Dalam Keluarga Ada Adik Ipar dan Aku Dipertaruhkan Judi Suamiku

Cerita Seks Panas – Kehidupan terus berjalan. Usia kandungan istri saya menginjak bulan ke-4, Tahu sendirilah bagaimana kondisi perempuan kalau sedang hamil muda. Bawaannya malas melulu. Tapi untuk urusan pekerjaan dia sangat bersemangat. Dia memang pekerja yang ambisius. Berdedikasi, disiplin, dan penuh tanggung jawab. Karena itu jadwal keluar kota tetap dijalani. Kualitas hubungan seks kami makin buruk. Dia seakan benar-benar tak ingin disentuh kecuali pada saat benar-benar sedang relaks. Saya juga tak ingin memaksa. Karenanya saya makin sering beronani diam-diam di kamar mandi. Kadang-kadang saya kasihan terhadap diri sendiri. Kata-kata Mbak Serly sering terngiang-ngiang, terutama sesaat setelah sperma memancar dari penis saya. “Kacian adik iparku ini..” Tapi saya tak punya pilihan lain. Saya tak suka “jajan”. Maaf, saya agak jijik dengan perempuan lacur.  Tiap kali beronani, yang saya bayangkan adalah wajah Mbak Serly atau si bungsu Rosi, bergantian. Rosi telah tumbuh menjadi gadis yang benar-benar matang. Montok, lincah. Cantik penuh gairah, dan terkesan genit. Meskipun masih bersikap manja terhadap saya, tetapi sudah tidak pernah lagi bergayutan di tubuh saya seperti semasa saya ngapelin kakaknya. Saya sering mencuri pandang ke arah payudaranya. Ukurannya sangat saya idealkan. Sekitar 34. Punya istri saya sendiri hanya 32.  Seringkali, di balik baju seragam SMU-nya saya lihat gerakan indah payudara itu. Keinginan untuk melihat payudara itu begitu kuatnya. Tapi bagaimana? Mengintip? Di mana? Kamar mandi kami sangat rapat. Letak kamar saya dengannya berjauhan.

Dia menempati kamar di sebelah gudang. Yang paling ujung
kamar Mak Jah, pembantu kami. Setelah kamar Serlyng, kakak Rosi, baru kamar
saya. Kamar kami seluruhnya terbuat dari tembok. Sehingga tak mugkin buat
ngintip. Tapi tunggu! Saya teringat gudang. Ya, kalau tidak salah antara gudang
dengan kamar Rosi terdapat sebuah jendela. Dulunya gudang ini memang berupa
tanah kosong semacam taman. Karena mertua butuh gudang tambahan, maka
dibangunlah gudang. Jendela kamar Rosi yang menghadap ke gudang tidak
dihilangkan. Saya pernah mengamati, dari jendela itu bisa mengintip isi kamar
Rosi.  Sejak itulah niat saya kesampaian.
Saya sangat sering diam-diam ke gudang begitu Rosi selesai mandi. Memang ada
celah kecil tapi tak cukup untuk mengintip. Karenanya diam-diam lubang itu saya
perbesar dengan obeng. Saya benar-benar takjub melihat sepasang payudara montok
dan indah milik Rosi. Meski sangat jarang, saya juga pernah melihat kemaluan
Rosi yang ditumbuhi bulu-bulu lembut. Tiap kali mengintip, selalu saya
melakukan onani sehingga di dekat lubang intipan itu terlihat bercak-bercak
sperma saya. Tentu hanya saya yang tahu kenapa dan apa bercak itu. Keinginan
untuk menikmati tubuh Rosi makin menggelayuti benak saya. Tetapi selalu tak
saya temukan jalan. Sampai akhirnya malam itu. Mertua saya meminta saya
mendampingi Rosi untuk menghadiri Ultah temannya di sebuah diskotik. Ibu
khawatir terjadi apa-apa. Dengan perasaan luar biasa gembira saya antar Rosi.
Istri saya menyuruh saya membawa mobil. Tapi saya menolak. “Kamu kan harus
detailing. Pakai saja. Masa orang hamil mau naik motor?” Padahal yang
sebenarnya, saya ingin merapat-rapatkan tubuh dengan Rosi.  Kami berangkat sekitar pukul 19.00. Dia
membonceng. Kedua tangannya memeluk pinggang saya. Saya rasakan benda kenyal di
punggung saya. Jantung saya berdesir-desir. Sesekali dengan nakal saya injak
pedal rem dengan mendadak. Akibatnya terjadi sentakan di punggung. Saya
pura-pura tertawa ketika Rosi dengan manja memukuli punggung saya. “Mas Andy
genit,” katanya. Pada suatu ketika, mungkin karena kesal, Rosi bahkan tanpa
saya duga sengaja menempelkan dadanya ke puggung saya. Menekannya. “Kalau mau
gini, bilang aja terus terang,” katanya. “Iya iya mau,” sahut saya. Tidak ada
tanggapan.

Rosi bahkan menggeser duduknya, merenggang. Sialan.  Malam itu Rosi mengenakan rok span ketat dan atasan tank top, dibalut jaket kulit. Benar-benar seksi ipar saya ini. Di diskotik telah menunggu teman-teman Rosi. Ada sekitar 15-an orang. Saya membiarkan Rosi berabung dengan teman-temannya. Saya memilih duduk di sudut. Malu dong kalau nimbrung. Sudah tua, ihh. Saya hanya mengawasi dari kejauhan, menikmati tubuh-tubuh indah para ABG. Tapi pandangan saya selalu berakhir ke tubuh Rosi. She is the most beautiful girl. Di antara saudara istri saya Rosi memang yang paling cantik. Tercantik kedua ya Mbak Serly, baru Yeni, istri saya. Serlyng yang terjelek. Tubuhnya kurus kering sehingga tidak menimbulkan nafsu.  Sesekali Rosi menengok ke arah tempat duduk saya sambil melambai. Saya tersenyum mengangguk. Mereka turun ke arena. Sekitar tiga lagu Rosi menghampiri saya. “Mas Andy udah pesan minum?” tanyanya. Dagu saya menunjuk gelas berisi lemon tea di depan saya. Saya tak berani minum minuman beralkohol, meski hanya bir. Saya pun bukan pecandu. “Kamu kok ke sini, udah sana gabung temen-temen kamu,” kata saya. Janjinya Rosi dkk pulang pukul 22.00. Tadi ibu mertua juga bilang supaya pulangnya jangan larut. “Nggak enak liat Mas Andy mencangkung sendirian,” kata Rosi duduk di sebelah saya. “Sudah nggak pa-pa.” “Bener?” Saya mengangguk, dan Rosi kembali ke grupnya. Habis satu lagu, dia mendatangi saya. Menarik tangan saya. Saya memberontak. “Ayo. Nggak apa-apa, sekalian saya kenalin ama temen-temen. Mereka juga yang minta kok.” Saya menyerah. Saya ikut saja bergoyang-goyang. Asal goyang. Dunia diskotik sudah sangat lama tidak saya kunjungi. Dulupun saya jarang sekali. Hampir tidak pernah. Saya ke diskotik sekedar supaya tahu saja kayak apa suasananya. Sesekali tangan Rosi memegang tangan saya dan mengayun-ayunkannya. Musik bener-benr hingar-bingar. Lampu berkelap-kelip, dan kaki-kaki menghentak di lantai disko. Sesekali Rosi menuju meja untuk minum. 

Baca Juga Cerita Mesum Hot : Kesukaanku Memek Mulus Tante Keturunan Arab

Menjelang pukul 22.00 sebagian teman Rosi pulang. Saya
segera mengajak Rosi pulang juga. “Bentar dong Mas Andy, please,” kata Rosi.
Astaga. Tercium aroma alkohol dari mulutnya. “Heh. Kamu minum apa? Gila kamu.
Sudah ayo pulang.” Segera saya gelandang dia. “Yee Mas Andy gitu deh.” Dia merajuk
tapi saya tak peduli. Ruangan ini mulai menjemukan saya. “Udah dulu ya bro,
sis. Satpam ngajakin pulang neh.” “Satpam-mu itu.” Saya menjitak lembut kepala
Rosi. Rosi memang minum alkohol. Tak tahu apa yang diminumnya tadi. Dia pun
terlihat sempoyongan. Saya jadi cemas. Takut nanti kena marah mertua. Disuruh
jagain kok tidak bisa. Tapi ada senangnya juga sih. Rosi jadi lebih sering
memeluk lengan saya supaya tidak sempoyongn. 
Kami menuju tempat parkir untuk mengambil motor. Saya bantu Rosi
mengenakan jaket yang kami tinggal di motor. Saya bantu dia mengancing
resluitingnya. Berdesir darah saya ketika sedikit tersentuk bukit di dadanya.
“Hayoo, nakal lagi,” katanya. “Hus. Nggak sengaja juga.” “Sengaja nggak pa-pa
kok Mas.” Omongan Rosi makin ngaco. Dia tarik ke bawah resluitingnya. Dan
sebelum saya berkomentar dia sudah berkata, “Masih gerah. Ntar kalau dingin
Rosi kancingin deh.” Segera mesin kunyalakan, dan motor melaju meninggalkan
diskotik SO.  Sungguh menyenangkan. Rosi
yang setengah mabuk ini seakan merebahkan badannya di punggung saya. Kedua
tangannya memeluk erat perut saya. Jangan tanya bagaimana birahi saya. Penis
saya menegang sejak tadi. Dagu Rosu disadarkan ke pundak saya. Lembut nafasnya
sesekali menyapu telinga saya. Saya perlambat laju motor. Benar-benar saya
ingin menikmati. Lalu saya seperti merasa Rosi mencium pipi saya. Saya ingin
memastikan dengan menoleh. Ternyata memang dia baru saja mencium pipi saya.
Bahkan selanjutnya dia mengecup pipi saya. Saya kira dia benar-benar mabuk.  “Mas Andy, Rosi pengin pacaran dulu,” katanya
mengejutkan saya. “Pacaran sama Mas Andy? Gila kamu ya.” Penis saya makin
kencang. “Mau enggak?” “Kamu mabuk ya?” Dia tak menjawab. Hanya pelukannya
tambah erat. “Mas..” “Hmm” “Mas masih suka coli?” “Hus. Napa sih?” “Pengen tahu
aja. Mbak Yeni nggak mau melayani ya?” “Tahu apa kamu ini.” Saya sedikit
berteriak.

Saya kaget sendiri. Entah kenapa saya tidak suka dia omong
begitu, Mungkin reflek saja karena saya dipermalukan. “Sorry. Gitu aja marah.”
Rosi kembali mencium pipi saya. Bahkan dia tempelkan terus bibirnya di pipi
saya, sedikit di bawah telinga. “Saya horny Ros.” “Kapan? Sekarang? Ahh masak.
Belum juga diapa-apain”  Saya raih
tangannya dan saya taruh di penis saya yang menyodok celana saya. Terperanjat
dia. Tapi diam saja. Tangannya merasakan sesuatu bergerak-gerak di balik celana
saya. “Pacaran ama Rosi mau nggak?” kata Rosi. Aroma alkohol benar-benar
menyengat. “Di mana? Lagian udah malam. Nanti Ibu marah kalau kita pulang
kemalaman.” “Kalau ama Mas Andy dijamin Ibu gak marah.” “Sok tahu.” “Bener.
Ayuk deh. Ke taman aja. Tuh deket SMA I ajak. Asyik lagi. Bentar aja.” Tanpa
menunggu perintah, motor saya arahkan ke Taman KB di seberang SMU I. Taman ini
memang arena asyik bagi mereka yang seang berpacaran. Meski di sekitarnya lalu
lintas ramai, tapi karena gelap, yaa tetap enak buat berpacaran. Kami mencari
bangku kosong di taman. Sudah agak sepi jadi agak mudah mencarinya. Biasanya
cukup ramai sehingga banyak yang berpacaran di rumputan. Begitu duduk. Langsung
saja Rosi merebahkan kepalanya di dada saya. Saya tak mengira anak ini akan
begini agresif. Atau karena pengaruh alkohol makin kuat? Entahlah. Kami melepas
jaket dan menaruhnya di dekat bangku. 
“Kamu kan belum punya pacar, kok sudah segini berani Ros?” tanya saya.
“Enak aja belum punya pacar.” Dia protes. “Habis siapa pacar kamu?” Saya
genggam tangannya. Dia mengelus-elus dada saya. “Yaa ini.” Dia membuka kancing
kemeja saya. Saya makin yakin dia diracuni alkohol. Tapi apa peduli saya.
Inilah saatnya. Saya kecup keningnya. Matanya. Hidung, pipi, lalu bibirnya. Dia
tersentak, dan memberikan pipinya. Saya kembali mencari bibirnya.

Saya kecup lagi perlahan. Dia diam. Saya kulum. Dia diam saja. Benarkah anak ini belum pernah berciuman bibir dengan cowok? “Kamu belum pernah melakukan ya?” kata saya. Dia tak menjawab. Saya cium lagi bibirnya. Saya julurkan lidah saya. Tangannya meremas pinggang saya. Saya hisap lidahnya, saya kulum. Tangan saya kini menjalar mencari payudara. Dia menggelinjang tetapi membiarkan tangan saya menyusiup di antara celah BH-nya. Ketika saya menemukan bukit kenyal dan meremasnya, dia mengerang panjang. Kedua kakinya terjatuh dari bangku dan menendang-nendang rumputan. Saya buka kancing BH-nya yang terletak di bagian depan. Saya usap-usap lembut, ke kiri, lalu ke kanan. Saya remas, saya kili-kili. Dia mengaduh. Tangannya terus meremasi pinggang dan paha saya.  “Mas Andy..” “Hmm” “Please.. Please.” Saya mengangsurkan muka saya menciumi bukit-bukit itu. Dia makin tak terkendali. Lalu, srrt srrt..srrt. Sesuatu keluar dari penis saya. Busyet. Masa saya ejakulasi? Tapi benar, mani saya telah keluar. Anehnya saya masih bernafsu. Tidak seperti ketika bersetubuh dengan Yeni. Begitu mani keluar, tubuh saya lemas, dan nafsu hilang. Saya juga masih merasakan penis saya sanggup menerima rangsangan. Saya masih menciumi payudara itu, menghisap puting, dan tangan saya mengelus paha, menyelinap di antara celap CD. Membelai bulu-bulu lembut. Menyibak, dan merasakan daging basah. Mulut Rosi terus mengaduh-aduh. Saya rasakan kemaluan saya digeggamnya. Diremas dengan kasar, sehingga terasa sakit. Saya perlu menggeser tempat duduk karena sakitnya. Agaknya dia tahu, dan melonggarkan cengkeramannya.  Lalu dia membuka resluiting celana saya, merogoh isinya. Meremas kuat-kuat. Tapi dia berhenti sebentar. “Kok basah Mas?” tanyanya. Saya diam saja. “Ehh, ini yang disebut mani ya?” Sejenak situasi kacau. Ini anak malah ngajak diskusi sih. Dia cium penis saya tapi tidak sampai menempel. Kayaknya dia mencoba membaui. “Kok gini baunya ya? Emang kayak gini ya? “Heeh,” jawab saya lalu kembali memainkan kelaminnya. “Asin juga ya?” Dia mengocok penis saya dengan tangannya. “Pelan-pelan Ros. Enakan kamu ciumin deh,” kata saya.  Tanpa perintah lanjutan Rosi mencium dan mengulum penis saya. Uhh, kasarnya minta ampun, Tidak ada enaknya. Jauhh dengan yang dilakukan Mbak Serly.

Berkali-kai saya meminta dia untuk lebih pelan. Bahkan
sesekali dia menggigit penis saya sampai saya tersentak. Akhirnya saya kembali
ejakulasi. Bukan oleh mulutnya tapi karena kocokan tangannya. Setelah itu
sunyi. Saya lemas. Saya benahi pakaian saya. Dia juga membenahi pakaiannya.
Tampaknya dia telah terbebas dari pengaruh alkohol. Wajahnya yang belepotan
mani dibersihkan dengan tissu. “Makasih pelajarannya ya Mas.” Dia mengecup pipi
saya. “Tapi kamu janji jaga rahasia kan?” Saya ingin memastikan. “Iyaah. Emang
mau cerita ama siapa? Bunuh diri?” “Siapa tahu. Pokoknya just for us! Nobody
else may knows.” Dia mengangguk. Kami bersiap-siap pulang. Sepanjang perjalanan
dia memeluk erat tubuh saya. Menggelendot manja. Dan pikiran waras saya mulai
bekerja. Saya mulai dihinggapi kecemasan. 
“Ros..” “Yaa” “Kamu nggak jatuh cinta ama Mas Andy kan? Everyting just
for sex kan?” “Tahu deh.” “Please Ros. Kita nggak boleh keterusan. Anggap saja
tadi kita sedang mabuk.” Saya menghentikan motor. “Iya deh.” “Bener ya? Ingat,
Mas Andy ini suami Mbak Yeni.” Dia mengangguk mengerti. “Makasih Ros.” Saya
kembali menjalankan motor. “Apa yang terjadi malam ini, tidak usahlah terulang
lagi,” kata saya. Saya benar-benar takut sekarang. Saya sadari, Rosi masih
kanak-kanak. Masih labil. Dia amat manja. Bisa saja dia lepas kendali dan tak
mengerti apa arti hubungan seks sesaat. Lalu saya dengar dia sesenggukan.
Menangis. Untunglah dia menepati janji. Segalanya berjalan seperti yang saya
harapkan. Saya tak berani lagi mengulangi, meskipun kesempatan selalu terbuka
dan dibuka oleh Rosi. Saya benar-benar takut akibatnya. Saya tidak mau
menhancurkan keluarga besar istri saya. Tak mau menghancurkan rumah tangga
saya.  Saya hanya menikmati Rosi di dalam
bayangan. Ketika sedang onani atau ketika sedang bersetubuh dengan Yeni.
Sesekali saja saya membayangkan Mbak Serly.

Aku Dipertaruhkan Judi Suamiku

Rita (34) nyaris putus asa dalam menjalani hidup ini, Suaminya, Aryo, justru menjadikannya sebagai seorang pelacur, Aku tak pernah menyangka jika Mas Aryo tega menjual tubuhku. Ketika pertama kali aku mengenalnya, dia adalah laki-laki yang baik dan selalu menjagaku dari berbagai godaan laki-laki lain. Kami menikah lima tahun yang lalu dan dikarunai seorang anak laki-laki berusia tiga tahun dan kami beri nama Rizal. Perkawinan kami mulus-mulus saja sampai Rizal muncul diantara kami. Tentu saja waktuku banyak tersita untuk mendidik Rizal.  Mas Aryo berkerja di perusahaan swasta yang bergerak dibidang produksi kayu, sedangkan aku hanya tinggal di rumah. Tetapi aku tidak pernah mengeluh. Aku tetap sabar menjalankan tugasku sebagai ibu rumah tangga sebaik-baiknya. Sebenarnya setiap hari bisa saja Mas Aryo pulang sore hari. Tetapi belakangan ini dia selalu pulang terlambat. Bahkan sampai larut malam. Pernah ketika kutanyakan, kemana saja kalau pulang terlambat. Dia hanya menjawab “Aku mencari penghasilan tambahan Rit”, jawabnya singkat. Mas Aryo makin sering pulang larut malam, bahkan pernah satu kali dia pulang dengan mulut berbau alkohol, jalannya agak sempoyongan, rupanya dia mabuk. Aku mulai bertanya-tanya, sejak kapan suamiku mulai gemar minum-minum arak. Selama ini aku tidak pernah melihatnya seperti ini. Kadang-kadang ia memberikan uang belanja lebih padaku. Atau pulang dengan membawa oleh-oleh untuk aku dan Rizal anak kami. Setiap kali aku menyinggung aktivitasnya, Mas Aryo berusaha menghindari.

Baca Jugta Cerita Seks Dewasa : Amelia Sahabat Penaku Kena Entot dan Perawanku Direnggut Pacar

“Kita jalankan saja peran masing-masing. Aku cari uang dan
kamu yang mengurus rumah. Aku tidak pernah menanyakan pekerjaanmu, jadi lebih
baik kamu juga begitu”, katanya. Aku baru bisa menerka-nerka apa aktivitasnya
ketika suatu malam, dia memintaku untuk menjual gelang yang kupakai. Ia mengaku
kalah bermain judi dengan seseorang dan perlu uang untuk menutupi utang atas
kekalahannya, jadi itu yang dilakukannya selama ini. Sebagai seorang istri yang
berusaha berbakti kepada suami, aku memberikan gelang itu. Toh dia juga yang
membelikan gelang itu. Aku memang diajarkan untuk menemani suami dalam suka
maupun duka. Suatu sore saat Mas Aryo belum pulang, seorang temannya yang
mengaku bernama Bondan berkunjung ke rumah. Kedatangan Bondan inilah yang
memicu perubahan dalam rumah tanggaku. Bondan datang untuk menagih utang-utang suamiku
kepadanya. Jumlahnya sekitar sepuluh juta rupiah. Mas Aryo berjanji untuk
melunasi utangnya itu. Aku berkata terus-terang bahwa aku tidak tahu-menahu
mengenai utang itu, kemudian aku menyuruhnya untuk kembali besok saja. Tetapi
dengan pandangan nakal dia tersenyum, “Lebih baik saya menunggu saja Mbak,
itung-itung menemani Mbak.” Aku agak risih mendengar ucapannya itu, lebih-lebih
ketika melihat tatapan liar matanya yang seakan-akan ingin menelanjangi diriku.
“Aryo tidak pernah cerita kepada saya, kalau ia memiliki istri yang begitu
cantiknya. Menurut saya, sayang sekali bunga yang indah hanya dipajang di rumah
saja” ucap Bondan.

Aku makin tidak enak hati mendengar ucapan rayuan-rayuan
gombalnya itu, Tetapi aku mencoba menahan diri, karena Mas Aryo berutang uang
kepadanya. Dalam hati aku berdoa agar Mas Aryo cepat pulang ke rumah, sehingga
aku tidak perlu berlama-lama mengenalnya. Untung saja tak lama kemudian Mas
Aryo pulang. Kalau tidak pasti aku sudah muntah mendengar kata-katanya itu.
Begitu melihat Bondan, Mas Aryo tampak lemas. Dia tahu pasti Bondan akan
menagih hutang-hutangnya itu. Aku meninggalkan mereka di ruang tamu, Mas Aryo
kulihat menyerahkan amplop coklat. Mungkin Mas Aryo sudah bisa melunasi
hutangnya. Aku tidak dapat mendengar pembicaraannya, namun kulihat Mas Aryo
menunduk dan sesekali terlihat berusaha menyabarkan temannya itu. Setelah
Bondan pulang, Mas Aryo memintaku menyiapkan makan malam. Dia menikmati sajian
makan malam tanpa banyak bicara, Aku juga menanyakan apa saja yang dibicarakannya
dengan Bondan. Aku menyadari Mas Aryo sedang suntuk, jadi lebih baik aku
menahan diri. Setelah selesai makan, Mas Aryo langsung mandi dan masuk ke kamar
tidur, aku menyusul masuk kamar satu jam kemudian setelah berhasil menidurkan
Rizal di kamarnya. Ketika aku memasuki kamar tidur dan menemaninya di ranjang,
Mas Aryo kemudian memelukku dan menciumku. Aku tahu dia akan meminta ‘jatahnya’
malam ini. Malam ini dia lain sekali sentuhannya lembut. Pelan-pelan Mas Aryo
mulai melepaskan daster putih yang kukenakan, setelah mencumbuiku sebentar, Mas
Aryo mulai membuka bra tipis yang kukenakan dan melepaskan celana dalamku.
Setelah itu Mas Aryo sedikit demi sedikit mulai menikmati jengkal demi jengkal
seluruh bagian tubuhku, tidak ada yang terlewati. Kemudian aku membantu Mas
Aryo untuk melapaskan seluruh pakaian yang dikenakannya, sampai akhirnya aku
bisa melihat penis Mas Aryo yang sudah mulai agak menegang, tetapi belum
sempurna tegangnya. Dengan penuh kasih sayang kuraih batang kenikmatan Mas
Aryo, kumain-mainkan sebentar dengan kedua belah tanganku, kemudian aku mulai
mengulum batang penis suamiku dengan lembutnya. Terasa di dalam mulutku, batang
penis Mas Aryo terutama kepala penisnya, mulai terasa hangat dan mengeras. Aku
menyedot batang Mas Aryo dengan semampuku, kulihat Mas Aryo begitu bergairah,
sesekali matanya terpejam menahan nikmat yang kuberikan kepadanya.

Mas Aryo kemudian membalas, dengan meremas-remas kedua
payudaraku yang cukup menantang, 36B. Aku mulai merasakan denyut-denyut
kenikmatan mulai bergerak dari puting payudaraku dan mulai menjalar keseluruh
bagian tubuhku lainnya, terutama ke vaginaku. Aku merasakan liang vaginaku
mulai terasa basah dan agak gatal, sehingga aku mulai merapatkan kedua belah
pahaku dan menggesek-gesekan kedua belah pahaku dengan rapatnya, agar aku dapat
mengurangi rasa gatal yang kurasakan di belahan liang vaginaku. Mas Aryo
rupanya tanggap melihat perubahanku, kemudian dengan lidahnya Mas Aryo mulai
turun dan mulai mengulum daging kecil clitorisku dengan nafsunya, Aku sangat
kewalahan menerima serangannya ini, badanku terasa bergetar menahan nikmat,
peluh ditubuhku mulai mengucur dengan deras diiringi erangan-erangan kecil dan
napas tertahan ketika kurasakan aku hampir tak mampu menahan kenikmatan yang
kurasakan. Akhirnya seluruh rasa nikmat semakin memuncak, saat penis Mas Aryo,
mulai terbenam sedikit demi sedikit ke dalam vaginaku, rasa gatal yang
kurasakan sejak tadi berubah menjadi nikmat saat penis Mas Aryo yang telah
ereksi sempurna mulai bergerak-gerak maju mundur, seakan-akan menggaruk-garuk
gatal yang kurasakan. Suamiku memang jago dalam permainan ini. Tidak lebih dari
lima belas menit aku berteriak kecil saat aku sudah tidak mampu lagi menahan
kenikmatan yang kurasakan, tubuhku meregang sekian detik dan akhirnya rubuh di
ranjang ketika puncak-puncak kenikamatan kuraih pada saat itu, mataku terpejam
sambil menggigit kecil bibirku saat kurasakan vaginaku mengeluarkan
denyut-denyut kenikmatannya. Dan tidak lama kemudian Mas Aryo mencapai
puncaknya juga, dia dengan cepatnya menarik penisnya dan beberapa detik
kemudian, air maninya tersembur dengan derasnya ke arah tubuh dan wajahku, aku
membantunya dengan mengocok penisnya sampai air maninya habis, dan kemudian aku
mengulum kembali penisnya sekian lama, sampai akhirnya perlahan-lahan mulai
mengurang tegangannya dan mulai lunglai. “Aku benar-benar puas Rit, kamu memang
hebat”, pujinya. Aku masih bergelayut manja di dekapan tubuhnya.

“Rit, kamu memang istriku yang baik, kamu harus bisa
mengerti kesulitanku saat ini, dan aku mau kamu membantu aku untuk
mengatasinya”, katanya. “Bukankah selama ini aku sudah begitu Mas”, sahutku.
Mas Aryo mengangguk-angguk mendengarkan ucapakanku. Kemudian ia melanjutkan,
“Kamu tahu maksud kedatangan Bondan tadi sore. Dia menagih utang, dan aku hanya
sanggup membayar setengah dari keseluruhan utangku. Kemudian setelah lama
berbicang-bincang ia menawarkan sebuah jalan keluar kepadaku untuk melunasi
hutang-hutangku dengan sebuah syarat”, ucap Mas Aryo. “Apa syaratnya, Mas?”
tanyaku penasaran. “Rupanya dia menyukaimu, dia minta izinku agar kamu bisa
menemani dia semalam saja”, ucap Mas Aryo dengan pelan dan tertahan. Aku bagai
disambar petir saat itu, aku tahu arti ‘menemani’ selama semalam. Itu berarti
aku harus melayaninya semalam di ranjang seperti yang kulakukan pada Mas Aryo.
Mas Aryo mengerti keterkejutanku. “Aku sudah tidak tahu lagi dengan apalagi aku
harus membayar hutang-hutangku, dia sudah mengancam akan menagih lewat
tukang-tukang pukulnya jika aku tidak bisa membayarnya sampai akhir pekan ini”,
katanya lirih. Aku hanya terdiam tak mampu mengomentari perkataannya itu. Aku
masih shock memikirkan aku harus rela memberikan seluruh tubuhku kepada lelaki
yang belum kukenal selama ini. Sikap diamku ini diartikan lain oleh Mas Aryo.
“Besok kamu ikut aku menemui Bondan”, ujarnya lagi, sambil mencium keningku
lalu berangkat tidur. Seketika itu juga aku membenci suamiku. Aku enggan
mengikuti keinginan suamiku ini, namun aku juga harus memikirkan keselatan
keluarga, terutama keselamatan suamiku. Mungkin setelah ini ia akan kapok
berjudi lagi pikirku. Sore hari setelah pulang kerja, Mas Aryo menyuruhku
berhias diri dan setelah itu kami berangkat menuju tempat yang dijanjikan
sebelumnya, rupanya Mas Aryo mengantarku ke sebuah hotel berbintang. Ketika itu
waktu sudah menunjukkan sekitar pukul 20.00 malam. Selama hidup baru pertama
kali ini, aku pergi untuk menginap di hotel.

Ketika pintu kamar di ketuk oleh Mas Aryo, beberapa saat
kemudian pintu kamar terbuka, dan kulihat Bondan menyambut kami dengan
hangatnya, Suamiku tidak berlama-lama, kemudian ia menyerahkan diriku kepada
Bondan, dan kemudian berpamitan. Dengan lembut Bondan menarik tanganku memasuki
ruangan kamarnya. Aku tertunduk malu dan wajahku terasa memerah saat aku
merasakan tanganku dijamah oleh seseorang yang bukan suamiku. Ternyata Bondan
tidak seburuk yang kubayangkan, memang matanya terkesan liar dan seakan mau
melahap seluruh tubuhku, tetapi sikapnya dan perlakuannya kepadaku tetap
tenang, sehingga dikit demi sedikit rasa grogi yang menyerangku mulai memudar.
Bondan menanyakan dengan lembut, aku ingin minum apa. Kusahut aku ingin minum
coca-cola, tetapi jawabnya minuman itu tidak ada sekarang ini di kamarnya,
kemudian dia mengeluarkan sebotol sampagne dari kulkas dan menuangkannya sedikit
sekitar setengah sloki, kemudian disuguhkannya kepadaku, “Ini bisa
menghilangkan sedikit rasa gugup yang kamu rasakan sekarang ini, dan bisa juga
membuat tubuhmu sedikit hangat. Kulihat dari tadi kelihatannya kamu agak
kedinginan”, ucapnya lagi sambil menyodorkan minuman tersebut. Kuraih minuman
tersebut, dan mulai kuminum secara dikit demi sedikit sampai habis, memang
benar beberapa saat kemudian aku merasakan tubuh dan pikiranku agak tenang,
rasa gorgi sudah mulai menghilang, dan aku juga merasakan ada aliran hangat
yang mengaliri seluruh syaraf-syaraf tubuhku. Bondan kemudian menyetel
lagu-lagu lembut di kamarnya, dan mengajakku berbincang-bincang hal-hal yang
ringan. Sekitar 10 menit kami berbicara, aku mulai merasakan agak pening di
kepalaku, tubuhkupun limbung. Kemudian Bondan merebahkan tubuhku ke ranjang.
Beberapa menit aku rebahan di atas ranjang membuatku mulai bisa menghilangkan
rasa pening di kepalaku.

Baca Juga Cerita Mesum Hot : Sex ABG Terjerat Pergaulan Bebas dan Ngentot Paling Nikmat Dengan Bidan Cantik

Tetapi aku mulai merasakan ada perasaan lain yang mengalir pada diriku, ada perasaan denyut-denyut kecil di seluruh tubuhku, semakin lama denyut-denyut tersebut mulai terasa menguat, terutama di bagian-bagian sensitifku. Aku merasakan tubuhku mulai terangsang, meskipun Bondan belum menjamah tubuhku. Ketika aku mulai tak kuasa lagi menahan rangsangan di tubuhku, napasku mulai memburu terengah-engah, payudaraku seakan-akan mengeras dan benar-benar peka, vaginaku mulai terasa basah dan gatal yang menyengat, perlahan-lahan aku mulai menggesek-gesekkan kedua belah pahaku untuk mengurangi rasa gatal dan merangsang di dalam vaginaku. Tubuhku mulai menggeliat-geliat tak tahan merasakan rangsangan seluruh tubuhku. Bondan rupanya menikmati tontonan ini, dia memandangi kecantikan wajahku yang kini sedang terengah-engah bertarung melawan rangsangan, nafsunya mulai memanas, tangannya mulai meraba tubuhku tanpa bisa kuhalangi lagi. Remasan-remasan tangannya di payudaraku membuatku tidak tahan lagi, sampai tak sadar aku melorotkan sendiri pakaian yang kukenakan. Saat pakaian yang kukenakan lepas, Mata Bondan tak lepas memandangi belahan payudaraku yang putih montok dan yang menyembul dan seakan ingin loncat keluar dari bra yang kukenakan. Tak tahan melihat pemandangan indah ini, Bondan kemudian menggumuliku dengan panasnya sembari tangannya mengarah ke belakang punggungku, tidak lebih dari 3 detik, kancing bra-ku telah lepas, kini payudaraku yang kencang dan padat telah membentang dengan indahnya, Bondan tak mau berlama-lama memandangiku, dengan buasnya lagi ia mencumbuiku, menggumuliku, dan tangannya semakin cepat meremas-remas payudaraku, cairan vaginaku mulai membasahi celana putihku. Melihat ini, tangan bondan yang sebelahnya lagi mulai bermain-main di celanaku tepat di cairan yang membasahi celanaku, aku merasakan nikmat yang benar-benar luar biasa. Napasku benar-benar memburu, mataku terpejam nikmat saat tangan Bondan mulai memasuki celana dalamku dan memainkan daging kecil yang tersembunyi di kedua belahan rapatnya vaginaku. Bondan memainkan vaginaku dengan ahlinya, membuatku terpaksa merapatkan kedua belah pahaku untuk agak menetralisir serangan-serangannya, jari-jarinya yang nakal mulai menerobos masuk ke liang tubuhku dan mulai memutar-mutar jarinya di dalam vaginaku.

Tak puas karena celana dalamku agak mengganggu, dengan
cepatnya sekali gerakan dia melepaskan celana dalamku. Aku kini benar-benar
bugil tanpa tersisa pakaian di tubuhku. Bondan tertegun sejenak memandangi
pesona tubuhku, yang masih bergeliat-geliat melawan rangsangan yang mungkin
diakibatkan obat perangsang yang disuguhkan di dalam minumanku. Dengan cepatnya
selagi aku masih merangsang sendiri payudaraku, Bondan melepaskan dengan cepat
seluruh pakaian yang dikenakan sampai akhirnya bugil pula. Aku semakin bernafsu
melihat batang penis Bondan telah berdiri tegak dengan kerasnya, Besar dan panjang.
Dengan cepat Bondan kembali menggumuliku dengan benar-benar sama-sama dalam
puncak terangsang, aku merasakan payudaraku diserang dengan remasan-remasan
panas, dan.., ahh.., akupun merasakan batang penis Bondan dengan cepatnya
menyeruak menembus liang vaginaku dan menyentuh titik-titik kenikmatan yang ada
di dalam liang vaginaku, aku menjerit-jerit tertahan dan membalas serangan
penisnya dengan menjepitkan kedua belah kakiku ke arah punggungnya sehingga
penisnya bisa menerobos secara maksimal ke dalam vaginaku. Kami bercumbu dengan
panasnya, bergumul, setiap kali penis Bondan mulai bergerak masuk menerobos
masuk ataupun saat menarik ke arah luar, aku menjepitkan otot-otot vaginaku
seperti hendak menahan pipis, saat itu aku merasakan nikmat yang kurasakan berlipat-lipat
kali nikmatnya, begitu juga dengan Bondan, dia mulai keteteran menahan
kenikmatan tak bisa dihindarinya. Sampai pada satu titik saya sudah terlihat
akan orgasme, Bondan tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, dengan hentakan2
penisnya yang dipercerpat.. akhirnya kekuatan pertahananku ambrol.. saya
orgasme berulang-ulang dalam waktu 10 detik..

Bondan rupanya juga sudah tidak mampu menahan lagi serangannya dia hanya diam sejenak untuk merasakan kenikmatan dipuncak-puncak orgasmenya dan beberapa detik kemudian mencabut batang penisnya dan tersemburlan muncratan-muncratan spermanya dengan banyaknya membanjiri wajah dan sebagian berlelehan di belahan payudaraku. Kamipun akhirnya tidur kelelahan setelah bergumul dalam panasnya birahi. Keesokan paginya, Bondan mengantarku pulang ke rumah. Kulihat suamiku menerimaku dengan muka tertuduk dan berbicara sebentar sementara aku masuk ke kamar anakku untuk melihatnya setelah seharian tidak kuurus. Setelah kejadian itu, aku dan suamiku sempat tidak berbicara satu sama-lain, sampai akhirnya aku luluh juga saat suamiku minta maaf atas kelakuannya yang menyebabkan masalah ini sampai terjadi, tetapi hal itu tidak berlangsung lama, suamiku kembali terjebak dalam permainan judi. Sehingga secara tidak langsung akulah yang menjadi taruhan di meja judi. Jika menang suamiku akan memberikan oleh-oleh yang banyak kepada kami. Tetapi jika kalah aku harus rela melayani teman-teman suamiku yang menang judi. Sampai saat ini kejadian ini tetap masih berulang. Oh sampai kapankah penderitaan ini akan berakhir. Demikianlah cerita mesum indonesia Dalam Keluarga Ada Adik Ipar dan Aku Dipertaruhkan Judi Suamiku oleh cerita sex hot.

Author: admin