku boleh minta sesuatu?”
“Aapa sih Fir?” cemas rasaku menunggu pertanyaan Firman.
“Aku minta cium, Tan.’ katanya lugas.
Aku sungguh-sungguh terkejut dengan permintaan Firman yang tanpa tedeng aling-aling itu. Aku tak tahu harus bagaimana, karena ada perasaan iba juga jika aku tak mengabulkan permintaannya, tapi mengabulkan juga salah. Aku sama sekali tak menyangka keadaan akan berlanjut seperti ini.
“Kenapa Firman minta seperti itu?” tanyaku ragu-ragu sambil kuberanikan menatap matanya langsung. Tapi ternyata aku tak kuat berlama-lama beradu pandang dengannya.
“Karena Tante Sari cantik. Aku sayang Tante sejak awal ketemu dulu.” jawabnya lugas.

/> Mendengar jawabannya aku benar-benar terkejut. Tak
kusangka ternyata ia benar-benar mengagumiku. Pipiku terasa
hangat. Agar tidak mengecewakan hatinya aku mencoba menawar,
“Hmm iya deh. Tapi kamu merem ya?”
“Engga mau Tan, aku pengen seperti yang di filem-filem itu. Tante aja yang merem.” balasnya lagi tak kalah cerdik.
“Iya deh kali ini tante penuhi permintaanmu. Tapi cukup sun pipi saja, gak boleh lebih atau enggak sama sekali,” jawabku tegas.
Firman terlihat ragu sejenak, tanganku tiba-tiba dipegangnya erat-erat seakan takut kalau aku lepas darinya.
“Iya deh Tan,” jawabnya masygul.
Perlahan-lahan kakinya berjinjit, lalu tangannya memelukku erat. Saat wajahnya mendekat ke pipiku, entah kenapa tanpa kusadari mataku terpejam, seperti menanti ciuman seorang pacar. Aduhh, mendadak nafasku tersengal ketika kurasakan tangannya turun ke arah pantatku, menekannya di situ kuat sekali sehingga berdempetan dengan tubuhnya. Akhirnya kurasakan nafasnya yang panas menderu di pipiku, semakin dekat. Entah bagaimana tubuhku tiba-tiba terasa geli semua,
bulu kudukku merinding. Dan ketika bibirnya menempel pada pipiku aku gemetar tiba-tiba.

“Ini, ini bukan sun pipi” batinku.
Ini…ini seperti endusan hewan liar yang hendak melumatkanku. Ia, ia tak sekedar menyentuhkan bibirnya ke pipiku, tetapi mengendus-endusnya, memoles-moleskannya, mengusap-usap pipiku dengan bibirnya. Lalu entah bagaimana mulanya tiba-tiba bibirnya telah memagut bibirku, lidahnya cepat sekali menyelusup ke dalam bibirku yang terperangah dan menyentuh lidahku. Aduhh..panas sekali lidahnya. Tiba-tiba segenap tubuhku serasa lemas, jiwaku rasa melayang larut ke dalam belitan lidahnya yang menyentil-nyentil langit-langit mulutku. Ahhh..sudah lama sekali aku tak merasakan yang seperti ini. Kusadari ini salah. Ini tak boleh. Tapi anak abg ini?? Mengapa ia begitu pintar membenamkanku ke dalam sensasi yang menggelitik seluruh pembuluh syarafku. Ohhh, Tuhann..tidak…ia meremas pantatku, lembut sekali. Ia meremas pantatku dan merapatkanku kepada tubuhnya. Terasa selangkanganku mulai geli dibuatnya. Ohhh tak boleh ini…bibirnya merangsek leherku, menjilatnya rakus. Eghh ia menyedoti leherku..bagaimana ini…geli sekali rasanya. Aduhhh…pantatku terus diremas-remasnya dengan gemas…geli-geli terasa mulai menjalar ke selangkanganku. Ia…ia…ahhh..kenapa ini?? rahimku mulai berkedut-kedut. Kurasa…kurasa…cairanku mulai memancut-mancut mengairi relung-relung kewanitaanku. Tuhann..gelinya..ahhh..anak ini….anak ini…
“Firrr..stopp please…sudah..sudah,” aku meminta dengan memelas kepada Firman agar ia berhenti
mencumbuku. Aku..aku…tak mau terus lagi…aku..aku sudah hampir menggapai puncak ketika anak ini terus menerus mencecar leherku, kudukku, bibirku..kakiku terasa lemas sekali dan hampir tak mampu menopang tubuhku. Tapi Firman tak mendengar permohonanku. Ia terus saja menciumi wajahku, bibirku, tengkukku, leherku…aihhhh….ia…iaa mencupangi leherku.. dan tangannya itu
aduhh..aduhh, tangannya mulai menyingkap daster bawahku dan meremasi pantatku..ughhh tangannya tiba-tiba menyusup sela-sela pahaku.
“Firrrr sudah..sudah…cukup Firrr..” aku merintih..meminta agar ia berhenti.
Aku…aku…tak mau meledak di depan anak ingusan ini. Nafasku terengah, tersengal. Tubuhku makin gemetar dan lemas kala kurasa tangan anak belia ini mulai berani mengusap permukaan celana dalamku. Aghh…malu sekali rasanya.
“Tannn…tante sudah basahh banget,” bisiknya terengah-engah di telingaku, bibirnya terus
menjelajah cuping-cuping telingaku.
Ini….ini…aduhh…Jarinya terasa menekan-nekan dan menggesek permukaan selangkanganku yang membecek dan mulai merembes sampai ke paha-paha. Aku merasa tak sanggup bertahan lagi ketika bagian jarinya terasa menyentil-nyentil kelenjar syarafku yang paling peka. Aku merasa goyah. Ahhhh…aku meledak. Rasanya bergalon-galon cairan serasa menyembur

dari rahimku, menabraki relung-relung kewanitaanku yang lama kering. Ohhh sungguh tak terperikan rasanya…sudah begitu lama..sudah terlalu lama kudamba rasa yang ingin kupungkiri. Seiring geletar-geletar tubuhku yang masih tak bisa lagi kukendalikan, jiwaku terasa mengawang, kesadaranku sirna berganti rasa indah, nikmat, enak yang menjalar-jalar kemana-mana. Ahh Firman…Firman…ia terus saja mencumbuku dan merangsangku sepenuh jiwa. Ia bahkan tak menyadari kalau tantenya ini sudah merengkuhi puncak tertinggi berahi manusia.
“Firrr sudah..stop…,” aku memohon agar ia mau berhenti.
“Stop..Firrr…” aku meminta lagi, dengan tenaga yang tersisa kucoba mendorong tubuhnya. Tapi ia tak bergeming, tangannya makin liar bergerilya menyusup-nyusup ke dalam celana dalamku dan
menyentil-nyentil klitorisku secara langsung. Bukan itu saja. Ia menyeret tubuhku ke celah loteng yang agak gelap lalu tangannya menarik turun dasterku. Tali bra ku pun ikut tertarik turun, lepas melewati pundakku. Lalu payudaraku yang menggembung karena terangsang dan putingnya yang tegak kaku tak tertahankan lagi segera menyembul begitu saja ke udara…

Aggghhh…Tuhannn…maafkan hambaMu ini. Anak abg ini benar-benar di luar dugaanku. Aku terlalu
meremehkannya. Sesaat setelah buah dadaku terbebas dari kekangnya mulutnya segera melumat buah dadaku yang terbuka ke dalam mulutnya. Tubuhku makin lemas menahan rangsang yang kembali bergelora. Lututku goyah karena buah dadaku terlumat dengan buasnya. Ia benar benar… terlalu pintar mencumbu dan membangkitkan apiku yang lama terpadami. Aku tak tahan lagi. Ini sudah diluar batas kemampuanku. Dasterku makin melorot. Dadaku sudah terbuka sepenuhnya, tapi Firman terus mencoba menurunkannya dengan segala cara. Ini tak baik pikirku. Aku tak mau dia
menganggapku murahan dengan membiarkan dia berbuat semaunya. Bagaimanapun aku masih punya harga diri. Akankah aku membiarkan saja dia mengerjaiku di loteng yang terbuka ini? Sungguh tak bermartabat rasanya. Aku harus melawan, aku harus memberontak. Tapi gimana caranya? Sedangkan tubuhku sendiri tengah menggelepar terkungkung berahi yang tinggi. Firman…Firman… ia memelorotkan celana pendeknya hingga bisa kulihat benda itu..yang tak asing lagi. Firman menubrukku hingga tubuhku terjengkang ke lantai yang dingin. Ia melumatku lagi, bibirku…buah dadaku. Aku tak bisa…tapi ughh..ini terlalu enak… aku tak bisa…sedang pelacurpun tak kan mau melakukannya di tempat seperti ini. Aku mendorong tubuh Firman agar menjauh, tapi lagi-lagi gagal karena ia bak kerasukan setan terus merangsekku dengan buas. Aku tak bisa berkutik lagi.

Harga diriku ingin menentangnya, tapi tubuhku menginginkan lebih. Tuhannn..tolonglah aku. Aahhh…aku merasakan mulutnya melumat payudara kiriku, lidah yang basah dan hangat itu menyapu putingku sehingga benda itu mengeras tanpa dapat tertahankan. Firman terus mencucup dan menjilatinya sambil sesekali menjepitnya gemas dengan gigi-gigiku. Aku pun mulai mengelinjang, apalagi sambil menjilat, ia juga mulai meraba dan meremas-remas bulatannya. Puas dengan yang kiri, abg ini lalu berpindah ke yang kanan. Aku pun semakin merintih menerima aksinya. Terus disedot-sedotnya puting susuku sampai jadi basah semua oleh air liurnya. Sedang asyik-asyiknya menikmati payudaraku dikenyot-kenyot olehnya, tiba-tiba aku mendengar suara berat terbatuk-batuk dari bawah loteng. Deg!!! Firman terlonjak kaget dan melepaskan pagutannya dari puting buah dadaku yang masih terasa geli dan nyeri..kesempatan itu kugunakan untuk membenahi bajuku yang amburadul. Celana dalamku ternyata sudah turun ke paha, bra ku entah kemana. Aku tak bisa menemukannya karena gelap di

situ. Tapi tak apa. Siapapun yang di bawah itu tak boleh memergokiku dalam keadaanku yang seperti ini, ini memalukan sekali.

“Fir…udah, ada yang dateng” aku berbisik lirih dan menggeser tubuhku menjauhnya yang perhatiannya terpecah ke suara batuk-batuk di bawah tangga.
Ketakutanku memberiku kekuatan lebih. Aku segera berjingkat-jingkat menjauhi Firman yang juga dengan terburu-buru mengenakan kembali celana pendeknya. Dengan segala kenekatanku aku berlari menuruni tangga. Tak ada siapa-siapa di bawah. Siapa yang batuk-batuk tadi? Ahhh aku tak peduli lagi. Aku segera berlari menuju kamarku dan menguncinya. Kulepaskan semua bajuku di dalam kamar mandi. Kuperiksa tubuhku di depan cermin, dadaku, leherku, pundakku hampir semua penuh bekas cupangan. Duhhh memalukan sekali. Walaupun tak tak bisa kupungkiri juga, betapa diriku telah terbebaskan dari dahaga yang berkepanjangan ini. Membayangkan Firman yang masih ingusan itu, rasanya sungguh tak masuk akal jika dia yang kukira masih hijau itu berhasil mengecohku bahkan memberikan sesuatu yang luar biasa kepadaku. Rasanya sungguh mustahil jika telah sering melakukannya. Apakah anak itu memang suka “jajan”?? sebelum-sebelumnya? Ah jadi puyeng aku dibuatnya. Aku segera mandi sekali lagi, sekalian keramas untuk menghilangkan semua kebingungan yang berkelindan di kepalaku.–,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,