Rome

Author:

| Sore itu, di pusat kota Roma, sebuah tandu yang diusung empat orang budak pria berbadan tegap dan berkulit gelap diiringi dua orang budak wanita meninggalkan sebuah gedung pertunjukan teater. Sebenarnya mereka tidak sendirian, karena beberapa orang budak lain juga mengusung tandu-tandu yang sebagian besar berisikan petinggi Romawi meninggalkan gedung pertunjukan. Pada masa itu, pertunjukan teater menjadi hiburan yang umum dan digemari oleh masyarakat Romawi, khususnya kalangan atas dan terpandang. Namun di antara tandu yang meninggalkan gedung teater, tandu yang dengan kelambu biru langit transparan serta diusung empat orang budak itulah yang menjadi perhatian utama masyarakat sekitar. Beberapa orang memberikan jalan dan bahkan memberi salam pada sosok yang berada di atas tandu.
Siapakah yang berada di dalam tandu itu?

Seorang gadis cantik menyembulkan kepala dari balik kelambu tandu sambil mengayunkan kepala terhadap beberapa orang teman yang menyapanya.
Wajah gadis berusia 17 tahun itu sangat cantik dan sedang mekar-mekarnya, rambutnya yang berwarna coklat panjang bergelombang menambah aksen keindahan tubuhnya yang tinggi langsing dan mata biru yang mempesona memancar penuh kehangatan. Nama gadis itu adalah Claudia Faustina. Tidak ada orang di Roma yang tidak kenal kepadanya, terlebih ia adalah putri jenderal kenamaan pasukan Romawi yang bernama Suetonius, pahlawan perang dan sosok yang amat disegani di kalangan petinggi Romawi.

Claudia dikenal sebagai salah satu wanita tercantik di Roma saat itu, sampai-sampai sang kaisar Tiberius (42 SM-37 M) pun memuji kecantikannya ketika berkunjung ke rumah Suetonius. Sang kaisar membandingkannya dengan Hellen dari Troy, putri legendaris yang kecantikannya memicu Perang Troya yang terkenal itu. Tiberius sendiri memiliki kecenderungan seksual yang lebih menyukai anak-anak di bawah umur alias pedofil, sebenarnya hal ini bisa dikatakan suatu berkat bagi Claudia karena kalau Tiberius tertarik padanya pasti ia sudah dijadikan selir oleh sang penguasa yang lebih pantas jadi kakeknya itu, hidup sebagai selir seorang kaisar tentunya akan sangat berkecukupan dan bergelimang harta. Namun ayahanda Claudia, Suetonius telah mempertunangkan Claudia dengan Vitelius, putra salah seorang kolega. Menurut rencana, Suetonius akan menikahkan keduanya setelah ia dan pemuda itu kembali dari kampanye militer menumpas pemberontakan Yahudi yang baru-baru ini meletus di daerah pendudukan Romawi di Timur Tengah.

Selang beberapa saat kemudian, tandu itu sampailah di depan gerbang kediaman keluarga Suetonius yang megah. Beberapa orang prajurit penjaga yang mengenali memberikan salam lalu segera membukakan gerbang. Claudia menjejakkan kaki ke tanah dan keluar dari tandu dibantu oleh salah seorang budak wanita yang mengiringi perjalanannya.

“Aku lelah sekali hari ini, ingin beristirahat sebentar. Pasti kalian juga begitu, pulang dan beristirahatlah !” kata Claudia pada para budak yang sedari tadi mengiringi.

Setelah memberikan salam, keempat budak pria dan kedua budak wanita kembali ke tempat pemondokan mereka yang juga berada di komplek rumah dinas Suetonius.

Claudia menyusuri koridor rumahnya yang besar dan megah, disisi-sisinya terdapat patung-patung antik bergaya Romawi, di beberapa sudut juga terdapat koleksi barang-barang yang didapat oleh Suetonius semasa perang di berbagai wilayah kerajaan Romawi, mulai dari wilayah suku Germanik di utara sampai ke timur tengah. Claudia ingin mengunjungi ibunya sebentar sebelum masuk ke kamar dan istirahat, namun di depan kamar ibunya ia

mendengar sesuatu.

Suara itu adalah desahan nafas penuh nafsu yang keluar dari mulut sang ibu!

Dengan jantung berdetak kencang, Claudia menempelkan telinga ke pintu yang masih tertutup. Selain suara desahan ibunya, Claudia juga mendengar suara erangan pria. Siapa gerangan pria yang berada di kamar ibunya? Ayahanda Suetonius masih berada di medan perang Israel dan baru akan kembali kemungkinan akhir tahun ini, lalu siapa yang berada di dalam kamar sang ibu?

Pelan-pelan ia mencoba mendorong pintu itu tapi tidak bergerak, sepertinya dipalang dari dalam. Karena penasaran, maka gadis itupun memutar keluar dan mencoba melihat melalui jendela. Jendela kamar ibunya terletak di sudut yang agak terpencil dari rumah dinas yang megah ini, ia berharap menemukan celah untuk melihat apa yang sedang terjadi di dalam. Claudia begitu tercekat dan jantungnya serasa mau berhenti begitu melihat dari celah jendela bermozaik yang sedikit terbuka untuk keluar masuknya udara.

Ia melihat dengan mata kepala sendiri, ibunya yang telanjang bulat tengah digumuli oleh dua orang budak Nubia (sekarang wilayah Afrika Utara) yang ia tahu bernama Kasha dan Pyankhi. Valeria, ibu Claudia dan istri Suetonius adalah seorang wanita berusia 34 tahun yang cantik, tubuhnya masih ramping dan seksi walaupun pernah melahirkan Claudia. Ia memiliki rambut hitam sedada yang lurus, biasanya disanggul seperti umumnya wanita-wanita Roma yang sudah menikah. Nampaknya mata biru Claudia yang indah itu adalah warisan dari ibunya karena mata mereka memang mirip, sama-sama biru dan menawan.

Valeria saat itu sedang berada di tengah di antara kedua budak hitam. Ia nampak menaik-turunkan tubuhnya di atas penis Kasha sementara dari belakang Pyankhi melesakkan penisnya ke dalam anus sang nyonya majikan. Kasha menikmati genjotan Valeria sambil dengan santai menyedoti payudara Valeria yang menggelayut. Rambut Valeria yang masih tersanggul sudah agak kusut, butir-butir keringat membasahi tubuh dan wajahnya membuat penampilannya makin menggairahkan.

Claudia meletakkan tangan di mulutnya dan menahan nafas seakan tidak percaya pada pengelihatannya sendiri. Ia tak tahu harus marah, sedih, tegang, atau malah terangsang, semua perasaan itu bercampur menjadi satu sehingga membuatnya hanya bisa melongo mengintip sang ibunda yang sedang berselingkuh dengan budaknya.

Akhirnya gadis itu menyudahi pengintipannya dan berlari ke kamar, disana ia menangis sambil tengkurap di atas ranjang. Sebagai anggota kelas elite masyarakat Roma saat itu, ia memang sudah sering mendengar kabar mengenai kegilaan hidup kelasnya baik di kalangan keluarga kaisar maupun kalangan senat dan bangsawan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa cucu Kaisar Tiberius, Gaius Germanicus (yang kelak menjadi Kaisar Caligula) memiliki hubungan incest dengan kakak perempuannya, sudah merupakan hal yang lumrah sebagian istri anggota senat mempunyai hubungan gelap dengan pria-pria muda, dan bukan hal baru lagi para senat dan bangsawan menyukai pesta-pesta pribadi yang biasa berujung pada pesta orgy. Namun yang diketahuinya selama ini keluarganya termasuk baik-baik saja, ayahnya selalu setia pada ibunya walaupun konon kabarnya ketika muda memiliki banyak kekasih. Demikian pula ibunya selama ini ia anggap sebagai wanita yang penyayang dan tulus, tipe wanita yang lebih menyukai pekerjaan rumahan dan tidak pernah terlibat hura-hura apalagi pesta orgy seperti yang lainnya, ternyata ibunya tidak beda dengan mereka dan ia berselingkuh dari ayahnya dengan golongan

budak pula.

Sikap Claudia terhadap sang ibunda berubah jadi dingin beberapa hari ini. Ketika Valeria mengajak bicara ia hanya menjawab seadanya saja dengan datar. Ia memilih lebih sering keluar rumah, seperti pergi ke pinggiran kota yang jauh dari hiruk-pikuk Roma atau bermain dadu bersama teman-temannya (permainan dadu merupakan salah satu hiburan pada masa itu). Pernah ia menyampaikan keluh kesahnya sambil berdoa di depan patung Dewi Juno (istri Dewa Jupiter), dewi pelindung para istri yang juga merupakan simbol istri yang diselingkuhi.

Tentu saja Valeria merasa sedih melihat perubahan sikap putri tunggalnya itu, apalagi ia tidak tahu alasan sebenarnya. Ia sudah merasa kesepian selama setengah tahun lebih ini. Apa sebenarnya yang merubah sifat setia Valeria? Dalam sebuah jamuan ia mendengar cerita seorang teman sesama istri komandan pasukan militer Romawi bercerita mengenai kehidupan seksnya yang wah. Selain pernah bercinta dengan pria muda yang tampan ia juga bercerita pernah bercinta dengan budaknya, itu semua hanya untuk memenuhi nafsu seksnya yang menggebu-gebu selama suaminya tidak ada dan tidak dengan cinta. Semua tertegun mendengarnya termasuk Valeria. Sejak saat itu, setiap kali melihat pria, terutama pria perkasa seperti budak, tentara, atau gladiator, ia selalu membayangakan dan bertanya dalam hati, apakah mereka begitu perkasa dan dapat membuatnya orgasme berkali-kali ? Mulanya ia selalu berusaha menepis fantasi liar itu dengan menyibukkan diri merajut, menonton teater, balap kuda, dan melakukan pekerjaan rumah lainya, namun syahwatnya yang telah dahaga selama berbulan-bulan terus menggelitiknya walau ia sering berdoa pada Dewi Juno agar tetap menjaganya dari perselingkuhan.

Namun akhirnya hubungan terlarang itu terjadi juga, Valeria makin terpengaruh kata-kata sang teman bahwa seks dan cinta itu jangan disamakan. Jantungnya berdegup kencang ketika pertama kali menyuruh kedua budaknya merangsangnya dengan menggerayangi tubuhnya dan melakukan oral seks. Birahi yang menuntut pemuasan itu terus mendorongnya berbuat lebih jauh hingga makin keterusan dari hari ke hari. Bahkan Valeria tidak malu-malu lagi memanggil kedua budak itu ke kamarnya untuk memuaskan nafsunya. Dalam urusan seks, ia makin tak memikirkan yang namanya harga diri atau martabatnya. Kedua budak itu memang terbukti mampu membuatnya menikmati seks sepenuhnya, apalagi sebelumnya ia belum pernah melakukannya secara threesome seperti ini. Bagaimanpun, dari luar ia tetap nampak seperti wanita terhormat, istri seorang jenderal dan ibu yang baik bagi putrinya.

###

Seminggu setelah mendapati ibundanya berselingkuh dengan dua budak Nubianya, ia mendapat kesempatan untuk menginterogasi mereka. Saat itu mamanya sedang berada di luar kota memantau keadaan rumah dan tanah pertanian keluarga mereka karena saat itu sedang musim panen anggur. Dipanggilnya Kasha dan Pyankhi menghadapnya di ruang tamu. Keduanya menghadap menemui nona majikan mereka yang telah menunggu di atas sebuah bangku berukir, tampak anggun sekali ia hari itu dengan gaun panjang warna ungu, warna yang menandakan kelas elit masyarakat Romawi karena bahan kain dengan warna itu adalah yang paling mahal. Claudia menyuruh dua budak wanita yang mendampinginya pergi dan siapapun tidak diijinkan masuk tanpa perintah darinya. Mata biru Claudia menatap tajam pada kedua budak hitam itu.
“Berlutut !” perintahnya dengan setengah membentak pada keduanya.
Keduanya dengan raut wajah bingung dan takut menjatuhkan lutut ke atas lantai

berlapis marmer itu. Mereka tahu ada sesuatu yang tidak beres dilihat dari tatapan mata dan gaya bicara gadis itu.

“Lancang sekali kalian berani main gila dengan mamaku, bagaimana bisa terjadi ?” tanya Claudia dengan ketus.
“A-a…apa maksud Nona ? kami, kami tidak mengerti ?” Kasha mencoba berkelit dengan gugup.
“Budak hina ! masih berani bohong !” Claudia marah dan melemparkan bantal di dekatnya yang mengenai kepala Kasha.
Mereka makin membungkukan badan tak berani menatap wajah nona majikannya karena memang bersalah.

Claudia terus mendesak mereka untuk membeberkan segalanya dengan marah sehingga mereka pun akhirnya mengakuinya.
“Kami, kami diperintah oleh nyonya, kami juga tidak berani melawan !” ujar Pyankhi.
“Benar…itu benar, nyonyalah yang meminta kami melakukan itu, kami cuma budak, apa yang bisa kami perbuat selain menurut ?” timpal Kasha.
“Bohong ! kalian bohong ! photomemek.com mama itu wanita terhormat, mama gak mungkin seperti itu !” sahut Claudia setengah menjerit, hatinya sangat terpukul menerima kenyataan itu.
“Ampun nona, memang begitu kenyataannya, coba pikirkan, mana mungkin kami berani selancang itu kalau bukan nyonya yang memulai !” jawab Kasha lagi sambil menundukkan kepalanya hingga hampir menyentuh lantai.
“Kami tidak berani menolak, kami takut dihukum, mohon pengertian Nona, ini bukan salah kami !” Pyankhi juga terus mengiba dan menundukkan kepala.
“Sudah berapa lama kejadian ini berlangsung ?” tanya Claudia lagi.
“Sebulan…iya kira-kira sebulan, nyonya sering menyuruh kami melayaninya kalau sedang kesepian” jawab Pyankhi terbata-bata.
“Iya, Nyonya sepertinya kesepian karena tuan lama belum pulang, sepertinya itu sebabnya dia minta kami berbuat begitu !” timpal Kasha.
“Cukup…cukup saya bilang ! dasar budak hina !” bentak Claudia dengan nada bergetar, tangannya terkepal keras menahan marah dan sedih, “kalian kira saya akan diam saja untuk semua ini hah ? kalian akan tau apa hukumannya ?”

“Ampun Nona, jangan hukum kami, ini bukan salah kami !” mereka mengiba dan membenturkan kepalanya ke lantai berlapis granit itu dengan penuh ketakutan.
“Baik, aku tidak akan membunuh kalian” kata Claudia pelan yang membuat mereka sedikit tenang, “tapi aku akan membuat kalian tidak bisa melakukan itu lagi selamanya !” lanjutnya dengan nada tinggi.
“Ooohh…jangan Nona, ampuni kami, kami tidak bersalah !” sekali lagi mereka mengiba-iba sambil merangkak ke depan bermaksud menyembah dibawah kaki Claudia.
Ia bangkit berdiri dan berjalan ke depan hendak memanggil prajurit untuk mengebiri kedua budak itu. Dengan wajah sinis ia mengacuhkan permohonan belas kasih keduanya. Ia melangkahkan kakinya hingga memunggungi keduanya.
“Penga…mmmhh !!” sebelum sempat ia berteriak memanggil prajurit yang berjaga agak jauh di luar sana sebuah tangan kokoh sudah membekap mulutnya dari belakang.
Claudia kaget sekali dengan sergapan mendadak itu, ia meronta sekuat-kuatnya berusaha melepaskan diri. Sia-sia, tenaga seorang gadis sepertinya bukanlah tandingan tenaga budak yang terbiasa melakukan kerja kasar. Pyankhi maju ke depan dan menyeringai mengerikan. Claudia yang matanya mulai berkaca-kaca menggeleng kepala seolah berkata, “jangan…jangan mendekat, lepaskan aku !”
“Maaf Nona, anda tidak memberi kami pilihan sehingga kami terpaksa melakukan ini !” katanya sambil meraih bahu gadis itu.

‘Bret !”

dengan satu sentakkan kuat robeklah gaun itu pada sisi kanannya sehingga payudara kanannya terekspos seketika. Mata kedua budak itu seperti mau copot melihat keindahan payudara nona majikannya yang montok, kencang dan berputing kemerahan itu. Sementara air mata Claudia meleleh dari pelupuk matanya membasahi pipinya, ia tidak menyangka mereka berani melakukan hal ini padanya. Pyankhi memakai robekan baju Claudia untuk mengikat mulutnya, dengan demikian Kasha melepaskan bekapannya terhadap mulut Claudia dan dapat lebih erat menelikung lengannya sehingga membuat Claudia meringis kesakitan dan menjerit, namun jeritan itu teredam oleh sobekan baju yang mengikat mulutnya.
“Kami tahu hukumannya walau tidak mati tapi dikebiri yang lebih kejam dari kematian itu sendiri, maka kami lebih memilih dapat mencicipi tubuh Nona dulu sebelum dihukum, toh kalaupun harus mati kami tidak akan menyesal karena kami sudah tidak punya keluarga lagi” kata Kasha dekat telinganya.
Nyali Claudia kian ciut melihat tatapan penuh nafsu mereka yang akan segera memperkosanya. Rontaannya makin lemah apalagi semakin meronta justru semakin sakit akibat tangannya ditelikung oleh Kasha dari belakangnya. Pyankhi yang didepannya mulai menciumi pipi, leher dan telinganya membuatnya bergidik. Ia juga merasa roknya diangkat sehingga angin menerpa pahanya yang mulus, sebuah tangan kasar lalu membelai paha itu dari belakang. Belaian itu mau tidak mau membuat darahnya berdesir.

“Hhhmm…bener-bener toked yang montok !” kata Pyankhi meremas payudara kanan Claudia yang tersingkap.
Sementara itu tangan Kasha meraba makin dalam hingga menyentuh vagina Claudia yang masih tertutup celana dalamnya. Ia mendesah tertahan saat jari-jari tangan yang besar itu menggosok belahan kemaluannya dari luar. Pyankhi juga kini memeluk tubuhnya sambil tangannya terus menggerayangi payudaranya. Kedua budak itu telah mendekapnya dari depan dan belakang sehingga membuatnya merasa sesak dan dapat merasakan bau badan mereka yang maskulin. Diperlakukan demikian, perlahan Claudia mulai lemas, rasa nikmat pada vaginanya yang digesek-gesek dan payudaranya yang diremasi membuatnya tak mampu berontak lagi. Ketika tangan Kasha menyusup ke dalam celana dalamnya, rasa nikmat itu makin membuatnya tak berdaya, tubuhnya bergetar menerima rangsangan-rangsangan itu. Meskipun kini Kasha telah melepaskan tangannya yang tadi ditelikung, Claudia tidak berontak seperti tadi lagi, ia hanya mendorong tanganya ke dada bidang Pyankhi yang mendekapnya dari depan dengan setengah hati. Melihat Claudia kian takluk, Pyankhi makin berani, ia menarik lepas simpul pada tali pinggangnya lalu menurunkan bagian gaun yang masih menggantung di bahu kirinya sehingga gaun itu melorot jatuh. Pakaian yang masih tersisa di tubuh gadis itu kini tinggal celana dalamnya saja, itupun sudah setengah melorot. Mata kedua budak itu melolot memandangi tubuh polos nona majikan mereka, sungguh putih dan mulus bak pualam, sepasang payudaranya yang tegak begitu kenyal dan lembut seperti kulit bayi. Valeria memang mewariskan kecantikannya itu pada putri semata wayangnya ini.

Sentuhan-sentuhan erotis mereka mau tak mau membuat darah Claudia bergolak. Ia merasakan seperti ada getaran-getaran listrik ketika Pyankhi membungkuk sambil menyedoti payudaranya, terkadang gigi budak hitam itu menggigiti kecil putingnya sehingga meningkatkan rangsangannya.
“Mmmm…mmpphhh !” terdengar erangan Claudia yang teredam sobekan pakaian yang mengikat mulutnya.
Sementara di belakangnya, Kasha sedang menciumi leher dan pipinya, tangannya yang kekar itu mempermainkan payudara yang

satunya dan tangan lainnya mengobok-obok celana dalamnya. Kasha merasakan vagina majikannya yang ditumbuhi bulu-bulu halus itu sudah mulai basah akibat permainan jarinya. Mereka kemudian menyeret tubuh Claudia yang sudah pasrah dan lemas karena terangsang itu ke dipan terdekat, tempat biasa tamu membaringkan diri ketika sedang diadakan perjamuan. Kasha terlebih dulu naik ke dipan berlapis bantalan empuk itu lalu menaikkan tubuh Claudia ke atasnya. Pyankhi membuka pakaiannya yang terbuat dari kain kasar. Ketika terakhir ia membuka cawatnya, mata Claudia terbelakak melihat penis hitam yang sudah ereksi penuh itu. Badan budak hitam itu begitu kekar dan berotot seperti patung-patung Romawi yang menghiasi beberapa sudut ruangan itu, tapi yang lebih membuatnya terhenyak adalah penisnya yang kali ini dilihatnya dengan lebih jelas, ukurannya begitu besar dengan urat-uratnya yang menonjol seperti akar pohon. Mengerikan tapi juga membakar libidonya, pantas saja mamanya mendesah demikian nikmat dibuatnya.

Setelah membuka pakaiannya ia menghampiri Claudia dan menarik lepas celana dalam gadis itu. Claudia sudah pasrah sehingga tanpa sadar bergerak secara refleks mempermudah budak itu meloloskan pakaian terakhirnya yang tersisa.
“Demi para dewa ! sungguh anugerah yang tak ternilai bisa menikmati yang seperti ini !” Pyankhi berdecak kagum mengagumi kepolosan tubuh Claudia.
“Walau harus mati setelah ini kami tak menyesal, sungguh maaf sekali Nona, kami sudah terlalu lancang” kata Kasha, “tapi kami tidak punya pilihan lain”
Pyankhi ikut naik ke dipan dan berlutut di antara kedua paha Claudia, ia lalu membungkuk dan mengarahkan wajahnya ke vagina gadis itu. Kasha yang lebih muda sepertinya mengerti sehingga ia menarik tangannya membiarkan Pyankhi mencicipi vagina Claudia. Pyankhi tertawa-tawa mengelusi paha mulus Claudia sambil sesekali menjilatinya. Pipi Claudia bersemu merah karena terangsang dan malu organ kewanitaannya dipelototi demikian, ia berusaha merapatkan pahanya tapi tidak bisa karena dipegangi oleh budak itu. Nafas pria itu yang mendengus-dengus makin terasa membelai vaginanya.
“Eemmhh !” desahan tertahan keluar dari mulutnya ketika lidah Pyankhi menyentuh bibir vaginanya.
Lidah budak hitam itu menjilati bibir vaginanya dan semenit kemudian menyusup masuk ke dalamnya untuk mencicipi lebih jauh. Tentu dengan rangsangan itu tubuh Claudia yang sedang didekap Kasha menggeliat liar.

Claudia makin diamuk birahi, ia sudah memasrahkan dirinya pada kedua budak hitamnya itu. Tangannya mendorong-dorong kepala Pyankhi yang sedang asyik melumat vaginanya, namun itu bukanlah penolakan melainkan hanya melampiaskan kegelian nikmat yang diberikan Pyankhi, ia juga tidak berusaha mengatupkan paha walaupun pria itu sudah tidak memeganginya lagi. Yakin Claudia sudah takluk, Kasha memberanikan diri membuka ikatan mulut gadis itu. Sebenarnya saat itu bisa saja ia menjerit sekuat tenaga dan kabur, tapi entah mengapa ia enggan melakukannya, birahi telah menghanyutkannya ke tengah lautan nafsu sehingga untuk kembali tidak semudah itu. Selain itu kekecewaannya yang mendalam pada mamanya juga membawanya pada penyerahan diri, ia merasa kehilangan panutan dari orang tua yang selama ini dihormatinya sehingga tidak perlu lagi mempertahankan harga diri dan derajatnya, ia ingin melampiaskan kekesalannya dengan perbuatan yang sama dengan mamanya itu. Lagipula toh kegilaan seperti ini juga berlangsung di istana, pusat pemerintahan itu. Memang Kaisar Octavianus Agustus (63 SM-14 M), pendahulu dan ayah tiri Tiberius telah

menetapkan undang-undang yang mengatur tentang kesusilaan dan ia juga memberi contoh dari keluarganya sendiri dengan mengasingkan putrinya, Julia, yang terlibat sejumlah skandal seks. Namun toh undang-undang itu hanya menyentuh rakyat jelata saja, sedangkan kebanyakan golongan atas masih tetap hidup dalam kebejatan moral.

Remasan pada kedua payudaranya dan lidah Pyankhi yang mengais-ngais liang vaginanya membuat libido Claudia semakin naik.
“Aahh…oohh…jangan, lepaskan saya mmmhh…aaahh !” desah gadis itu, mulutnya berkata jangan karena masih malu mengakui dirinya terbuai, namun tubuh dan hati kecilnya menginginkan semua itu berlanjut.

“Nona sekarang nikmati saja, setelah ini terserah anda kami mau diapakan” kata Kasha dekat telinganya.
Claudia dapat merasakan penis Kasha yang sudah mengeras itu menekan punggungnya, tangannya dari tadi meremas payudara sambil sesekali menjelajah lekuk tubuh lainnya. Bibir tebal pria itu menciumi pundak dan lehernya yang jenjang. Terkadang lidahnya bermain di telinga gadis itu membuatnya kegelian dan makin terbuai. Sementara di bawah sana, Pyankhi semakin liar menjilati vaginanya, ia menemukan klitorisnya dan memainkan lidahnya di area sensitif itu sehingga Claudia semakin tak sanggup menahan diri lagi. Tak lama kemudian ia merasakan tubuhnya menegang tak terkendali dan ia tak bisa menahan cairan yang keluar dari vaginanya yang langsung dihisap dengan bernafsu oleh Pyankhi. Perasaan nikmat itu berlangsung hingga beberapa detik lamanya sebelum tubuhnya lemas, nafasnya tersenggal-senggal, ia tak bisa menyangkal bahwa ia sangat menikmati orgasme pertamanya tadi, ia bingung apakah harus marah pada mereka yang berani selancang ini terhadapnya atau harus berterima kasih karena memberinya pengalaman sensasional ini. Ia sungguh bingung hingga tak sanggup berkata apapun selain menatap Pyankhi yang sedang menjilati sisa-sisa cairan orgasmenya dengan tatapan sendu, seolah ia ingin memintanya lagi tapi tidak berani mengutarakannya terang-terangan.

“Hhmm…sedap, terima kasih Nona, hamba yang hina ini akhirnya bisa merasakan memek terbaik di Roma” kata Pyankhi setelah puas menjilati vagina Claudia.
“Tolong jangan kasar, saya baru pertama kali” sahut Claudia.
Kasha menyuruh Claudia bergeser dikit lalu ia turun dari pembaringan itu untuk melepas pakaiannya. Sekali lagi Claudia terhenyak ketika melihat penis Kasha, ukurannya mirip dengan temannya itu dan sama-sama hitam berurat. Oh…gila besar sekali, inikah yang akan segera menjebol vaginaku ? kata Claudia dalam hati sambil menatap takjub. Sebaliknya mereka pun memandangi tubuh nona majikan mereka yang hanya tinggal memakai beberapa asesoris saja seperti tiara yang masih terpasang di atas kepalanya, seuntai kalung emas, dan gelang bersepuh emas yang melingkari lengan atas kirinya. Pyankhi meraih lengan Claudia yang masih bengong sambil duduk bersimpuh dan meletakkannya di penisnya.
“Coba Nona genggam punya saya ini, gerakkan tangan Nona naik turun supaya enak” katanya seperti sedang mengajari.
Claudia meskipun masih ragu mulai mengikuti pengarahan budaknya, ia mengocok pelan benda itu. Ia merasakan kerasnya benda itu dan urat-urat yang menonjol itu. Pyankhi mendesis nikmat menikmati kelembutan tangan Claudia yang memijati penisnya. Kasha kembali naik ke pembaringan ia mengambil tempat di sisi nona majikannya. Diraihnya dagu gadis itu seraya mendekatkan wajahnya. Bibir mungil Claudia pun bertemu dengan bibirnya yang tebal. Claudia membiarkan lidah budak itu masuk ke mulutnya serta menyapu rongga di dalamnya. Mulanya ia pasif saja,

namun lama-lama lidahnya pun mulai ikut bermain dengan lidah pria itu.

Seiring ciumannya yang makin panas, kocokannya terhadap penis Pyankhi pun makin cepat sehingga budak itu mengerang keenakan dibuatnya. Pyankhi yang tidak tahan lagi melepaskan kocokan Claudia pada penisnya, lalu ia menarik kedua pergelangan kaki Claudia dan dibentangkannya. Vaginanya yang merekah dan basah itu terlihat jelas olehnya. fantasiku.com Kemudian budak itu menempelkan kepala penisnya ke liang itu.
“Aahhh…aduh, pelan-pelan, saya…ahhh…saya belum pernah !” Claudia merintih menahan perih, tubuhnya mengejang dan air mata keluar dari pelupuk matanya, ia mencengkram erat tangan Kasha yang sedang memijati payudaranya.
Pyankhi tampaknya cukup pengertian, walau nafsunya sudah di ubun-ubun, ia tidak terlalu kasar memperlakukan nona majikannya ini. Agar tidak terlalu sakit, dengan sabar ia melakukan gerakan tarik dorong hingga penisnya sedikit demi sedikit tertancap makin dalam. Kepala penis itu menyentuh suatu lapisan dan terus menekan dan…
“Aakkhh !” Claudia mendesah lebih panjang dan tubuhnya menggelinjang, rupanya Pyankhi baru saja merobek selaput daranya.
Kasha kembali melumat bibir Claudia dan memain-mainkan putingnya sehingga disamping rasa sakit pada vaginanya, gadis itu juga merasakan kenikmatan yang lembut sehingga gairahnya tidak padam oleh rasa nyeri. Mengikuti naluri seksualnya, Claudia membalas pagutan Kasha, ia melingkarkan tangan kanannya melingkari leher budak itu. Sementara Pyankhi makin memperdalam tusukannya dan mulai menggenjotnya. Claudia dapat merasakan batang itu berdenyut-denyut dalam vaginanya, cerpensex.com urat-uratnya juga terasa sekali bergesekan dengan dinding vaginanya.
“Demi Venus, inikah rasanya bercinta ?!” katanya dalam hati.

Claudia mengerang dan menggeliat merasakan sodokan penis hitam Pyankhi. Budak hitam itupun merasakan betapa nikmat penisnya keluar masuk di antara himpitan vagina nona majikannya yang masih sempit dan baru diperawaninya itu. Ketika sedang enak-enaknya menikmati genjotan Pyankhi, tiba-tiba Kasha memutar wajahnya ke samping dimana penisnya telah menodong tepat di wajahnya.
“Tolong Nona jilat punya saya ini, saya ingin merasakannya di mulut Nona !” pintanya.
Claudia yang sedang dilanda nafsu itu tanpa ragu-ragu menggenggam penis itu dan membuka mulut membiarkan penis itu masuk ke dalamnya.
“Uuuhh…enak Nona, dikulum, iyah gitu, jangan kena giginya…mmm !” erang Kasha sambil sesekali memberi pengarahan.
Claudia mengulum penis itu, walau aromanya tidak enak, tapi dalam kondisi high seperti itu ia tidak terlalu memikirkannya, bahkan mulai terbiasa. Penis itu begitu besar dan panjang sampai mulut Claudia yang mungil tak mampu menampung seluruhnya dan itupun sudah terasa sesak. Ia memaju-mundurkan kepalanya mengisapi penis itu, erangan tertahan terdengar dari mulutnya. Seiring dengan kenikmatan yang memuncak, Pyankhi semakin cepat menyodok-nyodokan penisnya sehingga tubuh Claudia terguncang-guncang. Budak hitam itu menggenjot sambil tangannya meremasi payudara gadis itu yang ikut bergoyang. Claudia tampak menggeliat keenakan sambil mengulum penis Kasha dengan nikmatnya. Oral seks ini adalah yang pertama baginya, tapi nampaknya dia sudah begitu ahli menjilati dan mengisap benda itu sampai pemiliknya melenguh nikmat. Itu dikarenakan sensasi nikmat yang menjalari tubuh Claudia yang menuntut pemuasan sehingga dengan sendirinya tubuhnya bereasi membalas kenikmatan yang diberikan kedua budaknya.

Tak lama kemudian Claudia mencapai klimaksnya bersamaan dengan Pyankhi. Claudia melepaskan kulumannya pada penis Kasha karena tidak tahan menahan desah orgasmenya. Di ambang orgasme Pyankhi

makin ganas menggenjoti Claudia, demikian pula Claudia yang ikut menggoyang pinggulnya untuk menyambut gelombang orgasme yang segera menerpa. Keduanya akhirnya mengeluarkan desahan panjang ketika tiba di puncak.Claudia merasakan ada cairan hangat yang banyak sekali tertumpah di dalam vaginanya, Pyankhi juga merasakan penisnya makin diremas-remas dan diselubungi cairan yang hangat. Tubuh Claudia melemas kembali setelah mengejang selama beberapa saat, nafasnya terputus-putus dan keringat mulai membasahi tubuh keduanya. Claudia menatap kosong ke langit-langit ruangan itu.
“Luar biasa, aku tidak bisa menahannya, perasaan apakah tadi itu ?” tanyanya pada diri sendiri dalam hati.
Secara jujur Claudia sangat menikmati sensasi bagaikan terbang tadi, yang kali ini rasanya jauh lebih nikmat dari yang pertama tadi, terutama karena semburan cairan hangat di dalam itu, ia masih ingin melanjutkan kenikmatan itu, tapi sekali lagi hatinya bergumul apakah pantas kenikmatan ini didapatnya dari golongan budak seperti mereka, padahal sebentar lagi ia akan segera menikah dengan Vitelius, perwira muda yang gagah itu. Ooohh…sungguh bingung ia dibuatnya, namun ketika teringat lagi kelakuan mamanya itu, sisi liarnya mulai timbul lagi dengan maksud melampiaskan kekecewaan hatinya. Ia mulai berpikir toh orang-orang lain termasuk mamanya juga pernah melakukan kegilaan ini, kalau sudah telanjur basah begini untuk apa lagi sok suci.

Setelah tenaganya dirasa cukup, Claudiapun pelan-pelan mengangkat tubuhnya hingga terduduk di pembaringan itu dengan kaki lurus. Matanya menatap pada Kasha yang sedang menunggu gilirannya, ia melingkarkan tangannya ke leher budak itu dan wajahnya maju mencium bibir tebalnya. Tanpa melepas ciuman, Kasha menarik kaki Claudia dan membimbingnya naik ke pangkuannya.
“Uuhhh…nngghh !” desah Claudia ketika penis Kasha melesak makin dalam di vaginanya.
Sesak sekali penis itu dalam vaginanya yang sempit, berkat cairan kewanitaan yang telah membanjiri selangkangannya, ia tidak merasa seperih waktu diperawani Pyankhi tadi dan sekarang ini nikmatnya lebih terasa. Claudia menggeliat nikmat dan mendesah ketika Kasha menyentak pinggulnya ke atas sehingga penis itu masuk sepenuhnya ke dalam vaginanya. Keduanya mulai bergoyang pelan sambil berpelukan. Kasha sedang mengenyoti puting kanan Claudia dan tangannya membelai punggungnya yang mulus. Desahan-desahan nikmat keluar dari mulut gadis itu tanpa tertahan, naluri seksualnya telah mengaburkan akal sehatnya. Kini bahkan goyangannya lebih agresif dari Kasha sehingga Kasha menghentikan sentakan pinggulnya membiarkan nona majikannya naik turun sendiri mencari kenikmatannya.
“Enak sekali Nona, memek Nona benar-benar sempit, lebih sempit dari punya Nyonya, uuhhh…walau saya mati setelah ini saya rela uuhh !” kata Kasha
Claudia tidak menghiraukan celoteh Kasha selain terus menggoyang tubuhnya, sesekali mereka mulut mereka saling berpagutan. Pyankhi yang sedang beristirahat memandangi temannya sedang menggumuli nona majikannya sambil memijati penisnya, seringai puas muncul di wajahnya.

Buah dada Claudia yang sejak tadi menjadi bulan-bulanan kini sudah basah oleh liur, beberapa bekas gigitan yang memerah juga nampak pada kulitnya yang putih. ‘Helm’ penis Kasha bagaikan palu godam yang menghantam dan menghancurkan lubang sempit pada bibir vaginanya.
“Ohhh…yahh…terushh…aahh…nikmat…!” Claudia terus menceracau.
Kasha yang semakin terbawa arus kenikmatan juga kini ikut menyentak-nyentak pinggulnya sehingga pembaringan itu ikut bergetar. Ketika mengayunkan pinggulnya otot-otot kekar pada lengan budak hitam itu keluar dan menampakkan keperkasaan tubuhnya, wajah budak hitam

itu juga telah basah oleh keringat dan minyak wajah. Kasha dalam usianya yang ke 27 memang sedang dalam puncak kekuatannya.
“Oh seksi sekali !” kata Claudia dalam hati memandang padanya.
Kasha masih belum menunjukkan kelelahan. Mulut, lidah, tangan dan pinggulnya semuanya aktif memberi rangsangan pada gadis itu. Sekitar lima belas menitan akhirnya pertahanan Claudia kembali jebol. Tubuhnya menggeliat hebat sehingga sepasang payudaranya semakin membusung indah di depan wajah Kasha. Vaginanya kembali banjir dan menimbulkan suara decakan setiap kemaluan mereka bertumbukan. Namun Kasha masih terus bersemangat menyentak-nyentak tubuh Claudia yang sudah lemas. Ia membiarkan tubuh Claudia yang telah lemas itu ambruk ke belakang, setelah sedikit merubah posisi menjadi berlutut ia lalu sambil meneruskan genjotannya pada gadis yang sudah terbaring lemas itu sambil memegangi kedua pahanya yang tertekuk.

Tak lama kemudian Kasha membalik tubuh Claudia hingga menungging dan kembali menusukkan penisnya. Claudia yang masih kelelahan pasrah saja diperlakukan apapun oleh budaknya itu. Ketika tengah digenjoti oleh Kasha tiba-tiba sebuah tangan mengangkat kepalanya yang tertunduk lemas. Ia menggerakkan mata dan melihat Pyankhi telah berlutut di depannya dengan penis yang sudah tegak lagi menodong ke arah wajahnya.
“Isep Nona…ayo diisep !” perintahnya.
Claudia menggeleng karena masih lelah, tapi Pyankhi terus mendesaknya.
“Ayolah Nona, saya udah gak tahan, isep aja, saya mau Nona melayani kontol saya ini, saya mau muncrat di mulut Nona, nanti Nona minum peju saya yah !” katanya sambil menahan kepala gadis itu dan tangan satunya menempelkan penis itu ke bibirnya.
Gila lancang benar budak ini berani-beraninya memerintah seperti itu padanya, Claudia merasa seperti diinjak-injak harga dirinya oleh perintah Pyankhi. Namun herannya kata-kata melecehkan itu sepertinya mendatangkan sensasi tersendiri seperti sihir yang meluluhkannya, Claudia benar-benar takluk oleh budaknya sendiri. Ditambah genjotan Kasha dibelakangnya, birahi Claudia mulai menggeliat lagi, ia membuka mulutnya membiarkan penis itu masuk ke mulutnya, hidungnya menghirup aroma sperma dan keringat dari kejantanan itu dan lidahnnya mulai merasakan asin ketika menyentuh ujung batang itu. Kini ia harus melayani dua penis sekaligus pada vagina dan mulutnya, ia tidak pernah membayangkan akan melakukan permainan seks seliar ini dalam pengalaman pertamanya. Betapapun campur-aduknya perasaan Claudia yang jelas saat itu ia sangat menikmati disetubuhi dari dua sisi seperti itu.

Ketika Kasha menyodok ke depan penis Pyankhi semakin masuk ke mulutnya dan kadang menyentuh tenggorokannya, hal ini membuat budak Nubia itu makin mengerang keenakan. Erangan tertahan keluar dari mulutnya yang terganjal penis besar itu. Kasha sepertinya akan segera mencapai orgasme, ia semakin cepat menggenjoti Claudia dan semakin kasar meremas payudaranya. Kemudian ia menarik lepas penisnya dan membawanya ke mulut Claudia.
“Tolong isep yang ini dulu Nona, mau keluar !” pintanya terengah-engah.
Claudia menurut saja ketika Kasha menarik kepalanya dan memasukkan penis itu ke mulutnya, ia tetap melayani Pyankhi dengan kocokan tangannya. Ia merasakan aroma cairan kewanitaannya sendiri yang membasahi penis itu. Tidak sampai semenit muncratlah sperma Kasha di mulutnya diiringi erangan panjang si budak hitam itu. Claudia agak kaget menerima semburan itu, baru pertama kali ia merasakan cairan hangat yang kental itu dalam mulutnya, ternyata aromanya lumayan

tajam. Cairan itu muncrat begitu deras dan Claudia belum ahli menghisap cairan itu sehingga meleleh-leleh di pinggir mulutnya, bahkan sebagian muncrat membasahi wajahnya ketika ia melepaskannya dari mulut karena merasa mulutnya kepenuhan.
“Diminum yah Nona !” kata Kasha sambil menyeka lelehan spermanya pada dagu Claudia dan memasukkannya ke mulut gadis itu.

Tak lama kemudian penis Pyankhi yang sedang dikocok Claudia juga menyemprotkan sperma mengenai pipi kanannya. Entah mengapa walau awalnya sempat merasa jijik dengan cairah kental itu, ia malah membuka mulutnya dan memasukkan penis Pyankhi ke mulutnya. Ia menyedot-nyedot penis Pyankhi yang masih mengucurkan spermanya, sementara tangannya mengocok milik Kasha yang semakin menyusut.
“Itu yang namanya sperma, Nona, itu yang bisa membuat hamil kalau masuk ke rahim ?” Pyankhi menjelaskan.
“Hamil ?” tiba-tiba Claudia terkesiap dan kesadarannya sedikit pulih, ia tidak rela hamil dari dari budak Nubia seperti mereka, sejauh inikah nafsu telah menyeretnya sampai ia begitu menikmati dan lupa akibatnya. “hamil katamu ? jadi aku akan hamil karena ini ?” tanyanya dengan wajah kuatir.
“Tergantung Nona, apakah sekarang Nona sedang dalam masa subur ? kalau ya kemungkinan besar ya, kalau tidak Nona akan aman” Pyankhi melanjutkan penjelasannya.
“Aku baru selesai datang bulan empat hari yang lalu, apakah aku akan hamil ?” tanya dengan antusias.
“Kalau begitu Nona aman, selama cairan ini tidak keluar di dalam pada masa subur Nona tidak perlu kuatir semua itu” Kasha menjawab.
Lega hati Claudia mendengarnya, ia lalu bertanya lagi bagaimana bila cairan itu tertelan.
“Ditelan juga tidak apa-apa Nona, tidak akan hamil” jawab Pyankhi.
Claudia pun melanjutkan hisapannya pada kedua penis itu hingga bersih Kedua budak hitam itu sangat puas dan terkulai lemas di pembaringan itu. Claudia terbaring tak berdaya di tengah, buah dadanya naik turun, sperma membasahi sekujur dada dan wajahnya.

Dengan jarinya Claudia menyeka sperma di wajah dan dadannya. Nafasnya berangsur-angsur mulai tenang dan teratur lagi.
“Kalian benar-benar kurang ajar !” ucapnya memecah keheningan dengan geram, “kalian telah lancang berzinah dengan istri jenderal dan bahkan memperkosa putrinya. Ini kesalahan yang besar tau !” lanjutnya sambil menggeser tubuh hingga bersandar ke kepala pembaringan.
Mereka tertunduk lesu mendengar omelan Claudia, mereka sadar saatnya telah tiba untuk menerima hukuman atas perbuatan mereka.
“Kami memang salah Nona, sekarang silakan Nona panggil pengawal, kami sudah siap kehilangan nyawa” Kasha berkata dengan lesu.
Claudia menghela nafas dan menatapi mereka bergantian dengan kesal. Dia sungguh bingung, ada rasa senang dapat melampiaskan kekecewaan hatinya dan karena kenikmatan pertama yang didapatnya dari mereka, namun rasa malu, kesal, dan dilecehkan pun juga dirasakannya.
“Kalian…kalian, tsk…cepat pergi !” ucapnya dengan berat, “pastikan jangan sampai ada yang tahu kejadian ini termasuk mamaku”
Kasha dan Pyankhi bengong dan saling pandang satu sama lain, Claudia memalingkan muka tidak mau melihat mereka karena rasa malunya.
“Nona…maksud Nona…” tanya Pyankhi masih belum jelas.
“Pergi !! aku bilang pergi !” Claudia setengah menjerit.

Kedua budak Nubia itupun buru-buru memungut pakaian masing-masing dan memakainya. Mereka pamitan lalu meninggalkannya sendirian di ruang tamu itu,

lega hati mereka karena Claudia ternyata tidak jadi menghukum mereka. Claudia pun dengan hati bimbang memakai kembali pakaiannya yang telah robek sebagian. Robekan itu ia tutupi dengan kain luar longgar seperti selendang yang disebut ‘palla’ sambil berjalan secepatnya ke kamar untuk berganti pakaian. Untuk menuju ke kamarnya saja ia harus memutar ke koridor yang lebih sepi agar tidak berpapasan dengan budak yang sedang bekerja atau prajurit yang sedang patroli, ia tidak ingin mereka curiga melihat penampilannya yang agak kusut dan pemakaian ‘palla’nya yang agak aneh. Setelah mengganti bajunya, ia langsung menuju ke tempat pemandian yang terletak di bagian belakang kompleks rumah dinas itu. Sesampainya disana ia membuka pakaiannya dan turun ke dalam kolam untuk membersihkan diri. Hening sekali suasana di kamar mandi besar itu, yang terdengar hanya percikan air dari pancuran berbentuk kepala singa yang menghadap pintu masuk dan di seberangnya yang membelakangi pintu. Dua buah patung berdiri tegak di kedua sisi kolam yang saling berseberangan di antara beberapa pilar yang menyangga bangunan itu. Tidak banyak rumah-rumah di Roma yang memiliki tempat pemandian seperti ini, hanya rumah-rumah golongan elite saja yang memiliki kamar mandi pribadi, sedangkan rakyat jelata biasa mandi di tempat pemandian umum atau di sungai. Di kolam itu Claudia merendam dirinya sampai sebatas leher sambil memejamkan mata dan merenungkan kejadian barusan.

###

Lima hari berlalu setelah kejadian itu, selama itu Claudia menghindari Kasha dan Pyankhi, ia belum ke tempat pemondokan budak beberapa hari terakhir, padahal selama mamanya masih di luar kota ia seharusnya menginspeksi mereka di belakang, namun tugas itu hanya ia serahkan pada perwira paling senior yang menjaga rumahnya. Valeria telah kembali ke rumah dua hari yang lalu, namun kelihatannya sikap putrinya padanya masih saja dingin, ia selalu berkelit dan mencari-cari alasan ketika Valeria ingin berbicara secara pribadi padanya.
“Claudia, kamu ini kenapa ? belakangan ini kamu selalu bersikap dingin ke mama. Mama jadi khawatir” kata Valeria membelai rambutnya dengan lembut ketika membangunkanya di pagi hari. “kamu ada masalah dengan teman kamu ? atau ada orang yang mengecewakan kamu ?”
“Sudahlah Ma, saya sudah besar, jangan perlakukan saya seperti anak-anak terus !” jawabnya agak ketus sambil turun dari ranjang lalu menuju ke baskom air dan membasuh wajahnya.
Dengan hati gundah, Valeria masih mengatakan bahwa ia sudah mempersiapkan makanan untuk putrinya itu di ruang makan dengan menu buah-buahan dan keju segar yang dibawa dari kampung. Namun Claudia tidak terlalu menghiraukannya, ia hanya mengucapkan terima kasih dengan tawar dan keluar dari kamarnya meninggalkan Valeria yang menghela nafas panjang dan geleng-geleng kepala.

Hari itu Claudia sengaja keluar rumah lagi dan kembali pada sore harinya. Baru saja masuk rumah, ia berpapasan dengan Lidia, budak Yunani berusia 26 tahun, yang biasa mendampingi mamanya. Claudia bertanya pada Lidia yang sepertinya baru saja mau pulang ke pemondokan mengenai keberadaan mamanya.
“Nyonya…tadi dia bilang mau mandi sepertinya sekarang sudah di pemandian, tapi saya disuruhnya pulang saja karena sudah tidak ada yang bisa dilakukan lagi” jawab Lidia sopan, Claudia mangut-mangut mendengarnya, “eemm…kalau tidak ada apa-apa lagi saya permisi dulu Nona, saya masih

harus mengurus anak saya” Lidia memohon pamit dan Claudia mempersilakannya pulang.
Claudia merasa ada yang tidak beres, firasatnya mengatakan perselingkuhan itu sedang terulang lagi karena Lidia biasa pulang agak malam dan seringkali ia membantu mamanya menggosok punggung bila sedang mandi. Buru-buru ia menuju ke tempat pemandian untuk memastikan dugaannya, semakin dekat ke tempat itu langkahnya semakin berat dan detak jantungnya makin kencang. Sekitar semeter dari gerbang pemandian yang ditutup itu sekonyong-konyong terdengar suara desahan dari dalam. Ia mengintip dari celah antara dua gerbang itu, ia menelan ludah, kesal sekaligus terangsang melihat mamanya sedang telanjang di dalam kolam bersama kedua budak Nubia itu. Di air yang merendam sebatas dada mereka Kasha sedang memeluk Valeria dari belakang sambil menggenjotnya, sementara Pyankhi sedang mengenyoti dan meremas payudaranya. Valeria nampak menikmati sekali perlakuan keduanya, sesekali ia mengangkat wajah Pyankhi dan berciuman dengannnya.

Claudia mendorong gerbang bagian kiri itu hingga terbuka, ia menyeruak masuk dengan tiba-tiba sehingga membuat mamanya dan kedua budak Nubia itu terkejut.
“Gak usah berkelit lagi Ma, saya sudah tau semuanya dari dua minggu lalu !” kata Claudia sambil menatap tajam pada mamanya yang refleks menutupi dada dengan tangan.
Valeria tidak bisa mengeluarkan kata-kata apapun selain terperangah dengan wajah memerah., tidak ada apapun yang bisa diperbuatnya karena telah tertangkap basah.
“Kenapa diam ? Mama kaget atau merasa bersalah ? bukannya semua orang juga pernah begini Ma, bahkan di istana kaisar juga ? untuk apa lagi ditutup-tutupi ?” suara Claudia meninggi dan bergetar, “dan asal mama tau juga, saya pun pernah melakukannya !” tandasnya.
“Claudia…kamu…apa kamu bilang ?” tanya Valeria dengan gagap dan tak percaya.
“Kenapa harus begitu kaget Ma? saya sudah besar, apa Mama masih berpikir saya masih hijau soal urusan begituan ?” Claudia berkata dengan sinis, “justru Mama lah yang terlalu naïf, Mama bahkan tidak tahu kalau dua budak yang sedang bersama Mama itu juga pernah melakukannya bersama saya”
Valeria makin terkejut, kata-kata Claudia yang terakhir itu bagaikan melempar pisau berikutnya ke dadanya yang baru saja tertancap pisau. Ia menatap Pyankhi yang di depannya dengan mata melotot. Pyankhi hanya bisa tertunduk tidak berani menatap mata sang nyonya besar. Belum habis rasa terkejutnya, Claudia sudah memeloroti gaunnya dari kedua bahu hingga gaun itu jatuh ke lantai dan memperlihatkan kemolekan tubuhnya yang tinggal tertutup celana dalam, lalu ia membungkuk untuk melepaskan celana dalamnya dan melemparnya ke belakang.

Setelah tubuhnya polos, Claudia melangkah turun ke kolam dan mendekati mereka.
“Claudia, mau apa kamu ?” tanya Valeria.
“Saya hanya mau meramaikan acara ini saja Ma, kenapa Mama begitu khawatir? Pyankhi sayang, ayo!” katanya seraya meraih lengan kekar Pyankhi, diletakkannya telapak tangan budak itu pada payudaranya.
Pyankhi meremas payudara itu dengan lembut, tangan satunya mengelus pipi mulus gadis itu, wajah mereka saling mendekat hingga bibir keduanya bertemu dan berpagutan dengan panas.
“Pyankhi…Claudia…hentikan itu, aahh…lepaskan, lepaskan aku Kasha !” kata Valeria sambil meronta ingin melepaskan diri dari pelukan Kasha.
Namun Kasha yang melihat situasi mulai memanas lagi memeluk erat Valeria dan meneruskan genjotannya.
“Kasha…aahh…lepaskan…aahh…aahh

!” desah Valeria menahan nikmat dari gesekan penis besar budak hitam itu dengan dinding vaginanya.
Disetubuhi sambil melihat putrinya bercumbu dan digerayangi budaknya, birahi Valeria kembali membara bercampur dengan penyesalan dan rasa bersalah karena telah menyebabkan anaknya ikut terjerumus.
“Maaf Ma, bukankah Mama bilang seorang anak harus mencontoh orang tuanya, jadi yang saya lakukan ini hanya mengikuti teladan yang Mama berikan, mmhh !” kata Claudia lagi ketika mulut Pyankhi turun menjilati leher jenjangnya.
Valeria semakin tidak bisa apa-apa lagi mendengar perkataan itu, toh dia juga yang awalnya menyulut api yang kini telah membesar sehingga jilatannya mengenai putrinya.

“Tidak perlu merasa bersalah Ma, Mama tidak salah, semua orang juga kan melakukan kegilaan seperti ini termasuk Kaisar, lagipula saya juga menikmatinya kok” lanjut Claudia.
Claudia lalu mengajak Pyankhi ke tempat yang lebih dangkal yang hanya merendam sebatas lutut. Disana ia berlutut dan jari-jari lentiknya menggenggam penis hitam itu. Lidahnya mulai menjilati benda itu mulai dari pelirnya lalu terus naik hingga ke kepala penis. Jilatan dan kocokan tangannya membuat budak hitam itu melenguh nikmat. Sambil menjilat, Claudia menggerakkan bola matanya melihat ke arah mamanya yang menatapnya dengan mata sendu, ia juga sedang menikmati sodokan-sodokan Kasha sehingga pasrah saja. Kemudian ia membuka lebar-lebar mulutnya dan memasukkan penis itu ke dalamnya.
“Uuhhh…enak sekali Nona, yahhh…gitu terusshh !” erang Pyankhi sambil memegangi kepala nona majikannya.
Claudia menyedoti penis itu dengan kuat sambil tangannya memijati pelirnya, hal itu membuat Pyankhi merem-melek menikmatinya. Sepintas ada rasa malu dalam hati Valeria karena melakukan perbuatan mesum di depan putrinya yang juga ikut dalam kegilaan ini. Namun seiring sodokan Kasha yang makin cepat, nafsunya makin melonjak dan ia merasakan orgasmenya sudah kian dekat. Sensasi kenikmatan itu pun membuatnya makin terhanyut, ia melingkarkan tangannya ke belakang memeluk leher budak itu, bibir mereka bertemu dan berpagutan, air di sekeliling mereka semakin beriak karena goncangan tubuh yang makin dahsyat. Ibu dan anak itu telah terbuai dalam kenikmatan terlarang.

Sudah sekitar sepuluh menit Claudia mengoral penis Pyankhi, tapi benda itu masih kokoh tanpa menunjukkan tanda-tanda akan orgasme walaupun pemiliknya terus mengerang dan kadang menyodokkan penis itu hingga menyentuh tenggorokannya. Claudia pun melepaskan kulumannya karena mulut dan lidahnya sudah terasa pegal dijelali penis besar itu. Kemudian ia memutar badan dan bertumpu pada kedua lutut dan telapak tangan menghadapkan pantatnya ke arah budak itu.
“Ayo Pyankhi, entot aku sepuasmu, tunjukkan padaku keperkasaanmu !” pintanya tanpa malu-malu walau di depan ibunya.
“Oooh…mmhh…mmm !” lenguh Claudia ketika penis itu membelah bibir vaginanya.
Penis itu akhirnya masuk seluruhnya dan membuat vagina Claudia yang masih sempit itu terasa sesak. Pyankhi dengan ganas mengocok penisnya di dalam vagina Claudia, tangannya yang kasar itu menggerayangi payudara dan pantat gadis itu. Mulut sang budak mengeluarkan erangan nikmat merasakan himpitan vagina itu. Ditariknya kedua lengan gadis itu ke belakang sehingga ia menungging hanya dengan bertumpu pada kedua lutut. Kedua payudara Claudia yang montok itu tergantung bebas dan berayun-ayun mengikuti goyangan badannya.
“Akh…aahh…terushh…enak…aahh!” erang Claudia seolah ingin memperlihatkan pada ibunya bahwa ia juga bisa main gila

dan kegilaan seperti ini bukan hanya terjadi di Capri, vila tempat Kaisar Tiberius biasa melampiaskan nafsunya, juga bukan hanya di rumah para senat dan bangsawan.

Saat itu Valeria menggeliat dan melepaskan lenguhan panjang, rupanya ia telah dilanda orgasme yang dahsyat. Tubuhnya tersentak-sentak dalam dekapan Kasha sampai penis itu terdorong lepas. Kasha membalik tubuh nyonya majikannya lalu memagut bibirnya dengan mesra, Valeria serasa terbang melayang dibuatnya. Ia pun membalas pagutan itu dengan bernafsu, tidak peduli pada putrinya yang juga sedang di ruangan ini. Seiring dengan surutnya gelombang orgasme itu, berangsur-angsur ketegangan tubuhnya mulai berkurang, ia melepas ciumannya dengan budak itu dengan nafas terengah-engah. Kasha yang nafsunya masih membara, mengangkat tubuh Valeria lebih tinggi hingga dadanya tepat di depan wajahnya. Kemudian dilumatnya payudara itu dengan ganas sambil tangannya meremasi pantatnya. Sambil menyusu Kasha membawa tubuh nyonya majikannya ke tepi kolam, setibanya disana didudukannya wanita itu pada bibir kolam sementara ia sendiri masih di air. Mulut Kasha turun menuju vagina wanita itu.
“Mmmhh…Kasha…uuuhhh geli !” erangnya merasakan lidah budak hitam itu membelah kemaluannya dan menggeliat-geliat seperti ular di dalam.
Permainan lidah itu menyebabkan libido Valeria kembali naik, apalagi di dekat situ ia juga melihat putrinya sedang disenggamai Pyankhi dalam gaya dogie. Ia memandang putrinya itu dengan mata sayu, Claudia juga mengangkat wajah memandang ibunya, mereka saling pandang di tengah sensasi nikmat seolah berkomunikasi melalui tatapan mata masing-masing. Batin Claudia seolah merasakan ibunya berkata maafkan aku, Valeria pun juga merasakan anaknya seperti berkata, maafkan aku juga Ma telah bersikap kasar belakangan ini.

Tubuh Claudia menggelinjang dan erangannya semakin nikmat, ia merasakan otot-otot dinding vaginanya berkontraksi dengan cepat dan semakin lama semakin nikmat.
“Nggghh…aaahhh !!” sebuah lenguhan panjang mengiringinya ke puncak kenikmatan, tubuhnya mengejang selama kurang lebih dua menitan.
Melihat putrinya mencapai orgasme dengan begitu nikmatnya, Valeria semakin horny, ia menekan wajah Kasha ke vaginanya dan mengatupkan kedua paha mulusnya mengapit kepalanya.
“Terusshh Kasha, mmmhh…enak…jilat aku sepuasmu !” wanita cantik itu mendesah keenakan.
Lidah Kasha bergerak-gerak liar menjilati bagian dalam vagina nyonya majikannya, lidah itu juga telah menemukan bagian klitoris yang sensitif. Valeria seperti merasa ada sengatan listrik setiap Kasha memainkan daging kecil itu dengan lidahnya. Ia menggigit bibir dan mengepalkan tangan menahan sensasi luar biasa itu. Setelah sepuluh menit lebih menikmati lidah Kasha pada vaginanya, ia turun ke air dan memeluk budak itu. Kasha menatap wajah nyonya majikannya yang cantik, rambut hitam panjangnya basah terurai, belum lagi wajah cantik khas wanita Romawi dan mata birunya yang sensual itu. Bibirnya yang basah dan indah itu membuat Kasha tidak tahan untuk tidak melumatnya. Merekapun berciuman sambil berpelukan erat sekali.
“Masukan, aku gak tahan lagi” perintah Valeria dengan suara mendesah.
Kasha menuruti perintah itu, ia menekan kepala penisnya ke bibir vagina Valeria. Penis itu menerobos masuk membelah vaginanya di dalam air sana.
“Oohh…besarnya, terus Kasha…aku menyukainya, aahh!” Valeria semakin mengerang tak karuan dan mengeluarkan kata-kata erotis yang tidak pernah terucap dalam kesehariannya.

Valeria mendesah merasakan penis besar Kasha menyodok-nyodok vaginanya. Budak hitam itu terus menggenjotnya dengan kedua tangan

menopang kaki wanita itu sehingga tubuh Valeria melayang di air tanpa menyentuh bumi, hanya punggungnya yang bersandar ke dinding kolam. Erangan nikmatnya sesekali terhambat ketika mulut mereka saling berpagutan. Kasha melepaskan pegangannya pada kaki kanan Valeria, tangannya yang hitam kasar itu merayap di kulit putih mulus Valeria hingga sampai pada payudaranya. Ia meremas payudara wanita itu dengan gemas, jari-jarinya dengan nakal memain-mainkan putingnya hingga makin mengeras. Sementara itu, sekitar tiga meter dari mereka Pyankhi yang masih perkasa sedang asyik berlutut diantara kedua belah paha Claudia dan menusuk-nusuk vagina gadis itu dengan penisnya. Claudia sedang dalam posisi duduk di kolam dengan menekuk lututnya dan bertumpu dengan telapak tangannya, alat kelamin keduanya beradu di bawah air dan menimbulkan riak di sekitarnya.
“Nona Claudia…uugghh…seretnya memek Nona…enaakkhh !” Pyankhi menceracau sambil terus menggenjot vagina gadis itu.
Penis Pyankhi makin berkedut-kedut ketika di ambang klimaks, ia menggeram merasakan penisnya seperti diperas di dalam vagina Claudia.
“Demi dewa-dewa…ooohh, enak sekali Nona !” budak hitam itu begitu menikmati orgasmenya sampai matanya merem-melek.
Kembali Claudia merasakan cairan hangat mengisi vaginanya seperti beberapa hari lalu. Lalu ia rasakan juga penis itu semakin mengecil di vaginanya hingga ditarik keluar oleh pemiliknya. Ceceran cairan putih kental nampak melayang-layang di air ketika Pyankhi mencabut penisnya.

Sementara itu pergumulan antara Kasha dan Valeria juga semakin bergairah. Budak hitam itu menyetubuhinya sambil mulutnya menciumi, mulut, leher, dan telinganya. Kedua kaki Valeria melingkari pinggang Kasha seolah ingin ditusuk lebih dalam. Akhirnya Valeria pun tak tahan lagi, tubuhnya mengejang, kuku tangannya mencakar punggung Kasha sambil mengerang panjang, orgasme kali ini sungguh dahsyat apalagi saat itu Kasha terus menyodokan penisnya.
“Aaarrgghh !” Kasha melenguh kuat sambil menekan penisnya sedalam mungkin di vagina majikannya, penis itu mengeluarkan spermanya mengisi rahim Valeria.
Selama beberapa detik lamanya, tubuh mereka mengejang hingga akhirnya melemas. Kaki Valeria terlepas dari pinggang budaknya dengan lemas, ia dapat mendengar suara nafas budak itu yang menderu-deru di dekat telinganya. Kasha memeluk erat majikannya sehingga ia pun dapat merasakan payudara wanita itu menekan-nekan dada bidangnya di tengah nafasnya yang memburu. Perlahan kesadaran Valeria berangsur pulih, ia mengamati sekeliling, putrinya yang sedang beristirahat bersandar di tembok kolam sedang memandanginya, saat itulah rasa malunya mulai timbul lagi, wajahnya memerah dan ia menunduk tidak berani menatap putrinya yang tersenyum kecil padanya. Pyankhi saat itu sedang menyalakan pelita yang menggantung di beberapa sudut ruangan itu berhubung langit di luar mulai gelap. Nyala api dari pelita-pelita itu kini memberi penerangan di tempat pemandian itu menambah kesan eksotis pada suasananya. Valeria merasa tatapan mata kosong dari kedua patung yang berdiri tegak pada masing-masing sisi kolam itu sedang terarah padanya menyaksikan perbuatan terlarangnya.

Tiba-tiba Kasha merasakan lengan kanannya dirangkul dan sebuah payudara lengan berotot itu. Nona majikannya, Claudia, telah berada di sampingnya dengan tersenyum menggoda padanya dan pada Valeria yang menatap bengong padanya. Ditariknya lengan budak itu yang satunya hingga memeluknya lalu ditariknya wajah kasar itu mendekat padanya, Kasha sendiri bengong melihat tingkah liar nona majikannya itu, hingga bibir mereka bertemu. Claudia memang sengaja melakukan hal itu untuk

memanas-manasi ibunya.
“Claudia…Kasha…!!” kata Valeria terperangah memandangi putri dan budaknya bercumbu dalam jarak hanya sebahu di hadapannya, meskipun sehari-hari ia terbiasa tegas memerintah, namun kali ini ia tak kuasa melarang mereka, karena dirinya juga sudah kotor, mana mungkin ia melarang sementara dirinya sendiri berbuat yang sama.
Berbagai perasaan semakin bercampur aduk dalam hati Valeria melihat keduanya semakin larut dalam gairah. Ia melihat bagaimana lidah mereka saling beradu dan nafas mereka makin memburu. Tangan Kasha mengelusi punggung, paha dan pantat putrinya, dada mereka saling berhimpitan. Di bawah air sana Claudia meraih penis Pyankhi dan menggenggamnya dengan jari-jari lentiknya, penis itu ternyata sudah bangkit lagi. Tiba-tiba sebuah tangan mendarat di bahunya, Valeria menoleh ke belakang dan melihat Pyankhi berjongkok di sana sambil nyengir.
“Emm…Nyonya mau sama saya ?” tanyanya.
Valeria tidak tahu harus menjawab bagaimana, matanya sesekali memandang penis Pyankhi yang menggantung dan sudah ereksi lagi, tubuh kekar budak itu memberi kesan seksi padanya. Tanpa berkata apa-apa ia menjulurkan tangan ke arah Pyankhi dan budak itu pun membantunya naik ke atas.

Setelah naik ke bibir kolam, Valeria mengusap ke belakang rambut hitamnya dengan kedua tangan. Mata Pyankhi menatap kagum pada tubuh nyonya majikannya yang basah, sungguh ibu dan anak sama-sama memiliki kecantikan bagaikan dewi, wajah Valeria sekilas agak mirip dengan Monica Belluci, aktris Italia terkenal pada masa kini. Tubuh wanita ini walau pernah melahirkan tidak kalah indah dari putrinya, perutnya tetap rata dan tidak ada lipatan lemak, payudaranya yang sedikit lebih besar dari putrinya juga masih kencang dan menggiurkan, juga bulu-bulu hitam lebat yang tumbuh di kemaluannya. Valeria meraba dada bidang Pyankhi sambil perlahan-lahan tubuhnya turun hingga berlutut, lalu diraihnya penis yang telah menegang itu. Tanpa basa-basi lagi ia membuka mulut dan memasukan penis itu ke dalamnya. Budak Nubia itu mengerang nikmat ketika lidah majikannya menjilat kepala penisnya. Valeria yang mulai kembali dikuasai birahi mengemut-emut penis itu, lidahnya terkadang menggelitik lubang kencingnya sehingga tubuh budak itu bergetar dan mulutnya makin menceracau tak karuan. Saking nikmatnya Pyankhi ikut menggerakkan pinggulnya seakan menyetubuhi mulut wanita itu. Tidak sampai sepuluh menit Valeria mengoral penis Pyankhi, ia melepas penis itu dari mulutnya karena merasa penis besar itu membuat mulutnya pegal dan ingin minum. Ia menggandeng tangan Pyankhi dan berjalan menuju ke baki yang diatasnya terletak poci berisi anggur berkualitas. Ia duduk di pinggir kolam menuangkan isi poci ke dalam gelas anggur dan meminumnya.

“Kau juga haus Pyankhi ?” tanyanya yang dijawab budak itu dengan anggukan, “kalau begitu mari sini dan ambil bagianmu”
Pyankhi melongo melihat majikannya menumpahkan anggur itu ke tubuhnya, anggur merah itu mengalir turun dari bahu membasahi payudara, perut dan vaginanya. Valeria sengaja duduk dengan mengatupkan erat sepasang pahanya sehingga minuman itu tertampung di daerah pangkal pahanya.
“Ayo, kau tunggu apa lagi ?” tanyanya dengan suara mendesah yang menggoda.
Pyankhi segera merangkak maju menjilati anggur itu mulai dari dadanya, dengan bernafsu ia melumat kedua payudara yang berlumur anggur itu, mulutnya lalu turun ke perut dan menyeruput anggur yang tertampung di pusar, terus turun lagi dan ia benamkan

wajahnya di selangkangan wanita itu dimana sebagian besar anggur tertampung.
“Ssluurp…sssrrpp !” demikian bunyinya ketika Pyankhi menyedot anggur itu diantara lipatan paha Valeria.
“Oohh…yah, mmmm !” desahnya merasakan lidah dan bibir budak itu bergerilya di bawah sana.
Ketika anggur itu mulai habis, Pyankhi melebarkan paha majikannya dan menjilati sisa-sisanya di liang vagina dan bulu-bulu kemaluannya yang lebat. Sungguh sebuah cara yang paling erotis dalam menikmati anggur.

Habis menikmati lelehan anggur itu, Pyankhi membuka paha majikannya sambil satu tangan memegang penisnya yang terarah ke liang senggama. Valeria memejamkan mata, ia menahan nafas ketika ujung penis raksasa itu menyentuh bibir vaginanya.
“Eemmhhh…uuhh !” desahnya merasakan sedikit demi sedikit penis itu memasuki vaginanya.
Tangan Pyankhi mendarat di payudara kirinya dan memberikan remasan lembut, tapi Valeria tetap mengkonsentrasikan kenikmatannya pada penis yang mulai beraksi dengan pelan. Sebentar saja Pyankhi sudah membawanya hanyut dalam lautan birahi, nafasnya makin tidak teratur dan tubuhnya tersentak-sentak setiap pria itu menghujamkan penisnya. Di dekat situ putrinya, Claudia, juga sedang mengarungi lautan kenikmatan bersama Kasha. Claudia menyandarkan sikunya pada dinding kolam dengan pantat agak ke belakang dan Kasha menggenjotnya dari belakang dengan kecepatan cukup tinggi. Sambil menggenjot tangan Kasha bergerilya menjelajahi kemulusan tubuh Claudia, terutama payudaranya yang menggelantung dan pantatnya yang bulat padat.
“Ohh…oohhh…aku sudah mau keluar…entot aku lebih kuat !” Claudia begitu tak dapat menahan diri sampai harus mengucapkan kata-kata seperti itu.
Tak lama kemudian vaginanya berkontraksi dengan cepat mencengkram kuat penis Kasha. Claudia mendapat orgasme yang luar biasa sampai tidak ingat apa-apa lagi selain kenikmatan itu sendiri. Ia mengerang sekuat-kuatnya dengan tubuh mengejang, cairan kemaluannya seperti tertumpah semua dan tercampur dengan air kolam.

Ternyata budak itu cukup pengertian juga, ia tahu Claudia sudah kepayahan sehingga ia berhenti menyetubuhinya.
“Nona mau istirahat dulu?” tanyanya
Claudia hanya mengangguk lemas, nafasnya sudah putus-putus dan tulang-tulangnya serasa mau copot usai bersetubuh dengan budaknya yang bertenaga kuda itu. Kasha pun membawanya ke daerah dangkal sehingga Claudia bisa duduk berselonjor dengan bersandar ke dinding kolam. Sementara Claudia beristirahat, Kasha yang masih ingin menuntaskan nafsunya menghampiri temannya yang sedang menyetubuhi nyonya majikan mereka. Ia berlutut di samping kepala Valeria, wanita yang nafsunya sudah diubun-ubun itu langsung meraih penis budaknya dan membawanya ke mulut. Sambil merasakan nikmatnya penis Pyankhi menyodoki vaginanya, ia mengulum penis Kasha, sesekali ia mengisapnya dengan kuat hingga benda itu bergetar dan pemiliknya mengerang. Kasha tidak membutuhkan waktu lama untuk menuntaskan hasratnya karena tadi ia sudah cukup lama menyetubuhi Claudia, sehingga sekitar lima menit saja dioral Valeria ia sudah mengejang dan menumpahkan spermanya yang kental di mulut nyonya majikannya. Valeria berusaha mengisap cairan itu namun karena tubuhnya bergoncang-goncang sebagian cairan itu keluar dari mulut membasahi daerah bibirnya. Ia juga sempat membersihkan penis budaknya hingga semprotan spermanya berhenti dan menyusut. Tak lama kemudian Valeria pun mencapai puncak bersama Pyankhi. Pyankhi mengerang sambil meremas payudara Valeria dengan keras sehingga menimbulkan rasa nyeri, namun rasa sakit itu merupakan bagian dari kenikmatan karena saat itu Valeria pun mencapai orgasme. Wanita itu melengkungkan punggungnya, kakinya mengejang dan jari-jarinya tertekuk.

Keduanya mengerang dan larut dalam orgasme total, sungguh ini merupakan sebuah kenikmatan seks yang sempurna.

Pyankhi ambruk menindih Valeria yang juga sudah terkulai lemas, penisnya masih tertancap di vagina wanita itu. Dalam sisa-sisa orgasmenya, Valeria menggerakan lidah menjilati sekujur bibirnya yang belepotan sperma Kasha. Valeria baru teringat lagi pada putrinya, dengan sisa-sisa tenaga, ia mengangkat kepalanya dan melihat sekeliling mencari Claudia. Dilihatnya putrinya ternyata sedang berenang di kolam itu, kini ia berenang mendekatinya. Ia berhenti di sampingnya sambil menatapnya tanpa berbicara.
“Sudah, kalian keluar…tinggalkan kami berdua disini !” katanya sambil menepuk punggung Pyankhi yang menindih tubuhnya.
Kedua budak itu segera memakai kembali pakaian mereka dan mohon diri.
“Sebentar, tolong ditambah lagi anggurnya sebelum kalian pulang !” perintahnya lagi sambil menyodorkan poci anggur itu.
Mereka pun keluar meninggalkan ibu dan anak itu berdua di sana. Valeria turun ke air, mereka berdiri berhadapan dan matanya saling berpandangan, namun tak satu kata pun terucap dari mulut mereka. Tiba-tiba Valeria maju dan memeluk putrinya itu, dari matanya mengalir sebutir air mata, dibelainya rambut putrinya yang basah itu dengan lembut.
“Maafkan Mama sayang, ini semua salah Mama sampai kamu terlibat” katanya dengan nada bergetar.
“Saya juga minta maaf Ma, saya mengerti Mama khilaf karena kesepian, saya juga tidak seharusnya menambah susah Mama dengan sikap saya belakangan ini” Claudia juga menangis dalam dekapan ibunya, ia tahu bagaimanapun ibunya sangat menyayanginya.

Ketika sedang berpelukan dan mencurahkan isi hatinya selama ini, Pyankhi datang dan mengetuk pintu membawa poci yang sudah terisi anggur.
“Letakan disana dan pulanglah !” perintah Valeria.
Setelah Pyakhi pergi mereka mulai saling terbuka mengenai masalah ini sambil berendam dan menikmati anggur. Di ruangan itu, selain suara percakapan mereka yang terdengar hanya percikan air dari pancuran kepala singa. Valeria geram sekali ketika putrinya menceritakan bagaimana mereka awalnya melakukan hal itu padanya dengan cara paksaan atau bisa dibilang pemerkosaan. Namun Claudia menenangkan mamanya, ia mengatakan toh semuanya sudah terjadi dan yang penting sekarang adalah mengambil hikmahnya. Claudia pun mulai mengerti perasaan mamanya yang telah lama ditinggal papanya yang pergi berperang, ia juga mengerti perbedaan antara cinta dan seks. Hubungan mereka yang sempat membeku selama beberapa waktu terakhir pun kembali menghangat. Mereka ngobrol di kolam hingga langit sudah memancarkan cahaya bintang dan bulan sabit menggantung di atas dengan cahayanya yang indah. Setelah membersihkan diri dan berpakaian, merekapun kembali ke kamar dan tidur. Malam itu Claudia tidur di kamar ibunya sambil ngobrol-ngobrol melepas rindu seakan mereka baru bertemu lagi setelah lama berpisah. Malam pun semakin larut hingga akhirnya ia tertidur kelelahan, Valeria mengecup kening putrinya dengan penuh kasih sebelum ia sendiri tidur.

Sejak itu Kasha dan Pyankhi semakin betah bekerja di rumah keluarga Suetonius. Mereka sering mendapat pelayanan seks gratis dari ibu dan anak itu selain makanan dan kebutuhan hidup sebagai budak. Baik Valeria maupun putrinya mulai tenggelam dalam hedonisme liar ala kelas atas Romawi pada saat itu. Hubungan terlarang itu bisa terjadi dimanapun dan kapanpun bila ada kesempatan, di kamar Valeria, kamar Claudia, kolam, ruang baca, bahkan pernah juga di

ruang penyembahan yang suci tempat berdoa dan menaruh persembahan pada dewa. Namun di depan umum ibu dan anak itu tetap menjaga kelakuannya sehingga dimata rakyat Roma mereka nampak tak bercela.

###

Jenderal Suetonius kembali ke Roma sebulan lebih setelah pesta orgy di kolam malam itu. Ia, Vitelus, calon menantunya, para perwira lainnya dan juga pasukannya disambut meriah dan dielu-elukan sebagai pahlawan ketika memasuki kota Roma, Kaisar Tiberius menyambut mereka secara pribadi di depan gerbang istana kekaisaran. Kepulangan Suetonius ini memang lebih cepat dari yang dijadwalkan karena mereka telah berhasil meraih kemenangan yang cukup signifikan dari kaum pemberontak Yahudi ekstrim. Barnabas, salah satu bandit dan kepala pemberontak yang berpengaruh telah berhasil diringkus dan dijebloskan ke dalam penjara untuk menunggu hukuman mati. Penangkapan Barnabas ini berakibat jatuhnya moral para pemberontak lain, mereka ketar-ketir dan sebagian menyerahkan diri pada pemerintah pendudukan Romawi sehingga keadaan di Israel sana berangsur-angsur pulih. Pemerintah pusat pun memutuskan menarik sebagian besar pasukan dari sana dan menyisakan beberapa legiun kecil untuk berjaga-jaga, urusan selebihnya atas tanah jajahan itu diserahkan sepenuhnya pada Pontius Pilatus, gubernur jenderal Romawi untuk wilayah Israel dan sekitarnya. Pilatus sendiri masih mengemban tugas yang cukup berat, memang pemberontakan bersenjata relatif sudah berkurang, namun ia masih harus menangani urusan mengenai agama baru yang mulai tersebar di wilayahnya dari pengkhotbah keliling yang berasal dari keluarga tukang kayu. Namun kita tidak akan membahas masalah ini lebih jauh karena bukan itu inti cerita ini.

Sejak kepulangan Suetonius, Valeria dan Claudia mengurangi hubungan gelap mereka dengan kedua budaknya, namun mereka masih sesekali melakukannya secara sembunyi-sembunyi atau melakukan hubungan badan secara kilat. Suatu hari Kasha dan Pyankhi dipanggil menghadap Claudia di kamarnya. Claudia sendiri yang membisikan ajakan ini ketika sedang lewat di depan Pyankhi yang ketika itu sedang mengangkut karung terigu ke dapur. Saat itu hari hampir sore dan Suetonis masih belum pulang, biasanya ia agak malam baru tiba di rumah karena kesibukannya. Tok…tok…pintu diketuk saat Claudia sedang menyisir rambutnya di depan cermin.
“Iya, sebentar !” sahutnya sambil berlari kecil ke pintu.
Pintu dibuka dan kedua budak itu muncul sambil tersenyum-senyum.
“Nona memanggil kami ?” tanya Kasha sambil cengengesan.
“Iya benar, tapi kalian harus tangkap aku dulu kalau mau menikmatiku !” jawab Claudia dengan senyum menggoda, lalu ia beringut ke belakang menghindari mereka.
“Hehe…Nona ini tambah nakal aja yah !” kata Pyankhi merasa tertantang.
Gadis itu berlari mengitari ranjang dan dengan lincah berkelit ke sisi lain sambil tertawa cekikikan. Tantangan itu membuat mereka semakin bernafsu ingin menangkapnya. Bantal di ranjang sampai berantakan dan kelambu ranjang itu tertarik hingga robek sedikit ketika mereka hendak menangkapnya.
“Hiya…kena kamu, ayo sini hahaha !” Kasha berhasil menangkapnya ketika gadis itu naik ke ranjang ingin menghindar dari Pyankhi yang mengejar dari belakang.
“Aaaiihh !” jerit Claudia yang terkejut diterkam Kasha.

“Nona, tolong jaga suaranya, sekeras itu bisa-bisa terdengar kalau ada yang lewat !” budak itu agak kaget mendengar jeritan yang lumayan keras itu.
“Hihihi…maaf soalnya kamu ngagetin aja sih !” tawanya nakal, “Oohh…jangan, hentikan, kalian kurang ajar yah

!” ia meronta ketika tangan-tangan mereka mulai menggerayanginya.
Rontaan Claudia yang disertai penolakan-penolakan justru membakar nafsu mereka. Kasha berusaha mencium bibir Claudia, namun gadis itu terus menggeleng-gelengkan kepalanya. Mereka tertawa-tawa dan terus berusaha membuka pakaiannya, tangan Kasha berhasil menyingkap bagian roknya sehingga paha mulusnya tersingkap, Pyankhi yang berlutut di sampingnya berusaha menurunkan gaun itu lewat bahunya, namun tangan Claudia terus menghalanginya.
“Hehehe…Nona ini mau sok malu-malu yah ayo, manis ayo sini !”
Kasha baru saja berhasil memegang kedua pergelangan tangan Claudia dan menurunkan wajah hendak menciumnya ketika tiba-tiba ‘brak’ pintu kamar itu didobrak dari luar. Dalam sekejap tiga orang prajurit menghambur masuk, salah seorang yang membawa tombak langsung menghujamkan senjatanya ke dada Kasha yang baru membalikkan badan dan belum hilang rasa kagetnya.
“Aaarrrghh !” teriaknya dengan mata melotot sambil memegangi gagang tombak yang menembus dadanya.
Prajurit itu menarik kembali tombaknya dan Kasha tersungkur di lantai bersimbah darah. Claudia pun menjerit dan menutup wajah dengan telapak tangan.

“Claudia…kurang ajar ! apa yang kalian lakukan pada putriku ?!” jerit Valeria yang tiba-tiba masuk ke kamar dan menunding Pyankhi yang masih terkejut.
“A-apa…apa-apaan ini ?” tanya Pyankhi tergagap.
“Pengawal cepat tangkap dia !” perintah Valeria dengan penuh amarah.
Ketiga prajurit itu segera mendekati Pyankhi hendak meringkusnya. Namun budak itu melempar bantal pada mereka dan berusaha kabur.
“Tidak…ini fitnah !” jerit Pyankhi seraya mendorong prajurit yang meraih lengannya, didorongnya prajurit itu hingga terdorong ke belakang menubruk temannya.
Diambilnya sebuah vas dari meja dan dilemparnya pada mereka, benda itu hampir mengenai prajurit yang menombak Pyankhi tadi kalau saja ia tidak cukup gesit menghindarinya. Dengan panik ia membuka pintu balkon dan terjun ke bawah. Kamar itu terletak di tingkat dua, walaupun tidak terlalu tinggi dan dibawahnya tanah berumput, namun karena panik dan terburu-buru, budak itu terkilir pada jari kakinya ketika mendarat. Ia berusaha kabur dengan langkah agak tertatih-tatih. Prajurit yang berada di kamar meneriakinya dari balkon sehingga dalam waktu singkat ia sudah terkepung para prajurit yang patroli di sekitar taman. Pyankhi sempat melawan ketika hendak ditangkap, namun akhirnya mereka berhasil menangkapnya dan menghujaninya dengan bogem agar ia tidak melawan lagi. Para prajurit yang mendobrak kamar tiba di bawah, di belakang mereka juga nampak Valeria yang berjalan sambil mendekap putrinya yang menangis terisak-isak.

“Kalian memang bajingan, keluarga kami telah memperlakukan kalian dengan baik, tapi kalian malah membalas air susu dengan air tuba !” Valeria menundingnya dengan marah.
Sekejap saja di taman itu telah berkerumun para prajurit dan budak yang sedang bekerja untuk melihat keributan apa yang terjadi.
“Nyonya kami juga temukan ini di tempat mereka” seorang prajurit menyerahkan sebuah kantong kecil berisi perhiasan wanita pada Valeria.
“Benar-benar menyesal aku memelihara kalian, tidak akan ada ampun bagimu budak hina !” bentak Valeria.
“Nyonya…apa maksud semua ini ? ini fitnah…anda…mengapa anda menje…aahhhh !” kata-kata itu tidak sempat terselesaikan, ia melihat ke bawah dengan mata terbelakak
Semua orang juga kaget dan menahan nafas, termasuk dua prajurit yang menelikung tangannya ke belakang, mereka mundur dengan mulut

terperangah, beberapa budak wanita bahkan tidak bisa menahan jeritannya melihat darah yang mengalir. Valeria bergerak cepat meraih gladius (pedang pendek senjata tentara Romawi) yang terselip di pinggang prajurit di dekatnya dan merangsek ke depan menikam budak itu sebelum ia bicara lebih banyak.
“Ini hukuman atas kelancangan pada putriku !” katanya dengan ekspresi dingin, “maaf aku harus melakukan ini” lanjutnya dengan berbisik dekat telinganya.
Valeria mencabut gladius itu dari perut Pyankhi yang langsung ambruk di kakinya. Darah budak itu membasahi tangan, pakaian dan gladius yang dipegangnya. Valeria lalu mengumumkan ‘dosa-dosa’ kedua budak itu pada semua yang hadir. Dikatakan bahwa mereka telah mencuri perhiasan dan berusaha memperkosa sebelum kabur. Ia berkata para budak yang menyaksikan agar hal ini dijadikan peringatan bagi siapapun yang mencoba berontak.

Ketika Suetonius pulang dan mendengar kabar ini, murkalah ia, pengawasan pada para budaknya diperketat. Beberapa hari kemudian berita ini menyebar ke seluruh kota sehingga pada golongan elite pun memperketat pengawasan mereka terhadap budak-budaknya agar jangan sampai terjadi pemberontakan budak seperti Pemberontakan Spartacus (73-71 SM) pada masa lampau. Sebenarnya Kasha dan Pyankhi memang sengaja dijadikan tumbal oleh Valeria dan putrinya yang mulai merasa tidak nyaman setelah kepulangan Suetonius, mereka takut skandal ini terkuak dan akan menodai reputasi keluarga. Maka diputuskan agar kedua budak yang pernah menjadi mesin pemuas mereka itu harus dihabisi demi mengubur skandal ini. Jeritan Claudia ketika diterkam Kasha adalah sinyal bagi Valeria yang bersembunyi di dekat kamar itu untuk memanggil prajurit di bawah dan perhiasan yang ditemukan di kamar mereka sebenarnya adalah hadiah yang diberikan Valeria pada mereka sebagai ‘upah lembur’. Kedua budak itu tidak pernah menyangka hadiah dan ajakan terakhir itu akan menjadi bumerang bagi mereka. Valeria atas perbuatannya membunuh budaknya sempat diadili, namun atas pembelaan suaminya dan beberapa teman ia bebas atas dasar untuk membela diri dari budak yang berontak dan hendak menodai putrinya. Ia bahkan mendapat simpati publik karena telah bertindak sebagai seorang ibu yang membela putrinya yang ‘hampir diperkosa’. Skandal yang melibatkan ibu dan anak itu pun terkubur selama-lamanya.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,