Hot seks bebas seorang anak kuliahan di kampus dan Kenikmatan saat terjepit lubang kencing masih perawan

Cerita Seks Panas – Di hari pertamaku masuk kuliah di salah satu perguruan tinggi di Semarang, tidak ada yang aku kenal satupun, sehingga aku seperti orang nyasar, bingung celingak-celinguk kesana kemari. Sewaktu sedang bingung-bingungnya tiba-tiba ada cewek yang menegurku, ‘Eh, tau kelas MI1-3 nggak?  Eeiittss.., ternyata aku juga cari kelas itu.., lalu aku jawab, ‘mm.., saya juga tidak tahu, mendingan cari sama-sama yuk’. ‘Saya Gita’ dia sebut namanya duluan. ‘Aku Iwan’, aku sebut namaku juga, di situlah aku mulai punya teman bernama Gita. Cewek manis ini mempunyai kulit kuning langsat, nyaris tanpa cacat, tinggi badan kira-kira 166 cm, dengan berat 49 Kg. Tapi yang bikin aku tidak bosan melihatnya adalah dadanya yang menantang, cukup besar untuk ukurannya, tapi tidak terlalu besar sekali.  Begitu pula dengan pantatnya, aku paling suka jika dia memakai jeans ketat, dengan kaos oblong warna putih. Kadang jika ia bercanda, ngomongnya nyerempet-nyerempet porno terus, walaupun sekali-sekali saja.  Tiga bulan sudah lamanya aku dekat dengannya, jalan kemanapun selalu bersama, walaupun dia belum resmi jadi pacarku, tetapi aku dan dia selalu berdua kemanapun. Sampai akhirnya aku dan dia pergi jalan-jalan ke daerah Dieng, salah satu daerah dingin di Jawa Tengah, niatnya cuma jalan-jalan saja, tidak menginap.

Entah kenapa hari ini dia mengajakku bercanda yang berbau
porno terus, dari pagi hingga siang hari. Sampai akhirnya ia bertanya begini,
‘Wan, kalau kamu punya istri suka yang buah dada nya besar atau sedeng-sedeng
saja?’. Lalu aku jawab ‘Mm.., yang kayak apa ya?, kayaknya aku suka yang
seperti punya kamu itu lho’. ‘Lho emang kamu pernah liat punyaku?’, tanya dia.
Aku bilang ‘Gimana mau liat, orang kamunya ajah nggak pernah kasih
kesempatan.., heheheh’. Dia tanya lagi sambil bercanda, ‘Kalo aku kasih
kesempatan gimana?’.  Aku jawab, ‘Yaa..,
nggak aku sia-sia’in’. ‘Emang berani?’, tantang Gita. ‘Siapa takut..’, jawabku
tidak mau kalah. ‘Kalo gitu bukti’in!’, kata Gita. ‘Oke.., kita cari losmen
sekarang.., gimana?’, tantangku gantian. ‘Siapa takut..’, jawabnya tidak mau
kalah juga. Jujur saja aku masih berfikir bahwa ini cuma bercanda saja, sampai
tiba-tiba di depan sebuah losmen, dia berkata, ‘Wan, disini ajah.., kayaknya
losmennya bagus tuh’. ‘Deg!!’, jantungku terasa berhenti.  Dengan ragu-ragu kuarahkan mobilku masuk ke
halaman losmen tersebut. Aku masih diam dan setengah tidak percaya. Terus dia
berkata, ‘Kamu angkat tas-tas kita, aku yang check in.., OK?’.  Seperti babu kepada majikannya, aku ikuti
kata-katanya dan mengikuti langkahnya masuk ke losmen. Masuk ke kamar losmen
langsung kita tutup dan kunci pintunya, aku masih terdiam terus duduk di atas
kasur sampai dia berkata, ‘OK, sekarang aku kasih kamu kesempatan liat dadaku,
tapi jangan macem-macem yaa?.  Tiba-tiba
saja Gita menarik kaosnya ke atas, dan langsung melemparkan ke atas tempat
tidur. Lalu dia terdiam sambil menatapku yang juga terdiam, walaupun sebenarnya
aku sedang terpana.  Beberapa saat dia
arahkan tangan kanannya ke pundak kirinya, digesernya tali BH-nya jatuh ke
lengan. Lalu gantian tangan kirinya ke pundak kanan melakukan hal yang sama.
Lalu tangan kanannya diarahkan ke punggung, tetapi tangan kirinya masih
memegangi BH bagian depannya. Oh God.., Nafasku terasa berhenti di
tenggorokanku..,

BH-nya telah terlepas, tetapi masih ditahan bagian depannya oleh tangan kirinya. Gita terus memandangiku. Gita menggigit bibir bagian bawahnya.  Tiba-tiba ia berkata, ‘Aku nggak akan lepas ini, jika kamu nggak buka pakaianmu semuanya’ Aku ragu-ragu.., tetapi nafasku sudah tidak bisa diatur lagi.., aku buka kaosku.., aku buka jeansku.., lalu aku berhenti, tinggal celana dalam yang aku kenakan.., gantian aku yang menantang, ‘Aku nggak akan buka ini, jika kamu nggak lepas itu sekarang’ Gita diam sejenak lalu dia turunkan perlahan tangan kirinya dan akhirnya terlihat jelas buah dada nya yang kuning langsat dan benar-benar menantang.  Belum sempat aku rampung menikmati pemandangan ini, tiba-tiba ia melompat ke arahku dan mendorongku telentang di kasur, dengan cepat dia mencium bibirku. Aku yang masih kaget akan serangan mendadak ini tidak menyia-nyiakannya, kami saling berciuman, saling melumat bibir, ‘uugghh.., oohh..’, hanya kata itu yang Gita keluarkan.  Tiba-tiba saja di berdiri, dalam 5 detik celana jeansnya sudah terlepas. Kami sama-sama hanya memakai celana dalam saja, saling pandang tetapi itu hanya berlangsung 6 detik, dengan cepat ia menarik celana dalamku kebawah dan melepasnya.  Gita tersenyum dan sedikit tertawa, aku tak tahu dia senang melihat punyaku atau menertawai punyaku? Akupun tidak mau kalah, kutarik perlahan-lahan celana dalamnya sedikit demi sedikit, ternyata Gita sudah tidak sabar lalu dia tarik sendiri celana dalamnya dan melemparnya ke belakang, belum sempat celana dalamnya menyentuh lantai bibirnya sudah melumat bibirku,  ‘oohh..’, kami sekarang benar-benar telanjang bulat. Gita mulai mencium leherku tapi itu tidak lama karena aku keburu membalik badanku. Sekarang gantian ia yang telentang di kasur. Pemandangan yang indah sekali tetapi kali ini aku tidak mau lama-lama memandang, langsung aku berada diatasnya, kedua tangannya sudah kupegang dan tahan di samping kiri-kanan kepalanya. Aku ciumi lehernya, bibir, leher lagi. ‘Hhmmhh.., uugghh.., sstt’, cuma itu yang dia katakan. 

Baca Juga Cerita Bokep Indonesia : Dompet sakti Pembawa Nikmat dan perkosaan yang ber ujung nikmat

Ciumanku sudah ‘bosan’ di leher. Aku mulai turun. Melihat
gerakanku itu, tiba-tiba dia mengangkat dadanya. Kesempatan ini tidak
kusia-siakan. Aku langsung ciumi buah dada nya sebelah kiri, sedang tangan
kananku mengelus-elus buah dada nya yang kanan. 
Kali ini tangan kirinya sudah memegang kepalaku. ‘sstt.., hh.., sstt..’,
mulutnya berdesis seperti ular. Dia menarik rambutku dan kepalaku dan
mengarahkan kepalaku ke buah dada nya sebelah kanan. Dengan t’.  Lalu dengan gigiku aku mulai mengigit-gigit
sedikit puting susunya, kiri-kanan, kiri-kanan selalu bergantian dan adil.
Sementara dari mulut Gita terus keluar kata, ‘Teruuss.., teruuss.., yang
keras.., aahh.., gigit Wan.., gghh.., sstt’. Sementara punyaku sudah tegang keras.  Kepalaku mulai turun lagi tetapi tiba-tiba ia
berteriak kecil, ‘Wan.., Iwan.., uugghh.., sekarang ajjaah.., masuk’iin..,
nggak usah pake mulut lagi.., masukin sekaraanng.., plizz..’. Aku langsung di
dorongnya. Sekarang ganti posisi, aku yang telentang dan Gita berada di atasku.
Selangkangannya mencari-cari posisi, walau aku tahu pasti yang dia cari adalah
punyaku.  Begitu posisinya tepat, Gita
mendorongnya dengan kuat. ‘uugghh..’, sedang aku sedikit berteriak, ‘aahh’.
Punyaku sudah terbenam di dalam selangkangannya. Gita terus menggerak-gerakan
pinggulnya ke atas, ke bawah, kiri-kanan, naik-turun segala arah gerakan ia
lakukan.  Matanya terpejam, bibirnya
digigit seperti menahan sesuatu, sering dari mulutnya keluar kata-kata,
‘oohh.., sshhtt.., uugghh.., sshhss.., sshhiitt.., aacchh.., oouuhh..’,
nafasnya tidak lagi teratur. Kedua tangannya meremas-remas buah dada nya
sendiri, kepalanya sering menengadah ke atas, ‘uugghh.., oohh.., sshhsstt’.  Sedangkan aku hanya sanggup meremas sprei di
kiri dan kananku dengan kedua tanganku. Gigi atas dan gigi bawahku sudah saling
menekan, tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutku hanya suara nafasku saja
yang terdengar. Kali ini aku yang mengambil alih ‘kekuasannya’ gantian kudorong
tapi dia malah tengkurap, melihat pantatnya yang putih mulus.  Aku jadi tambah bernafsu untuk segera
memasukkan punyaku ke punyanya. Aku angkat pinggulnya dan Gitapun mengangkat
badannya dengan kedua tangan dan kakinya. Sekarang posisinya seperti mau
merangkak.  Langsung tanpa tunggu waktu
lagi aku mencoba memasukan ‘adikku’ ke lubang vaginanya. ‘Mmaasuukkiinn..,
ceeppeett..’, Gita memohon kepadaku tapi belum sempat ia menyelesaikan
kalimatnya punyaku sudah masuk ke vaginanya. ‘oohh..’, dari mulutku keluar kata
tersebut.

Dengan semangat aku mulai mendorong ke depan, menarik,
mendorong, menarik terus menerus seiring dengan gerakanku.  Gerakannyapun berlawanan dengan gerakanku,
setiap aku mendorong ke depan ia mendorong pantatnya ke arahku diiringi desahan
dan leguhan dari mulutnya. ‘uugghh.., aahh.., Sshshhss.., oohh.., uugghh..’.
Tiba-tiba ia berteriak, ‘Iwaann.., sshh.., oohh’, aku merasakan sesuatu keluar
dari dalam lubang kemaluannya tapi, ‘oohh.., oohh.., aacchh.., Gitt..,
aakku..’. Akupun merasakan kenikmatan yang tiada bandingannya seiring dengan
keluarnya cairan dari dalam punyaku. ‘oohh.., uugghh’, banyak sekali cairanku
keluar. ‘Terus Wan.., keluarin semuanya..’, pinta Gita.  Tubuhku terasa sudah tidak kuat lagi berdiri.
Aku langsung telentang di kasur, sedangkan Gita langsung memelukku dan menaruh
kepalanya di dadaku. ‘Gita sayang sama Iwan’, hanya itu yang keluar dari
mulutnya, lalu matanya terpejam sambil terus memelukku.

Kenikmatan saat terjepit lubang kencing masih perawan

Waktu itu Ronal yang masih duduk di perkuliahan mempunyai
teman akrab namanya Ghina di aberasal dari Sumatera dan katanya dia masih
menumpang di rumah tantenya, kebetulan hobi kitra sama yaitu naik gunung
pecinta alam kita sering bersama kadang aku juga maen kerumahnya, dan bisa
lebih karena aku juga naksir dengan adik sepupunya namanya Lusi.  Lusi adalah anak dari tante yang rumahnya
ditumpangi oleh Ghina, walaupun aku sudah akrab dengan keluarganya tante tapi
aku tak langsung pacari si Lusi, tapi selama perjalanan waktu sudah berubah
dimana ayah Lusi yang wakil rakyat meninggal dunia. Jadi Sekarang Ibunya yang
mengurus semua perusahaan yang dikendalaikan ayah Lusi, Harapanku untuk
memacari Lusi tetap ada, walaupun saat aku berkunjung kerumahnya jarang bertemu
langsung dengan Lusi, malah Ibunya yang namanya Ita menemaniku, karena
kesibukannya Lusi yang di Jakarta sedang belajar di sekolah presenter stasiun
TV swasta. Tapi sebenarnya kalau mau jujur Lusi masih kalah dengan ibunya. Bu
Ita lebih cantik.,kulitnya lebih putih bersih, dewasa dan tenang pembawaannya.
Sementara Lusi agak sawo matang, nurun ayahnya kali? Seandainya Lusi seperti
ibunya: tenang pembawaannya, keibuan dan penuh perhatian, baik juga. Sekarang,
di rumah yang cukup mewah itu hanya ada bu Ita dan seorang pembantu. Ghina
sudah tidak di situ, sementara Lusi sekolah di ibukota, paling-paling seminggu
pulang. Akhirnya saya di suruh bu Ita untuk membantu sebagai karyawan tidak
tetap mengelola perusahaannya. Untungnya saya memiliki kemampuan di bidang
komputer dan manajemennya,

yang saya tekuni sejak SMA. Setelah mengetahui manajemen perusahaan bu Ita lalu saya menawari program akuntansi dan keuangan dengan komputer, dan bu Ita setuju bahkan senang. Merencanakan kalkulasi biaya proyek yang ditangani perusahaannya, dsb. Saya menyukai pekerjaan ini. Yang jelas bisa menambah uang saku saya, bisa untuk membantu kuliah, yang saat itu baru semester dua. Bu Ita memberi honor lebih dari cukup menurut ukuran saya. Pegawai bu Ita ada tiga cewek di kantor, tambah saya, belum termasuk di lapangan. Saya sering bekerja setelah kuliah, sore hingga malam hari, datang menjelang pegawai yang lain pulang. Itupun kalau ada proyek yang harus dikerjakan. Part time begitu. Bagi saya ini hanya kerja sambilan tapi bisa menambah pengalaman. Karena hubungan kerja antara majikan dan pegawai, hubungan saya dengan bu Ita semakin akrab. Semula sih biasa saja, lambat-laun seperti sahabat, curhat, dan sebagainya. Aku sering dinasehati, bahkan saking akrabnya, bercanda, saya sering pegang tangannya, mencium tangan, tentu saja tanpa diketahui rekan kerja yang lain. Dan rupanya dia senang. Tapi aku tetap menjaga kesopanan. Pengalaman ini yang mendebarkan jantungku, betapapun dan siapapun bu Ita, dia mampu menggetarkan dadaku. Walaupun sudah cukup umur wanita ini tetap jelita. Saya kira siapapun orangnya pasti mengatakan orang ini cantik bahkan cantik sekali. Dasar pandai merawat tubuh, karena ada dana untuk itu, rajin fitnees, di rumah disediakan peralatannya. Kalau sedang fitnees memakai pakaian fitnees ketat sangat sedap dipandang. Ini sudah saya ketahui sejak saya SMA dulu, tapi karena saya kepingin mendekati Lusi, hal itu saya kesampingkan. Data-data pribadi bu Ita saya tahu betul karena sering mengerjakan biodata berkaitan dengan proyek-proyeknya.

Baca Juga Cerita Mesum Hot : Mantan pacar adikku

Tingginya 161 cm, usianya saat kisah ini terjadi 37 tahun,
lima bulan dan berat badannya 52 kg. Cukup ideal. Pada suatu hari saya lembur,
karena ada pekerjaan proyek dan paginya harus didaftarkan untuk diikutkan
tender. Pukul 22.00 pekerjaan belum selesai, tapi aku agak terhibur bu Ita mau
menemaniku, sambil mengecek pekerjaanku. Dia cukup teliti. Kalau kerja lembur
begini ia malah sering bercanda. Bahkan kalau minumanku habis dia tidak
segan-segan yang menuang kembali, aku malah menjadi kikuk. Dia tak enggan
pegang tanganku, mencubit, namun aku tak berani membalas. Apalagi bila sedang
mencubit dadaku aku sama sekali tidak akan membalas. Dan yang cukup surprise
tanpa ragu memijit-pijit bahuku dari belakang. “Capek ya..? Saya pijit, nih”,
katanya. Aku hanya tersenyum, dalam hati senang juga, dipijit janda cantik.
Apalagi yang kurasakan dadanya, pasti teteknya menyenggol kepalaku bagian
belakang, saya rasakan nyaman juga. Lama-lama pipiku sengaja saya pepetkan
dengan tangannya yang mulus, dia diam saja. Dia membalas membelai-belai daguku,
yang tanpa rambut itu. Aku menjadi cukup senang. Hampir pukul 23.00 baru
selesai semua pekerjaan, saya membersihkan kantor dan masih dibantu bu Ita. Wah
wanita ini betul-betul seorang pekerja keras, gumanku dalam hati. Saya
bersiap-siap untuk pulang, tapi dibuatkan kopi, jadi kembali minum. “Kamu sudah
punya pacar Ron?” “Belum Bu”, jawabku “Masa.., pasti kamu sudah punya. Cewek
mana yang tak mau dengan cowok ganteng”, katanya “Belum Bu, sungguh kok”,
kataku lagi. Kami duduk bersebelahan di sofa ruang tengah, dengan penerangan
yang agak redup. Entah siapa yang mendahului, kami berdua saling berpegangan
tangan saling meremas lembut. Yang jelas semula saya sengaja menyenggol
tangannya Mungkin karena terbawa suasana malam yang dingin dan suasana ruangan yang
syahdu, dan terdengar suara mobil melintas di jalan raya serta sayup-sayup
suara binatang malam, saya dan bu Ita hanyut terbawa oleh suasana romantis.

Bu Ita yang malam itu memakai gaun warna hitam dan sedikit motif bunga ungu. Sangat kontras dengan warna kulitnya yang putih bersih. Wanita pengusaha ini makin mendekatkan tubuhnya ke arahku. Dalam kondisi yang baru aku alami ini aku menjadi sangat kikuk dan canggung, tapi anehnya nafasku makin memburu, kejar-kejaran dan bergelora seperti gemuruh ombak di Pelabuhan Ratu. Saya menjadi bergemetaran, dan tak mampu berbuat banyak, walau tanganku tetap memegang tangannya. “Dingin ya Ron..?!”, katanya sendu. Sementara tangan kiriku ditarik dan mendekap lengan kirinya yang memang tanpa lengan baju itu. “Ya, Bu dingin sekali”, jawabku. Terasa dingin, sementara tangannya juga merangkul pinggangku. Bau wewanginan semerbak di sekitar, aku duduk, menambah suasana romantis “Kalau ketahuan Darti (pembantunya), gimana Bu?”, kataku gemetar. “Darti tidak akan masuk ke sini, pintunya terkunci”, katanya. Saya menjadi aman. Lalu aku mencoba mengecup kening wanita lincah ini, dia tersenyum lalu dia menengadahkan wajahnya. Tanpa diajari atau diperintah oleh siapapun, kukecup bibir indahnya. Dia menyambut dengan senyuman, kami saling berciuman bibir saling melumat bibir, lidah kami bertemu berburu mencari kenikmatan di setiap sudut-sudut bibir dan rongga mulut masing-masing. Tangankupun mulai meraba-raba tubuh sintal bu Ita, diapun tidak kalah meraba-raba punggungku dan bahkan menyusup dibalik kaosku. Aku menjadi semakin terangsang dalam permainan yang indah ini. Sejenak jeda, kami saling berpandangan dia tersenyum manis bahkan amat manis, dibanding waktu-waktu sebelumnya. Kami berangkulan kembali, seolah-olah dua sejoli yang sedang mabuk asmara sedang bermesraan, padahal antara majikan dan pegawainya. Dia mulai mencumi leherku dan menggigit lembut semantara tanganku mulai meraba-raba tubuhnya, pertama pantatnya, kemudian menjalar ke pinggulnya.

Baca JUga Cerita Seks Panas : Hasrat sex dalam Kebimbangan dan Sedarah Gairah Nafsu Tante dengan Anaknya

“Sejak kamu kesini dengan Ghina dulu, saya sudah berpikir:
“Ganteng banget ini anak!””, katanya setengah berbisik. “Ah ibu ada-ada saja”,
kataku mengelak walaupun saya senang mendapat sanjungan. “Saya tidak merayu,
sungguh”, katanya lagi. Kami makin merangsek bercumbu, birahiku makin menanjak
naik, dadaku semakin bergetar, demikian juga dada bu Ita. Diapun nampak
bergetaran dan suaranya agak parau. Kemudian saya beranjak, berdiri dan menarik
tangan bu Ita yang supaya ikut berdiri. Dalam posisi ini dia saya dekap dengan
hangatnya. Hasrat kelakianku menjadi bertambah bangkit dan terasa seakan
membelah celana yang saya pakai. Lalu saya bimbing dia ke kamarnya, bagai
kerbau dicocok hidungnya bu Ita menurut saja. Kami berbaring bersama di spring
bed, kembali kami bergumul saling berciuman dan becumbu. “Gimana kalau saya
tidur di sini saja, Bu”, pintaku lirih. Ia berpikir sejenak lalu mengangguk
sambil tersenyum. Kemudian dia beranjak menuju lemari dan mengambil pakaian
sambil menyodorkan kepada saya. “Ini pakai punyaku”, dia menyodorkan pakaian
tidur. Lalu aku melorot celana panjangku dan kaos kemudian memakai kimononya. Aku
menjadi terlena. Dalam dekapannya aku tertidur. Baru sekitar setengah jam saya
terbangun lagi. Dalam kondisi begini, jelas aku susah tidur. Udara terasa
dingin, saya mendekapnya makin kencang. Dia menyusupkan kaki kanannya di
selakangan saya. Penisku makin bergerak-gerak, sementara cumbuan berlangsung,
penisku semakin menjadi-jadi kencangnya, yang sesungguhnya sejak tadi di sofa. Aku
berpikir kalau sudah begini bagaimana? Apakah saya lanjutkan atau diam saja?
Lama aku berfikir untuk mengatakan tidak! Tapi tidak bisa ditutupi bahwa
hasrat, nafsu birahiku kuat sekali yang mendorong melonjak-lonjak dalam dadaku
bercampur aduk sampai kepada ubun-ubunku. Walaupun aku diamkan beberapa saat,
tetap saja kejaran libido yang terasa lebih kuat. Memang saya sadar, wanita
yang ada didekapanku adalah majikanku, tantenya Ghina, mamanya Lusi, tapi
sebagai pria normal dan dewasa aku juga merasakan kenikmatan bibir dan rasa
perasaan bu Ita sebagai wanita yang sintal, cantik dan mengagumkan. Sedikitnya
aku sudah merasakan kehangatannya tubuhnya dan perasaannya, meski pengalaman
ini baru pertama kali kualami. Aku tak kuasa berkeputusan, dalam kondisi
seperti ini aku semakin bergemetaran, antara mengelak dan hasrat yang
menggebu-gebu.

Aku perhatikan wajahnya di bawah sorot lampu bed, sengaja
saya lihat lama dari dekat, wajahnya memancarkan penyerahan sebagai wanita, di
depan lelaki dewasa. Pelan-pelan tanganku menyusup di balik gaunnya, meraba
pahanya dia mengeliat pelan, saya tidak tahu apakah dia tidur atau pura-pura
tidur. Aku cium lembut bibirnya, dan dia menyambutnya. Berarti dia tidak tidur.
Ku singkap gaun tidurnya kemudian kulepas, dia memakai beha warna putih dan
cedenya juga putih. Aku menjadi tambah takjub melihat kemolekan tubuh bu Ita,
putih dan indah banget. Ku raba-raba tubuhnya, dia mengeliat geli dan membuka
matanya yang sayu. Jari-jari lentiknya menyusup ke balik baju tidur yang
kupakai dan menarik talinya pada bagian perutku, lalu pakaianku terlepas. Kini
akupun hanya pakai cede saja. “Kamu ganteng banget, Ron, tinggi badanmu berapa,
ya?”, bisiknya. Saya tersenyum senang. “Makasih. Ada 171. Bu Ita juga cantik
sekali”, mendengar jawabanku, dia hanya tersenyum. Aku berusaha membuka behanya
dengan membuka kaitannya di punggungnya, kemudian keplorotkan cedenya sehingga
aku semakin takjub melihat keindahan alam yang tiada tara ini. Hal ini
menjadikan dadaku semakin bergetar. Betapa tidak?! Aku berhadapan langsung
dengan wanita tanpa busana yang bertubuh indah, yang selama ini hanya kulihat
lewat gambar-gambar orang asing saja. Kini langsung mengamati dari dekat sekali
bahkan bisa meraba-raba. Wanita yang selama ini saya lihat berkulit putih
bersih hanya pada bagian wajah, bagian kaki dan bagian lengan ini, sekarang
tampak seluruhnya tiada yang tersisa. Menakjubkan! Darahku semakin mendidih,
melihat pemandangan nan indah itu. Di saat saya masih bengong, pelan-pelan aku
melorot cedeku, saya dan bu Ita sama-sama tak berpakaian. Penisku benar-benar
maksimal kencangnya.

Kami berdua berdekapan, saling meraba dan membelai. Kaki
kami berdua saling menyilang yang berpangkal di selakangan, saling mengesek.
Penisku yang kencang ikut membelai paha indah bu Ita. Sementara itu ia
membelai-belai lembut penisku dengan tangan halusnya, yang membawa efek nikmat
luar biasa. Tanganku membela-belai pahanya kemudian kucium mulai dari lutut
merambat pelan ke pangkal pahanya. Ia mendesah lembut. Dadaku makin bergetaran
karena kami saling mencumbu, aku meraba selakangannya, ada rerumputan di sana,
tidak terlalu lebat jadi enak dipandang. Dia mengerang lembut, ketika jemariku
menyentuh bibir vaginanya. Mulutku menciumi payudaranya dengan lembut dan
mengedot puntingnya yang berwarna coklat kemerah-merahan, lalu membenamkan
wajahku di antara kedua susunya. Sementara tangan kiriku meremas lembut
teteknya. Desisan dan erangan lembut muncul dari mulut indahnya. Aku semakin
bernafsu walau tetap gemetaran. Tanganku mulai aktif memainkan selakangannya,
yang ternyata basah itu. Saya penasaran, lalu kubuka kedua pahanya, kemudian
kusingkap rerumputan di sekitar kewanitaannya. Bagian-bagian warna pink itu aku
belai-belai dengan jemariku. Klitorisnya, ku mainkan, menyenangkan sekali. Ita
mengerang lembut sambil menggerakkan pelan kaki-kakinya. Lalu jariku kumasukkan
keterowongan pink tersebut dan menari-nari di dalamnya. Dia semakin
bergelincangan. Kelanjutannya ia menarikku. “Ayo Ron”aku tak tahan”, katanya
berbisik Dan merangkulku ketat sekali, sehingga bagian yang menonjol di dadanya
tertekan oleh dadaku. Aku mulai menindih tubuh sintal itu, sambil bertumpu pada
kedua siku-siku tanganku, supaya ia tidak berat menompang tubuhku.

Sementara itu senjataku terjepit dengan kedua pahanya. Dalam
posisi begini saja enaknya sudah bukan main, getaran jantungku makin tidak
teratur. Sambil menciumi bibirnya, dan lehernya, tanganku meremas-remas lembut
susunya. Penisku menggesek-gesek sekalangannya, ke arah atas (perut), kemudian
turun berulang-ulang Tak lama kemudian kakinya direnggangkan, lalu pinggul kami
berdua beringsut, untuk mengambil posisi tepat antara senjataku dengan lubang
kewanitaannya. Beberapa kali kami beringsut, tapi belum juga sampai kepada
sasarannya. Penisku belum juga masuk ke vaginanya “Alot juga”, bisikku. Bu Ita
yang masih di bawahku tersenyum. “Sabar-sabar”, katanya. Lalu tangannya
memegang penisku dan menuntun memasukkan ke arah kewanitaannya. “Sudah ditekan…
pelan-pelan saja”, katanya. Akupun menuruti saja, menekan pinggulku… “Blesss”,
masuklah penisku, agak seret, tapi tanpa hambatan. Ternyata mudah! Pada saat
masuk itulah, rasa nikmatnya amat sangat. Seolah aku baru memasuki dunia lain,
dunia yang sama sekali baru bagiku. Aku memang pernah melihat film orang
beginian, tetapi untuk melakukan sendiri baru kali ini. Ternyata rasanya enak,
nyaman, mengasyikkan. Wonderful! Betapa tidak, dalam usiaku yang ke 23, baru
merasakan kehangatan dan kenikmatan tubuh wanita. Gerakanku mengikuti naluri
lelakiku, mulai naik-turun, naik-turun, kadang cepat kadang lambat, sambil memandang
ekspresi wajah bu Ita yang merem-melek, mulutnya sedikit terbuka, sambil keluar
suara tak disengaja desah-mendesah. Merasakan kenikmatannya sendiri. “Ah… uh…
eh… hem”” Ketika aku menekankan pinggulku, dia menyambut dengan menekan pula ke
atas, supaya penisku masuk menekan sampai ke dasar vaginanya. Getaran-getaran
perasaan menyatu dengan leguhan dan rasa kenikmatan berjalan merangkak sampai
berlari-lari kecil berkejar-kejaran. Di tengah peristiwa itu bu Ita berbisik “Kamu
jangan terlalu keburu nafsu, nanti kamu cepat capek, santai saja, pelan-pelan,
ikuti iramanya”, ketika saya mulai menggenjot dengan semangatnya. “Ya Bu,
maaf”, akupun menuruti perintahnya. Lalu aku hanya menggerakkan pinggulku ala
kadarnya mengikuti gerakan pinggulnya yang hanya sesekali dilakukan.

Ternyata model ini lebih nyaman dan mudah dinikmati.
Sesekali kedua kakinya diangkat dan sampai ditaruh di atas bahuku, atau
kemudian dibuka lebar-lebar, bahkan kadang dirapatkan, sehingga terasa penisku
terjepit ketat dan semakin seret. Gerak apapun yang kami lakukan berdua membawa
efek kenikmatan tersendiri. Setelah lebih dari sepuluh menit , aku menikmati
tubuhnya dari atas, dia membuat suatu gerakan dan aku tahu maksudnya, dia minta
di atas. Aku tidur terlentang, kemudian bu Ita mengambil posisi tengkurap di
atasku sambil menyatukan alat vital kami berdua. Bersetubuhlah kami kembali.Ia
memasukkan penisku rasanya ketat sekali menghujam sampai dalam. Sampai beberapa
saat bu Ita menggerakkan pinggulnya, payudaranya bergelantungan nampak indah
sekali, kadang menyapu wajahku. Aku meremas kuat-kuat bongkahan pantatnya yang
bergoyang-goyang. Payudaranya disodorkan kemulutku, langsung kudot. Gerakan
wanita berambut sebahu ini makin mempesona di atas tubuhku. Kadang seperti
orang berenang, atau menari yang berpusat pada gerakan pinggulnya yang aduhai.
Bayang-bayang gerakan itu nampak indah di cermin sebelah ranjang. Tubuh putih
nan indah perempuan setengah baya menaiki tubuh pemuda agak coklat
kekuning-kuningan. Benar-benar lintas generasi! Adegan ini berlangsung lebih
dari lima belas menit, kian lama kian kencang dan cepat, gerakannya. Nafasnya
kian tidak teratur, sedikit liar. Kayak mengejar setoran saja. Tanganku
mempererat rangulanku pada pantat dan pinggulnya, sementara mulutku sesekali
mengulum punting susunya. Rasanya enak sekali. Setelah kerja keras majikanku
itu mendesah sejadi-jadinya” “Ah… uh, eh… aku, ke.. luaar..Ron..”, rupanya ia
orgasme.

Puncak kenikmatannya diraihnya di atas tubuhku, nafasnya
berkejar-kejaran, terengah-engah merasakan keenakan yang mencapai klimaknya. Nafasnya
berkejar-kejaran, gerakannya lambat laun berangsur melemah, akhirnya diam. Ia
menjadi lemas di atasku, sambil mengatur nafasnya kembali. Aku mengusap-usap
punggung mulusnya. Sesekali ia menggerak-gerakkan pinggulnya pelan, pelan
sekali, merasakan sisa-sisa puncak kenikmatannya. Beberapa menit dia masih
menindih saya. Setelah pulih tenaganya, dia tidur terlentang kembali, siap
untuk saya tembak lagi. Kini giliran saya menindihnya, dan mulai mengerjakan
kegiatan seperti tadi. Gerakan ku pelan juga, dia merangkul aku. Naik turun,
keluar masuk. Saat masuk itulah rasa nikmat luar biasa, apalagi dia bisa
menjepit-jepit, sampai beberapa kali. Sungguh aku menikmati seluruhnya tubuh bu
Ita. Ruaar biasa! Tiba-tiba suatu dorongan tenaga yang kuat sampai diujung
senjataku, aliran darah, energi dan perasaan terpusat di sana, yang menimbulkan
kekuatan dahsyat tiada tara. Energi itu menekan-nekan dan memenuhi
lorong-lorong rasa dan perasaan, saling memburu dan kejar-kejaran. Didorong
oleh gairah luar biasa, menimbulkan efek gerakan makin keras dan kuat
menghimpit tubuh indah, yang mengimbangi dengan gerakan gemulai mempesona. Akhirnya
tenaga yang menghentak-hentak itu keluar membawa kenikmatan luar biasa”, suara
tak disengaja keluar dari mulut dua insan yang sedang dilanda kenikmatan. Air
maniku terasa keluar tanpa kendali, menyemprot memenuhi lubang kenikmatan milik
bu Ita. “Ahh… egh… egh… uhh”, suara kami bersaut-sahutan. Bibir indah itu
kembali kulumat makin seru, diapun makin merapatkan tubuhnya terutama pada
bagian bawah perutnya, kuat sekali. Menyatu semuanya, “Aku” keluar Bu”, kataku
terengah-engah. “Aku juga Ron”, suaranya agak lemah. “Lho keluar lagi, tadi kan
sudah?! Kok bisa keluar lagi?!”, tanyaku agak heran. “Ya, bisa dua kali”,
jawabnya sambil tersenyum puas. Kami berdua berkeringat, walau udara di luar
dingin.

Rasanya cukup menguras tenaga, bagai habis naik gunung saja,
lempar lembing atau habis dari perjalanan jauh, tapi saya masih bisa merasakan
sisa-sisa kenikmatan bersama. Selang beberapa menit, setelah kenikmatan
berangsur berkurang, dan terasa lembek, saya mencabut senjataku dan berbaring
terlentang di sisinya sambil menghela nafas panjang. Puas rasanya menikmati
seluruh kenikmatan tubuhnya. Perempuan punya bentuk tubuh indah itupun terlihat
puas, seakan terlepas dari dahaganya, yang terlihat dari guratan senyumnya.
Saya lihat selakangannya, ada ceceran air maniku putih kental meleleh di bibir
vaginanya bahkan ada yang di pahanya. Pengalaman malam itu sangat menakjubkan,
hingga sampai berapa kali aku menaiki bu Ita, aku lupa. Yang jelas kami beradu
nafsu hampir sepanjang malam dan kurang tidur. Keesokan harinya. Busa-busa
sabun memenuhi bathtub, aku dan bu Ita mandi bersama, kami saling menyabun dan
menggosok, seluruh sisi-sisi tubuhnya kami telusuri, termasuk bagian yang
paling pribadi. Yang mengasyikkan juga ketika dia menyabun penisku dan
mengocok-kocok lembut. Saya senang sekali dan sudah barang tentu membawa efek
nikmat. “Saya heran barang ini semalaman kok tegak terus, kayak tugu Ghinas,
besar lagi. Ukuran jumbo lagi?!”, katanya sambil menimang-nimang tititku. “Kan
Ibu yang bikin begini?!”, jawabku. Kami tersenyum bersama. Sehabis mandi,
kuintip lewat jendela kamar, Darti sedang nyapu halaman depan, kalau aku keluar
rumah tidak mungkin, bisa ketahuan. Waktu baru pukul setengah enam. Tetapi
senjata ini belum juga turun, tiba-tiba hasrat lelakiku kembali bangkit kencang
sekali. Kembali meletup-letup, jantung berdetak makin kencang. Lagi-lagi aku
mendekati janda yang sudah berpakaian itu, dan kupeluk, kuciumi. Saya agak
membungkuk, karena aku lebih tinggi.

Bau wewangian semerbak disekujur tubuhnya, rasanya lebih
fresh, sehabis mandi. Lalu ku lepas gaunnya, ku tanggalkan behanya dan
kuplorotkan cedenya. Kami berdua kembali berbugil ria dan menuju tempat tidur.
Kedua insan lelaki perempuan ini saling bercumbu, mengulangi kenikmatan
semalam. Ia terbaring dengan manisnya, pemandangan yang indah paduan antara
pinggul depan, pangkal paha, dan rerumputan sedikit di tengah menutup
samara-samar huruf “V”, tanpa ada gumpalan lemaknya. Aku buka dengan pelan
kedua pahanya. Aku ciumi, mulai dari lutut, kemudian merambat ke paha mulusnya.
Sementara tangannya mengurut-urut lembut penisku. Tubuhku mulai bergetaran,
lalu aku membuka selakangannya, menyibakkan rerumputan di sana. Aku ingin
melihat secara jelas barang miliknya. Jariku menyentuh benda yang berwarna pink
itu, mulai bagian atas membelai-belainya dengan lembut, sesekali mencubit dan
membelai kembali. Bu Ita bergelincangan, tangannya makin erat memegang tititku.
Kemudian jariku mulai masuk ke lorong, kemudian menari-nari di sana, seperti
malam tadi. Tapi bibir, dan terowongan yang didominasi warna pink ini lebih
jelas, bagai bunga mawar yang merekah. Beberapa saat aku melakukan permainan
ini, dan menjadi paham dan jelas betul struktur kewanitaan bu Ita, yang
menghebohkan semalam. Gelora nafsu makin menggema dan menjalar seantero tubuh
kami, saling mencium dan mencumbu, kian memanas dan berlari kejar-kejaran.
Seperti ombak laut mendesir-desir menerpa pantai. Tiada kendali yang dapat
mengekang dari kami berdua. Apalagi ketika puncak kenikmatan mulai nampak dan
mendekat ketat. Sebuah kejutan, tanpa aku duga sebelumnya penisku yang sejak
tadi di urut-urut kemudian dikulum dengan lembutnya. Pertama dijilati
kepalanya, lalu dimasukkan ke rongga mulutnya. Rasanya saya diajak melayang ke
angkasa tinggi sekali menuju bulan. Aku menjadi kelelahan. Sesi berikutnya dia
mengambil posisi tidur terlentang, sementara aku pasang kuda-kuda, tengkurap
yang bertumpu pada kedua tangan saya. Saya mulai memasukkan penisku ke arah
lubang kewanitaan bu Ita yang tadi sudah saya “pelajari” bagian-bagiannya
secara seksama itu.

Benda ini memang rasanya tiada tara, ketika kumasukkan, tidak hanya saya yang merasakan enaknya penetrasi, tetapi juga bu Ita merasakan kenikmatan yang luar biasa, terlihat dari ekpresi wajahnya, dan desahan lembut dari mulutnya. “Ah”, desahnya setiap aku menekan senjataku ke arah selakangannya, sambil menekankan pula pinggulnya ke arah tititku. Kami berdua mengulangi mengarungi samodra birahi yang menakjubkan, pagi itu. Semuanya sudah selesai, aku keluar rumah sekitar pukul setengah delapan, saat Darti mencuci di belakang. Dalam perjalanan pulang aku termenung, Betapa kejadian semalam dapat berlangsung begitu cepat, tanpa liku-liku, tanpa terpikirkan sebelumnya. Sebuah wisata seks yang tak terduga sebelumnya. Kenikmatan yang kuraih, prosesnya mulus, semulus paha bu Ita. Singkat, cepat dan mengalir begitu saja, namun membawa kenikmatan yang menghebohkan. Betapa aku bisa merasakan kehangatan tubuh bu Ita secara utuh, orang yang selama ini menjadi majikanku. Menyaksikan rona wajah bu Ita yang memerah jambu, kepasrahannya dalam ketelanjangannya, menunjukkan kedagaan seorang wanita yang mebutuhkan belaian dan kehangatan seorang pria. Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, si kumbang muda makin sering mendatangi bunga untuk mengisap madu. Dan bunga itu masih segar saja, bahkan rasanya makin segar menggairahkan. Memang bunga itu masih mekar dan belum juga layu, atau memang tidak mau layu.Demikianlah cerita mesum hot Hot seks bebas seorang anak kuliahan di kampus dan Kenikmatan saat terjepit lubang kencing masih perawan oleh cerita sex hot

Author: admin