Aku seorang dokter dan sudah beristri. Aku menjadi gay karena temanku waktu kuliah kedokteran di sebuah PT terkemuka di negeri ini. Kami melakukannya di kos. Tetapi bukan itu yang ingin kuceritakan kali ini. Tetapi salah satu pengalamanku terbaru yang menarik. + a
Hari hujan deras sekali. Aku baru saja berpisah dengan teman-temanku di Hardrock cafe. Kuhela mobilku menuju arah luar kota. Hujan tambah deras saja. Tiba-tiba mobilku oleng. Mungkin ban mobilku kempes atau melalui lumpur. Tetapi setelah kupelankan bunyi jeglug jeglug terasa sering. Ahhh kempes ini pasti. Segera saja kupingggirkan mobilku. + a
Jam tanganku menunjuk pukul 11 malam lewat. Aduh, jam segini mana ada tukang tambal ban yang buka dan menggantikan banku. Mana tidak bawa payung lagi. Pertama segera saja aku menelepon istriku supaya dia tidak khawatir dengan mengatakan bahwa aku harus mendiskusikan sesuatu dengan teman dokter kenalanku. Jadi aku menginap di hotel. + a
akhirnya aku nekat untuk membereskan semua dan jalan lagi. Aku keluar dari mobil dan berbasah ria memasang dongkrak. Rambutku, bajuku bahkan air hujan meresap ke dalam celana dalamku. Tiba-tiba ada sepeda motor mendekat dan berhenti tepat tempat aku sedang mendongkrak. + a
“Ada yang bisa dibantu, Pak?” Setelah lampu motor dimatikan ternyata yang berhenti adalah seorang polisi. + a
“Ah, ini cuma ban kempes” ujarku sungkan. + a
“Biar saya bantu pak!” ujar Pak Polisi sungguh-sungguh. Segera saja dia bekerja menyiapkan ban cadangan. Jaket Polisinya jadi basah juga celananya. Kami bekerja saling membantu dan pekerjaan pun cepat selesai. + a
“Terimakasih, Pak…” aku tak bisa menyebut nama karena badge nama terhalang jaket. + a
“Iya, sama-sama. Selamat malam Pak” ujarnya sambil menaikkan tangan ke dahi. Penolongku siap meninggalkan aku. Kami berdua sama-sama basah. Alangkah tidak berterima kasih andai aku membiarkan dia kembali ke pos jaga sendirian dalam keadaan begini. + a
“Pak, sebaiknya bapak berganti baju kalau hendak bertugas lagi” Dia menoleh dan tersenyum + a
“Terimakasih” ujarnya tersenyum menghargai kebaikanku. + a
“Eee bagaimana kalau kita mampir ke hotel sana untuk mengeringkan diri dan berteduh. Saya ada pakaian bersih kalau Bapak mau…” ujarku menawarkan diri. + a
Dia menatapku. Lalu menganggukkan kepala. Pak Polisi merasa tidak enak kalau menolakku. Sesudah kejadian aku baru tahu kalau dia sebenarnya juga menginginkanku saat itu. Mungkin karena baju putihku yang basah mencetak tubuhku. + a
Kami berdua menuju hotel melati sederhana yang ada beberapa puluh meter di depan kami. Papan hotel sederhana itu tampak jelas. Kuparkir mobilku dan Pak polisi memarkir sepeda motornya. Kusetujui kamar yang ada. Tubuhku menggigil kedinginan. Setelah kupesan dua mangkok mie rebus dan dua cangkir kopi kami pun menuju ke kamar. + a
Segera aku menuju ke kamar mandi setibanya di sana kunyalakan air. Lalu kembali ke kamar dan kukeluarkan beberapa baju bersih. Akupun segera mandi. Setelah itu ganti Pak Polisi. Keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk putih. Tubuhnya tampak kekar dan berotot. Tadi tidak nampak karena berada di balik jaket. + a
“Mau pilih yang kemeja atau kaos Polo?” ujarku menawarkan salah satu bajuku. + a
Pak Polisi memilih kaos Polo putih. Dia memakainya, agak ketat dan menonjolkan otot-otot dada dan bisepnya. Lalu kami memakan mie rebus pesanan yang barusaja tiba. Dia mengulurkan tangannya. + a
“Aku Aldo” ujarnya lalu mengaduk mie biar bumbu tercamur. + a
“Saya Hardi…” Sesaat setelah tanganku terlepas dari tangannya. + a
Lalu kami berbasa-basi sambil makan. Dia ternyata sedang bertugas tak jauh dari tempat itu. Seharusnya dia tidak meninggalkan posnya. Dia sudah berkeluarga dan punya anak yang sudah besar. Tampangnya mirip Alvino bintang sinetron cinta dan anugerah. Tiba-tiba saja bangkit pikiran nakalku. + a
“Hmm kalau tugas malam seperti ini pasti sering ngebayangin di rumah dong…” ujarku. Dia hanya tersenyum sekilas lalu melanjutkan menghabiskan mangkuk mienya. “Mau nambah?” tawarku basa-basi. + a
“Kamu sendiri juga kan… malam begini masih di jalan” + a
“Ya? Oh eh… iya… eh tidak. Kan aku mau pulang” ujarku tidak konsen jadinya. Lalu dia ke kasur dan tiduran sambil meletakkan dua telapak tangan di bawah kepalanya. Dadanya yang tebal. Otot bisep dan trisepnya. Hmmm sempurna kurasa… aku tidak bisa menahan napsuku lagi. Dia memandangiku yang sedang minum kopi. Dari sudut mataku tampak dia mengamatiku dan tersenyum. Aku merasa ada getaran yang keluar dari sana. + a
Aku mendekatinya. Duduk di kasur dekat tempat dia tiduran. Dadaku berdebar. Aldo menaikkan kedua alisnya lalu tersenyum. + a
“Kenapa, Pak? Mau dipijit?” tanyaku. Tanpa menunggu jawabnya aku sudah menjamah dada dan lengannya. Bukan pijatan tapi lebih ke elusan. Aldo tersenyum. Tangan kananku langsung mengarah ke selakangan. Kuremas kontolnya. Ah, kontol Aldo sudah tegang rupanya. Sangat jelas karena Aldo tidak mengenakan celana dalam lagi. + a
Tangan kanan Aldo meraih tenggukku. Dia terduduk. Mendekatkan wajahnya ke wajahku. Mukanya serius. Lalu bibirnya menyentuh bibirku. + a
“Hhhmmmm…” Segera suara kecipak mulut kami selanjutnya yang terdengar. Tanganku memegang kepalanya dan bibirku menghisap bibirnya. Segera saja aku menaikinya. Kami bertindihan dan berciuman. Tangan Aldo mengusap punggungku ke arah pantatku. Kami berdua terbakar nafsu birahi yang menghanguskan. + a
Aldo dengan terampil membuka baju dan celanaku. Aku juga tidak mau kalah. Dalam waktu kurang dari dua menit saja kami berdua sudah bugil. Tubuhnya coklat gelap tapi bersih. Berotot dan sangat menggairahkan. + a
“Kamu ganteng sekali Hardi” ujarnya mengelus pipiku yang berjambang. Berkali-kali pula dia mengagumi badanku yang berbulu. Aldo suka memainkan bulu-bulu di dadaku Dadaku diciuminya. Putingku dijilatinya. Semua membuatku menggelinjang dan makin tegang saja. + a
“Kontol kuda apa orang ini?” kata Aldo sambil meremas dan mengocok kontolku. Bukannya mau sombong. Aku memang dianugerahi kontol yang diidamkan tiap pria. Panjang dan cukup besar. Panjang 20 cm besar diameter 4,5 cm. Ini bukan rekayasa. Punya kemampuan tegang penuh sehingga sangat memuaskan pacar-pacar cewekku masa kuliah dahulu. Kontol Aldo tidak sebesar punyaku karena aku keturunan Arab. + a
“Mau aku fuck?” bisikku ke telinganya. Lalu kujilatitelinganya. Aldo merasa kegelian dan berusaha menghindariku. + a
“Jangan! Gila kamu. Aku pria normal tau!” ujarnya. Setelah ML baru aku tahu kalau ini adalah pengalaman pertamanya. Tidur bersama lelaki. + a
Oke, setelah itu aku mengambil pelumas dan kondom yang selalu kusiapkan di tasku untuk saat-saat ‘darurat’ seperti ini. Aku mengocok kontol Aldo dan memasangkan kondom. Kuambil posisi doggy style dan menglolesi pantatku dengan jeli. Aku harus membuat Aldo puas. Sebetulnya aku top dan belum pernah difuck juga. + a
“Sudah… masukin sini!” ujarku. Aldo mengambil posisi dibelakangku. Lalu mengarahkan kontolnya ke pantatku. + a
“Pelan-pelan Pak… aku juga pertama kali” kataku memperingatkan. + a
Maksudku sebenarnya adalah pertama kali difuck. Sesungguhnya aku seorang yang biasa memasukkan kontolku ke anus pria bukan yang dimasuki, istilahnya seorang top. Sebentar saja kontol Aldo mulai menembus pertahananku. Terasa licin dan aahhhh…. “Sakit Di?” katanya menahan kontolnya. + a
Aku tidak bisa menjawab hanya menahan sakitku agar tidak berteriak. + a
“Teruskan saja…” kataku. + a
Segera saja Aldo mulai menyodomiku. Perlahan rasa sakit itu mulai menghilang. GerakanAldo semakin cepat. + a