Ingin Kuludahi Suamiku
Dalam sebuah seminar sehari di hall Hotel
Hilton International di Jakarta, tampak seorang wanita paruh baya
berwajah manis sedang membacakan sebuah makalah tentang peranan wanita
modern dalam kehidupan rumah tangga keluarga bekerja. Dengan tenang ia
membaca makalah itu sambil sesekali membuat lelucon yang tak ayal
membuat para peserta seminar itu tersenyum riuh. Permasalahan yang
sedang dibahas dalam seminar itu menyangkut perihal mengatasi problem
perselingkuhan para suami yang selama ini memang menjadi topik hangat
baik di forum resmi ataupun tidak resmi. Beberapa peserta seminar yang
terdiri dari wanita karir, ibu-ibu rumah tangga dan para pelajar wanita
itu tampak serius mengikuti jalannya seminar yang diwarnai oleh
perdebatan antara pakar sosiologi keluarga yang sengaja diundang untuk
menjadi pembicara. Hadir juga beberapa orang wartawan yang meliput
jalannya seminar sambil ikut sesekali mengajukan pertanyaan ke arah
peserta dan pembicara. Suasana riuh saat wanita pembicara itu bercerita
tentang seorang temannya yang bersuamikan seorang pria mata keranjang
doyan main perempuan. Berbagai pendapat keluar dalam perdebatan yang
diarahkan oleh moderator.
Diakhir sesi pertama saat para peserta
mengambil waktu istirahat selama tiga puluh menit, tampak wanita
pembicara itu keluar ruangan dengan langkah cepat seperti menahan
sesuatu. Ia berjalan dengan cepat menuju toilet di samping hall tempat
seminar. Namun saat melewati lorong menuju tempat itu ia tak sadar
menabrak seseorang, akibatnya ia langsung terhenyak.
“Oh…, maaf,
saya tidak melihat anda…, maaf ya?”, seru wanita itu pada orang yang
ditabraknya, namun orang itu seperti tak mengacuhkan.
“Oke…”, sahut pria muda berdasi itu lembut dan berlalu masuk ke dalam toilet pria.
Wanita
itupun bergegas ke arah toilet wanita yang pintunya berdampingan dengan
pintu toilet pria. Beberapa saat lamanya wanita itu di sana lalu tampak
lelaki itu keluar dari toilet dan langsung menuju ke depan cermin besar
dan mencuci tangannya. Kemudian wanita tadi muncul dan menuju ke tempat
yang sama, keduanya sesaat saling melirik. “Hai”, tegur pria itu kini
mendahului.
“Halo…, anda peserta seminar?”, tanya si wanita.
“Oh, bukan. Saya bekerja di sini, maksud saya di hotel ini”, jawab pria itu.
“Oh…,
kalau begitu kebetulan, saya rasa setelah seminar ini saya akan kontak
lagi dengan manajemen hotel ini untuk mengundang sejumlah pakar dari
Amerika untuk seminar masalah kesehatan ibu dan anak. Ini kartu
namaku”, kata wanita itu sambil mengulurkan tangannya pada pria itu.
Lelaki itu mengambil secarik kartu dari dompetnya dan menyerahkannya
pada wanita itu.
“Dokter Miranti Pujiastuti, oh ternyata Ibu ini
pakar ilmu kedokteran ibu dan anak yang terkenal itu, maaf saya baru
pertama kali melihat Ibu. photomemek.com Sebenarnya saya banyak membaca
tulisan-tulisan Ibu yang kontroversial itu, saya sangat mengagumi Ibu”,
mendadak pria itu menjadi sangat hormat.
“Ah kamu, jangan terlalu
berlebihan memuji aku, dan kamu…, hmm…, Edo Prasetya, wakil General
Manager Hilton International Jakarta. Kamu
seru wanita itu sambil menjabat tangan pemuda bernama Edo itu kemudian.
“Kalau
begitu saya akan kontak anda mengenai masalah akomodasi dan acara
seminar yang akan datang, senang bertemu anda, Edo”, seru wanita itu
sambil kemudian berlalu.
“Baik, Bu dokter”, jawab sahut pria itu dan membiarkan wanita paruh baya itu berlalu dari ruangan di mana mereka berbicara.
Sejenak kemudian pemuda itu masih tampak memandangi kartu nama dokter wanita itu, ia seperti sedang mengamati sesuatu yang aneh.
“Bukankah dokter itu cantik sekali?”, ia berkata dalam hati.
“Oh
aku benar-benar tak tahu kalau ia dokter yang sering menjadi perhatian
publik, begitu tampak cantik di mataku, meski sudah separuh baya, ia
masih tampak cantik”, benaknya berbicara sendiri.
“Ah kenapa itu yang aku pikirkan?”, serunya kemudian sambil berlalu dari ruangan itu.
Sementara
itu di sebuah rumah kawasan elit Menteng Jakarta pusat tampak sebuah
mobil memasuki halaman luas rumah itu. Wanita paruh baya bernama dokter
Miranti itu turun dari sedan Mercy hitam dan langsung memasuki
rumahnya. Wajah manis wanita paruh baya itu tampaknya menyimpan sebuah
rasa kesal dalam hati. Sudah seminggu lamanya suami wanita itu belum
pulang dari perjalanan bisnis keluar negeri. Sudah seminggu pula ia
didera isu dari rekan sejawat suaminya tentang tingkah laku para
pejabat dan pengusaha kalangan atas yang selalu memanfaatkan alasan
perjalanan bisnis untuk mencari kepuasan seksual di luar rumah alias
perselingkuhan.
Wanita itu menghempaskan badannya ke tempat
tidur empuk dalam ruangan luas itu. Ditekannya remote TV dan melihat
program berita malam yang sedang dibacakan penyiar. Namun tak berselang
lama setelah itu dilihatnya di TV itu seorang lelaki botak yang tak
lain adalah suaminya sedang berada dalam sebuah pertemuan resmi antar
pengusaha di Singapura. Namun yang membuat hati wanita itu panas adalah
saat melihat suaminya merangkul seorang delegasi dagang Singapura yang
masih muda dan cantik. Sejenak ia memandang tajam ke arah televisi
besar itu lalu dengan gemas ia membanting remote TV itu ke lantai
setelah mematikan TV-nya.
“Ternyata apa yang digosipkan orang tentang suamiku benar terjadi, huh”, seru wanita itu dengan hati dongkol.
“Bangsaat..!”, Teriaknya kemudian sambil meraih sebuah bantal guling dan menutupi mukanya.
Tak
seorangpun mendengar teriakan itu karena rumah besar itu dilengkapi
peredam suara pada dindingnya, sehingga empat orang pembantu di rumah
itu sama sekali tidak mengetahui kalau sang nyonya mereka sedang marah
dan kesal. Ia menangis sejadi-jadinya, bayang-bayang suaminya yang
berkencan dengan wanita muda dan cantik itu terus menghantui
pikirannya. Hatinya semakin panas sampai ia tak sanggup menahan air
matanya yang kini menetes di pipi.
Tiga puluh menit ia menangis
sejadi-jadinya, dipeluknya bantal guling itu dengan penuh rasa kesal
sampai kemudian ia jatuh tertidur akibat kelelahan. Namun tak seberapa
lama ia terkulai tiba-tiba ia terhenyak dan kembali menangis. Rupanya
bayangan itu benar-benar merasuki pikirannya hingga dalamtidurnyapun
ia masih membayangkan hal itu. Sejenak ia kemudian berdiri dan
melangkah keluar kamar tidur itu menuju sebuah ruangan kecil di samping
kamar tidurnya, ia menyalakan lampu dan langsung menuju tumpukan obat
yang memenuhi sebagian ruangan yang mirip apotik keluarga. Disambarnya
tas dokter yang ada di situ lalu membuka sebuah bungkusan pil penenang
yang biasa diberikannya pada pasien yang panik. Ditelannya pil itu lalu
meminum segelas air.
Beberapa saat kemudian ia menjadi tenang
kemudian ia menuju ke ruangan kerjanya yang tampak begitu lengkap. Di
sana ia membuka beberapa buku, namun bebarapa lamanya kemudian wanita
itu kembali beranjak menuju kamar tidurnya. Wajahnya kini kembali
cerah, seberkas senyuman terlihat dari bibirnya yang sensual. Ia duduk
di depan meja rias dengan cermin besar, hatinya terus berbicara.
“Masa
sih aku harus mengalah terus, kalau bangsat itu bisa berselingkuh
kenapa aku tidak”, benaknya sambil menatap dirinya sendiri di cermin
itu. Satu-persatu di lepasnya kancing baju kerja yang sedari tadi belum
dilepasnya itu, ia tersenyum melihat keindahan tubuhnya sendiri. Bagian
atas tubuhnya yang dilapisi baju dalam putih berenda itu memang tampak
sangat mempesona. Meski umurnya kini sudah mencapai empat puluh tahun,
namun tubuh itu jelas akan membuat lelaki tergiur untuk menyentuhnya.
Kini
ia mulai melepaskan baju dalam itu hingga bagian atas tubuhnya kini
terbuka dan hanya dilapisi BH. Perlahan ia berdiri dan memutar seperti
memamerkan tubuhnya yang bahenol itu. Buah dadanya yang besar dan
tampak menantang itu diremasnya sendiri sambil mendongak membayangkan
dirinya sedang bercinta dengan seorang lelaki. Kulitnya yang putih
mulus dan bersih itu tampak tak kalah mempesonakan.
“Kalau bangsat
itu bisa mendapat wanita muda belia, kurasa tubuh dan wajahku lebih
dari cukup untuk memikat lelaki muda”, gumamnya lagi.
“Akan kumulai sekarang juga, tapi..”, tiba-tiba pikirannya terhenti.
“Selama ini aku tak pernah mengenal dunia itu, siapakah yang akan kucari? hmm..”.
Tangannya
meraih tas kerja di atas mejanyanya, dibongkarnya isi tas itu dan
menemukan beberapa kartu nama, sejenak ia memperhatikannya.
“Dokter
Felix, lelaki ini doyan nyeleweng tapi apa aku bisa meraih kepuasan
darinya? Lelaki itu lebih tua dariku”, katanya dalam hati sambil
menyisihkan kartu nama rekan dokternya itu.
“Basuki Hermawan, ah…, pejabat pajak yang korup, aku jijik pada orang seperti ini”, ia merobek kartu nama itu.
“Oh
ya…, pemuda itu, yah…, pemuda itu, siapakah namanya, Dodi?.., oh
bukan. Doni?.., oh bukan juga, ah di mana sih aku taruh kartu
namanya..”, ia sibuk mencari, sampai-sampai semua isi tak kerja itu
dikeluarkannya namun belum juga ia temukan.
“Bangsat! Aku lupa di
mana menaruhnya”, sejenak ia berhenti mencari dan berpikir keras untuk
mencoba mengingat di mana kartu nama pemuda gagah berumur dua puluh
limaan itu. Ia begitu menyukai wajah pemuda yang tampak polos dan
cerdas itu. Ia sudah terbayang betapa bahagianya jika pemuda itu mau
diajak berselingkuh.