The Click Prequel

Author:

| Bintang-bintang gemerlapan menghiasi langit, suara-suara binatang malam seperti jangkrik, kodok dan burung hantu sudah mulai terdengar di daerah yang jauh dari keramaian kota itu. Di villa berarsitektur kuno itu hanya nampak nyala lampu di sebuah ruangannya. Ruang itu adalah sebuah workshop, alat-alat aneh dan dokumen-dokumen berserakan di sebuah meja panjang, pada salah satu sisi dindingnya penuh tempelan sketsa-sketsa desain dan coret-coretan hasil eksperimen, juga ada sebuah whiteboard yang diatasnya tergambar denah interior sebuah mesin dan angka-angka hitungan.

“Yes…akhirnya setelah tiga tahun!” pria setengah baya bertubuh gemuk pendek itu tersenyum girang setelah menyelesaikan sentuhan terakhir pada alat berupa kotak hitam kecil dengan tombol berbentuk hati berwarna pink.
Ia lalu berjalan keluar ruangan itu, tak lama kemudian ia kembali dengan membawa sebuah kandang berisi dua ekor marmot.
“Nah, sekarang waktunya!” ia menekan tombol berbentuk hati itu dan mengamati kedua binatang dalam kandang itu.
Tidak sampai semenit, kedua binatang itu mulai bereaksi, mereka mulai saling mendekat lalu bergumul seperti berkelahi. ‘Citt…citt…citt!’ suara cicitan makhluk itu yang khas, ternyata mereka melakukan perkawinan, yang jantan naik ke tubuh yang betina mulai bersetubuh. Sementara itu pria itu juga merasakan hormon-hormon seks dalam tubuhnya bereaksi, darahnya mengalir turun mengisi pembuluh-pembuluh darah pada penisnya hingga benda itu mengeras, tentu bukan disebabkan terangsang karena melihat sepasang marmot itu kawin, melainkan karena efek alat berbentuk kotak hitam itu.
“Brilian…brilian, kau memang jenius Suparman hahaha!” pria itu tertawa-tawa sendiri seperti tidak waras.

Pria aneh berwajah bulat yang rambutnya sudah mulai memutih ini adalah Profesor Suparman. Penampilan dan sifatnya mengingatkan pada ilmuwan edan di cerita-cerita fiksi yang suka melakukan eksperimen gila. Selama tiga tahun lebih, ia menghabiskan waktunya di villa terpencil itu tepatnya di workshopnya. Hanya satu-dua minggu sekali ia turun gunung dengan mobil bututnya untuk membeli persediaan makanan, bahan untuk keperluan eksperimennya, dan DVD bokep untuk refreshing, ya…orang aneh ini memang paling suka nonton bokep bahkan dari sanalah ia mendapat ide untuk eksperimen gila yang sedang digarapnya sekarang. Tiga tahun sebelumnya ia menonton sebuah film porno berjudul ‘The Click’ pinjaman dari seorang anak muda tetangganya. Film komedi seks yang menceritakan sebuah alat milik alien yang bernama ‘the click’ yang mampu membangkitkan gairah seksual orang-orang yang berada di sekitarnya jika diaktifkan, mereka yang berada di dekatnya akan horny dan melakukan hubungan seks dengan siapa saja di sekitarnya akibat pengaruh alat tersebut. Setelah berkali-kali trial and error, akhirnya ia berhasil menciptakan alat seperti di film yang menginspirasikannya itu. Rasa senang dan puas membuatnya menari-nari dan jingkrak-jingkrak di ruangan bak orang kesurupan.
“Joe…benar-benar hebat kamu, mahakarya ini gak akan ada tanpa kamu!” sahutnya seorang diri.
Malam itu Profesor Suparman benar-benar senang, setelah menyelesaikan percobaan yang sukses itu, ia pun tidur dengan hati lega. Ia berencana turun gunung keesokan paginya untuk refreshing di kota, ia ingin makan di restoran yang enak untuk merayakan keberhasilannya lalu menghabiskan waktu berjam-jam di warnet murah langganannya untuk sekedar mendownload gambar-gambar dan video bokep seperti yang biasa ia lakukan untuk menghibur diri.

################################
Keesokan harinya
Pukul 10.38
Dua orang pria

sedang keluar dari mobil kijang hitam yang sebelumnya menepi, mereka sepertinya kebingungan apa yang harus dilakukan.
“Dasar bego, makannya gua selalu bilang jangan biarin bensin sampe mepet gitu…akhirnya kejadian kan, mana lagi gawat lagi!” omel pria berkumis lele ala Tukul yang memakai kupluk itu sambil mengeplak kepala temannya, seorang pria bertubuh pendek, mirip komedian Hollywood, Dany de Vitto.
“Iya…iya sori Bos, abis ga nyangka bakal apes gini, lagian berapa hari ini ngantrinya panjang melulu, kan BBM mau naik hehehe!” kata si pendek itu membela diri.
“Hehehe lagi…ayo ambil barang, sekarang mau ga mau harus masuk ke hutan sebelum cewek sialan itu kesini!” perintah si kumis lele sambil membuka bagasi dan mengambil ransel besar.
“Mending kita cegat mobil yang lewat aja bos?” usul si pendek.
“Nyegat-nyegat kepalalu…kalau ada juga daritadi dah gua cegat, buruan hoi sebelum si cewek sialan itu sampe sini!” omel si kumis lele seraya melemparkan ransel yang lebih kecil, si pendek menangkapnya sambil terhuyung-huyung ke belakang.
Setelah mengambil barang-barang yang diperlukan, kedua pria itu buru-buru berlari ke arah hutan di gunung itu. Mereka adalah pencuri professional spesialis barang-barang antik dan mahir meloloskan diri dari kejaran polisi. Yang berkumis lele itu bernama Halid (39 tahun), kasusnya yang terkenal adalah pencurian sebuah pedang kuno dari ruang koleksi seorang pejabat korup dengan menyabotase sistem keamanan di tempat itu. Sedangkan temannya yang pendek, Joni, yang terkenal dengan julukan ‘Joni Cebol’(37 tahun), juga tak kalah reputasinya, berasal dari seorang pencopet kampung, ia ahli mengambil barang dengan cepat dan tak terasa dari kantong korbannya, belakangan setelah berkenalan dengan Halid mengkhususkan diri mencuri barang-barang antik, tubuhnya yang pendek dan lincah memungkinkannya dengan mudah menembus alat-alat pengaman berupa sensor laser dan alarm. Ia pernah membuat seorang konglomerat hitam yang suka menyelundupkan artefak kuno gigit jari karena barang miliknya yang hendak diselundupkan tiba-tiba hilang, padahal peti itu masih dalam keadaan tertutup rapi.
#########################
Tempat yang sama
Kurang dari sepuluh menit kemudian
Sebuah motor sport menepi di dekat kijang yang mogok itu, pengendaranya yang memakai helm full face putih mengeluarkan pistol Glock-19 yang terselip di pinggangnya lalu turun dan menghampiri mobil itu dengan hati-hati. Dilihat dari postur tubuhnya, ia sepertinya seorang wanita, tubuhnya yang tinggi semampai dibungkus kemeja putih yang lengannya digulung hingga ke siku dan celana jeans ketat yang mencetak pahanya yang panjang dan ramping dan bentuk pinggulnya yang membulat indah.
“Bensinnya habis, mereka pasti masih dekat sini!” katanya dalam hati setelah memeriksa mobil dan tidak menemukan apapun di dalamnya.
Ia menyapukan pandangan ke daerah sekitarnya memikirkan kemana kemungkinan kedua buruannya itu kabur. Daerah ini adalah gunung yang dikelilingi hutan-hutan lebat, besar kemungkinan mereka melarikan diri masuk ke hutan, dugaan ini diperkuat dengan adanya semak-semak yang terinjak tidak jauh dari situ. photomemek.com Wanita misterius itu kembali ke motornya, dengan kedua tangan ia melepaskan helmnya sehingga terlihatlah wajah cantik di baliknya terutama ketika ia menyibak rambut pendeknya ke belakang. Dibukanya jok motor lalu ia mengeluarkan sebuah teropong yang tersimpan di bawahnya. Dengan alat itu, ia mengamati
gunung di seberangnya. Nampak sekawanan burung beterbangan dari sebuah bagian hutan, mungkinkah mereka melewati tempat itu? Pada suatu titik di ia memusatkan pandangannya lebih teliti, diaturnya fokus lensa untuk melihat lebih dekat…sebuah atap rumah. Senyuman tergurat di bibirnya yang tipis dan basah itu seakan ia menemukan suatu titik terang. Ia terus menelusuri dengan teropongnya, kali ini matanya menangkap sebuah mobil sedang berjalan menuruni gunung itu, jalannya nampak agak tersendat karena mobil tua. Tidak mungkin mereka di dalamnya, karena mobil itu sepertinya baru turun dari atas, mustahil mereka bisa mencapai wilayah itu dalam waktu singkat, namun setidaknya ada petunjuk bahwa ada sebuah jalan yang bisa dilewatinya untuk naik ke atas sana.

Wanita itu kembali memakai helmnya dan menyalakan motornya, dengan kecepatan tinggi kendaraan itu meluncur cepat menuju ke arah yang baru diamatinya. Jalan dua arah yang hanya bisa dilewati dua mobil itu tidak banyak dilalui kendaraan yang melintas karena ruas jalan itu adalah jalur alternatif yang biasa diambil bila jalan-jalan tol utama sedang macet. Di tengah jalan wanita itu berpapasan dengan mobil tua yang dilihatnya melalui teropong tadi datang dari arah berlawanan. Sesuai dugaan, di dalam mobil itu bukan mereka, hanya ada seorang pria setengah baya berwajah bulat culun di dalamnya, mereka sempat saling berpandangan sekilas, namun pria setengah baya itu dapat memperkirakan sosok diatas motor itu adalah wanita dari bentuk tubuhnya, namun ia tidak dapat melihat wajah di balik helmnya.
“Tsk-tsk…anak muda sekarang, ngebut gak kira-kira, nyantai aja napa sih yang penting selamat!” gumam Profesor Suparman sambil geleng-geleng kepala melihat motor yang baru saja melintas dengan cepat di depannya.
“Ya, pasti…nggak salah lagi!” kata wanita bermotor itu semakin optimis.
Wanita jagoan berparas ayu ini adalah seorang detektif swasta, namanya Erlina (27 tahun). Di balik kecantikannya ia adalah seorang yang jago ilmu bela diri dan mahir menembak. Selain itu ia juga seorang gadis yang menyukai tantangan yang menyerempet bahaya sehingga tidak heran ia mengambil profesi sebagai detektif yang jarang digeluti oleh wanita-wanita sepantarannya. Pernah satu kali ia menggagalkan aksi perampokan bersenjata di sebuah bank. Dengan penuh keberanian Erlina menembak si perampok tepat di tangannya sehingga senjata orang itu jatuh. Kemudian dilanjutkan adegan kejar-kejaran dan perkelahian tangan kosong. Perampok yang beraksi sendirian itu sampai memohon-mohon ampun menutupi wajahnya yang babak belur terkena bogem dan tendangan wanita itu. Aksi seperti di film-film action itu mengundang perhatian warga dan mereka bertepuk tangan melihat Erlina keluar dari gang sambil menggiring pria itu dengan tangan diborgol. Sosoknya sebagai jagoan cantik mengingatkan pada Moon Lee (Li Saifeng), aktris Hongkong dekade 90′an yang sering tampil di film-film laga.

############################

“Bos kita harus sembunyi dimana nih? Capek banget naik gunung sambil bawa barang berat gini, udah ampir setengah jam mendaki!” keluh Joni terengah-engah.
“Istirahat aja sendiri kalau mau ketangkap!” omel Halid sambil terus berjalan padahal terus terang ia pun mulai ngos-ngosan karena jalan yang menanjak sambil membawa ransel berat di punggungnya yang berisi koleksi batu mulia yang baru-baru ini dicurinya, belum lagi harus menerobos semak-semak yang lebat.
“Tapi kita kan udah lumayan jauh, masa

sih dia bisa tau kita udah sampai sini, lagian dia kan ketinggalan jauh gara-gara palang kereta api nutup?”
“Hee-eh…ya udah kita jalan dikit lagi, kalau ada tempat aman kita sembunyi sebentar” sahut Halid, “gua juga udah haus banget nih, beuh!”
Kedua pencuri itu memperlambat langkahnya karena kelelahan dan merasa sudah cukup aman.
“Eh, Jon liat tuh!” Halid menunjuk ke sebuah rumah tingkat dua berarsitektur kuno, tidak jauh di depan mereka.
“Weleh di tempat gini ada rumah juga, cuma satu lagi, jangan-jangan ada mak lampirnya tuh!” kata Joni
“Gak peduli deh mak lampir kek mak erot kek, kayanya kita bisa istrirahat dulu disana, tapi tetap hati-hati”
Sebentar kemudian sampailah mereka di depan rumah itu. Setelah memastikan situasi di luar aman, Halid mulai mengintip melalui jendela, tidak nampak ada orang di dalam, ia pun memberi isyarat dengan gerakan tangan pada temannya yang berada di sisi lain dekat pintu masuk.
“Keliatannya orangnya lagi keluar Bos, liat tuh, jejak ban mobil masih baru!” kata Joni memperlihatkan jejak ban di tanah yang menuju jalan kecil di depan pekarangannya.

“Permisi! Ada orang?!” sahut Halid sambil mengetuk pintu, tidak ada jawaban, kembali ia mengetuk dan tetap tidak ada yang menyahut dari dalam.
“Sepertinya emang kosong, ya udah kita masuk aja, istirahat bentar baru cabut!” Halid mengeluarkan kawat yang biasa dipakai untuk membongkar kunci dari sakunya.
‘Klik…klik…cklek!’ beberapa kali putaran akhirnya pintu itu terbuka, keduanya masuk dengan langkah perlahan agar tidak menimbulkan suara. Ruang tamu berantakan adalah yang pertama mereka lihat begitu memasuki rumah itu, sebuah meja kayu dan sofa yang kulitnya sebagian sudah robek terhampar di depan rak televisi. Beberapa majalah IT, bokep impor dan dokumen-dokumen berceceran di atas meja dan sofa.
“Tempat gini ada yang baca bokep juga ya!” kata Joni sambil membuka-buka buku itu.
“Ayo periksa dulu, bukannya liat yang gituan!” omel Halid seraya menuju ke ruang berikutnya.
Sebuah dapur yang juga berantakan, piring-piring kotor dan peralatan masak tergeletak di tempat cucian. Ia membuka kulkas dan mengambil sebotol air mineral botol besar, dibukanya botol itu dan ahhh…leganya, air itu melegakan dahaganya dan membuatnya lebih segar.
“Bos saya periksa kamar atas yah!” sahut Joni di depan tangga menuju tingkat dua.
“Iya…hati-hati tapi!” pesannya.
Ia bertanya-tanya dalam hatinya, orang seperti apa gerangan yang tinggal di tempat seperti ini, terlebih setelah memasuki ruangan lain yang adalah workshop dimana terdapat banyak alat-alat dan sketsa-sketsa aneh. Ini tempat ilmuwan sinting atau persembunyian teroris sih? tanyanya dalam hati.
“Jon…Jon, sini bentar!” ia memanggil temannya, “Jon…ngapain diatas?” ulangnya karena yang dipanggil diam tidak menyahut.

“Jon…hei denger ga sih lu?!” ia menyusul ke atas menaiki tangga.
Dilihatnya pintu kamar sedikit terbuka, ‘duk…duk…kresek!’ terdengar suara dari dalam.
“Dasar cebol, lagi-lagi gitu deh!” omel Halid dalam hati kesal dengan kebiasaan buruk temannya yang suka ngoprek dan mengambil barang-barang yang tidak perlu, “Heh…gua kan udah bilang…!” kata-katanya mendadak terpotong ketika ia membuka pintu dan melihat Joni terbaring di ranjang dalam keadaan tangan diborgol pada ujung ranjang, mulutnya disumpal

kain sehingga hanya bisa menggumam tak jelas. Begitu ia sadar ada yang tak beres dan berbalik badan Erlina sudah menunggu di balik pintu di belakangnya menodongkan pistol.
“Well…well…ternyata dugaan saya nggak meleset, Halid dan Joni, si pencuri barang antik, kalian tidak menyangka kan takdir mempertemukan kita disini?” katanya
“Kamu??!!!”, kata Halid yang begitu terperanjat begitu mengetahui siapa orang yang telah membuat temannya tak berdaya.
“Brengsek. Cewek ini lagi. Nih cewek emang bener-bener ulet dan nggak kenal menyerah. Gue dan Joni udah lari kesana-kemari, tapi nih cewek masih bisa ngejar kita terus. Kalo aja polisi-polisi negara ini punya keahlian kayak cewek ini, bisa-bisa penjara jadi cepet banget penuhnya. Sial!”, maki Halid dalam hati. Walaupun dalam hatinya Halid menyumpah dalam seribu bahasa cacian, tapi diluarnya dia hanya bisa diam menghadapi todongan pistol cewek sialan itu.

“Angkat tangan loe lalu berdiri menghadap tembok disana. Awas, jangan coba-coba ngelawan.”, bentak Erlina pada Halid. Halid hanya bisa menurut dan melakukan apa yang diperintahkan Erlina. Perlahan Erlina mendekati Halid yang menghadap ke tembok. Erlina tetap berlaku waspada, pistol kesayangannya tetap ditodongkan pada pencuri itu. Tangannya yang tak memegang pistol segera menggeledah tubuh Halid yang masih diam tak melawan. Detektif cantik itu sedikit lega saat dia tak menemukan senjata apapun pada tubuh Halid.
“Letakkan tangan kirimu di belakang pinggang. Cepat!!”, bentak Erlina.
“Sabar. Tunggu sebentar lagi. Dia masih belum lengah.”, pikir Halid. Si kumis lele itu pun menuruti perintah Erlina dan menarik tangan kirinya ke belakang pinggangnya.
CKLIKK….Halid merasakan dinginnya besi yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Rupanya Erlina sudah memborgol tangan kiri Halid.
“Sekarang tangan yang satunya. Ayo, cepat.”, perintah Erlina lagi. Senyum lega menghiasi bibirnya yang manis. Detektif wanita yang cantik itu senang karena dia sudah berhasil menangkap pencuri-pencuri licin ini yang bisa selalu lolos dari kejaran aparat kepolisian. Dia sudah bersiap memasang borgol itu di tangan Halid yang satunya.
BUUKK………Tiba-tiba Halid memberontak. Tubuhnya bergerak cepat dan menubruk Erlina sekuatnya. Pistol yang digenggam Erlina pun terlepas dan melayang ke salah satu sudut ruangan itu. Dengan sigap pria itu berlari keluar dari pintu dan membantingnya.

“Aughh…sialan.”, kutuk Erlina. Detektif cantik itu terhempas dan jatuh terduduk dilantai karena hantaman badan Halid. Erlina mengutuk dirinya sendiri yang sempat lengah karena merasa sudah berhasil menyelesaikan misinya. Padahal seharusnya dia sadar kalo tugasnya belum selesai sampai penjahat-penjahat itu berhasil dia bawa ke balik jeruji penjara. Ia buru-buru bangkit dan mengejarnya tanpa sempat memungut senjatanya. Halid sudah hampir mencapai pintu depan ketika Erlina menyusulnya di bawah tangga, tangannya menyambar pot bunga yang terletak di sebelah tangga dan melemparkannya hingga benda itu menghantam pintu dan pecah berkeping-keping. Pria itu terkejut dan refleks mengambil arah lain melarikan diri. Ia kabur ke arah workshop di belakang.
‘Cklek..cklek..cklek…grrr…sial!’ makinya ketika menemukan pintu belakang di ruangan itu terkunci.
“Sekarang mau kemana lagi lu?” Erlina juga sudah menyusulnya ke ruangan itu.
Halid tegang karena mulai terpojok, namun ia agak girang saat melihat cewek itu tanpa senjata sehingga ia dapat melawan balik. Ia menerjang ke arah wanita itu,

kedua tangannya dikembangkan. Si kumis lele itu mencoba meringkus cewek itu dengan sergapannya.

Tapi Halid salah besar kalo mengira Erlina sudah tak berdaya tanpa pistolnya. Gadis itu begitu tenang menghadapi serangan Halid yang tanpa teknik dan hanya mengandalkan otot saja. Gadis cantik itu dengan sigap meraih kedua tangan Halid dengan tangannya sendiri, lalu menariknya mengikuti arah serangan Halid. fantasiku.com Tubuhnya direbahkan kebelakang, mengikuti arah arus tenaga yang dikerahkan lawannya lalu meminjam dan memanfaatkan tenaga itu. Kakinya dengan lincah menendang ke arah perut pencuri itu, tapi Erlina sama sekali tak berusaha menendang balik menentang tenaga Halid. Dengan cerdik Erlina menggunakan salah satu dari teknik bantingan judo, salah satu dari aliran bela diri yang dia pelajari sejak masih berusia 7 tahun. Kakinya menjejak ke perut Halid dengan tenaga lembut dan hanya berfungsi sebagai tuas saja, sementara tangannya menarik tangan Halid kebelakang dengan sekuat tenaga. Alhasil Halid pun kehilangan titik keseimbangannya sendiri dan tersungkur ke belakang seperti akan menerpa tubuh Erlina yang sekarang berada di bawah. Tapi Erlina yang sudah berhasil merusak keseimbangan lawan, lalu meminjam tenaga lawannya dan berguling sambil menendang perut Halid dengan tolakan ke belakang. Paduan dari tenaga Erlina dan tenaga Halid yang dipinjamnya, membuat tubuh Halid terlempar dan melenting ke belakang.

GUBRRAAKKKK…..KLONTANG……….
Suara gemuruh terdengar nyaring saat badan Halid melayang dan terbanting ke lantai. Kakinya membentur ujung meja yang ada di ruangan itu dan membuat meja itu terguling hingga barang-barang yang ada di atasnya jatuh berhamburan. Rangkaian alat aneh, lembaran kertas, sampai kandang hewan terlihat terlempar kesana-sini.

“Aduuhhhh…….”, teriak Halid kesakitan. Tubuhnya terasa remuk karena terhempas di lantai yang keras. Kaki kanannya terasa seperti patah karena menghantam ujung meja. Tapi sebelum bisa memulihkan kondisinya, dia merasakan tangannya dicengkeram kuat lalu dipuntir hingga ia terpaksa membalikkan badannya tengkurap bila tak ingin tangannya patah. Dia merasa badannya ditindih seseorang, dan saat dia mencoba meronta, tangan orang yang mencengkeram pergelangan tangannya, memintir dan melakukan gerakan kuncian yang membuat ia kesakitan dan tak berdaya. Halid pun tak melawan lagi. Dia menurut saat tangannya yang satu lagi juga ditekuk ke belakang. Beberapa saat kemudian terdengar bunyi klik. Tangan yang mencengkeram pergelangan tangan Halid pun melepaskan gerakan mengunci dan memuntir itu, tapi Halid sama sekali tak berdaya sekarang karena dia bisa merasakan kedua tangannya yang telah diborgol di belakang tubuhnya sendiri.

“Aaagghh…lepaskan aku. Dasar perempuan jal aaakkkhh….”, Halid menjerit kesakitan saat Erlina memaksanya bangkit dengan cara menjambak rambutnya. Dengan kasar, Halid didorongnya ke sofa yang ada disitu. Setelah pulih dari rasa sakit akibat jambakan itu, Halid kini bisa melihat wanita cantik itu tersenyum angkuh padanya.
“Hmp..kalian berdua sekarang sudah jadi tawananku. Dan sebentar lagi kalian akan kuserahkan ke kantor polisi untuk mempertanggung jawabkan kejahatan yang kalian lakukan. Sekarang tinggal menunggu si pemilik rumah ini datang supaya bisa menjelaskan kekacauan yang kalian timbulkan di rumah ini. Dasar bodoh. Kalian pikir kalian bisa kabur dari aku?”, kata Erlina angkuh.

“Kamu bukan polisi. Kenapa kamu mencampuri urusan kami? Huh ternyata gadis cantik seperti kamu bisa dengan mudahnya diperbudak oleh uang hingga rela bekerja atas perintah para

koruptor yang menyengsarakan rakyat itu. Cuih..”, gerutu Halid dengan marah. Wajah Erlina memerah mendengar makian Halid. Memang benar klien yang menyewanya kali ini bukanlah orang yang mempunyai nama baik. Banyak berita berhembus tentang reputasi buruk kliennya yang adalah kerabat mantan orang nomor satu di negara ini, seorang pengusaha yang terlibat penyelundupan dan pemalsuan arca-arca kuno, juga diduga sebagai dalang dibalik kematian misterius seorang staff museum yang mencurigainya. Tapi semuanya itu masih belum bisa dibuktikan, setidaknya menurut hukum.
“Diam. Kalian ini hanya kriminal, pencuri…dan tugas saya adalah memberantas pelanggar hukum seperti kalian. Kalian sama sekali tak layak untuk menceramahi aku!”, bentak Erlina marah karena dia merasa dia hanya melaksanakan tugasnya, yaitu menangkap penjahat.
“Ha..ha…ha… kami memang pencuri. Tapi kami pencuri terhormat. Kami hanya mencuri dari para koruptor itu. Kami hanya mengambil kembali uang rakyat yang mereka ambil.”, bantah Halid.
“Jadi kalian pikir kalianlah yang berhak dengan “uang rakyat” itu. Dasar munafik. Mencuri tetap sebuah kejahatan”, kata Erlina dingin.

“Setidaknya kami memang rakyat kecil yang selalu disengsarakan oleh koruptor itu. Dan lagi kami tak pernah memakai semua hasil curian kami. Mungkin hanya sebagian kecil. Tapi sisanya seluruhnya kami berikan pada orang yang membutuhkan”, bela Halid, “sedangkan kamu…hukum mana yang kamu bela? Hukum yang hanya berpihak pada mereka yang berduit? Atau hukum yang mempermalukan harga diri bangsa?”
Memang Halid dan Joni sering membagi hasil curiannya kepada orang-orang miskin yang mereka temui. Hal inilah salah satu sebab mereka selalu dapat lolos dari kejaran polisi. Banyak orang yang bersedia membantu pelarian mereka dengan suka rela, mereka ibarat Robin Hood atau Pendekar Liangshan bagi rakyat miskin yang terpinggirkan.

“Sudah diam…tak ada gunanya berdebat dengan kalian, bagaimanapun rumah punya aturan, negara punya hukum dan itu harus ditaati!”, bentak Erlina. Detektif wanita yang cantik itu duduk di sebuah kursi yang ada di ruangan itu. Hatinya sudah tak sabar menunggu si pemilik rumah ini datang agar dia bisa segera membawa buronan-buronan itu ke kantor polisi. Tampaknya pemilik rumah ini adalah lelaki tua yang berpapasan dengan dia tadi di jalan. Erlina berharap bisa meminjam mobilnya untuk membawa Halid dan Joni ke kantor polisi terdekat. Ia lalu naik ke atas dan turun lagi sambil menggiring Joni Cebol yang tingginya hanya sedadanya, si pendek itu terus menggumam tak jelas karena mulutnya yang masih tersumpal. Kemudian ia menyatukan borgol mereka hingga keduanya duduk saling memunggungi dalam keadaan tangan terborgol.

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

Aku bebas…..aku bebas………..
Aahh…akhirnya aku bisa keluar dari tempat kecil yang aneh itu. Aku sama sekali tak pernah bisa keluar dari sana sebelumnya, terhalang besi-besi panjang yang mengelilingi tempat itu.

Mmmm….awalnya sih asyik aja. Soalnya manusia tua itu memberikan teman untuk menemaniku. Si putih yang cantik itu dengan bulunya yang lembut dan pantatnya yang besar. Aaahh… dia benar-benar cantik. Kemudian mulai lah timbul gairah itu. Gairah yang begitu membara. Tak pernah aku merasakan bergairah teramat sangat seperti waktu itu.

Untungnya ada si

putih cantik. Dia juga sangat bergairah seperti saat musim kawin. Aahh… aku masih ingat betapa nikmatnya saat kami mulai bercinta. Aku menindihnya dari belakang. Kemaluanku bersatu dengannya, hangat dan nikmat. Perutku bergesekan dengan bulu putihnya yang lembut, membawa kenikmatan tersendiri. Baunya begitu memabukkan. Tak pernah aku bertemu dengan betina yang mengeluarkan bau gairah yang begitu memabukkan seperti ini sebelumnya, bahkan di kala musim kawin tiba.
Tapi kenikmatan itu perlahan menjadi mimpi buruk bagiku. Gairahku seakan tak pernah padam dan terpuaskan. Tubuhku sudah lelah karena beberapa kali bercinta. Tapi entah kenapa aku tak sanggup untuk berhenti. Aku ingin lagi dan lagi. Si cantik kelihatannya juga mengalami hal yang sama denganku. Dia terlihat sudah lemas dan kelelahan, tapi pantatnya terus bergoyang menyambut setiap tusukanku yang tak bisa kuhentikan. Kami begitu haus akan kenikmatan.

Untunglah sebelum kami berdua mati kelelahan, gairah itu mendadak hilang dengan sendirinya. Aku meringkuk kelelahan, begitu pula si cantik. Tempat ini benar-benar aneh. Mungkin tempat inilah yang tadi membuat gairah kami tak kenal padam.

Tapi sekarang semuanya tak menjadi masalah. Aku telah bebas. Aku bisa keluar dari tempat aneh ini. Aku mencoba membangunkan si cantik tapi tampaknya dia tertidur pulas kelelahan. Yaa….sudahlah, nanti kan dia bisa keluar sendiri seperti aku.

Aku berjalan keluar dari tempat aneh itu, tapi aku bingung dengan lingkungan ini. Begitu banyak benda aneh milik manusia itu berserakan dimana-mana dan menutupi jalan. Aku berjalan kesana-kemari hanya mengandalkan naluriku. Lama aku berjalan tak tentu arah, sampai aku merasa tersesat. Kemudian aku harus melompati sebuah kotak hitam. Sesampai diatasnya, aku begitu kaget saat bagian warna merah yang kupijak tiba-tiba bergerak turun. Aku pun segera melompat kebawah. Kemudian terus berjalan tak tentu arah.

Tiba-tiba aku merasa gairah itu mulai datang lagi. Perlahan tapi pasti seakan membakar tubuhku. Pikiranku tertuju pada si cantik. Aku harus bertemu dia. Aku harus bercinta dengannya untuk memuaskan api yang membara dalam tubuhku ini. Tapi aku tak tahu arah.

Putih cantik, dimana kamu??????

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

Erlina membuka-buka buku di ruang tamu saat gadis cantik merasa ada yang aneh dengan dirinya. Entah kenapa tiba-tiba dia merasa begitu bergairah. Di pikirannya berkelebatan saat dia sedang bercinta dengan Ryan, pacarnya, seminggu yang lalu. Sebelum dia ditugaskan untuk memburu Halid dan Joni cebol. Ia merasa payudaranya mengeras dan putingnya juga. Selangkangannya terasa lembab. Erlina tak mengerti mengapa libidonya bisa bangkit di saat seperti ini.
“Oohh please deh Er, what the hell are you thinking!?” katanya dalam hati mengingatkan dirinya sendiri.
Hal yang sama juga dirasakan oleh kedua pencuri itu, mereka mulai merasa hormon-hormon seksualnya bekerja dan kemaluan mereka bangkit menyesakkan celana dalam. Mereka memandang nanar pada Erlina yang sedang membolak-balik buku dengan gelisah, sesekali menggesekkan pahanya. Kecantikan wanita itu semakin menggairahkan di mata mereka, hidungnya yang mancung dan bibirnya yang basah itu membuat mereka ingin mencium sepuasnya. Mereka juga membayangkan sepasang paha yang

indah dan mulus dibalik celana jeans ketat itu, ingin rasanya mengelus dan menjilatinya.
“Heh…apa liat-liat!” bentak Erlina melemparkan majalah itu pada mereka.
Sesungguhnya ia bersikap galak hanya untuk menutupi kegelisahannya. Entah mengapa ia merasa tubuhnya semakin panas dan mulai berkeringat padahal cuaca di tempat itu sangat sejuk khas pegunungan. Ada semacam keinginan yang kuat untuk melakukan persetubuhan, tapi masa sih harus dengan mereka, para pencuri itu? Ia buru-buru beranjak dari sofa sambil menghentakkan kaki ke lantai menuju ke dapur. Di sana ia membuka kran dan mencuci mukanya.
“Sadar Er…sadar, apa yang terjadi? Aku kok jadi horny gini!” katanya sambil menepuk-nepuk pipi sendiri.
Dilihatnya wajahnya pada cermin nampak bersemu merah, ia mengelusi lehernya, tangannya makin ke bawah…tanpa sadar ia meremas payudaranya sendiri sehingga gairah dalam dirinya semakin menggelegak.

Kedua pencuri itu masih menatapinya ketika ia kembali ke ruang tamu, pandangan mata mereka bahkan semakin terasa menelanjanginya. Hal itu membuatnya gusar dan mendekati mereka, ia berjongkok dan merenggut leher baju Halid, si kumis lele itu.
“Denger yah, saya paling nggak suka…eeemmhh!” sebelum ia menyelesaikan kata-katanya ia tak sanggup menahan diri lagi dan mencium pria itu dengan panas.
Halid yang juga sudah terangsang berat membalas ciuman Erlina tak kalah panasnya, lidah mereka saling bertautan satu sama lain. Sambil berciuman tangan Erlina merogoh kantong celananya dan mengeluarkan sebuah kunci. Tanpa melepaskan pagutan bibir, ia melepaskan borgol yang membelenggu tangan kedua tangkapannya. Begitu tangan kirinya lepas, Halid langsung meremas payudara wanita itu dari balik kemejanya.
“Eeeii…lepasin dulu dong satunya!” sahut Joni yang baru saja mencabut kain yang menyupal mulutnya.
Kedua orang yang semakin hanyut dalam birahi itu tidak terlalu menghiraukannya dan terus berciuman sehingga Joni yang harus membuka borgol yang satunya lagi sebelum dia sendiri mengambil tempat di belakang Erlina. Kini posisi detektif cantik itu berlutut di antara kedua kaki Halid yang diselonjorkan dengan diapit kedua pencuri itu dari depan dan belakang. Halid mulai mempreteli satu-persatu kancing kemeja Erlina dibantu Joni yang dari belakang menciumi leher jenjangnya. Setelah semua kancingnya terbuka ia menggerakkan tangannya membiarkan kedua pencuri itu melepaskan pakaiannya. Mata mereka terbelakak melihat keindahan tubuh Erlina yang kulitnya putih dan halus, perutnya begitu rata karena rajin berolahraga, juga buah dadanya yang montok dibungkus bra warna biru langit.
Erlina pun membuka kaos lengan panjang Halid dengan tergesa-gesa. Melihat situasi yang makin memanas ini, Joni pun membuka pakaiannya sendiri hingga telanjang, tubuhnya memang pendek dengan perut sedikit berlemak, namun penisnya sudah mengacung dengan perkasa siap melakukan tugas. Ia menghampiri Erlina yang saat itu telah membaringkan tubuh Halid di lantai dan melakukan mandi kucing dengan liar terhadapnya. Mula-mula ciuman Erlina turun dari mulut ke dagu , leher hingga akhirnya ke puting pria itu yang berbulu, dihisapnya puting itu sehingga pemiliknya melenguh nikmat. Saat itu Erlina merasakan pengait bra di punggungnya terlepas, si pendek Joni menarik tubuhnya ke belakang hingga posisinya kembali berlutut, dilucutinya bra wanita itu menelanjangi tubuh atasnya. Kini payudaranya yang berukuran sedang dengan putingnya yang coklat terekspos jelas.
“Oohh…yyahh!” desah Erlina ketika Halid bangkit terduduk

dan mulai menjilati payudaranya.
Kepala Joni menyelinap melalui lengannya dan mencaplok payudaranya yang satu lagi. Detektif cantik itu mendesah semakin tak karuan, ia menekan kepala Halid ke dadanya seolah memintanya merangsangnya lebih jauh. Pria itu membuka mulut selebar-lebarnya untuk melahap payudaranya. Halid mengenyot benda kenyal itu dengan gemas sambil sesekali menggigit putingnya, tangannya membelai punggung mulus wanita itu. Tangan Joni Cebol yang tadinya hanya meraba-raba selangkangan Erlina dari luar mulai melepaskan ikat pinggangnya, lalu sret…terdengar suara resleting dibuka. Tubuh wanita itu menggelinjang, ia merasakan seperti ada sengatan listrik ketika tangan Joni menyusup masuk ke celana dalamnya, tangan itu meraba bulu-bulu lebat yang tumbuh di kewanitaanya hingga jari-jarinya membelai bibir vaginanya. Erlina memejamkan matanya menikmati sentuhan-sentuhan erotis di sekujur tubuhnya.
Joni menarik wajah wanita itu agar menoleh ke samping untuk menciumnya. Erlina yang sudah mabuk birahi itu serta-merta menyambutnya dengan bernafsu, tangannya melingkari leher si pendek itu seolah tak ingin lepas darinya. Keduanya beradu lidah sampai air liur menetes-netes di pinggir bibir mereka. Tangan Joni terus mengobok-obok vagina wanita itu sehingga semakin basah berlendir, jari tengahnya keluar-masuk liang kenikmatannya menggeseki dinding vaginanya membuat pemiliknya menggelinjang nikmat dan mendesah tertahan di sela percumbuan mereka. Sementara itu hisapan dan jilatan Halid yang berpindah-pindah pada kedua payudaranya meninggalkan jejak air liur dan cupangan yang memerah di kulitnya yang putih mulus.
“Kamu nafsuin banget Er…saya jadi pengen ngetotin kamu habis-habisan…mhhh…sslurrp!” ceracaunya sambil mengenyot payudara Erlina.
Puas menikmati payudara montok musuhnya itu, Halid berdiri dan melepaskan celananya. Penisnya yang sudah ereksi maksimal sejak tadi langsung mengacung tepat di depan wajah wanita itu. Erlina terkesima melihat benda yang hitam besar dan berurat itu, ada rasa deg-degan akibat gairah yang menegangkan membayangkan benda itu mengaduk-aduk vaginanya dan mengantarkannya ke puncak kenikmatan. Pria itu lalu menyapukan lengannya pada meja ruang tamu berbahan kayu jati itu sehingga buku-buku dan kertas di atasnya berjatuhan ke lantai. Diatas meja itu mereka membaringkan tubuh Erlina, ia pasrah membiarkan Halid melepaskan sepatu dan kaos kakinya lalu menarik lepas celananya yang sudah setengah terbuka, ia bahkan menggerakkan kaki membantu pria itu meloloskan celana beserta dalamannya. Kedua pencuri itu menelan ludah memandangi tubuh telanjang Erlina yang telah terbaring pasrah di meja ruang tamu dengan kedua paha jenjangnya terjuntai, tidak ada apapun lagi yang tertinggal di tubuhnya selain arloji Guess dan kalung yang melingkar di lehernya. Kedua buah dadanya bergerak naik turun seiring nafasnya yang memburu, bulu kemaluannya yang lebat nampak sedikit basah bekas diobok-obok Joni barusan.

Halid berjongkok diantara sepasang paha ramping itu, matanya seperti mau copot menatapi vagina Erlina yang berbulu lebat dan sudah basah itu. Ia mengangkat kaki kiri wanita itu, lalu mulutnya mulai mencium dan menjilati pahanya yang mulus sambil membelainya. Itu membuat Erlina merinding dan darahnya berdesir semakin cepat. Sampai di betis, mulut Halid naik lagi sambil menciumi kulit pahanya yang mulus hingga akhirnya sampai di bagian paling sensitifnya, vagina.
“Uuuuhhh!!” desah Erlina panjang saat lidah pria itu menyapu telak bibir vaginanya.
Saat itu Joni sedang asyik menyusu dari payudaranya sambil meremas payudaranya yang lain. Tubuh

Erlina menekuk ke atas dan menggeliat-geliat menahan sensasi geli akibat lidah Halid yang mulai memasuki vaginanya dan menjilat-jilat.
“Mmmm…sssllrrpp…sedap Er, memekmu bener-bener nikmat!” ceracau Halid sambil terus melumat vagina detektif cantik itu dengan rakusnya.
Dalam situasi normal kalau ada orang berani berkata seperti itu padanya minimal akan mendapat memar di wajah akibat tonjokannya, ya tonjok, bukan tampar seperti wanita-wanita lain. Dan itu memang pernah dia lakukan seperti misalnya terhadap seorang pria yang memaki dan menampar istrinya di sebuah mal. Erlina yang tidak tahan melihat pria brengsek itu langsung menghampiri mereka, tanpa babibu lagi ia sudah menyarangkan bogemnya di pipi pria itu. Security mall sampai turun tangan memisahkan keduanya agar situasti tidak memanas. Ia menunjukkan kartu identitasnya sebagai penegak hukum dan memarahi pria itu sampai tertunduk malu karena kesalahannya. Tindakannya itu walaupun kasar menuai pujian dari sebagian besar pengunjung terutama wanita yang menyaksikannya. Namun entah mengapa kini dalam kondisi terangsang berat, ucapan tak senonoh itu justru malah menaikkan gairahnya. Halid membuka bibir vagina itu dengan kedua jarinya, lidahnya semakin dalam menjelajahi wilayah sensitif itu.

Setelah dua menitan mencumbu bibir Erlina, Joni bangkit berdiri dan memegangi kepala wanita itu. Kemudian ia mendekatkan wajah Erlina ke selangkangannya, tanpa menunggu perintah lebih lanjut, Erlina menggerakkan tangan meraih batangan itu.
“Uuoohh…asyik tenan!” desah Joni keenakan merasakan lidah Erlina menyapu kepala penisnya.
Kepala Erlina maju-mundur mengulum penis Joni, ia memutarkan lidahnya mengitari kepala penis yang bersunat seperti jamur itu membuat pemiliknya bergetar menahan nikmat.
“Ssllrrp…eeengghh…eeemmm…mmmhh!” desah detektif cantik itu dari sela-sela bibirnya yang tersumbat penis si pendek.
Lidah Halid bertemu dengan klitoris wanita itu dan mulai menjilati bagian sensitif itu dengan permukaan kasar lidahnya, bukan hanya itu jari telunjuk dan tengahnya pun ia masukkan ke liang kenikmatan itu dan mengocoknya. Tak lama kemudian, tubuh Erlina berkelejotan, kedua pahanya mengapit erat kepala Halid yang sedang melumat vaginanya.
“Aahhhh…iyaahhh…keluar nih…aakkhh!” erangnya panjang saat orgasme pertama menerpanya, tubuhnya mengejang dahsyat, tangannya semakin cepat mengocok penis Joni yang digenggamnya.
“Sssluuurpp….sssllrrpp!” pria itu menyeruput setiap tetes cairan orgasme yang keluar dengan lahapnya, mulutnya semakin terbenam di vagina detektif cantik itu.
Mulut pria itu nampak belepotan setelah menarik wajahnya, lidahnya menjilati sisa-sisa cairan kewanitaan di pinggir bibirnya. Kemudian ia bangkit sambil memegangi kedua betis wanita itu.
“Iyah…masukin, saya udah kepingin!” pinta Erlina tanpa malu-malu, ia sepertinya lupa bahwa ia sedang bercinta dengan orang yang seharusnya ia tangkap, pengaruh ‘the click’ telah membuatnya demikian haus seks seperti seperti kucing liar.

“Uhhh…seret banget Er, bener-bener memek yang sip!” lenguh Halid sewaktu melesakkan penisnya ke vagina Erlina.
Tubuh Erlina bergetar merasakan batang penis yang sekeras kayu itu melesak masuk ke vaginanya. Nafasnya terputus-putus menahan ngilu pada proses penetrasi itu, pantatnya terangkat sedikit dari meja membentuk sudut 45 derajat.
“Terussshhh…aahh…terusshh…gila gede banget!” erang Erlina tak dapat menahan diri.
‘Jleb!’ Halid menyentakkan pinggulnya hingga penisnya amblas seluruhnya di vagina Erlina diiringi erangan panjang wanita itu. Sesaat kemudian Halid sudah mengaduk-aduk vaginanya dengan penisnya yang perkasa. Erlina dapat merasakan urat-urat yang menonjol pada penis itu

bergesekan dengan dinding vaginanya. Berangsur-angsur rasa ngilu itu memudar berganti dengan kenikmatan yang tak terlukiskan, terutama ketika kepala penis yang seperti jamur itu bertumbukan dengan G-spotnya, hal itu membuatnya tak tahan untuk tak menjerit. Genjotan Halid begitu bertenaga sehingga tubuh Erlina ikut tersentak-sentak, payudaranya pun bergoyang seirama tubuhnya. Pemandangan tersebut membuat Joni si pendek gregetan, ia berlutut di samping meja dan mengenyoti kedua daging kenyal itu bergantian. Terkadang remasan Joni begitu keras saking gemasnya sehingga Erlina merintih kesakitan, namun itu juga menambah nikmat persetubuhan ini, rasa sakit itu bercampur baur menjadi satu dengan nikmatnya gesekan-gesekan alat kelamin mereka dan sentuhan-sentuhan erotis di tubuhnya. Genjotan Halid yang bertenaga membuat tubuhnya makin bergeser mundur hingga kepalanya terjuntai di bawah meja.

“Aakkhh…aahhh….oohhh…mmhh!” desahan Erlina teredam kerena Joni menjejali mulutnya dengan penis.
Si pendek itu menggerakkan pinggulnya menyetubuhi mulut Erlina, buah zakarnya yang bergelantungan itu sesekali bertumbukan dengan hidung mancung wanita itu. Kedua tangannya bercokol di payudara wanita itu menggerayanginya. Erlina sendiri walau agak kewalahan akhirnya sanggup mengimbangi keduanya, lidahnya bermain dengan lihai memanjakan penis Joni yang keluar masuk mulutnya. Sekitar sepuluh menit kemudian, Joni menggeram, ia akan segera orgasme.
“Uuugghh…keluar nih…ditelan yah!” lenguh si pendek itu saat menyemburkan spermanya dengan deras di mulut Erlina.
Cairan putih kental langsung memenuhi mulutnya membuat Erlina gelagapan karena posisi kepalanya yang terbalik. Sebagian cairan itu meluap keluar dari pinggir bibirnya meleleh membasahi pipinya. Untungnya Joni mengerti kesulitannya sehingga ia segera mencabut penisnya setelah tidak menyemprotkan sperma lagi.
“Uhukk-uhuk…aaahh…eeehhkk…uhuk!” Erlina langsung mengangkat kepalanya begitu si pendek itu melepaskannya, ia terbatuk-batuk sambil mendesah karena Halid masih menggenjotnya.
“Eeem…eemmhh…ayo lebih cepet lagi, gitu…aaah…ahh!” desah Erlina sambil menyeka sisa-sisa sperma yang meleleh di wajahnya, ia lalu menjilati cairan yang menempel di jarinya itu.
Genjotan Halid terasa semakin cepat karena sudah akan mencapai puncak, penisnya semakin berdenyut-denyut siap memuntahkan isinya. Erlina pun merasakan dinding-dinding vaginanya berkontraksi semakin cepat seakan mengisap penis pria itu. Akhirnya Halid menghujamkan penisnya ke vagina wanita itu sekuat tenaga sambil melenguh keras. Ia merasakan kenikmatan luar biasa mengalir di tubuhnya hingga mengejang, penisnya memuntahkan sperma hangat yang mengisi vagina wanita itu. Semburan hangat dan hujaman itu pun menghantar Erlina ke puncak kenikmatan, tubuhnya mengejang dahsyat hingga menekuk ke atas disertai sebuah erangan panjang.

Sungguh orgasme panjang yang luar biasa dialami Erlina dan Halid dalam waktu bersamaan. Terdengar suara ‘plop’ ketika pria itu mencabut penisnya dari vagina Erlina, cairan kental menjuntai dan menetes saat kedua kelamin mereka terpisah. Tubuh mulus Erlina bercucuran keringat dan nafasnya putus-putus setelah orgasme dahsyat barusan. Namun sebentar saja, gairah itu sudah bangkit lagi, ia masih belum merasa puas walaupun sudah banyak mengeluarkan tenaga pada ronde sebelumnya. Erlina turun dari meja dan menghampiri si Joni cebol yang gairahnya juga baru bangkit lagi. Nampak lucu memang tubuh si pria lebih pendek, hanya sedada si wanita yang tinggi semampai sehingga ia harus menengadah untuk memandang wajahnya. Mata Erlina menatap liar padanya, didorongnya pria itu hingga terjatuh di sofa. Erlina langsung menindih Joni, diraihnya penis pria itu dan diemutnya beberapa saat.

“Tiduran sana!” suruhnya mendorong dada pria itu hingga berbaring telentang.
Erlina segera naik ke penis Joni, digenggamnya benda itu sambil menurunkan tubuhnya. Senti demi senti penis Joni pun terbenam dalam vagina wanita itu. Pria itu mengerang merasakan penisnya melesak dan terhimpit dinding vagina Erlina yang basah dan bergerinjal-gerinjal, sebagian sperma Halid meleleh di selangkangannya.
“Eeerrgghh Er…seret banget, gak tahan nih!” desah Joni Cebol sambil meremasi payudara Erlina.
Erlina langsung memacu tubuhnya dengan liar setelah merasa penis pria itu tertancap di vaginanya. Gerak naik-turun tubuhnya begitu cepat sampai-sampai Joni kewalahan mengimbanginya, ia pasrah saja membiarkan wanita itu menunggangi penisnya dengan gayanya yang liar. Mata pria itu merem-melek dan mulutnya terus menceracau tak karuan. Ketika Erlina sedikit menunduk agar bisa berciuman dengan pria itu, ia merasakan sepasang tangan mendekapnya dari belakang. Halid, si kumis lele, yang birahinya sudah naik lagi siap memulai ronde berikutnya. Ia membuka pantat wanita itu dan mengarahkan penisnya ke dubur.
“Aakkhh…pelan-pelan…hhhsshh!” rintihnya dengan wajah meringis menahan rasa nyeri.
Seumur hidup belum pernah ia main lewat belakang dan tidak pernah berniat mencoba yang aneh-aneh. Tapi kali ini sepertinya ada dorongan yang membuatnya tak sanggup menolaknya. Dua lubang bawah ditusuk penis adalah pertama kali baginya sehingga tak heran ia merasa cukup kesakitan ketika pria itu mempenetrasinya lewat belakang.

Setelah tarik dorong beberapa kali, akhirnya Halid berhasil menancapkan penisnya ke dubur Erlina. Ia mengerang merasakan cengkraman yang begitu kuat terhadap penisnya. Diciuminya leher wanita itu sambil memberinya kesempatan beradaptasi, rambut Erlina yang pendek membuatnya lebih leluasa menjelajahi leher jenjang dan telinganya. Pada jeda untuk beradaptasi itulah Joni mengambil nafas dan menghimpun tenaganya kembali. Ia menciumi dan meremas-remas payudara Erlina yang menggantung tepat di atas wajahnya bak bayi yang sedang menyusu. Belaian dan jilatan itu membuat Erlina semakin larut dalam birahinya. Sementara tu, Halid menggerakkan perlahan penisnya yang tertancap di vagina wanita itu.
“Eengghh!!” erangan pelan keluar dari mulutnya ketika Halid menyentak pelan pinggulnya, “ayo goyang…entot saya…udah kepingin nih!” pinta Erlina tanpa malu-malu.
Ketiganya mulai memacu tubuh masing-masing, semakin lama goyangan mereka semakin liar. Erlina mendesah tak karuan merasakan kedua penis itu keluar-masuk mengocok-ngocok kedua lubangnya. Selama hampir seperempat jam kedua pencuri itu men-sandwich tubuh mulus Erlina. Genjotan demi genjotan kedua penis itu membawanya kian ke puncak, tubuhnya mulai mengejang pertanda gelombang orgasme sudah akan segera tiba. Namun kedua pria itu masih ingin menikmati tubuhnya lebih lama sehingga tidak rela bila ia cepat-cepat orgasme. Untuk itu sedapat mungkin mereka menahan atau memperlambat genjotannya ketika wanita itu sudah akan orgasme. Hal itu berlangsung selama dua puluh menitan ke depan sampai Erlina benar-benar kepayahan karena orgasmenya tertunda dua kali. Wajahnya makin merah merasakan sensasi nikmat yang sejak tadi tertahan.

“Ayo…jangan main-main gitu ah…saya udah gak tahan, udah mau keluar nih aahh…ahhh!” desah Erlina di tengah usahannya mencapai puncak kenikmatan.
Erlina menaik-turunkan tubuhnya lebih cepat sehingga Joni Cebol yang ada di bawahnya tentu makin kelabakan, buah pelirnya terasa ngilu karena tertumbuk keras dengan selangkangan wanita itu. Akhirnya ketiganya tak tahan lagi, Erlina adalah yang paling pertama mencapai

orgasmenya yang sudah tertahan sejak tadi. Tubuhnya mengejang dan tersentak-sentak liar, desahan panjang terlontar dari mulutnya memenuhi ruangan itu, kalau ada orang yang lewat di depan rumah itu erangan itu mungkin juga terdengar olehnya. Halid dan Joni menyusulnya dalam waktu kurang dari semenit, mereka mengerang nikmat dan menyemburkan sperma mereka di vagina dan anus Erlina. Halid mencabut penisnya saat masih dilanda orgasme sehingga sisa spermanya berceceran di pantat dan punggung wanita itu. Erlina ambruk menindih Joni, buah dadanya menindih wajah pria itu yang lebih pendek darinya. Sungguh orgasme panjang yang dahsyat yang baru saja didapatnya, namun entah mengapa belum apa-apa ia merasakan gairahnya bangkit lagi padahal tubuhnya masih lelah. Maka ia menggeser tubuhnya ke bawah hingga wajahnya berhadapan dengan Joni sehingga pria itu dapat melihat wajahnya yang sensual dengan rambut agak kusut, pandangan sayu dan keringat bercucuran. Erlina langsung melumat bibir pria itu sambil tangannya mengocok penisnya yang layu pasca orgasme. Lidahnya mengais-ngais dalam mulut pria itu dengan agresif untuk membangkitkan nafsunya. Perlahan-lahan penis Joni pun mengeras lagi dalam genggaman wanita itu

“Masukin! Cepetan mmmhh!” pintanya sambil menyandarkan punggung sandaran sofa dan membuka lebar-lebar pahanya memperlihatkan vaginanya yang basah itu.
Si pendek Joni turun dari sofa untuk melakukan seperti yang disuruh wanita itu. Tubuhnya yang pendek menyebabkannya tidak usah terlalu bungkuk ketika melakukan proses penetrasi. Erlina mengerang lirih sambil memegangi kedua betisnya merasakan penis si pendek itu melesak masuk ke dalam vaginanya. Setelah tubuh mereka menyatu, Joni mendiamkan dulu sejenak penisnya dalam vagina Erlina untuk menikmati kehangatan dan himpitannya. Dua menit kemudian, barulah laki-laki pendek itu mulai menghela tubuhnya maju mundur sambil berpegangan pada kedua betis wanita itu. Tubuhnya yang pendek itu kurang lebih sejajar dengan Erlina yang sedang dalam posisi duduk di sofa saat bersenggama dengan gaya tersebut. Ketika sedang mendesah menikmati sodokan-sodokan penis si pendek itu, Erlina merasakan payudaranya dijamah seseorang dari samping. Ia menengokkan wajah dan melihat si kumis lele, Halid, yang sudah selesai beristirahat kembali mendekatinya. Pria itu lalu melumat payudaranya dengan gemas membuat Erlina semakin menggelinjang sambil meremasi rambut cepak pria itu.
“Uuhh…enak…enak Er heheheeh!” ceracaunya si pendek itu sambil menggenjot makin cepat, ia semakin bernafsu ketika memadangi wajah cantik yang basah oleh keringat itu.
“Aahhh…aagghh…iya, enak…terushh, jangan berenti!” desah Erlina yang tak kuasa menahan gejolak birahinya yang sudah di ubun-ubun
Joni memutar-mutar penisnya sehingga vagina Erlina terasa diaduk-aduk, mata wanita itu membeliak-beliak nikmat. Ditariknya kepala Halid yang sedang menyusu lalu dipagutnya bibirnya yang tebal itu tanpa ragu. Ia memeluk pria itu dan terlibat percumbuan yang panas dengannya, erangan-erangan tertahan terdengar di sela percumbuan itu. Ia merasakan orgasme akan segera menerpanya kembali seiring sodokan penis Joni yang kian cepat, hingga akhirnya ia melepaskan pagutannya dari mulut Halid agar dapat mendesah lebih bebas melepas nikmat.

Dengan sebuah lolongan panjang, Erlina kembali mencapai orgasme berikutnya, pelukannya terhadap Halid semakin erat. Bersamaan dengan itu, si pendek Joni juga menekan penisnya dalam-dalam ke vagina wanita itu
“Aagghh!” erangnya sambil memuncratkan spermanya ke dalam rahim Erlina.
Orgasme kali ini juga terbilang panjang, tubuh keduanya

mengejang-ngejang seperti tersengat listrik, sementara Halid terus memberi rangsangan tambahan dengan menjilati telinga dan belakang telinganya. Tubuh Joni melemas dan jatuh dalam dekapan Erlina dan merosot turun hingga ia menyandarkan kepalanya di paha wanita itu yang terbuka lebar. Lima menit ia terdiam dalam posisi itu sebelum Halid yang telah terangsang kembali menarik tubuhnya dan mengaturnya hingga menungging.
“Oh Tuhan kenapa….kenapa perasaan ini terus dating?” keluhnya dalam hati, terus-terang staminanya semakin habis melayani kedua pencuri ini dari tadi, namun entah mengapa nafsunya terus menggelegak dan terus menuntut kepuasan.
Erlina berpegangan pada sandaran tangan di sofa butut itu, rintihan lirih terdengar lagi dari mulutnya ketika si kumis lele itu mendorong penisnya memasuki vaginanya, tenggorokannya serasa kering karena terus mengerang dari tadi sehingga suaranya kali ini agak serak.
“Uuhhh…sampai kapan…ini gila, tapi aku sungguh tidak tahan!” batinnya.
Hal yang sama juga dirasakan oleh Joni dan Halid, mereka pun tak sanggup menahan gejolak birahi masing-masing yang terus membara. Tiga jam lamanya mereka bersetubuh, peluh membanjiri tubuh ketiganya. Erlina merasakan pandanganya makin berkunang-kunang.
“Tidak…jangan, bertahanlah Er, kau tidak boleh pingsan!” serunya dalam hati menyemangati diri sendiri, “tidak boleh sampai kehilangan mereka, tapi…tapi…”
Setangguh apapun Erlina, ia harus menyerah pada fisiknya, tenaganya benar-benar terkuras habis, tulang-tulangnya seperti mau lepas semua. Pandangannya akhirnya menjadi gelap sama sekali setelah Halid menuntaskan ronde terakhir dan menumpahkan spermanya membasahi dadanya.

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *
Gawat! Aku tersesat. Aku tak tahu jalan untuk kembali pada si putih sayangku.
Aku tak tahan. Aku ingin melesakkan kontolku ke pantat si putih yang besar dan berbulu indah itu. Aaaghhh….. kepalaku sampai puyeng rasanya.
Dengan tumbuh limbung menahan gejolak yang membuncah di dalam tubuhku, aku terus mencari jalan kembali. Kesana-kemari, tak tentu arah.
Aaahhh…kotak itu. Rasanya aku pernah melewati tempat ini. Aku meloncat melalui kotak hitam aneh itu. Ya, aku ingat sekarang. Lebih baik aku sekarang kembali meloncatinya agar bisa kembali ke tempat si putih berada.
Dengan penuh semangat, aku pun meloncati kotak aneh itu. Tapi dengan nafsu yang memenuhi kepala dan pikiranku, aku sedikit kehilangan kontrol tubuhku. Kakiku kembali menekan benda aneh yang ada dibagian atas kotak hitam itu.
Klik….
Benda itu terangkat naik sekarang. Tapi aku sudah tak memperdulikannya. Aku harus mencari si putih. Aku terus berjalan kesana kemari.
Eeehhh….kenapa aku mencari si putih ya? Aku kan ingin bebas dari tempat ini. Ohya aku tadi ingin bercinta dengan si putih.
Mmm…kenapa nafsuku sekarang jadi hilang? Nnnggg… ya sudahlah. Lebih baik aku segera pergi dari tempat ini. Kebebasan…..here I come…….
* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

“Aaaagghhh………”, jerit Halid dan Joni saat kontol mereka menyemprotkan banyak sekali mani yang membasahi tubuh indah Erlina. Gadis itu diam tak bergerak. Tampaknya Erlina pingsan karena kelelahan sehabis bercinta

dengan brutal dan liar dengan dua pencuri barang antik itu.
Halid dan Joni cebol pun terduduk kelelahan. Bagaimana pun jagonya mereka bercinta, tapi dua orang penjahat itu juga manusia biasa.
“Gila! Cewek ini bener-bener liar banget. Sampai ngilu rasanya kontolku tapi detektif cewek itu masih terus menyuruhku mengentotnya.”, kata Halid sambil mengelap keringat yang membasahi kumis lelenya.
“Iya. Baru kali ini, aku ketemu sama cewek yang bener-bener liar kayak Erlina. Lihat, dia baru berhenti ngentot setelah pingsan kelelahan.”, jawab Joni dengan nafas ngos-ngosan.
“Tapi nggak apa-apa. Habis dia cantik dan sexy sih. Gue sih enjoy aja he..he..he…”
“Kita bener-bener beruntung kali ini. Bisa nikmatin cewek secantik Erlina ha…ha…ha….”
Mereka berdua tertawa senang karena bisa menikmati Erlina yang cantik. Setelah puas tertawa, mereka pun duduk sambil mengatur nafas dan memulihkan tenaga.
Tiba-tiba Halid menegakkan tubuhnya. Dahinya berkerut seakan memikirkan sesuatu. Joni pun jadi heran melihat tingkah temannya.
“Hoi, kenapa loe?”, tanya Joni cebol.
“Jon. Coba kamu pikir. Kenapa cewek secantik gadis ini mau bercinta dengan pria seperti kita. Pikirin deh. Walaupun di komplek Dolly ataupun Kramat Tunggak kita cukup punya nama. Tapi kalo dibandingin sama Erlina, kita mah nggak level.”, jelas Halid. Joni hanya manggut-manggut sambil ikut mengernyitkan dahinya.
“Iya juga. Kenapa dia mau sama kita ya?”, Joni pun menyeletuk keheranan.
“Sebenernya Jon. Tadi itu gue udah capek banget, tapi entah kenapa gue masih ingin terus ngentot. Kepala gue rasanya konak terus. Loe juga ngalamin nggak?”
“Mmm…iya..iya.. Gue juga sama. Nnngg…kayaknya ada yang nggak wajar deh. Kita berdua dan gadis itu kayak orang kesetanan yang terus ingin ngentot.”
“Bener. Kayak orang kesetanan. Mmmhh… setan??!!! Jjj…jon…, ja..jangan-jangan rumah ini ada setannya. Setan yang bikin kita berdua, dan juga gadis itu, terus ingin ngentot.”, kata Halid mulai ketakutan.
“Eeh…nngg….lebih baik kita segera pergi dari sini. Aku juga ngerasa rumah ini serem. Ayo, Lid. Kita pergi dari sini. Jangan sampai kita dibuat ngentot sampai mati oleh setan penghuni rumah ini. Hiii….”, kata Joni sambil buru-buru mengambil pakaiannya dan memakainya. Halid pun mengikuti aksi temannya itu. Setelah selesai berpakaian, kedua pencuri itu buru-buru pergi meninggalkan rumah itu bagaikan dikejar setan. Sebelumnya Halid sempat menggendong tubuh Erlina yang terkulai lemah ke kamar atas dan membaringkannya di ranjang.

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

Sore hari,
Pukul 15.14 WIB

Pria tambun setengah baya itu bersiul-siul turun dari mobil yang diparkir di halaman depan villa itu. Untung saja dia cuma bersiul, karena hanya bersiul saja nada suaranya sudah fals apalagi kalo dia sampai bernyanyi. Kedua tangannya membawa beberapa tas plastik yang penuh berisi barang-barang. Dengan langkah santai, pria tambun itu pun pun mulai menuju pintu depan villa dan masuk ke villa yang terpencil di atas bukit itu.

“Aaahh….akhirnya sampai juga. Hhmmm….kalo sudah selesai belanja begini, sekarang aku bisa tenang melanjutkan penelitianku.”, kata pria tambun itu yang tak lain

adalah Profesor Suparman sambil meletakkan tas-tas plastik yang penuh dengan barang belanjaannya di atas meja. Memang beberapa hari sekali Suparman harus turun ke kota terdekat untuk belanja barang kebutuhan sehari-hari. Siulan yang fals itu terdengar lagi dari bibir Suparman saat dia mulai membongkar belanjaannya, menaruh bahan makanan ke dalam lemari es maupun lemari. Lima menit kemudian hampir seluruh tas plastik yang dibawanya tadi sudah terbongkar dan hanya menyisakan satu tas plastik kecil saja.

“Nah, sekarang waktunya aku bersantai dalam kamar sambil menonton DVD ini.”, kata Suparman sambil tersenyum lebar dan menenteng tas plastik kecil itu. Tas plastik kecil itu berisi DVD porno yang dipesannya khusus dari langganannya di Jakarta untuk kemudian dikirim lewat pos di kota terdekat. Sangat mustahil untuk mencari rental DVD porno di kota kecil seperti daerah sini. Jadi Suparman terpaksa membeli lewat internet dan dikirim lewat pos. Kemudian pria tambun itu berjalan menuju ke arah workshop-nya untuk mengambil perangkar DVD playernya.

“What the he….”, umpat Profesor Suparman karena kaget melihat keadaan workshopnya. Tempat yang biasanya sudah berantakan, kini lebih berantakan lagi. Ia juga baru sadar tadi ketika lewat ruang tamu buku-buku di atas meja berserakkan di lantai.
“Shit. The Click. Mana benda itu?”, kata Suparman saat sekelibat ingatan melintas di benaknya. Suparman masih ingat jelas kalo dia meninggalkan The Click di workshopnya sebelum dia pergi berbelanja. Suparman melihat meja tempat dia meletakkan The Click dan kandang marmutnya sudah terguling. Benda-benda yang tadi ada di atasnya berserakan di lantai ruang kerjanya itu. Dia melihat kandang marmutnya yang sudah terbuka pintunya tergeletak di lantai. Tampaknya satu dari marmutnya sudah terlepas karena dia hanya bisa melihat satu saja dari sepasang marmut itu yang masih berada di kandang. Setelah mencari cari dengan hati cemas, akhirnya mata Suparman tertuju pada kotak hitam kecil yang tergeletak di antara benda-benda lainnya yang berserakan di lantai. Dengan senyum lebar Suparman segera mengambil kotak hitam itu lalu segera menyimpannya di saku bajunya.

“Aahh…ternyata The Click masih ada…syukurlah” katanya dalam hati , “lalu bagaimana dengan…?” ia buru-buru ke kamarnya diatas untuk memastikan apakah uang dan surat-surat berharganya masih tersimpan di lemari.
Suparman membuka pintu kamarnya dan kaget melihat sesosok wanita cantik terbaring di ranjangnya tertutup selimut hingga dada keatas. Lemari tua tempatnya biasa menyimpan harta aman-aman saja, masih terkunci dan tidak ada tanda dibongkar.
“Tapi siapa gadis ini? Dan kenapa dia bisa ada disini dalam keadaan telanjang begini?”, kata Suparman dalam hati sambil menyingkap selimut yang menutupinya dan kembali mengamati sosok yang tergeletak tak sadarkan diri itu.
Gadis itu masih muda dan cantik sekali. Potongan rambutnya yang pendek sama sekali tak mengurangi kecantikan wajahnya yang khas oriental, dengan garis dan bentuk mata tajam seperti mata kucing, hidung mancung, dan bibir penuh dan sexy. Kulit putih mulus yang lembut membalut tubuhnya yang penuh lekuk indah. Payudaranya yang berukuran tak seberapa besar tampak menantang karena bentuknya yang indah dan kencang dilengkapi puting coklat yang terlihat segar menghiasi puncaknya. Nafas sang gadis menyebabkan payudara itu sedikit bergerak lembut. Beberapa berkas merah, mungkin bekas gigitan dan remasan

tangan menghiasi payudara itu. Gadis itu bertubuh langsing dengan perut rata dan lekukan pinggul yang aduhai serta sepasang kaki jenjang yang indah. Pandangan Suparman mulai beralih ke bawah, tepat ke arah selangkangan gadis itu. Kini Suparman bisa melihat belahan vagina gadis cantik itu yang begitu indah. Tak ada bibir vagina yang menggelambir, dan tampak rapat serta menjanjikan kenikmatan yang tiada tara. Posisi kaki gadis itu agak membuka hingga Suparman bisa sedikit melihat rongga vagina yang berwarna segar. Tapi liang vagina itu terlihat di banjiri oleh cairan putih kental, pada beberapa bagian tubuhnya juga terlihat cipratan cairan itu.. Suparman tahu betul cairan apa itu dan mulai bisa menebak apa yang terjadi dengan gadis itu. Pengamatannya pada gadis itu membuat benda yang tersimpan di celana Suparman mulai menggeliat tak tenang.

Perlahan Suparman mendekati gadis itu. Pria setengah baya itu lalu tepat di samping tubuh gadis itu yang terlentang. Mata Suparman seakan terhipnotis untuk terus menatap pemandangan indah yang terpampang di hadapannya itu dan tergoda untuk menjamah tubuh mulus itu, tangannya gemetaran di atas payudara wanita itu hendak meremasnya.
“Aaahh…sekarang bukan waktunya untuk berpikir macam-macam. Nona….Hey….bangun nona….”,kata Suparman mengalihkan tangannya ke bahu gadis cantik itu dan mengguncang tubuhnya. Perlahan Suparman melihat mata indah itu mulai membuka pelan, lalu mengerjap.
“Non Aaauuughhhh…….uhhh……..”, Suparman tak bisa melanjutkan kata-katanya. Kejadian itu berlangsung begitu cepat. Dengan gerakan yang cekatan, kedua tangan si gadis sudah terulur ke kerah baju yang dikenakan Suparman. Kemudian tangannya disilangkan sedemikian rupa hingga Suparman merasa lehernya tercekik. Dalam hitungan detik tubuh Suparman segera terbanting terlentang di lantai dan pria setengah baya itu merasa tubuhnya ditindih sesuatu hingga ia pun tak berdaya. Leher tercekik oleh kuncian dengan kerah baju, tubuh yang ditindih serta kedua tangannya yang tergeletak di samping di tahan oleh tindihan lutut si gadis yang kini sudah berada di atas tubuh Suparman, membuat Suparman benar-benar tak berdaya.

“Siapa kamu?!!! Cepat Jawab!!”, bentak gadis itu nyaring.
“Uughh…le..lepaskan aku. Aku orang yang tinggal disini. Lepaskan.”, kata Suparman dengan susah payah karena dia sulit bernafas karena cekikan si gadis.

Gadis itu adalah Erlina, detektif wanita yang cantik yang sedang dalam pengejaran dua buronan pencuri barang antik, Halid dan Joni cebol. Perlahan Erlina mulai mengenal wajah lelaki setengah baya itu. Detektif cantik itu teringat bahwa dia pernah berpapasan dengan pria itu saat dia akan menuju ke villa ini. Sebelumnya Erlina juga sudah mengira kalo pria ini adalah orang yang tinggal di villa terpencil ini.

Erlina pun segera melepaskan kunciannya, berdiri lalu duduk di pinggir ranjang seraya menyambar selimut untuk menutupi tubuhnya yang telanjang. Pikirannya mulai mengingat kejadian yang menimpanya barusan.
“Aaaah…kenapa ini semua terjadi padaku?”, pikir Erlina. Berbagai macam perasaan tercampur aduk di dadanya. Erlina merasa matanya sedikit panas, tapi dengan keras hati dia menahan keinginannya untuk menangis. Kalo saja gadis itu bukan Erlina, tentu sudah tak mampu menahan turunnya air mata.

Suparman melihat gadis cantik itu termenung. Matanya terlihat berkaca-kaca, tapi tak setetes pun airmatanya yang menetes keluar. Suparman bukanlah orang yang bodoh. Dia sudah bisa menduga apa yang terjadi dengan

gadis itu barusan. Tapi dia melihat gadis itu sungguh luar biasa. Dengan keras hati, Erlina bisa menahan agar tak menangis. Suparman pun merasa simpati pada gadis itu.

“Sebaiknya nona mandi dulu. Di sebelah ada kamar mandi yang bisa nona pakai. Saya akan turun ke ruang tamu. Kalo nona perlu apapun, nona bisa panggil saya. Silahkan. Saya turun dulu.”, kata Suparman sambil beranjak meninggalkan ruangan itu. Erlina menatap kepergian pria setengah baya itu. Terdengar langkah kaki pria itu yang menuruni tangga. Erlina pun bangkit lalu memunguti pakaiannya ternyata yang sudah tergantung di sandaran kursi di kamar itu lengkap dengan pistolnya yang diletakkan di meja. Kemudian ia pun mencari kamar mandi yang ternyata berada di sebelah kamar tersebut.

* * * * * * * * ** * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

Sepuluh menit kemudian
Di ruang depan Villa

Terdengar suara tangga berderit dan langkah kaki membuat Suparman menoleh ke arah itu. Suparman terpesona saat melihat sosok yang berjalan memasuki ruang depan villa itu. Gadis itu terlihat begitu mempesona sekarang setelah dia selesai mandi dan membersihkan badannya yang tadi lusuh dan berantakan. Wajahnya yang cantik khas oriental dengan mata indah seperti mata kucing, hidung mancung, dan bibir sexy yang penuh dan sehat. Gadis itu memakai kemeja putih lengan panjang yang lengan ditekuk sebagian dipadukan dengan celana blue jeans. Pakaian yang sederhana tapi tak mampu menutupi keindahan tubuhnya yang penuh dengan lekuk yang menggairahkan. Penampilannya serta rambutnya yang pendek yang kini agak basah membuat gadis itu terkesan agak tomboy. Apalagi bila orang melihat sepucuk pistol glock-19 yang kini bertengger di pinggangnya. Tapi semua itu malah membuat gadis itu memiliki kecantikan tersendiri menurut Suparman. Suparman teringat dengan karakter jagoan cewek yang ada di permainan video game. Memang Profesor Suparman senang bermain game di waktu senggangnya. Gadis itu mengingatkan Suparman pada Jill Valentine dari Resident Evil, atau Lara Croft dari Tomb Raider.

“Maafkan saya kalo saya sudah memasuki kediaman anda tanpa ijin.”, kata Erlina.
“Eh.. nggak masalah. Saya yakin kalo ada alasan yang bagus kalo sampai gadis secantik anda sampai memasuki villa ini tanpa ijin.”, kata Suparman.
“Mmmm…bisa dikatakan begitu. Saya Erlina, detektif swasta.”, kata Erlina sambil mengulurkan sebuah kartu nama pada Profesor. Suparman menerima kartu nama itu dan membacanya.
“Saya sedang mengejar dua pencuri barang antik yang menjadi buronan polisi. Dan mereka tadi melarikan diri ke villa ini hingga saya pun mengejar mereka ke sini.”, tambah erlina.
“Oh, begitu. Kalo begitu mana dua pencuri itu?”, celetuk Suparman.
“Eenngg….saya gagal menangkap mereka dan mereka pun kabur dari sini.”, kata Erlina lirih. Wajahnya memerah karena malu. Suparman mengangguk-angguk. Sebenarnya Suparman ingin menanyakan apa yang terjadi antara gadis itu dan dua pencuri itu hingga dia menemukan Erlina dalam keadaan telanjang di kamarnya. Tapi Suparman merasa tak enak hati. Lagipula dengan otak secerdas profesor Suparman, dia sudah bisa menerka apa yang terjadi. Tampaknya dalam pengejaran itu, entah bagaimana bisa dimenangkan dua pencuri itu dan

mereka menikmati tubuh indah detektif cantik itu sebelum melarikan diri. Suasana jadi terasa agak canggung karena diamnya mereka berdua.

“Mmm…sekali lagi saya minta maaf kalo saya sudah memasuki rumah bapak tanpa ijin. Saya benar-benar minta maaf pak…..”, kata Erlina sambil menggantung kalimatnya di akhir.
“Suparman. Nama saya Suparman. Sebentar…..mmm……ini kartu nama saya.”, kata Suparman sambil mengambil kartu nama dari dompetnya lalu menyerahkannya ke Erlina. Erlina menerima kartu nama itu dan membacanya dalam hati.
“Mmm… jadi bapak ini seorang ilmuwan. Wah dengan banyak gelar yang tertera disini, saya yakin pasti bapak ini pintar sekali.”, kata Erlina sambil mengantongi kartu nama itu.
“Aahh…biasa saja. Nah, kalo detektif wanita, apalagi yang cantik seperti Erlina ini, saya baru kali ini bertemu. Mmm…boleh kan kalo saya memanggil Erlina saja?”, kata Suparman. Erlina menganggukkan kepalanya sambil tersenyum manis.

“Pak Suparman kemari untuk liburan? Atau ada keperluan yang lain?”, tanya Erlina.
“Wah, jangan panggil pak dong. Kesannya saya jadi tua banget. Panggil Suparman saja. Mas atau abang juga boleh he…he…he…”, kata Suparman sambil meringis cari perhatian.
“Dasar genit huuu….”, gerutu Erlina dalam hati. Tapi Erlina tetap tersenyum di luarnya.
“Saya disini karena saya membutuhkan tempat yang tenang untuk melakukan penelitian saya yang terbaru.”, kata Suparman.
“Wah…penelitian apa itu?”, tanya Erlina.
“Mmm…mmm….kalo itu mmm… maaf saya nggak bisa menceritakannya ke kamu, Rahasia perusahaan.”, jawab Suparman dengan agak gugup. Erlina pun tak mendesak lagi karena dia juga tak tertarik dengan masalah itu.

“kalo begitu saya pamit dulu. Saya harus kembali untuk melaporkan hasil pengejaran ini.”, kata Erlina,
“Kalo begitu biar saya yang mengantar Erlina ke kota terdekat.”, tawar Suparman.
“Terima kasih. Tapi tadi saya kesini naik motor.”, jawab Erlina. Suparman menggaruk kepalanya yang tak gatal karena bingung.
“Motor? Mana ada motor? Saya nggak melihat motor kamu disini.”, tanya Suparman bingung.
“Tadi saya memotong jalan untuk mengejar dua buronan yang berlari kesini. Motor itu terpaksa saya tinggalkan di tepi hutan kira-kira 300 meter dari sini. Dan saya berlari memotong lewat hutan agar bisa tiba lebih dulu disini dari pada pencuri-pencuri itu.”, jelas Erlina.
“Kalo begitu biar saya yang menemani Erlina sampai ke tempat motor kamu.”, tawar Suparman.
“Ah..nggak usah repot-repot pak. Saya bisa sendiri kok.”
“Nggak apa-apa. Sekalian saya olahraga sore. Ayo, kita pergi.”, kata Suparman sambil mendahului Erlina keluar dari villa itu. Erlina pun tak bisa berkata apa-apa dan berjalan mengikuti Profesor itu.

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

Hari sudah sore saat mereka berjalan keluar dan mulai memasuki tepian hutan. Pemandangan di sekitar villa ini memang sangat indah. Pohon-pohon yang besar dan bermacam jenisnya tampak menumbuhi bukit-bukit itu. Hawanya terasa sejuk dan bersih, sungguh bisa membuat nafas menjadi nyaman. Lain sekali dengan udara di kota yang sudah penuh dengan polusi. Kicau burung terdengar merdu berbaur dengan kerik serangga menjadi sebuah orkestra alam yang tak bisa ditiru maestro musik manapun. Daun-daun yang berguguran di tanah diterpa

sinar matahari sore membuatnya memancarkan warna keemasan yang indah. Hati Erlina yang tadinya gundah dan sumpek karena peristiwa naas yang baru saja dialaminya ternyata bisa menjadi lebih nyaman karena indahnya suasana indah itu.

Erlina berjalan mendahului Profesor Suparman karena gadis itu yang tahu letak motornya sendiri. Suparman tak merasa keberatan, malah sangat senang saat Erlina mendahului langkahnya dengan gerakan lincah. Suparman kini bisa menikmati pemandangan ekstra yang tak kalah indahnya dengan pemandangan alam bukit itu. Mata Suparman terus menatap bagian belakang tubuh Erlina, terutama pantatnya. Pantat itu terlihat membulat penuh dalam balutan jeans Erlina, montok dan sexy. Langkah Erlina membuat pantat itu sedikit bergoyang kesana-kemari dan terlihat makin menggoda. Begitu asiknya Suparman menatap pantat indah itu sampai dia tak melihat ranting pohon yang melintang.

“Aduh…aggh..”, teriak Suparman saat dia terjatuh karena tersandung ranting pohon itu. Badannya yang tambun pun terguling ke depan. Erlina menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Profesor Suparman yang bergulingan. Gadis cantik itu pun menghampiri Suparman dan menolongnya untuk bisa bangkit kembali.

“Hati-hati dong pak. Bapak nggak apa-apa?”, kata Erlina sambil menolong Suparman. Suparman pun bangkit lagi. Dia tak mengalami luka, Cuma malu dan berharap Erina tak mengetahui kalo dia terjatuh karena keasyikan menatap pantat gadis itu.

“Terima kasih, Lin. Aku nggak apa-apa kok. Ayo, kita jalan lagi.”, kata Suparman sambil mulai berjalan kembali. Erlina tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Tapi saat Erlina akan menyusul langkah Profesor, gadis itu melihat sesuatu yang menarik hatinya. Dia membungkuk dan mengambil sebuah benda yang tergeletak di tanah. Benda itu adalah sebuah kotak hitam kecil dengan tonjolan seperti tombol berwarna merah muda berbentuk hati.

“Hhhmmm…. benda apa ini?Mungkin ini kotak untuk menyimpan sesuatu dan tombol ini untuk membukanya.”, pikir Erlina dalam hati sambil mencoba menekan tombol berbentuk hati itu. Tak terjadi apa-apa. Erlina bingung tapi kemudian dia berjalan lagi mengikuti langkah Suparman sambil memasukkan kotak hitam itu ke sakunya. Dua orang itu pun kembali berjalan melintasi pinggiran hutan itu.

Beberapa menit mereka berjalan, Suparman mulai merasa tak tenang. Entah kenapa dia merasa gairahnya bangkit. Suparman berpikir ini mungkin karena kehadiran Erlina yang cantik di sampingnya. Mata Suparman jadi lebih sering melirik ke arah Erlina. Walaun Erlina kini mengenakan pakaian, tapi pikiran Suparman selalu terbayang akan keindahan tubuh Erlina saat dia menemukan gadis itu dalam keadaan telanjang.
“Uuughh….sehabis aku mengantar gadis ini, aku akan cepat cepat pulang kerumah. Kemudian aku akan menonton DVD porno yang baru kubeli sambil onani sepuas hatiku.”,pikir Suparman. Dengan gerakan tak kentara, Suparman membetulkan celananya agar kontolnya yang sudah tegang itu bisa lebih nyaman tak tertekuk,

Ternyata bukan hanya Suparman yang merasa gelisah, Erlina juga mengalami hal yang sama. Erlina merasa gairah seksnya meningkat. Ingatan kejadian siang tadi berkelebatan di pikirannya. Erlina masih ingat dengan jelas betapa nikmatnya saat kontol-kontol besar milik Halid dan Joni dengan liar mengorek-ngorek liang senggamanya, menggesek tiap syaraf kenikmatan dalam liang vaginanya yang terasa penuh. Gadis itu masih ingat saat payudaranya diremas tangan mereka dengan kasar dan kuat, dijilat oleh lidah-lidah kasar mereka. Erlina merasa malu saat dia teringat betapa dia menikmati kejadian

itu, betapa dia mendesah dan menjerit menikmati cumbuan bajingan-bajingan itu. Dan dia merasa lebih malu lagi saat sekarang tiba-tiba saja dia merasa ingin menikmati semua itu lagi.

Kedua orang itu terus berjalan berdampingan dalam diam, berusaha menyembunyikan kegelisahan di hati mereka karena gairah yang meluap bagaikan tak terkontrol itu. Terutama sekali bagi Erlina yang pikirannya selalu terbayang peristiwa memalukan yang baru saja dialaminya tadi siang. Kewaspadaannya pun menjadi agak lengah hingga gadis cantik itu terpeleset saat menapak pada jalanan yang tak rata.

“Eeiitsss……”, pekik Erlina kaget saat terpeleset dan keseimbangan tubuhya hilang hingga ia hampir saja terjatuh. Untung saja Profesor Suparman tepat berada di sampingnya hingga pria setengah baya itu bisa bereaksi dengan cepat dan menarik tubuh gadis itu agar tak terjatuh.

Peristiwa itu entah sengaja atau tidak, berakhir dengan pelukan erat antara Suparman dan Erlina. Bagaian terhipnotis, mereka berdua tetap diam dalam posisi itu. Suparman yang harus sedikit menengadahkan kepalanya agar dapat menatap wajah cantik Erlina begitu terkesima dengan kecantikan itu. Suparman pun tak tahan lagi, sebelah tangannya segera terulur ke belakang kepala Erlina lalu menarik kepala Erlina. Bibir sexy Erlina segera menjadi sasaran bibir Suparman. Laki-laki setengah baya itu segera melumat bibir itu dengan liar.

“Hmmmpp….hhmpp…jang mmmpphh….”, Erlina mencoba menyuruh Suparman untuk menghentikan aksinya tapi bibir laki-laki gendut itu seakan tak mau melepaskan bibirnya. Tangan Erlina mencoba mendorong Suparman tapi tak berhasil. Jika dalam keadaan biasa, Erlina bisa dengan mudah membuat Suparman tak berdaya dan menghentikan aksi laki-laki itu dengan tenaga dan teknik beladirinya. Tapi entah kenapa sekarang Erlina hanya mampu mendorong Suparman dengan tenaga yang lemah saja.

Perlawanan Erlina yang setengah-setengah, membuat Suparman merasa makin mendapat angin. Suparman mulai menjulurkan lidahnya ke dalam rongga mulut Erlina sambil tetap mencium bibirnya dengan penuh nafsu. Lidah Suparman bergerak nakal seperti mengajak lidah Erlina untuk bercanda. Tangannya yang satu bahkan mulai berani meremas pantat Erlina yang montok itu.

“Aahh…aku nggak mau ciuman dengan si gendut mesum ini, tapi aah….kenapa aku tak bisa menghentikan lumatan bibir tebalnya, aku tak bisa mencegah lidahnya bermain di mulutku. Agghh…..kenapa aku ini?”, pikir Erlina dalam hati. Gadis itu kebingungan karena dalam hatinya dia sama sekali tak menginginkan ciuman ini, tapi entah kenapa ia hanya bisa diam dan tak sanggup menolaknya. Bahkan Erlina merasa tubuhnya bereaksi di luar kontrolnya, saat gadis itu merasakan saat lidahnya mulai mengikuti permainan lidah Suparman dan bibirnya pun ikut menghisap mulut pria setengah baya itu.

Saat merasa Erlina sudah mulai membalas ciumannya, Suparman pun menarik tangannya yang tadi menahan kepala Erlina. Payudara Erlina mulai menjadi target tangan Suparman. Payudara Erlina terasa lembut dan kenyal walaupun Suparman masih menyentuhnya lewat kain kemeja putihnya.

“Ssttt…paakk..sudah aahh….”, desis Erlina saat Suparman melepaskan bibirnya, tapi mulai turun mencumbu leher jenjangnya. Tangan Erlina berusaha mencegah tangan Suparman yang mulai mencoba melucuti kancing kemejanya. Tapi entah kenapa ia seakan tak punya tenaga untuk mencegah tindakan Suparman. Hanya dalam hitungan detik, kemeja Erlina sudah berhasil dilucuti Suparman, lalu dilempar ke atas tanah. Suparman sempat melirik ke arah dada Erlina, dan lelaki gendut itu pun bisa menikmati bukit indah

yang diselimuti bra berwarna biru langit. Sambil terus mencumbu leher jenjang dan bahu Erlina, tangan Suparman pun meraih ke belakang dan melepas kaitan bra itu.

Suparman melepaskan cumbuannya di leher Erlina untuk menikmati hasil usahanya. Lelaki setengah baya yang berbadan tambun itu terpesona saat bisa melihat payudara Erlina yang indah dengan bebas. Bukit payudara itu mulus sekali, walaupun masih ada noda memerah di beberapa tempat. Ukurannya tak seberapa besar tapi begitu pas dan proporsional dengan tubuh langsing Erlina. Bentuknya membulat indah dengan putingnya yang berwarna coklat terlihat mencuat dan begitu segar. Sementara itu Erlina hanya bisa diam saat Suparman menatap payudaranya seperti orang bengong. Wajahnya merona merah karena merasa malu dan risih. Tapi selain itu, di sudut kecil hatinya, Erlina juga merasa sedikit bangga. Setiap wanita pasti bangga bila lelaki, tak peduli siapa pun itu, mengagumi kecantikannya. Dan rasa kagum Suparman begitu terpancar jelas, dari mukanya yang bengong kayak orang bego dan sudut bibirnya yang sampai meneteskan sedikit liur he..he..he…

“Toket kamu indah sekali, Lin. Mmmpp…..ssluurpp…”, komentar Suparman.
“Uuughhh…..ssttt……..”, Erlina hanya bisa mendesah tak karuan saat Suparman langsung menyomot puting payudaranya dengan bibir dan lidahnya. Tangan Suparman pun tak ketinggalan ikut meremas payudara yang satunya.

“Ada apa dengan aku? Kenapa aku membiarkannya? Kenapa aku malah menikmati cumbuan pria ini di dadaku? Tapi…aahh….remasan tangannya, lidahnya yang kasar dan basah uughhh…..“, pikr Erlina.Detektif wanita yang cantik itu hanya bisa mendesah di buai kenikmatan yang membuat payudaranya bertambah keras, putingnya makin mencuat, dan selangkangannya terasa lembab.

“Sslluuurpp…mmmm….toket kamu empuk banget. Putingnya bikin aku jadi tambah gemes ssluuurppp….”, celoteh Suparman sambil tak bosan-bosannya mencumbu bukit indah itu. Tak lama kemudian, tangan Suparman mulai merayap ke bawah. Jemarinya mulai mencoba melepaskan celana jeans yang dikenakan Erlina. Setelah kancingnya terlepas, tangan Suparman menarik jeans itu kebawah. Tubuhnya yang turun menyebabkan lidah dan bibir Suparman kini beroperasi di perut Erlina yang rata. Pusar Erlina pun tak luput dari sasaran lidah Suparman yang nakal.

“Aiihh..pak, awas….”, jerit Erlina kaget saat tiba-tiba Suparman membanting tubuhnya. Bukan bantingan tepatnya, tapi Suparman yang merasa tak lelusa bercumbu sambil berdiri mengambil inisiatif untuk membuat tubuh Erlina terlentang di atas tanah. Daun-daun yang berguguran memenuhi tanah membuat Erlina merasa berbaring di tempat yang lumayan empuk. Walaupun dalam hatinya Erlina merasa kotor kalo berbaring disini, tapi sentuhan daun-daun itu terasa menggelitik kulitnya. Untung saja di tepat itu, hanya ada daun-daun yang berguguran, tak ada ranting maupun batu kecil.

Erlina menatap ke arah langit biru, pucuk-pucuk pohon yang seakan menari tertiup angin. Pikirannya terpecah. Gadis itu sadar kalo sebentar lagi dirinya akan mengalami kejadian seperti tadi pagi, saat dia merasa Suparman mulai berusaha melucuti celana jeansnya dan berusaha melepaskannya dari kaki jenjangnya. Satu sisi, Erlina benar-benar tak menginginkan hal ini terjadi, dia sama sekali tak tertarik dengan Suparman yang sudah setengah baya, jelek, gendut lagi. Tapi di sisi lain, gairahnya birahinya berkobar kian besar dan membutuhkan pelampiasan. Erlina tak bisa menahan keinginannya untuk dapat merasakan nikmatnya saat vaginanya dipenuhi batang kontol yang keras yang menekan dan menggesek syaraf-syaraf kenikmatan di dinding vaginanya. Erlina ingin

merasakan nikmatnya saat klitorisnya tergencet dan digesek batang kontol yang keluar masuk di liangnya yang sudah kembang kempis itu. Ia ingin payudaranya diremas kuat dan putingnya dijilat atau dihisap kuat hingga membuat tubuhnya menggelinjang tak karuan. Dan yang semakin parah, Erlina merasa sisi dirinya yang berkobar karena birahi itu makin lama makin kuat dan mendesak sisi logikanya yang tak menginginkan semua ini.

“Huwaaa…..me..memek kamu bagus banget, Lin”, kata Profesor Suparman saat dia sudah berhasil melucuti celana jeans Erlina sekalian dengan celana dalamnya yang berwarna sama dengan branya, “saya suka yang jembutnya lebat gini…kayak punya artis-artis bokep Jepang hehehe!”
Kini Suparman bisa menikmati memek Erlina dengan jelas. Memek itu terlihat masih rapat dan terawat. Bibir vaginanya tak dihiasi gelambir seperti bintang film porno yang ditontonnya. Belahan memek itu bersih dan rapat, ditumbuhi bulu-bulu hitam lebat. Suparman pun merenggangkan kaki Erlina hingga ia bisa melihat bagian dalam memek gadis itu. Liang surgawi itu tampak segar berkilauan, berwarna merah muda segar dan mengkilap karena cairan kenikmatan yang mulai membasahinya. Klitoris mungil tampak mencuat di bagian atas belahan itu, sungguh menggemaskan. Suparman pun tak bisa menahan diri lagi. Wajahnya ia dekatkan ke selangkangan Erlina. Memek Erlina pun segera menjadi sasaran lidah dan mulut Suparman.

“Augghhh…Pak…ja..jangan..aahhh…”, desis Erlina saat lidah kasar itu mulai menjilati belahan vaginanya. Erlina tak menyangka bahwa walaupun tampangnya bego, Profesor Suparman ternyata sangat lihai dengan permainan lidahnya. Lidah itu demikian lincah bergerak kesana-kemari menjilati vaginanya yang mulai basah. Bahkan kadang lidah itu sampai menyapu ke liang anusnya, membuat Erlina merasakan sensasi yang luar biasa. Terkadang Suparman membuat lidahnya kaku dan menusukkan lidah itu berulang kali ke dalam memek Erlina. Apalagi saat klitorisnya juga menjadi sasaran. Tubuh Erlina sampai menggeliat tak tenang saat klitorisnya dipermainkan, dijilat bahkan kadang dihisap kuat. Bahkan Suparman mulai berani memasukkan jemarinya ke dalam liang hangat itu. Jari Profesor Suparman ternyata besar sekali sesuai dengan badannya yang gendut. Baru dua jari Suparman yang keluar masuk di memeknya, tapi Erlina sudah merasa memeknya terasa lebih penuh daripada saat dia bercinta dengan pacarnya.

Cplok…cplok..ssrtt…
“Hhhmm…. jepitan memek kamu kuat banget, Lin. Aku bisa merasakannya di jariku. Ssssttt….dan cairan kamu rasanya begitu gurih…enak….Cobain deh.”, kata Suparman sambil mengeluarkan jari-jarinya yang tadi mengobok-obok memek Erlina. Jari Suparman yang terlihat mengkilat karena berlumuran cairan vagina Erlina diulurkan lelaki setengah baya itu ke mulutnya. Erlina sebenarnya merasa jijik. Tapi aroma cairannya sendiri ternyata begitu menggoda. Bibir Erlina seakan membuka sendiri untuk memberi jalan pada jari Suparman. Dengan lahap, Erlina menjilati cairan vaginanya sendiri yang melumuri jari-jari si profesor.
“Hhmmpp…..ssluurpp…..”, desis Erlina.
“Gimana enak kan?”, celetuk Suparman. Pria itu lalu menarik lagi jarinya dan kembali menyarangkannya di memek Erlina. Erlina hanya bisa mendesah tak karuan karena perbuatan Suparman.

“Aagh…jangan! Jangan disitu aaghhhkkk…..”, Erlina menjerit keras saat Suparman mulai menggerakkan jarinya yang ketiga memasuki liang anus Erlina. Kini memek Erlina dipenuhi dua jari, sedangkan Anusnya dimasuki satu jari Suparman. Suparman tak mempedulikan jeritan Erlina dan terus memompa memek dan anus Erlina dengan jari-jari gemuknya. Erlina hanya bisa menjerit tak karuan. Pantatnya kadang

terangkat, tak kuat menahan sensasi yang memenuhi dua lubangnya sekaligus. Perpaduan itu membuat Erlina merasakan sensasi yang luar biasa. Gadis itu bisa merasakan datangnya gelombang orgasme dashyat yang sebentar lagi akan menyapu dirinya, dan Erlina sama sekali tak mampu berbuat apa-apa.

“Ooouuuughh…ssttt……aahhhh……”, Erlina menjerit keras. Tubuhnya menggeliat liar sampai pantatnya terangkat. Orgasme itu akhirnya menerpanya bagai gelombang tanpa henti. Dua lubangnya yang dipenuhi jari-jari Suparman, serta klitorisnya yang dihisap kuat mengantarkan erlina menuju puncak kenikmatan dalam persetubuhan yang sebenarnya tak pernah dia inginkan. Suparman menahan pantat Erlina sebisa mungkin, sementara lidah dan mulutnya terus menempel di memek Erlina mencoba menghisap tiap tetes cairan kenikmatan gadis itu yang menyemprot keluar.

Akhirnya orgasme Erlina mulai mereda. Gadis cantik dengan wajah oriental itu hanya memejamkan matanya sambil mencoba mengatur nafasnya. Tapi seperti halnya kejadian tadi pagi, Erlina merasa gairahnya tak juga turun setelah mendapatkan kepuasan. Tubuhnya seakan berteriak ingin lagi dan lagi.

Suparman tersenyum puas karena sudah bisa mengantarkan gadis muda yang cantik itu ke puncak kenikmatan hanya dengan permainan lidah dan jarinya. Pria gendut itu pun bangkit dan mulai melucuti pakaiannya. Sebentar saja, Suparman sudah berdiri telanjang, kontolnya sudah mengacung tegak dan keras, tak perlu lagi pemanasan. Suparman menjatuhkan dirinya dirinya diatas lututnya tepat diantara kedua kaki Erlina. Kedua kaki Erlina diangkatnya, ditekuk hingga tubuh Erlina agak melengkung dan pantatnya sedikit terangkat, lutut Erlina menempel pada payudaranya. Dengan begini tubuh gendut Suparman tak akan menjadi gangguan saat dia melakukan penetrasi. Perlahan ujung kontol Suparman mulai mencari sasarannya yaitu gerbang belahan vagina Erlina.

Erlina membuka matanya karena tingkah Suparman. Wajah Erlina yang tadinya kadang masih terlihat keras karena pertentangan batinnya, kini hilang sudah. Wajahnya merona merah, matanya yang indah seperti mata kucing itu kini menatap Suparman dengan pandangan sendu dan penuh gairah. Tampaknya sisi liar dirinya telah memenangkan pertempuran. Yang ada dalam pikiran Erlina kini hanyalah keinginan memuaskan dahaga birahinya yang terus menyala itu. Tak sabar rasanya gadis itu menanti kontol Suparman yang menurutnya berukuran lumayan untuk segera mengoyak memeknya yang sempit dan menghajarnya berulang-ulang.

“Uuughh…..sempit banget memek kamu, Lin. Hangat ssttt…enaaakkk…”, dengus Suparman menikmati saat-saat pertama kontolnya mersakan jepitan memek Erlina yang sempit dan hangat itu.
“Ooohh….mmmppphhhh……..”, Erlina hanya bisa mendesah dan merasakan nikmatnya saat dinding memeknya dipaksa meregang dan terasa penuh liang senggamanya. Posisi mereka juga menyebabkan, klitoris Erlina selalu tergencet dan mengalami gesekan setiap kontol Suparman menerobos masuk atau di tarik keluar.

Suparman pun mulai memompa memek Erlina dengan kontolnya dengan perlahan. Lelaki setengah baya itu hanya bisa merem melek keenakan merasakan kenikmatan memek Erlina. Erlina juga mulai menikmati penyatuan tubuh mereka dan mendesah lirih. Wajahnya yang cantik terlihat makin cantik bila sedang dikuasai nafsu birahi seperti sekarang ini. Desahan mereka berdua berpadu dengan kecipak kelamin mereka, benturan tubuh mereka, serta kicau burung dan suara serangga yang samar hingga menciptakan melodi yang begitu merdu dan erotis di antara suasana hutan yang sepi dan syahdu itu.

“Uugghh…Erlina…aaahhh….”
“Ahh…ahhh…ssttt….aahh….”
Erlina dan Suparman terus berpacu dalam gairah nafsu mereka berdua. Tempo permainan mereka pun kian lama kian bertambah. Kini Erlina

memegangi kakinya dengan tangannya sendiri. Sedangkan Suparman terus memacu tubuhnya dengan penuh nafsu. Kedua tangannya meremas payudara Erlina dan menjadikannya pegangan untuk memacu tubuh molek gadis muda itu.

“Pak Parman…a..aku mau…dap..oooghhhh…..”, jerit Erlina saat detektif wanita yang tomboy tapi cantik itu mendapatkan puncaknya yang kedua. Badannya bergetar liar, mulutnya sedikit menganga. Kedua kaki jenjangnya melingkari dan menjepit tubuh Suparman agar kontol Suparman tertanam semakin dalam ke liang memeknya.

“Aaaaghhh….akkkhu…..juugaaa……”, dengus Suparman yang tak bisa lagi bertahan. Kontolnya menyemprotkan banyak sekali mani ke dalam rahim gadis muda itu. Kontraksi memek Erlina begitu luar biasa saat gadis itu orgasme. Bagaikan menghisap kuat kontol Suparman, mencoba memeras keluar tiap tetes mani di dalamnya. Suparman menjatuhkan badannya menindih badan Erlina. Bibirnya segera melumat bibir Erlina yang membuka, lalu menciumnya dengan penuh nafsu. Erlina membalas ciuman itu dengan tak kalah panasnya.

Perlahan kontol Suparman pun mulai melemas dalam liang senggama Erlina. Pria setengah baya itu hampir kehabisan nafas, tapi dia sangat menikmatinya. Erlina pun merasa puas dengan kenikmatan yang dia dapat. Tapi kepuasan itu ternyata tak bertahan lama. Erlina masih merasa gairahnya meluap-luap. Gadis itu masih ingin lagi dan lagi, bagaikan musafir padang pasir yang begitu mendambakan setetes air.

Erlina mendorong tubuh Suparman sampai Suparman kembali dalam posisinya tadi. Lalu dengan kedua kakinya Erlina mendorong tubuh tambun itu hingga Suparman pun tersorong kebelakang dan jatuh terduduk. Erlina benar-benar berubah menjadi betina yang liar sekarang. Gadis cantik itu hampir terlihat seperti menerkam Suparman. Mulutnya segera mencari kontol Suparman yang lemas setelah bertarung tadi. Tanpa rasa jijik, Erlina mulai menyepong kontol Suparman. Jemarinya yang lentik juga ikut mengocok kontol itu agar kontol Suparman bisa bangun lagi dan memuaskan dahaganya.

“Uuufhhh….mmmppp…Lin….aahh….”, Suparman hanya bisa merem melek keenakan menikmati serangan Erlina. Bibir Erlina yang sexy itu terasa menjepit nikmat batang kontolnya. Lidah Erlina juga ikut beraksi tak kalah liarnya. Menjilati seluruh batang kontol Suparman bahkan sampai ke pelirnya. Kadang gadis itu meludah kesamping bila ada rambut kemaluan Suparman yang ikut menyelip. Lubang kencing Suparman pun tanpa jijik juga dijilati oleh Erlina. Erlina bagaikan ingin membersihkan kontol Suparman dari lumuran cairan kenikmatan mereka berdua.

Suparman pun mulai bangkit gairahnya. Kontolnya mengacung lagi. Erlina senang dengan hal itu. Gadis itu mencoba untuk memasukkan seluruh batangan itu ke dalam mulutnya. Suparman hanya bisa mendengus nikmat dengan deepthroat Erlina. Saat merasa kontol Suparman sudah bangkit sepenuhnya, dia pun membaringkan dirinya lagi dan menarik tubuh Suparman agar lelaki setengah baya itu bisa mengentotnya lagi.

Tapi Suparman ternyata ingin mencoba bervariasi. Dia bangkit berdiri dan menarik tubuh Erlina mengikutinya. Dia mengajak Erlina ke sebatang pohon besar di dekat situ. Erlina lalu disuruh membungkuk dengan tangannya bersandar di batang pohon. Kaki Erlina menapak dengan agak lebar hingga kini memeknya dapat terlihat jelas dari belakang. Suparman lalu berdiri di belakang Erlina yang membungkuk itu. Tanpa basa-basi, Suparman pun segera melesakkan kontolnya kedalam memek Erlina dari belakang.

Slleepp…plookk…plookkk….
“Pantat kamu ngegemesin, Lin.”, puji Suparman sambil terus memacu tubuh Erlina dari belakang, sementara kedua tangannya dengan gemas meremas pantat detektif cantik itu yang bulat montok. Erlina tak menjawab

pujian itu, dia sibuk mendesah nikmat.

Bila ada orang yang melintasi hutan itu sekarang, dia pasti akan terpesona melihat kejadian ini. Pasangan yang sedang asyik memuaskan dahaga birahi mereka itu sungguh kontras. Si gadis berusia masih muda dan benar-benar sangat cantik, dengan wajah khas oriental, kulit putih mulusnya membalut tubuhnya yang indah, tinggi langsing dengan sepasang kaki jenjang. Dengan posisi membungkuk seperti sekarang, payudara Erlina terlihat bergoyang begitu indah dan sensual. Pantatnya yang membulat itu juga ikut bergoyang menyambut tusukan kontol di memeknya. Sementara itu sang pria sangat berlawanan keadaannya. Umurnya sudah setengah baya. Wajahnya yang pas-pasan berkesan culun. Tubuhnya pendek dan tambun. Kulitnya juga agak berwarna coklat tua, menjurus ke hitam. Di beberapa bagian rambutnya pun sudah tumbuh uban. Dengan penuh nafsu sang pria menggenjot tubuh gadis muda itu dari belakang sambil meremas pantatnya. Sungguh pria yang sangat beruntung. Tapi walaupun terlihat aneh, pemandangan itu juga begitu erotis dan sensual. Melihat si gadis muda yang begitu terlena oleh kenikmatan dan takluk dalam permainan seks sang pria tua memberikan sensasi tersendiri bagi yang melihatnya.

“Uggh….terruuss pak ssttt……yang kenceng aaghh…..”, desah Erlina makin keras. Tampaknya gadis itu benar-benar sudah dikuasai oleh nafsu birahinya sendiri. Tak terbersit rasa malu di pikirannya saat bercinta di alam terbuka seperti ini, apalagi dengan laki-laki yang umurnya jauh lebih tua darinya dan secara fisik tidak selevel dengannya. Pikiran Erlina hanya dipenuhi keinginan untuk melampiaskan gairahnya yang menyala tak terkontrol.
“Oogghh…Erlina…mmphhh…..”, dengus Suparman keenakan. Baru kali ini Suparman bisa menikmati nikmatnya bercinta dengan gadis muda yang cantik seperti Erlina. Biasanya Suparman paling banter hanya bisa melampiaskan nafsunya pada pelacur kelas bawah atau kelas menengah yang sangat jauh dibandingkan dengan detektif wanita yang cantik itu.

Sekitar lima menitan mereka berdua bercinta dengan posisi ini, saat Suparman tiba-tiba merasa dia tak akan bisa bertahan lebih lama lagi.
“Aaaagghhhh……Erlina…aku mau…….Ooogghhh…..”, dengus Suparman saat lelaki setengah baya itu mencapai puncaknya. Pantat Erlina dia tahan dan Suparman pun melesakkan kontolnya sedalam-dalamnya ke liang memek Erlina. Kontolnya menyemprotkan banyak sekali mani kedalam rahim gadis muda itu.

Setelah usai menikmati puncak kenikmatannya, Suparman pun merasa lemas sekali. Pria gendut itu pun melepaskan tubuh Erlina dan mengeluarkan kontolnya yang sudah lemas dari liang kenikmatan gadis itu. Dengan nafas ngos-ngosan, Suparman lalu jatuh terduduk di tanah.
Erlina yang belum mencapai puncak pun merasa senewen. Gadis itu kini juga duduk di tanah. Kakinya mengangkang, jari-jari lentiknya dia masukkan ke dalam memeknya sendiri, sementara tangan yang satunya sibuk meremas payudaranya sendiri. Detektif wanita yang cantik itu mencoba memuaskan nafsunya sendiri. Gairahnya menyala makin hebat.
“Hhmmm…aahhh….sstttt……”, desis Erlina. Tingkahnya benar-benar seperti wanita jalang saat itu. Walaupun Erlina berusaha memuaskan nafsunya dengan bermasturbasi. Tapi tampaknya cara itu tak mampu memuaskan nafsu birahinya yang berkobar makin besar.

“Aaahh…stop Lin. A..aku sudah nggak kuat aahhh…..”, desis Suparman saat Erlina menyerangnya dengan ganas. Gadis cantik itu ternyata memasukkan kontol Suparman yang sudah lemas ke dalam mulutnya. Erlina mengeluarkan segala teknik “karaoke” yang dikuasainya untuk mencoba membangkitkan lagi kontol Suparman. Gairahnya begitu membara hingga Erlina merasa tak puas hanya dengan

bermasturbasi. Gadis itu ingin kontol yang keras untuk mengaduk-aduk memeknya yang gatal. Erlina sama sekali tak memperdulikan teriakan Suparman. Tapi walaupun Erlina sudah berusaha, kontol Suparman tak kunjung bangkit juga.
”Uughh….hentikan aaahhh….”, dengus Suparman. Suparman sebenarnya juga merasakan gairahnya masih membara sama seperti Erlina. Tapi keterbatasan fisiknya, membuat logikanya mulai kembali sedikit diantara dorongan gairah yang begitu kuat itu.
“Ahh…ini tidak wajar. Gairah ini seakan tak mau berhenti, malah bertambah besar walaupun tubuhku sudah tak mampu lagi. Ini..ini pasti efek The Click. Ya, itu dia. Makanya gadis secantik Erlina sampai mau bercinta denganku. Apa The Click yang ada di sakuku tertekan secara tak sengaja?”, pikir Suparman dalam hati. Pikiran itu membuatnya segera bertindak. Dengan tenaga yang masih tersisa, Suparman mendorong tubuh Erlina dan dia segera mengambil bajunya yang berserakan. Tapi Gadis itu ternyata sudah benar-benar gila dikuasai birahi. Erlina menghampiri Suparman dan memeluknya. Tangannya mulai mengocok kontol Suparman lagi, sementara tangan satunya bermain di liang vaginanya sendiri. Gadis itu menciumi Suparman, di wajahnya, lehernya, dan yang lainnya. Suparman mencoba untuk tak terpancing cumbuan Erlina. Dengan terburu-buru, profesor itu menggeledah bajunya untuk menemukan ciptaan terbarunya, The Click.
“Dimana alat itu? Tadi aku menyimpannya di saku bajuku ini, tapi sekarang tak ada. Tapi dimanapun itu pasti letaknya masih di sekitar sini karena aku masih bisa merasakan efeknya. Apa mungkin terjatuh? Tapi kapan? Eh, jangan-jangan….”, pikir Suparman dalam hati. Tiba-tiba sebuah dugaan melintas di benaknya.

“Lin..tunggu sebentar Lin. Apa kamu melihat sebuah kotak hitam?”, tanya Suparman pada Erlina. Tapi gadis itu masih sibuk mencumbunya penuh gairah.
“Aaahh…aku harus cepat menemukan alat itu. Kalo tidak aku akan kehilangan kontrolku sebentar lagi.”
“Lin, sadar Lin. Ini sama sekali bukan diri kamu. Ayo cepat jawab. Apa kamu melihat sebuah kotak hitam kecil?”, tanya Suparman lagi. Tangannya mengguncang-guncang bahu Erlina agar gadis itu bisa sadar.
“Kotak apa? Ngapain mikiran kotak yang nggak berguna. Lebih baik kita bercinta lagi, sayang.”, sahut Erlina dengan genit.
“Oke, aku akan melayani kamu. Tapi jawab dulu pertanyaanku?”, desak Suparman.
“Hhmm…kotak hitam ya??? Yang ada tombol hatinya???”, kata Erlina masih dalam pengaruh the Click.
“Ya..ya…yang itu. Dimana kotak itu sekarang?”, desak Suparman.
“Tadi aku menemukannya di jalan, lalu menyimpannya di saku bajuku.”, jawab Erlina. Mendengar itu, Suparman segera berlari ke arah tumpukan baju Erlina. Dengan cepat laki-laki gendut itu memeriksa baju itu. Dan akhirnya Suparman pun menemukan apa yang dia cari. Kotak hitam dengan tombol hati berwarna merah muda, The Click. Suparman segera menekan tombol itu untuk mematikan the Click.

Memang selintas seperti tak terjadi apa-apa. Erlina masih bergairah dan bermain dengan memeknya sendiri. Demikian juga dengan Suparman yang masih bisa merasakan gairah itu dalam dirinya. Tapi kini gairah itu tak terus bertambah kuat seperti tadi. Gairah itu kini lebih alami, masih ada karena sudah terlanjur dibangkitkan the Click tadi. Tapi sekarang gairah itu bukanlah gairah tak tertahankan. Perlahan akal dan logika mereka mulai mengambil kendali.

“Aaahh…apa yang aku lakukan?”, jerit Erlina tiba-tiba. Gadis cantik itu baru tersadar sekarang, wajahnya tampak pucat dan

sedikit shock. Berbagai perasaan tercampur tak karuan dalam hatinya, bingung, malu, marah.
“Bagaimana ini bisa terjadi lagi padaku? Aku kembali bertingkah seperti wanita murahan yang mau bercinta dengan siapa saja. Apa yang sebenarnya terjadi?”, pikir Erlina kebingungan.

Sementara itu Profesor Suparman duduk di atas tanah dengan tubuh tambunnya yang masih telanjang. Laki-laki setengah baya itu hanya diam, wajahnya berkerut-kerut seakan sibuk memikirkan sesuatu.
“Kayaknya The Click perlu sedikit penyempurnaan lagi. Efeknya ternyata begitu mengerikan bila digunakan secara sembarangan. Mmm… sepertinya aku harus memasang semacam limiter agar meningkatnya gairah seksual itu bisa agak terkontrol. Limiter itu masalah mudah, yang sulit adalah menetukan ukuran dan batasnya. Apa yang bisa kugunakan sebagai indikator untuk gairah seks? Gejala fisik? Gelombang otak? Ya..ya… mungkin itu. Terus sensornya? Mmm… mungkin bisa dengan…ya..ya.. bisa juga. Mmm…kalaupun semua teori itu bisa dijalankan, aku juga harus memikirkan cara untuk membuatnya dalam ukuran super mini agar dapat di tampung dalam desain The Click yang sekarang. Bentuk yang sekarang itu sudah pas ukurannya, portable dan mudah disimpan. Ya..ya..kalo begitu aku harus….”, Suparman sibuk memikirkan cara untuk menyempurnakan The Click ciptaannya.

Tiba-tiba ia merasakan benda dingin tertempel di dahinya. Dan rasa takut pun mulai menjalarinya saat menyadari benda apa yang menempel didahinya itu. Benda yang terasa dingin itu ternyata adalah pucuk pistol yang sekarang sudah ditodongkan ke arah kepalanya. Erlina ternyata telah mengambil pistolnya dan sudah siap untuk meledakkan kepala Suparman.

“Eh..i..ini…ada apa Lin? Ke..kenapa ka..kamu menodongkan pistol padaku? Sa..salah apa aku?”, kata Suparman gemetaran.
“Cepat kamu jelaskan apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa semua ini bisa terjadi? Cepat jawab?”, bentak Erlina dengan keras. Kemarahan terpancar jelas dari sorot mata kucingnya yang tajam.
“Hal…hal apa?”, jawab Suparman pura-pura bego.
“Jangan pura-pura. Kenapa aku bisa melakukan hal yang memalukan itu sama kamu? Dan tadi siang juga, bajingan-bajingan itu……..Aku tahu ada sesuatu yang tak wajar yang menyebabkan semua itu? Dan aku merasa itu ada hubungannya dengan kotak hitam yang sekarang kamu pegang itu. Apa kamu bekerja sama dengan bajingan-bajingan itu? Ugghh…demi Tuhan aku akan menembak kepalamu bila kamu tak menjelaskan semuanya.”, bentak Erlina makin marah.
“Aku tak mengenal mereka. Sumpah. Mmm…kalo masalah bagaimana semua ini bisa terjadi, mungkin aku bisa jelaskan. Ta..tapi tolong turunkan dulu pistol kamu.”, pinta Suparman dengan memelas. Erlina pun agak menjauh dan menurunkan pistolnya. Tapi gadis itu tetap waspada dan menatap Suparman dengan penasaran.
“Awas. Jangan pikir kamu bisa kabur sebelum menjelaskan semuanya. Aku bisa menembak sasaran apapun tanpa meleset satu milipun dalam jarak 30 meter.”, gertak Erlina.
“Iya, aku nggak akan kabur.”, kata Suparman. “Hhhmmm….semuanya ini terjadi karena alat ciptaanku. Setidaknya aku berhutang penjelasan pada Erlina. Aku harus siap menerima semua resikonya.”. Suparman pun menarik nafas dalam-dalam.

“Alat ini namanya The Click, ciptaanku yang paling baru.”, kata Profesor sambil mengangkat The Click agar Erlina bisa melihatnya.
“The Click adalah sebuah alat yang bisa membuat gairah birahi semua orang yang ada di sekitarnya menjadi meningkat, hingga semua orang yang berada di sekitar alat ini saat aktif, maka orang itu akan merasakan gairah

untuk bercinta dan memuaskan nafsunya. Tak peduli bagaiman caranya atau dengan siapa, yang penting orang itu bisa memuaskan gairah seksualnya.”, terang Profesor.
“Bull shit. Itu omong kosong. Mana ada alat seperti itu?”, jawab Erlina spontan setengah tak percaya.
“Benar. The Click ini hal yang nyata. Kamu sudah pernah merasakan efeknya, kan. Coba kamu pikir, dalam situasi norma apa kamu mau bercinta dengan pria seperti aku?”, kata Profesor. Erlina diam dan memikirkan segalanya.

“Huh. Jadi ini semua salah kamu. Kamu yang ngebuat bajingan-bajingan itu bisa dengan bebas menodaiku. Kamu juga memanfaatkan aku. Kamu satu komplotan denga mereka. Aku akan bunuh kamu.”, kata Erlina dengan marah. Tangannya kembali mengacungkan Glock-19 nya ke arah Suparman.
“Tunggu…tunggu…aku sama sekali tak ada hubungan dengan bajingan-bajingan itu. cerpensex.com Dan semua ini bukan sepenuhnya kesalahanku. Aku tak pernah meminta kalian untuk membobol masuk ke rumahku. Kamu dan pencuri-pencuri itu yang seenaknya masuk kesana. Mungkin The Click tak sengaja kalian aktifkan karena saat aku menemukan kamu, The Click yang tadinya ada di atas meja sudah berada di bawah lantai.”, kilah Suparman. Erlina menjadi ragu. Gadis itu teringat kalo memang dia sendiri yang membobol masuk ke tempat Suparman tanpa ijin.

“Dan kejadian barusan. Bukan aku yang mengaktifkan The Click. Bahkan The Click sudah tak ada di sakuku melainkan di saku kamu. Coba ingat baik-baik. Apa kamu pernah menekan tombol hati pada kotak ini?”, kata Suparman lagi. Erlina pun teringat saat dia menemukan kotak hitam itu yang ternyata bernama The Click setelah menolong Suparman yang jatuh. Erlina juga teringat saat dia mencoba menekan tombol hati itu dan tak melihat sesuatu yang terjadi lalu dia menyimpannya di saku.

Erlina pun perlahan menurunkan todongan pistolnya. Gadis itu terdiam. Kemarahannya masih ada, tapi perlahan berkurang. Erlina harus mengakui kalo semua itu terjadi tanpa unsur kesengajaan. Gadis itu hanya terdiam seperti orang linglung. Suparman memakai kesempatan itu untuk memakai kembali pakaiannya.

“Nngg..lebih baik kamu pakai dulu baju kamu Lin.”, kata Suparman sambil menyodorkan pakaian Erlina pada gadis itu. Erlina tersadar dari bengongnya. Gadis itu melihat Suparman berdiri membelakanginya. Buru-buru Erlina memakai pakaiannya kembali.

“Lebih baik kamu hancurkan alat itu. Alat itu sangat berbahaya.”, suara Erlina terdengar dari belakang Suparman. Merasa Erlina sudah berpakaian, Suparman pun membalikkan tubuhnya.
“Please. Jangan dihancurkan. Susah payah aku menciptakan alat ini. Bertahun-tahun aku mengadakan riset dan menghabiskan banyak waktu, tenaga dan biaya. Aku tak pernah bermaksud jelek saat menciptakan The Click. Aku tak akan menggunakannya sembarangan. Aku membuatnya hanya sebagai jawaban atas hal yang kuanggap sangat menantang.”, rengek Suparman. Erlina hanya diam. Gadis itu sebenarnya tak setuju dengan adanya The Click. Tapi itu adalah hasil kerja keras Suparman, dan Erlina bukan tipe orang yang suka ikut campur dalam urusan orang lain.
“Tapi benda itu bisa membahayakan orang lain. Apalagi bila sampai jatuh ke tangan yang salah.”, kata Erlina.
“Tolong jangan. Hanya kita berdua yang tahu mengenai The Click, jadi benda ini nggak akan direbut orang jahat jika kamu tak bicara apa-apa. Please, rahasiakan hal ini. Aku akan berhutang budi sama kamu. Dan aku

siap bila kamu membutuhkan bantuanku untuk urusan apapun.”, jawab Suparman.
“Hmmp memangnya aku perlu bantuan kamu??!!”, kata Erlina.
“Aku seorang penemu. Aku bisa menciptakan alat-alat yang canggih yang bisa menolong kamu dalam bekerja. Hmm…sebut aja, alat seperti kamera pengintai mini yang canggih, alat pelacak dengan GPS, apa saja. Think about james Bond dan Q. Aku bisa bantu kamu.”, bujuk Suparman.

Erlina terdiam sejenak dan berpikir tentang tawaran Suparman. Tampaknya laki-laki itu bisa berguna suatu hari nanti.
“Baik. Aku akan merahasiakan masalah The Click dan membiarkan benda itu tetap ada di tangan kamu. Tapi tolong jaga benda itu. Jangan sampai jatuh ke tangan yang salah.”
“Iya..iya…aku janji. Terima kasih banyak.”
“Sekarang aku harus pergi. Tapi ingat kamu berhutang padaku. Dan kalo suatu saat aku menghubungi kamu dan butuh bantuan, kamu harus membantuku. Janji?”, kata Erlina.
“Janji.”, jawab Suparman dan mengulurkan tangannya menyalami gadis cantik itu.

Mereka meneruskan perjalanan sampai ke tempat motor Erlina berada. Detektif wanita yang cantik itu segera menaiki motornya. Setelah memakai jaket kulit dan helmnya, Erlina segera berpacu pergi dari hutan yang sepi itu.

“Hhhmm….Erlina. Dia gadis yang cantik. Aku harap suatu hari aku cukup beruntung untuk bisa menikmati tubuhnya yang indah itu lagi he..he..he..”, pikir Suparman dalam hati. Pria tambun setengah baya itu menatap kepergian Erlina yang semakin jauh dalam naungan langit sore yang memerah ini.
Sampai jumpa lagi Erlina.

,,,,,,,,,,,,,,,,,,